Langkah kaki semakin jelas, suara sepatu yang membentur lantai tercipta lumayan nyaring saat langkahnya semakin cepat, bahkan nampak sedikit berlari.
"Tidak, ini tidak mungkin, apa yang sebenarnya terjadi, kenapa semua jadi begini" batin seorang wanita cantik yang kini sudah berada di depan pintu ruang pimpinan.
Tangannya bergetar, mengetuk perlahan, terlihat sekali gerakan tangan yang menunjukkan kekhawatiran yang berbalut ketakutan.
"Masuk!" Suara khas laki-laki yang hampir 5 tahun menjadi atasannya terdengar lantang.
Masuk dan duduk perlahan, lalu kemudian menata nafas yang sedikit tersengal karena sesaat tadi hampir berlarian menuju ruangan.
Brak!
"Kenapa kerjasama jadi seperti ini?" Tanya sang Direktur perusahaan TRULA GROUP yaitu RUSLAN SMITH.
Tangan meraih lembaran kontrak kerjasama dan semua hasilnya, dimana nyata disana ada kesepakatan yang berubah tanpa di ketahui sebelumnya.
"Maaf pak, ini tidak mungkin, saya tidak pernah memberikan kontrak kerja seperti ini"
"Disana ada tanda tanganmu dan juga yang lainnya, bukti itu sangat kuat, memangnya tangan orang lain yang memalsukan tanda tanganmu!" Ketus sekali atasannya berkata, membuat hatinya semakin resah akan kesalahan.
"Sebentar pak, saya akan bicarakan ini dengan tim yang dulu mengurus hal ini, beri saya waktu dan akan memperbaiki semuanya"
"Terserah!, aku tidak mau rugi, dan jika hal ini tidak bisa di perbaiki, tanggung jawabmu mengganti semua uang perusahaan yang kau rugikan"
"Apa?!, tapi pak, disini juga ada tanda tangan persetujuan bapak juga kan?, yang artinya anda juga sudah mempelajari sebelum taken kontrak kerjasama dengan perusahaan lain"
"Diam!, berani sekali kau menyalakan aku, kerja tidak becus, kebanyakan protes, urus saja masalah ini secepatnya, dan keluar dari ruangan ku!" Perintah tanpa perasaan di berikan.
Berjalan dengan cepat, tujuannya saat ini menemui semua tim yang sudah di hubungi, namun tak ada yang membalas pesan yang kirimkan, begitu juga dengan sang kekasih yang merupakan anggota Tim dan juga tangan kanan Pimpinan saat ini.
Sebelum memasuki sebuah ruangan, langkahnya terhenti saat mendengar sebuah pembicaraan.
"Apa kalian dengar, bapak pimpinan sudah memanggilnya, kesalahannya benar-benar fatal dan merugikan perusahaan, jelas nanti kena sangsi serius"
"Akhirnya, dia berbuat salah juga, setelah sekian lama selalu di puji dengan kerjanya yang bagus"
"Hem benar juga, sekarang baru tau rasa kan, aku tidak suka dengan cara kerjanya yang sesuai aturan dan merepotkan kita semua"
"Dan parahnya lagi, dia sampai tidak sadar di bodohi kekasihnya sendiri"
"Iya bener, kita aja sudah tau apa yang dilakukan di belakangnya, eh..dia masih sibuk dengan kerjaannya saja"
Begitulah perbincangan itu terdengar begitu jelas di telinga, dan membuat terkejut dan bertanya-tanya.
Pintu segera terbuka, dan mereka sangat terkejut melihat siapa yang ada disana.
"Ibu Sifa?!"
Iya, siapa yang tidak kenal dengan wanita satu ini, masih muda, kedudukan yang tinggi di perusahaan karena kecerdasannya dan tegas, wanita yang tak suka membicarakan hal yang tak penting, SIFA AULIA DARMAWAN.
"Katakan apa maksud perbincangan kalian"
"Ma maaf Bu, kami_"
"Aku hanya ingin tau tentang orang yang kalian sebut kekasihku, yang lain aku tidak perduli"
Sesaat mereka saling bertatapan, bukan sebuah penjelasan yang di berikan, tapi salah satu dari mereka menyodorkan ponsel yang berisi sebuah rekaman.
