NovelToon NovelToon

Wanita Satu Milyar

Nduk!

"Nduk, kamu mau ya, nikah sama Asep juragan ternak itu! Sapinya banyak. Gantengnya melebihi artis favorit Emak dulu, Roma Irama itu lho. Kamu itu dah berumur 25 tahun. Saatnya kamu menikah!"

Ibu paruh baya sedang menawarkan jodoh untuk anaknya. Beliau duduk di bangku kayu sambil membuat sapu lidi.

"Emoh, Mak. Yolanda maunya sama pria ganteng, terus, harus ngasih aku uang satu miliar, satu mobil mewah dan rumah mewah! Selain itu, Yolanda tolak! Dah ya Mak, Yolanda mau kerja dulu. Kalau nggak kerja nggak makan!"

Sambil menenteng tas jinjing berwarna merah muda, ia menyalami emaknya yang sudah tua. Yolanda akan bekerja sebagai guru PNS di salah satu sekolah pemerintah di kampungnya. Lumayan, bisa buat biaya hidup dirinya dan sang emak yang sudah tua.

Sementara Emak berprofesi sebagai petani dan penjual kerajinan rumah tangga seperti sapu lidi, tampah, bakul nasi dan sebagainya. Di umurnya yang sudah menginjak 60 tahun,

Emak geleng-geleng kepala. "Astaghfirullah, Nduk, Emak saja orang kecil. Kamu mintanya anak Sultan. Wong Emakmu hanya seorang petani, mana bisa carikan laki-laki seperti itu. Paringono sabar, Gusti!"

Terlihat ibunya Yolanda mengelus d4 d4 karena anak gadis semata wayangnya pilih-pilih dalam mencari jodoh.

***

Yolanda naik motor beat untuk menuju ke sekolah untuk mengajar pelajaran Bahasa Inggris. Selain cantik, ia juga cakap berbahasa Inggris, sehingga ia diterima sebagai guru PNS di salah satu sekolah Negeri.

Yolanda adalah anak semata wayangnya Bu Darmi yang bisa mengangkat derajat orang tuanya. Namun, kelemahannya, ia belum menikah dan pilih-pilih.

Jam 06. 45 pagi Yolanda sudah sampai di sekolah. Ia mulai turun dari motor eksotiknya yang ia modif dengan gambar bunga-bunga dan kaligrafi berwarna merah muda.

Yolanda memang terkenal dengan Ibu Guru yang aneh. Beda dari guru yang lain.

Yolanda melangkahkan kaki menuju kantor guru yang terlihat belum semua guru datang. Ia memutuskan untuk menyalakan komputer dan mengerjakan tugas yang belum kelar.

"Bu Yolanda? Ada waktunya sebentar nggak ya?"

Seorang pria muda yang memakai seragam atasan batik dan celana navy, menghampiri Yolanda.

Yolanda menoleh ke sumber suara. "Pak Reynan. Ada apa Pak? Pagi-pagi sudah nyamperin saya?" tanya Yolanda dengan sedikit ketus. Waktu itu Yolanda sedang memakai kaca mata dan terlihat wajahnya semakin ayu.

"Nanti aku dan keluarga mau ke rumah kamu. Dipersiapkan ya?" ujar Pak Reynan yang sedikit canggung menyampaikan hal penting tersebut kepada Yolanda.

Yolanda mengerutkan alis matanya. "Ada keperluan apakah? Apa itu penting?" tanya Yolanda dengan penasaran.

Pak Reynan menghela nafas. "Nanti kamu juga tahu. Nanti saja bilangnya kalau nanti sudah di rumah Anda!" ujar Reynan dengan kalem.

Setelah itu Reynan kembali ke tempat semula.

Waktu berangsur cepat dan berganti menjadi pukul 08.00 pagi. Waktunya Yolanda mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris.

Tidak terasa waktu sudah pukul 12.30. Anak SD berhamburan untuk pulang. Kini waktunya Yolanda juga akan pulang.

Sebelum pulang, ia akan mampir ke Pasar Tradisional terlebih dahulu karena ia akan membeli keperluan pribadi yang sudah menipis.

Tidak perlu lama, ia sudah di atas motor dan mulai menstarter motornya menuju Pasar Tradisional.