Sifa terkejut bukan main, jelas terlihat di sana bagaimana kekasihnya tengah bermesraan di sebuah Cafe dengan seorang perempuan, nampak samar wajah perempuan itu, namun Sifa harus memastikan siapa wanita itu.
"Kalian tau wanita ini?" tanya Sifa.
"I iya Bu, itu wakil Direktur Perusahaan_" kata-kata ter jeda.
"Perusahaan apa?" Tanya Sifa makin penasaran.
"Perusahaan yang sekarang bekerja sama dengan perusahaan ini Bu"
"Apa?!"
Bagai tersambar petir Sifa di buatnya, hampir saja dirinya oleng, masalah satu belum selesai, muncul masalah lain dengan perusahaan yang sama.
Sifa tak bicara dan pergi begitu saja, langkah kakinya terasa berat namun ingin cepat melaju untuk menemukan laki-laki yang masih berstatus kekasihnya, ingin menanyakan semua hal yang sekarang memenuhi kepalanya.
Hingga akhirnya dia terduduk didalam ruangannya, merasakan berat beban di pundaknya, kepala terasa mau pecah dengan hati yang berkecamuk, sungguh hari yang tak pernah Sifa bayangkan sama sekali.
"Inikah hasil kerja kerasku, kenapa?" Dalam hati bertanya-tanya, hal alami manusia melayangkan protes akan ketidak adilan hidup yang di rasakan.
Detik berikutnya, dirinya di kejutkan dengan suara ponsel yang menandakan adanya pesan masuk, segera tangan Sifa meraihnya, lalu membuka isi pesan yang rupanya dari sang kekasih.
'Aku masih ada di luar Beb, dua jam lagi aku sudah kembali ke kantor'
Tangan Sifa akan segera membalas pesan itu, namun sebuah ingatan yang berhasil melukai hatinya menghentikan, dan meletakkan kembali ponselnya.
"Aku merasakan semua orang yang terlibat masalah ini menghindar, dan seolah semua sengaja di tumpukan padaku, ya Tuhan, betapa bodohnya aku" Sifa mengusap wajahnya perlahan.
Dan benar saja, Tim telah berkumpul dan menghubunginya sesaat kemudian, lalu Sifa segera masuk di ruangan rapat kecil yang disana sudah ada beberapa orang Tim yang pernah di bentuknya.
"Semua sudah datang rupanya, dan tolong diantara kalian bisa jelaskan hal ini?!"
Brak!
Sifa melempar Map merah yang berisi Surat Kerjasama kontrak yang bermasalah.
Aneh, sepertinya tidak ada yang terkejut, bahkan terkesan santai, lalu salah satu dari mereka mengambilnya, dan membaca isinya.
"Bukankah memang seperti ini, isi kerja sama perusahaan kita TRULA GROUP ini?" salah satu dari mereka dari devisi keuangan menjawab, dan tentu Sifa sangat terkejut.
"Hena, bukankah kau tau tidak mungkin aku melakukan kontrak konyol seperti itu, disana tertulis kalau keuntungan yang mereka dapatkan lebih dari 50 persen, dan tentu saja perusahaan kita akan rugi" jawab Sifa ke wanita yang di panggil HENA dan tak lain adalah sahabat dan teman sekantor yang diangkat menjadi Tim nya saat itu.
"Ya mana aku tau, semua keputusan kan ada padamu, kau ketuanya, kenapa menanyakan hal itu padaku"
"Apa katamu?, kita bekerja satu Tim, tentu semua keputusan bukan hanya atas keinginan ku" Sifa menjawab dengan intonasi tinggi.
Tapi apa yang terjadi kemudian, alih-alih yang lain membantu atau setidaknya meluruskan, malah sebaliknya, Hena lah yang mendapat dukungan, dengan kata lain semua melimpahkan kesalahan.
Merekapun meninggalkan Sifa yang masih berdiri tak percaya dengan apa yang terjadi, dadanya terasa sesak, dan harapan untuk memperbaiki semua masalah sepertinya pupus sudah.
Bahkan sosok teman yang pernah dia percaya bernama HENA SOFIA, membalikkan semua Fakta dan tak perduli dengan masalah yang terjadi.
Lalu Sifa keluar dari ruangan, berjalan menuju tempatnya, masuk dan mengambil tas untuk segera keluar mencari ketengan batin menyelesaikan masalahnya.