Lima belas menit, ia sudah sampai Pasar. Motor sudah ia parkir. Kini tinggal berbelanja ikan patin kesukaan Emak tercintanya. Setelah membeli ikan patin, ia juga membeli bumbu dan jajanan lainnya untuk mengurangi rasa bosan ketika sedang mengerjakan tugas di rumah.

"Yol, kamu beli apa saja kok banyak banget? Kalau beli Suak boros! Kasihan Emak kamu!"

Ibu-Ibu berperawakan gempal menyindir Yolanda yang berbelanja sangat banyak.

Yolanda terkekeh. "Sekalian untuk sepekan Bu Tumi. Bu Tumi mau cilok! Nih aku beli sekebon. Yang tiga bungkus untuk Ibu! Mau minta apa lagi! Bakso? Mie ayam? Aku beliin!"

Yolanda memberikan beberapa bungkus cilok kesukaannya kepada Bu Tumi yang sepertinya ingin mencicipi cilok yang ia beli.

Bu Tumi mengacungkan dua jempol. " Nah, itu baru anak Emak Darmi yang cantik, yang kinclong, cetar membahana. Haha!"

Bu Tumi suka jaim dengan Yolanda karena ia suka berbelanja barang-barang yang seharusnya tidak dibeli.

Walaupun boros, Yolanda itu sangat dermawan, suka senyum dan lucu. Namun, jika ia marah, bagai singa yang siap menerkam.

***

Setengah jam kemudian, Yolanda sudah sampai rumah. Ia tercengang melihat pemandangan yang tidak biasanya.

Ada mobil Pict Up berjumlah lima yang di dalamnya banyak barang-barang yang membuatnya tertawa.

Salah satu mobil berisi kambing, bebek, ayam jago dan sapi. Sementara di mobil yang lain berisi makanan dan barang-barang seperti makanan, buah-buahan, pakaian dan perhiasan.

Ketika ia ingin masuk ke pekarangan rumah, sudah banyak orang datang dan membuat Yolanda semakin penasaran.

"Emak ngadain acara apaan sih? Berisik sekali? Huft, motorku jadi nggak bisa lewat. Mana aku bawa barang banyak beginian!" ujar Yolanda sambil cemberut.

Yolanda melangkahkan kaki menuju dalam rumahnya yang berukuran cukup. Tidak terlalu besar dan tidak terllau kecil.

Rumah Bu Darmi yang tadinya hanya terbuat dari kayu, setelah Yolanda menjadi PNS, ia bisa memperbaiki rumah menjadi berbahan batu bata.

Di antara kerumunan Bapak dan Ibu ibu yang banyak, Yolanda menerobos agar bertemu dengan Sang Emak.

Tidak lama, ia menemukan ibunya berada di ruang tamu dan duduk bersama tiga orang dan tamu-tamu lainnya. Ada yang duduk di tikar dan ada yang berdiri. Mereka menyambut kedatangan Yolanda yang sedang menenteng barang belanjaan.

"Nduk, kamu kesini. Letakkan belanjaanmu itu!" titah Bu Darmi dengan raut wajah senang.

Tidak lama, Yolanda menaruh barang belanjaan tersebut di dapur. Tidak lama, ia menuju ke ruang di mana ibunya berada.

"Bang Asep? Bu Karno dan Pak Sapto ya? Ada perlu apa ke rumah kami?" tanya Yolanda sambil meletakkan bobot bokong di bangku kayu.

Wajah Asep gugup ketika hendak mengucapkan sesuatu. "Yolanda, Bang Asep ingin meminangmu menjadi istriku. Apakah kamu mau? Aku sudah menyiapkan seserahan binatang ternak beserta perhiasan untukmu! Semoga kamu suka dan menerima pinangan ku!"

Asep berhasil mengutarakan maksudnya. Diterima atau tidak diterima ia pasrahkan kepada Sang Pencipta.

"Ehem!"

Ketika Asep mengutarakan hal pentingnya, datang pria tampan mendehem.

Yolanda menoleh ke sumber suara.

"Pak Reynan?"

Yolanda tercengang, teman kerjanya yang seorang guru juga datang. Terlihat ia sedang membawa kotak besar sebesar lemari yang dibungkus dengan kertas kado berwarna pink.

Reynan menatap tajam Yolanda. "Nona Yolanda! Izinkan saya meminangmu! Saya akan memberikan kulkas dan mesin cuci beserta uang sebesar lima puluh juta rupiah. Apakah Nona setuju?"

Reynan berhasil mengutarakan maksudnya.

Yolanda menepuk jidat karena dua orang pria meminang dalam waktu yang bersamaan. Hatinya bagai nano+nano tak karuan.

Siapakah yang dipilih Yolanda?

Seorang guru? Atau juragan ternak?

Huuu

"Mak, Yolanda belum siap menikah dan menerima pinangan dari Bang Asep maupun Reynan! Mereka belum memenuhi kriteria saya!" jawab Yolanda dengan tegas.

Pada sore itu, Yolanda masih belum percaya dengan pria yang keduanya meminang dirinya.

Emak Darmi geleng kepala. "Kok belum siap nikah to, Nduk? Apa kamu tidak kasihan sama Emak. Emak juga pengen segera nimang cucu. Kamu nggak senang, jika menikah dan punya anak!"

Bu Darmi berusaha mendesak Yolanda agar wanita itu mau menikah dengan Asep maupun Reynan. Pilih salah satu, jangan dua-duanya, nanti dosa.

Yolanda tersenyum kecut. "Ibu-Ibu Bapak sekalian, sebelumnya saya Yolanda meminta maaf jika perkataan saya menyakitkan. Sudah saya bilang berkali-kali pada Emak, jika saya belum menemukan pria yang mau memberi mahar uang satu miliar beserta rumah megah dan mobil, akan saya tolak! Jadi, jawabannya saya menolak pinangan kalian."

Yolanda dengan tegas menolak pinangan mereka.

"Huuuu. Wanita matre! Nggak tahu diuntung! Kami Ibunya Asep sangat terpukul dengan sikap kamu, Yolanda! Kamu terlalu angkuh dan tidak mau menerima kenyataan! Mana ada pria yang mau memberikan mahar satu miliar! Mimpi kali ye! Asep, maharnya buat Si Tuti saja! Jangan berharap sama dia lagi. Tuti jelas-jelas naksir sama kamu dan menerima kamu apa adanya!"

Bu Karno marah dengan penolakan Yolanda yang berkata tegas. Dalam hati, beliau sangat jengkel dengan Yolanda.

Asep merengut. "Tapi Bu, yang saya cintai itu Neng Yolanda! Pokoknya Asep nggak mau nikah kalau tidak sama Yolanda! Asep tidak mau nyerah Bu! Kalau ditolak sekarang, siapa tahu tahun depan Asep punya uang satu miliar dan bisa menikah dengan Yolanda!"

Bukannya Asep kecewa, tetapi ia malah tertantang. Asep tidak akan surut untuk mengambil hatinya Yolanda.

Bu Karno menepuk jidat. "Asep! Asep! Jangan membuat malu keluarga kita! Kalau sudah ditolak itu ya sudah, jangan menunggu tahun depan. Pokoknya kita ke rumahnya Tuti sekarang juga. Muak aku dengan Yolanda!"

Bu Karno menarik paksa Asep agar mau ke tempat Tuti. Asep sedih sambil memanggil nama Yolanda terus dalam hatinya Yangs sedang patah.

Kini rombongan keluarganya Asep satu per satu bubar. Banyak warga yang menggerutu dengan sikap Yolanda yang di luar logika.

"Bodoh banget itu Si Yolanda. Keluarganya Asep itu juragan ternak dan kaya raya. Kok bisa ya ditolak? Kalau aku yang dilamar Asep, sudah pasti aku loncat-loncat kegirangan!"

Kedua ibu-ibu yang ikut meramaikan acar nembung keluarganya Asep, menggunjing Yolanda tanpa henti. Hingga berita tersebut terdengar sampai ke kecamatan desa.

***

Di rumah Yolanda menyisakan Reynan dan Kedua orang tuanya. "Yolanda, kamu benar-benar menolak diriku! Saya kasih kesempatan satu kali lagi, apakah kamu menerima pinangan dari saya!"

Karena Reynan sangat serius, ia menanyakan kembali kepada Yolanda mengenai pinangannya.

Bu Darmi mendekati Yolanda. Ia membisikkan kepada Yolanda agar Yolanda mau menerima pinangan dari Reynan.

Yolanda mulai berfikir dan merenung. Akhirnya ia menemukan jawabannya.