Satu tujuan, sebuah Cafe tempat dia dulu selalu kesana menikmati makanan dan melihat gemericik air dari kolam-kolam yang ada disekitaran.
Setelah memesan, Sifa duduk termenung dalam diam, melihat ponselnya dan tak ada apapun disana, dulu semua selalu mengirim pesan padanya, menanyakan selamat atas kesuksesan, apa sudah makan, Ayuk jalan cari makan dan sebagainya, namun sekarang sirna, bahkan kekasihnya pun berbuat hal yang sama.
Sedari tadi hanya minum untuk menenangkan hati, akhirnya Sifa ingin buang air kecil, sebuah toilet di tuju dengan melewati tempat-tempat indah ruang makan yang ada di sana, namun sebuah ruangan khusus yang dulu sering dia gunakan bersama sang kekasih menarik perhatiannya.
"Bukankah itu sepatu_?" Gumam Sifa yang menghentikan langkahnya untuk mengamati.
Lalu berjalan mendekat, dan terdiam mematung, pemandangan yang membuat dirinya seperti kehilangan separuh nyawanya, melihat dua insan bercumbu di depan matanya.
"HANSYAH PRADITYA!"
Bersambung.
Jangan lupa KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH dan tonton IKLANNYA.
Seolah tak bisa bersuara, Sifa yang masih shock dengan apa yang dilihat hanya menggumamkan nama kekasihnya.
Lalu perlahan mundur dengan kaki yang sedikit gemetar dan jantung yang berdetak tidak normal.
Brug!
Sifa jatuh di dalam toilet yang kebetulan sepi, hanya dirinya yang ada disana, sedari tadi menahan kakinya tak kuat dirasa, hingga air mata menetes sambil bersimpuh dilantai yang dingin.
"Bajingan, apa yang sudah kau lakukan dibelakang ku?" Gumamnya lirih di tengah tangisan yang berusaha mati-matian dia tahan.
Tangan Sifa meraih sesuatu, rupanya deringan ponselnya berbunyi, dan segera diangkatnya.
"Beby, dimana kamu?, aku akan segera menuju ke kantor, tunggu aku ya?" Suara itu bukan lagi membuatnya senang justru seperti tajamnya pisau yang menyayat semakin dalam.
"Iya"
Segera di putuskan sambungannya oleh Sifa setelah menjawabnya.
Menguatkan diri, itulah yang penting dilakukan dalam pikirannya, berusaha berdiri kembali dan merapikan pakaiannya, Sifa berjalan keluar setelah masuk ke dalam toilet dan memuntahkan isi perutnya.
Hidangan rupanya telah tersedia, dengan wajah yang dingin Sifa terdiam dan memanjatkan doa, memasukkan makanan ke dalam mulutnya, kelihatan tenang dan tak perduli lagi jika ada seorang laki-laki yang akan menunggunya.
Hampir satu jam Sifa ada di Cafe itu, setelah melihat jam yang bertengger di lengan kirinya, segera berdiri dan membayar makanan yang sudah di nikmati.
"Mbak Sifa baik-baik saja?" Tanya seseorang yang rupanya memperhatikan.
Sifa memaksa tersenyum, menunjukkan keramahan akan wanita yang lama dikenal karena pelayanan yang dilakukan setiap Sifa ke Cafe, lalu mengangguk perlahan dan pergi menuju Perusahaan yang masih menjadi tempatnya bekerja.
Kurang lebih sepuluh langkah lagi Sifa akan sampai disebuah pintu ruangan kerja miliknya, berjalan lurus dan seperti yang dia duga, saat membukanya sudah ada Kekasihnya menunggu disana.
"Oh my God, kenapa lama sekali beb, aku menunggumu di sini sudah satu jam lebih, darimana saja?"
"Makan siang" jawab Sifa singkat menjawab pertanyaan HANSYAH PRADITYA yang biasa dia panggil Hans.
Sikapnya masih tidak berubah, malah terkesan lebih manis dari biasanya, membuat Sifa menatap Hans yang kini tepat di depannya.
"Ada apa beb, kamu membuat ku takut, oh apakah kamu merindukan ku?" Tanya Hans dengan senyuman dan kedipan matanya.