"Tuan Reynan, sudah saya bilang tadi, saya menolak pinangan dari Anda. Maaf, jika perkataan saya menyakiti hati Tuan Reynan," jawab Yolanda dengan lirih ketika ia menoleh Reynan.

Yolanda masih belum bisa terpikat dengan pria seperti Reynan. Hati tidak bisa dibohongi.

Reynan tersenyum. "Nggak papa, Yolanda. Aku memang belum kaya seperti apa yang kamu impikan. Saya harap kamu jangan menyesal menolak diriku. Apakah kamu sudah buta dengan harta? Sehingga kamu menolak semua pinangan pria yang serius denganmu?"

Reynan berusaha menasihati Yolanda yang bersikap angkuh dan menolaknya.

Yolanda menatap tajam ke arah Reynan. "Saya tidak buta, Tuan Reynan yang tampan. Saya juga tidak akan kecewa dengan keputusan saya. Sudah menjadi janji saya dalam hati, untuk tidak menikahi jika pria itu tidak memenuhi kriteria saya! Tidak ada yang bisa mengganggu gugat!" jawab Yolanda dengan tegas.

Sifatnya yang keras kepala tidak mudah diluluhkan oleh banyak pria.

Bu Darmi geleng kepala. "Oalah, Nduk. Sadarlah, Nak Reynan itu baik, berwibawa dan cerdas. Kenapa kamu tolak juga. Apa kamu tidak kasihan dengan Emak mu yang sudah tua ini?"

Emaknya kecewa mendengar jawaban Yolanda yang dengan tegas menolak Reynan.

Padahal Reynan menjadi incaran banyak wanita.

Yolanda menoleh ke arah Sang Emak. "Emak, Sayangku, Cintaku. Tuan Reynan itu yang naksir banyak. Aku nggak mau ada Pelakor dalam rumah tangga ini. Yolanda kalau cerai dengan Tuan Reynan Yolanda belum mempunya aset uang dan rumah sebagai balas dendam dengan Pelakor. Wajah Tuan Reynan itu tampan, nanti banyak yang iri dan Yolanda nanti sakit hati Mak. Emak harus tahu itu!"

Yolanda sangat takut jika suaminya direbut oleh Pelakor sehingag ia mengurungkan niat untuk menikah dengan Reynan Bagaskara.

Ayah Reynan berdiri yang bernama Bagaskara. "Reynan! Ayo kita pulang sekarang juga! Jangan pernah meminang wanita batu seperti dia lagi! Masih banyak wanita Sholehah yang mau denganmu! Wanita modelan Yolanda, patutnya dibuang ke kali!"

Baru pertama kali anak kedua dari Bagaskara tersebut ditolak oleh wanita desa yang angkuhnya selangit. Dan anehnya, Reynan sangat bucin kepada Yolanda. Membuat keluarga besar Bagaskara turun martabatnya.

Mamanya Reynan, Monika juga berdiri dan menjadi sinis melihat Yolanda.

"Kau itu cantiknya seberapa? Kekayaannya sampai berapa miliyar, kok minta mahar sebanyak itu! Wanita desa aja belagu. Muak Mama melihat calon mu seperti itu Reynan! Ayo kita pulang! Sebelum penyakit Mama kambuh," sahut Monika yang sakit hati dengan perkataan Yolanda yang ceplas-ceplos.

Yolanda juga ikut berdiri. Netranya menatap Monika dengan tajam. "Saya ini memang orang kampung! Tapi saya punya harga diri! Jika kalian tidak sanggup memberi mahar satu miliar ya harusnya legawa! Itu syarat, agar anak kalian bisa menikah denganku!"

Jawaban lantang dari Yolanda meluncur dengan licin. Ia tidak peduli siapa orang tuanya Reynan. Yang jelas, ia tidak memiliki rasa takut sedikit pun.

Reynan masih berdiri dan semakin kagum dengan ketetapan Yolanda.

"Yolanda, doakan aku punya uang satu miliar dalam waktu secepatnya. Aku sangat mengagumimu! Kau wanita yang sangat unik!" ujar Reynan yang semakin tertantang.

Monika mendengus pelan. "Reynan, kamu sudah kena pelet dari wanita antik itu ya? Dia itu meminta mahar di luar logika! Wanita materialistis! Kamu nanti bisa stres memiliki istri seperti itu! Dah, kita pulang, jangan buat malu Papa dan Mama!"