Sungguh, seandainya bisa dilakukan, Sifa rasanya mau muntah melihat tingkah Hans saat ini, bahkan merasa jijik saat melihat mulutnya yang berucap mesra setelah beberapa saat lalu menyatu dengan bibir wanita lain.
"Lihat ini" hanya itu yang dilakukan Sifa, dan menunjukkan berkas yang diambilnya dari laci meja kerjanya.
Hans segera mengambilnya, lalu membaca dan mengamati.
"Ini sudah terjadi kan beb, tidak ada lagi yang bisa kita lakukan" tanggapan dari Hans yang membuat Sifa tersentak.
"Bukan masalah itu, tapi bagaimana isi kontrak itu bisa berubah, bukankah setelah selesai membuat kontrak, selanjutnya tugasmu meminta persetujuan atasan?"
"Tunggu, kamu menuduhku beb?"
"Tidak, aku hanya heran, bagaimana bisa isi kontrak itu berubah setelah berkas itu tidak ada lagi di tanganku" ucap Sifa.
"Mana aku tau, tugasku hanya meminta persetujuan Direktur perusahaan kita pak Ruslan Smith, selesai" jawab Hans.
Sifa terdiam, hanya senyuman samar terlihat di bibirnya, membuat Hans merasa tak tenang dan memperhatikan.
"Seperti membersihkan tangan yang kotor, semua mencari air jernih untuk mencuci tangan dengan mencelupkannya, tanpa perduli akan mengotori airnya, aku semakin bisa menebak apa yang terjadi" ucap Sifa masih menatap Hans dengan intens.
"Maksudmu Beb?"
"Perusahaan yang mengikat kontrak disini mendapat keuntungan lebih jika kita terus melanjutkan, artinya perusahaan kita akan rugi, dan tentu saja aku harus memutuskan kontraknya sebagai bentuk tanggung jawab ku"
"My God beb, kenapa harus di putuskan, lanjutkan saja, kerugian perusahaan kan bisa di ganti gaji mu dengan di potong perbulan, aku rasa Pak Ruslan akan setuju, ini hanya tiga tahun, biar aku nanti yang akan mengurusnya, bagaimana?"
Deg.
Lancar sekali mulut baji-ngan bernama Hans itu berucap seolah mencari solusi.
Tentu saja Sifa terkesiap, diam dan mendengarkan saja ocehan laki-laki yang ada di depannya, lalu_
Terdengar Sifa tertawa cukup keras, dan tak pernah sebelumnya dilakukan, apalagi di depan Hans, hingga membuat orang-orang yang tak sengaja mendengar terkejut, apalagi Hans yang langsung kicep di buatnya.
"Beb, are you okey?" Ucap Hans.
Sifa menatap kembali raut wajahnya, kembali ke mode awal dan berbicara.
"Sepertinya semua sudah ada yang men seting hal ini, rencana yang luar biasa, menempatkan ku sebagai mangsa untuk mencapai apa yang kalian inginkan, perusahaan Sparta Group rupanya sangat pintar menjalin hubungan, bahkan kau bisa lebih intim dengan wakil direktur nya, luar biasa"
Hans terperanjat, seketika berdiri dan tentu saja tidak akan membiarkan harga dirinya terancam.
"Apa maksud mu beb?!"
"Tidak usah basa basi, kita putus dan jangan memanggilku Beb, karena kuping ku sakit mendengarnya, silahkan lampiaskan nafsumu ke wakil direktur itu tanpa sembunyi-sembunyi lagi dariku"
"Kau keterlaluan Sifa, selalu merasa benar dan menganggap orang di sekitarmu lebih rendah!" Sahut Hans.
"Lalu, apa yang bisa aku benarkan dari kemesraan kalian dengan tanganmu yang gerayangan memuaskan nafsu wanita itu, bahkan kalian berciuman di tengah makan siang mu"
"Apa?!, kau memata-matai ku?" Hans malah protes alih-alih merasa bersalah.
"Aku bukan orang yang kurang kerjaan Hans, hanya saja mungkin Tuhan ingin membantu ku menunjukkan seorang Bajingan yang menyamar menjadi kekasihku yang penuh perhatian"
"SIFA!"
Teriak Hand tidak terima.
"Berani sekali kamu berteriak di depanku" ucap Sifa dengan tatapan tajamnya.
"Kau yang memutuskan ku Sifa, bukan aku, jadi jangan salahkan aku" ucap Hans lalu keluar begitu saja.
Sifa tertegun, diam dan menunduk melihat cincin tunangan yang melingkar di jarinya, satu bulan lagi, benar, satu bulan lagi pernikahan sudah di rencanakan, namun semuanya hancur, sedalam apa lukanya saat ini?, sungguh Sifa sampai tak bisa menangis menghadapi.
"Ibu, Ayah_" ucapnya lirih dalam bibir yang bergetar menyebutkan.
*
*
Esok hari yang masih sama, Sifa berjalan memasuki ruangan kerjanya, sebuah pesan di dapatkan, dan sekarang juga di tunggu di dalam ruangan sang Direktur Perusahaan.
Kini Sifa sudah duduk di depan sang Atasan, bersiap mendengarkan apapun yang sudah dia perkirakan hal ini pasti akan menyakitkan.
"Bagaimana, apa masalahnya sudah teratasi?" Tanya Ruslan.
"Masalah tidak bisa saya selesaikan tapi saya akan bertanggung jawab melakukan pencabutan kontrak kerja"
"Kamu tau konsekuensinya?"
"Tentu saja pak, membayar ganti rugi sebesar 500 juta"
"Bagus, berarti kau sudah mempersiapkan uangnya bukan, karena ini kesalahan mu, jangan berani-berani memakai uang perusahaan"
Sifa terkejut, apa-apaan atasannya ini, bukankah disana harusnya dia yang lebih bertanggung jawab, kenapa malah semua ditimpakan padanya bahkan uang ganti ruginya.
"Maaf Pak, tapi dalam masalah ini, ada anda sebagai pimpinan yang ikut andil besar, sudah sewajarnya perusahaan juga dilibatkan"
"Tidak bisa, ganti rugi harus kamu yang menanggung nya, akupun terjebak karena mempercayai mu, tapi nyatanya malah merugikan ku, atau jangan-jangan kamu me jebakku dan memang bekerjasama dengan mereka!"
"Apa?!, anda sudah gila!" Sahut Sifa tak terima.
"Kurang ajar sekali kau mengatai ku gila, pantas Hans tak tahan dengan mu, dan mulai besok jangan bekerja lagi di perusahaan ini!"
Blar
Bagai disambar petir, semua perkataan Ruslan sungguh tak disangka sama sekali, dirinya di pecat, masih harus mengganti rugi dan sang pimpinan sepertinya lebih percaya mantan kekasih brengseknya.
"Jangan harap aku akan tinggal diam" batinnya sambil menatap Ruslan dengan tajam, lalu pergi dari tempat itu tanpa permisi lagi.
jangan lupa KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.
Hujan sangat lebat, Sifa memarkir mobilnya di pinggir jalan, tepatnya di sebuah jembatan panjang, lalu keluar dan berteriak sekencangnya, jari jemari tangan kanannya berusaha melepaskan cincin di jari manisnya, lalu dengan sekuat tenaga ingin melemparkan cincin tunangan ke tengah sungai.
Namun sesuatu menahannya, pemandangan di mana ada seorang wanita tengah berlindung di bawah pohon tak jauh dari sana dengan baju lusuh bersama dengan seorang anak kecil dalam dekapannya.
Sifa terkesiap, melihat cincin itu dan kemudian melihat mereka lagi.
"Setidaknya aku membuangnya tidak sia-sia" ucapnya lirih.
Berjalan cepat di dalam hujan, lalu mendekati wanita yang berteduh di bawah pohon, dan Sifa menyapa, sedikit berbincang membuat hatinya sedikit lega, lalu memberikan sesuatu.
"Pulanglah, dan jual cincin ini, nilainya lumayan tinggi, Ibu bisa menyewa tempat tinggal dan membuka usaha, semoga cukup dan berhasil nantinya."
Wanita itu terperangah, sebuah cincin istimewa dengan berlian bertahta di sana, lalu Sifa memberikan nomer ponselnya, menjelaskan jika mengalami kesulitan saat menjualnya, bisa segera menghubunginya.
Kembali Sifa masuk ke dalam mobilnya, lalu melanjutkan perjalanan dengan hati yang lebih tenang, bayangan rona bahagia dari wanita dan seorang anak yang tak berdaya membuatnya masih bisa bersyukur akan keadaannya.