Kepala Monika pusing melihat anaknya malah semakin kagum dengan Yolanda.

"Iya Ma kita pulang. Tapi aku nggak nyerah untuk dapatkan Yolanda! Dia itu wanita mahal yang paling aku temui!"

Reynan juga keras kepala. Ia masih tidak menyerah untuk bisa menaklukkan hati Yolanda yang keras bagai batu karang.

Akhirnya Reynan pulang dengan tangan hampa. Kedua orang tua Reynan sangat kecewa. Namun, Reynan akan kerja keras lagi untuk mendapatkan apa yang Yolanda mau.

***

Ketika para tamunya Bu Darmi sudah pulang, beliau ingin pergi ke rumah tetangganya. Ia ingin curhat kepada sanak saudaranya mengenai Yolanda yang tidak mau menikah.

"Emak mau ke mana? Yolanda tadi beli ikan patin untuk Emak. Yolanda masakin ya?"

Yolanda yang baru saja memakan cilok, melihat Emaknya sedang membawa payung sepertinya akan turun hujan karena mendung.

Emak mendehem. "Masak saja ikan patinnya. Emak mau mencari pencerahan kepada Pak Kyai agar kamu mau menikah. Emak sudah frustasi nasihatin kamu. Kamu ngeyel e tenanan kom Nduk!"

Emaknya berencana ke ruamh Pak Kyai agar ia bisa menasihati Yolanda agar cepat mau menikah.

Yolanda melongo. "Mak, jodoh itu takdir Tuhan, bukan karena Pak Kyai. Kalau nanti Yolanda dapat jodoh pasti Yolanda bisa nikah kok Mak. Jodoh Yolanda sekarang lagi kerja cari uang satu miliar Mak. Emak jangan khawatir ya?"

Yolanda sangat yakin dengan impiannya tersebut. Ia masih bertekad mempertahankan prinsipnya.

Emak Darmi mengelus d4 d4. "Jodoh itu kalau kamu menerima segala kekuarangan calon suami kamu Yol. Kalau kamu menolak terus dan menuntut sesuatu yang tinggi, Mak khawatir, kamu akan menjadi pe ra wan tua. Nanti yang malu itu Emak. Terus kalau kamu nggak nikah, siapa yang akan merawat kamu di masa tua?"

Ibu Darmi berusaha menasihati Yolanda kembali. Ia tidak menyerah menasihati anaknya.

"Assalamu'alaikum. Bude Darmi! Ini Zulaikah. Bude di mana?"

Sebelum Yolanda menjawab pertanyaan dari Sang Emak, terdengar suara wanita yang memanggil Bu Darmi dengan sebutan Bude. Wanita berhijab itu masuk dan membawa pria ganteng ke rumah Bu Darmi.

"Ya Alloh, Zulaika. Keponakanku. Kapan datang dari kota?" tanya Bu Darmi dengan wajah berbinar.

Zulaika tersenyum manis sambil melihat Yolanda yang sedang makan cilok.

"Kemarin pagi Bude. Kenalkan ini Bude, Fahri, dia suami aku yang kaya raya di kota Jakarta. Awalnya dia hanya kuli bangunan, tetapi karena Zulaika terima apa adanya, sekarang Mas Fahri punya mobil BMW dan segalanya. Yolanda nikah belum, Bude? Kata tetangga belum menikah ya? Yol, kamu itu jangan pilih-pilih, nanti kamu jadi miskin dan menjadi pe ra wan tua!"

Zulaika menyindir Yolanda yang tidak mau menikah dan pilih-pilih. Wanita yang bernama Zulaika tersebut sangat iri jika Yolanda cerdas dan bisa menjadi PNS.

Hari ini dia bisa membuktikan bahwa ia punya suami kaya dan bisa menyaingi Yolanda.

Tamu

"Saya tidak takut menjadi pe ra wan tua! Yang saya takutkan adalah tidak diberi nafkah secara cukup oleh suami! Baguslah kalau kamu sudah menemukan pria kaya! Kalau aku belum, mungkin belum waktunya. Mari silakan masuk di ruang tamu. Jangan berdiri di sini saja!"

Yolanda tidak memperlihatkan kemarahan pada wajahnya. Justru ia senang banyak orang yang mengkritik dirinya.

Semua itu menjadi cambuk dirinya agar lebih baik lagi. "Nggak usahlah lama-lama di sini. Kita pulang yuk Mas. Zulaika takut, kamu dipelet sama Si Yolanda!"

Zulaika malah merasa khawatir sendiri dengan sikap tenang yang diperlihatkan oleh Yolanda.

"Tapi kan Dek, kita belum berbincang dengan mereka. Kamu terlihat seperti pamer. Mas tidak suka kamu menjadi wanita tukang pamer! Lepaskan, Mas bisa jalan sendiri!"

Harga diri Fahri turun ketika Zulaika pamer dengan Yolanda. Ia marah dan melepaskan tangan Zulaika yang menggandeng erat dirinya.

"Sialan. Kenapa Mas Fahri yang marah? Pasti semua ini gara-gara pelet kamu kan Yolanda! Diam-diam kamu suka pergi ke dukun!" tuduh Zulaika karena ia sangat iri dengan Yolanda.

Bu Darmi menggelengekan kepala. "Astaghfirullah, Nduk Zulaika. Kami ini memang orang kecil, tapi, Emak nggak pernah mengajarkan Yolanda untuk ke dukun. Dia itu cantik alami. Mirip almarhum bapaknya yang tampan bak Roma Irama! Kalau kamu hanya menghina anak saya, mending pergi dari rumah Emak!"

Ketika Bu Darmi sakit hati, beliau tak segan-segan untuk mengusir orang tersebut. Walaupun Yolanda egois, namun, ia tidak pernah ke dukun.

Zulaika menangis dan menghentakkan kakinya dengan keras. Lantas ia berlari dan pulang ke rumahnya dengan hati yang sedih tak karuan.

Netra Bu Sarmi berkaca-kaca. Ia langsung mendekati Yolanda yang akan memotong ikan patin.

"Nduk, maafkan Emak. Emak sayang Yolanda!"

Walaupun Emaknya Yolanda keras mendidik, namun, ia sering luluh dan sangat penyayang.

Bu Darmi dan Yolanda kini saling berpelukan. Ia menumpahkan rasa haru dan kehangatan bersama.

"Mak. Emak itu adalah harta yang tak ternilai bagi Yolanda. Yolanda hanya ingin fokus membahagiakan Emak. Sekarang Yolanda masak ikan patin asam manis dulu ya? Katanya Emak mau ke rumah Pak Kyai?"

Yolanda mulai melepaskan pelukan sang Emak. Kini ia mulai fokus memasak ikan patin.

Ibu Darmi tersenyum keibuan. "Kamu memang serba bisa Nduk. Emak bangga. Emak ke rumah Pak Kyai dulu. Siapa tahu, jodoh kamu datang!"

Bu Darmi mencari tudung kayu yang ia bawa ketika ke luar rumah, setelah tudung yang terbuat dari ayaman bambu tersebut dipakai, beliau segera ke rumah Pak Kyai.

***

Malam harinya yang sudah Maghrib. Ikan patin yang dimasak oleh Yolanda sudah matang. Namun, Sang Emak, belum juga datang.

Wajah Yolanda cemas. "Haduh, Emak ke mana sih? Sudah malam kok, nggak pulang-pulang?" ujar Yolanda dengan panik.

Ia mondar-mandir karena memikirkan Emaknya yang belum pulang.

Kriet!

Berjarak lima menit, setelah Yolanda menantikan emaknya, tidak lama beliau pulang.

Beliau pulang dan terlihat bersama seorang pemuda yang memakai kopiah dan sarung. Wajahnya tampan mempesona.

Yolanda terkejut sambil menggelengkan kepala. "Mak, kok baru pulang? Ada acara apa sih? Menggunjing orang ya? Terus Emak bawa tamu siapa tuh?"

Yolanda penasaran dengan pria yang dibawa oleh Sang Emak. Pria tersebut duduk di ruang tamu dengan kalem.

Bu Sarmi juga duduk di situ.

"Yol, tolong kamu ke sini? Ada Gus Rahman ingin memberikan kamu wejangan!"

Tangan Bu Sarmi melambaikan tangan dan memanggil Yolanda supaya bergabung dengan mereka.