Tiba di sebuah Apartemen miliknya tepat jam satu malam, Sifa masuk dan membersihkan diri ke kamar mandi kamarnya, tak lama dilakukan, lalu kembali keluar, duduk melihat pantulan dirinya dalam kaca.
"Kamu di ciptakan lengkap dengan segala kelebihan yang ada, jangan biarkan satu orang pun menindas mu, berpikirlah untuk segera keluar dari masalah ini Sifa" begitulah Sifa bicara untuk dirinya sendiri.
Lalu melihat ponselnya kembali setelah semua skincare terpakai pada tempatnya.
Sejenak menyempatkan diri menjelajah dunia maya, dan Sifa terpaku akan sosok pemilik sebuah perusahaan besar yang lama menjadi saingan TRULA GROUP.
Ide gila seketika menyelimuti kepalanya, namun kemudian wajahnya sendu.
"Apakah aku sudah segila ini?" Gumamnya dan meletakkan kembali ponsel dalam genggamannya, lalu bersiap tidur.
Hingga pagi menjelang, Sifa segera bangun dan membuat sarapan untuk dirinya, sebuah pesan di dapat, dimana dirinya mendapat peringatan untuk segera membayar ganti rugi senilai 500 juta dalam tempo 3 hari, atau kasusnya akan di lempar ke ranah hukum.
"Ya Tuhan" de-sah Sifa, lalu melanjutkan makannya sambil berpikir cukup keras.
Uang tabungan 150 juta, mobil dan Apartemen mewah, itulah aset pribadi yang dimiliki Sifa saat ini, dengan berat menarik nafasnya, Sifa akhirnya memutuskan untuk menjual semuanya.
"Aku tidak akan patah hanya dengan kekurangan uang saja, akan ku cari kembali gantinya" ucapnya perlahan sebelum mengambil cangkir dan meminum teh yang ada di dalamnya.
Lalu kemudian Sifa tak membuang waktu, menghubungi orang-orang yang pernah membantunya untuk menjual Apartemen dan mobilnya, seperti yang di duga, pembelian cepat tentu berakibat harga yang tak relevan, tapi lumayan, semua terjual hingga terkumpul 550 juta, yang artinya Sifa mempunyai uang 200 juta untuk melanjutkan hidupnya.
Tiga hari Sifa menyelesaikan semuanya, lalu mengambil langkah cepat mencari hunian sederhana, membeli mobil bekas yang masih layak pakai guna mempermudah semua usaha yang dilakukan untuk mencari pekerjaan.
Ketentraman hati dia jaga, merelakan semuanya, hingga dua minggu berjalan, sebuah kenyataan pahit di dapatkan kembali.
Orang tua Sifa datang dengan tiba-tiba, menangis dan memeluk sang putri tercinta, menceritakan bagaimana keluarga calon besan yang tak lain adalah orang tua Hans memutuskan hubungan dengan alasan Putrinya yang tiba-tiba saja meminta perpisahan tanpa alasan.
Mereka bahkan menduga jika Sifa telah bermain gila di belakang putranya HANSYAH PRADITYA.
"Ibu, ini tidak benar, aku telah di khianati, bukan hanya soal kepercayaan tapi juga pekerjaan ku, semuanya Bu" Sifa menjelaskan.
"Astaghfirullah, Sifa, apa yang terjadi sebenarnya nak, kenapa kamu tidak pernah cerita apapun ke kami?" Ucap seorang wanita bernama Malika Aulia.
"Maaf Bu, aku berusaha menyelesaikan masalahku tanpa membuat kalian harus khawatir, aku bisa mengatasi ini Bu"
Seorang laki-laki yang sedari tadi hanya terdiam, kini berbicara "Sifa, Ayah mendukung semua hal positif yang kamu lakukan nak"
"Ayah, terimakasih" keduanya lalu saling berpelukan.
Tidak terlalu lama kedua orang tua Sifa berada disampingnya, bukan karena apa, tapi urusan perkebunan yang kini tengah di perdebatkan oleh mantan kekasihnya mengharuskan orang tuanya kembali pulang.