Karena Yolanda sangat megkhawatirkan kondisi emaknya yang belum makan, ia membawa alat makan beserta sebakul nasi dan semangkuk ikan patin asam manis.

"Mak, Bang, ini dimakan dulu masakan Yolanda! Mungkin dengan adanya anak Pak Kyai, Emak mau makan! Emak itu, dari siang belum makan kan?"

Yolanda meletakkan sajian masakan di meja kayu yang ada di ruang tamu. Ia ke dapur kembali untuk mengambil seteko teh manis sekaligus dua gelas kopi hitam.

Kopi hitam akan disuguhkan kepada anak Kyai yang bernama Gus Rahman. Seorang pria tampan penghafal Al-Qur'an dan seorang ustadz.

"Silakan Nak Gus, dimakan masakan anak saya. Nanti Emak juga ikut makan. Tuh, ada kopi dan teh manis. Silakan dipilih!"

Emak Darmi tersenyum sambil mengambil nasi yang masih mengepul.di bakul. Dan mengucurkan kuah ikan patin ke dalam nasi tersebut. Emak memakan dengan lahap.

Gus Rahman takjub. "Subhanallah, kamu wanita sholehah Mbak Yolanda! Eh, Neng Yolanda! Terima kasih suguhannya. Sepertinya ikannya anak. Saya makan ya? Neng juga ikut makan gih?"

Gus Rahman ikut mengambil masakan ikan patin beserta nasi. Lalu ia menikmati makanan tersebut.

"Saya sudah makan tadi. Silakan Gusnya kalau.mau nambah makan, nambah saja."

Yolanda sudah makan dari tadi sebelum emaknya pulang. Ia kini duduk di samping anaknya sambil berselancar di dunia maya.

Beberapa menit, Gus Rahman dan Bu Darmi selesai makan.

"Gus, tolong, anak saya diberi wejangan agar cepat mendapatkan jodoh!" Emak Darmi mendesak Gus Rahman untuk segera menyampaikan wejangannya.

Gus Rahman terkekeh. "Bukan wejangan, Ibu. Tapi sebuah nasihat. Begini Neng Yolanda. Jodoh itu kan yang ngatur Alloh, jadi kita harus taat dengan ketentuannya. Dalam artian kita harus berusaha. Berusaha mencari jodoh yang terbaik. Jika kita sudah berusaha, baiknya Neng Yolanda ikut pengajian rutin di rumah Kyai. Bagiamana?"

Gus Rahman menyampaikan nasihat kepada Yolanda dengan ramah sambil senyum.

Yolanda terkejut. "Saya nggak pernah mengaji Gus. Malu. Lagian, saya pulang ngajar sore hari. Sudah telat dong?" ujar Yolanda dengan rasa malu.

Yolanda bisa malu dengan seorang pria yang memakai kopiah dan sarung yang pandai dalam agama. Ia sangat menghormati pria seperti Gus Rahman.

Gus Rahman mendehem. "Ngajinya setiap Malam Jum'at dan dilakukan setelah Maghrib, kalau nanti mau, bisa saya data."

Gus Rahman menasihati Yolanda dengan cara lemah lembut dan tanpa paksaan.

"Assalamualaikum."

Sebelum Yolanda menjawab pertanyaan dari Gus Rahman ada tamu yang mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam! Eh, Neng Aisyah, silakan masuk!"

Ternyata yang datang adalah Aisyah.

"Iya Bu," ujar Aisyah yang malu-malu kemudian duduk di samping Yolanda.

"Kamu ke sini ngapain Syah?" tanya Yolanda penasaran.

Aisyah tersenyum. "Saya ingin membimbing kamu agar bisa mengaji bersama Gus Rahman!" jawab Aisyah sambil senyum.

"Loh, memangnya kalian sudah sekongkol?" tanya Yolanda penasaran.

"Karena kita kan bukan muhrim, sebaikanya Neng Yolanda mengajinya dengan Neng Aisyah. Dia ini sudah hafidzoh. Guru ngaji juga! Dia akan mengajari kamu agar paham mengaji dan membaca Alqur'an," ujar Rahman yang ternyata sudah mengenal Aisyah.

Terbesit rasa malu dan cemburu ketika Aisyah lebih pandai darinya. Terlebih Aisyah memakai hijab panjang, sementara dirinya tidak memakai hijab. Bahkan ia memakai gaun yang sek si.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!