"Kami akan menyelesaikan sengketa perkebunan itu, jangan khawatir, ayah bisa mengatasinya, Hans benar-benar keterlaluan, tidak bisa di percaya dan malah menggunakan semua sertifikat untuk mengambil uang di bank, ayah harus meluruskan hal ini atau kita akan kehilangan segalanya"
Sifa mengangguk, benar-benar beban berat yang bukan hanya menimpanya, tapi juga keluarganya.
Kembali Sifa termenung, tangannya mengepal saat teringat apa yang sudah dilakukan oleh seorang HANSYAH PRADITYA Padanya dan juga keluarganya, laki-laki brengsek yang baru dia ketahui hanya memanfaatkan kekuasaannya dan juga harta keluarga.
"Aku akan menghajar mu Hans!" Teriaknya sebelum akhirnya menutup pintu cukup keras.
Menekan Gas mobilnya dan melaju menuju sebuah Apartemen mewah milik mantan kekasihnya.
Menekan angka akses pintu dan akhirnya terbuka.
"Hans kau_!"
Deg
Sungguh di luar dugaan, bukan hanya Hans yang ada di sana, tapi juga Hena teman kerjanya, yang duduk berdekatan dengan seorang wanita yang tak lain adalah AMELIA PUTRI, selingkuhan Hans selama ini, tak hanya itu, rupanya di sana ada juga sang Direktur perusahaannya, duduk santai di samping Hans.
"Kalian_??" Ucap Sifa di tengah keterkejutannya.
"Ya Tuhan baby, kenapa kamu lupa mengganti password pintu apartemen mu hem?" Suara wanita itu mendayu sambil tersenyum kearah Hans yang masih terkejut di tempatnya.
"Hans, harusnya kamu teliti soal itu, agar tidak ada orang yang tak diundang bisa masuk se enaknya" ucap Ruslan yang merasa terganggu dengan kedatangan Sifa.
Sementara Hena, masih terdiam dan hanya melihat ke arah Sifa yang tetap berdiri ditempatnya.
Menangis?, oh tentu tidak, justru Sifa tersenyum perlahan dan semakin lebar di perlihatkan.
"Syukurlah, kebingungan ku terjawab sekarang juga, kalian sepertinya sedang berpesta karena berhasil menjadikanku santapan keserakahan, aku acungi jempol, rencana yang sangat apik, walaupun itu begitu kotor"
"Jaga bicaramu Sifa" ucap Hans yang kini telah berdiri.
"Apa aku salah Hans?"
"Cukup, jangan lagi membuat masalah" Hans langsung menggiring Sifa keluar melewati pintu dan menutupnya.
"Lepaskan!" Sifa melemparkan tangan Hans.
"Pergilah Sifa, urusan kita sudah selesai, kita tidak ada hubungan lagi" ucap Hans sedikit panik.
"Tentu saja, awalnya aku berusaha menerima dan mengikhlaskan segalanya, bahkan dengan bodohnya akan memaafkan perbuatan mu, beruntung orang tuaku segera datang dan menceritakan ketamakan mu"
"Sifa!" Teriak Hans.
"Diam!, aku kesini dan melihat segalanya, kau salah sudah membuat masalah dengan ku Hans, ingat itu!" Ucap Sifa dan segera meninggalkan tempat itu dengan tangan terkepal.
Membalas semua kesakitan yang dirasakan dengan cara apa?, tentu saja belum terpikirkan sebuah cara bagi Sifa, jangankan kekuasaan, uang saja dia pas-pasan, pekerjaan?, apalagi, sampai sekarang belum di dapatkan, lalu bagaimana dia harus membalas semua perbuatan mantan kekasihnya?, sungguh hari yang teramat pilu.
Sifa terus melangkah, hampir saja tiba di dekat mobilnya, Sifa tak kuat lagi menahan semuanya, ambruk dan menangis disana, tanpa ada seorangpun yang tau.
Hingga selembar sobekan majalah terbang dan jatuh tepat di depannya, terbaca sebuah tulisan satu perusahaan besar 'MEGATHAN Company'
Tangisnya berhenti, menyambar lembaran itu dan segera bergegas pergi, menggenggam erat potongan majalah itu dan masuk ke dalam mobilnya.
"Aku akan menghancurkan mu berkeping-keping HANSYAH PRADITYA, dan kalian semua akan ikut ke neraka bersamanya!" Cukup keras suara Sifa di dalam mobilnya yang melaju kencang.
Jangan lupa KOMENnya ya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!