"Kenapa barang-barang nya di bereskan mah?" Tanya Bela kepada Retno.
Bela ini anak ke dua Retno dari pernikahan nya dengan Rio, Retno mempunyai dua anak dengan jenis kelamin anak pertama seorang laki-laki dan anak yang ke dua berjenis kelamin perempuan.
Selama dua puluh satu tahun Retno hidup bersama dengan Rio dan selama itu juga Retno selalu bersabar dan mengalah, tapi hari ini Retno sudah tidak tahan lagi dengan semua nya sehingga Retno memilih untuk pergi meninggalkan Rio suami nya.
Bela dan Ardan sudah mengetahui masalah ke dua orang tua nya tapi mereka tidak tahu kalau ibu nya akan menyerah dan memilih untuk pergi.
"Mamah akan pulang ke rumah nenek kamu." Jawab Retno sambil merapihkan semua baju nya ke dalam koper.
"Apa kakak sudah tahu kalau mamah akan pergi dari rumah ini?"
Retno menggelengkan kepala nya, "Tidak! Kakak kamu belum tahu."
"Kenapa tidak di kasih tahu?"
Retno menghembuskan nafas nya dengan sedikit kasar, Bela tidak tahu kalau dirinya sedang ada masalah dengan anak pertama nya itu.
Ardan marah kepada Retno karena Retno tidak mengabulkan keinginan nya, beberapa hari yang lalu Ardan meminta kepada Retno untuk membelikan nya sebuah motor tapi Retno tidak mengabulkan nya karena memang Retno tidak ada uang untuk membeli nya.
Ardan memang sudah dewasa tapi sifat manja nya selalu terlihat membuat Retno harus terus banyak bersabar.
Ardan memang di janjikan untuk membeli motor oleh ayah nya, tapi Rio yang memang sejak dulu selalu saja berjanji tapi tidak pernah di tepati membuat Ardan meminta kepada ibu nya.
Ardan marah besar kepada Retno sampai-sampai kata-kata kasar keluar dari mulut Ardan membuat Retno hanya bisa menangis meratapi semua nya.
Bukan nya Retno kalah atau tidak bisa melawan nya, Retno hanya takut ada perkataan yang akan membuat Ardan menerima akibat nya karena Retno masih sadar dan tidak mau anak nya menyesal seumur hidup.
Kata-kata yang keluar dari mulut Ardan sungguh membuat sakit hati Retno, dan bahkan Ardan sampai akan membunuh nya tapi adik ipar Retno menahan nya.
Retno hanya bisa meratapi nasib nya sendirian, sudahlah sama suami sendiri di buat menangis dan sakit hati terus, sekarang di tambah oleh anak pertama nya yang selalu akan menjadi kebanggaan nya tapi malah ikut menindas nya.
Yang membuat Retno sakit hati dengan perkataan Ardan adalah ketika Ardan mengatakan kalau Retno bukan ibu nya lagi dan yang dia anggap ibu nya sekarang adalah Bu Maryam ibu kandung nya Rio.
Sakit hati Retno ketika Ardan terus-terusan mengatakan kalau ibu dia adalah Bu Maryam.
Retno hanya terdiam dengan air mata yang semakin deras mengalir di pipi nya, Retno yang tidak mau membuat kesalahan dari ucapan nya pun memilih untuk diam dan mengalah.
Retno melakukan aktifitas sehari-hari nya seperti biasa karena hidup memang butuh uang, selain untuk makan, uang itu juga butuh untuk memenuhi kebutuhan ke dua anak nya karena Rio sudah dua bulan tidak memberikan nya nafkah dan bahkan tidak ada kabar sama sekali.
"Biarkan saja nanti juga kakak kamu bakalan tahu kok, sekarang Bela bantuin mamah saja kita pindah ke rumah nenek yah?"
"Terus apa Bela akan sekolah disana?"
"Kita lihat saja nanti, kalau kondisi kamu memungkinkan mamah akan memasukan kamu ke sekolahan yang dekat dengan rumah nenek."
"Apa kakak juga akan ikut mah?"
Retno menatap ke arah Bela dengan kepala yang menggeleng, "Tidak nak, untuk sementara biarkan kakak kamu sendirian dulu, biarkan dia dengan dunia nya, mamah yakin suatu saat dia akan kembali sama kita ." Ucap Retno dengan ke dua mata yang sudah berkaca-kaca karena mengingat semua ucapan kasar Ardan kepada diri nya.
Melihat ke dua mata ibu nya yang sudah berkaca-kaca Bela terdiam dan tidak banyak bicara lagi, Bela tahu kalau ibu nya sedang sedih.
Beberapa koper dan dus sudah selesai di bereskan tinggal membawa nya satu persatu, Retno memang tidak mempunyai mobil dan hanya mempunyai sebuah motor biasa saja.
Bukan nya Retno tidak mau memberikan Ardan motor, tapi Retno sudah lelah dan capek karena Ardan sudah habis tiga motor.
Retno dan Rio selalu membelikan nya motor hingga motor yang kemarin adalah motor yang ke tiga kalinya Retno belikan, tapi Ardan selalu merusak nya dan yang lebih parah lagi Ardan selalu menjual nya tanpa sepengetahuan ke dua orang tua nya.
Ardan memang sudah dewasa dan dia memang tidak bekerja karena ijazah nya masih berada di sekolah dengan alasan Ardan belum membayar uang sekolah.
Retno sungguh sangat kesal dengan kelakuan Ardan ketika Retno sedang memegang uang dan mau menebus ijazah nya, tapi Ardan malah tidak mau mengurus nya.
Retno terus berpikir bagaimana cara nya agar ijazah sekolah Ardan bisa di ambil, tapi Ardan yang memang sudah tidak mau lagi mengurus ijazah nya hanya masa bodoh dan santai hingga Retno sudah lelah dan menyerah.
Bukan nya Retno tega membiarkan Ardan tidak mendapatkan ijazah nya, tapi untuk mengambil ijazah tersebut harus sama orang yang bersangkutan yaitu Ardan karena memang harus ada tanda tangan dan sidik jari Ardan.
Retno sudah benar-benar ada di fase masa bodoh dan bodoh amat sehingga Retno memutuskan untuk pergi dari rumah nya.
Sudah hampir satu Minggu Ardan tinggal di rumah ibu mertua membuat Ardan tidak tahu dengan apa yang akan di lakukan oleh Retno ibu nya.
"Sudah selesai semua nya, kamu bawa semua barang-barang ini dan jangan ada yang tersisa."
"Baik mah."
Bela langsung ikut menyiapkan barang-barang nya untuk di bawa ke rumah nenek nya.
Retno menghubungi teman nya untuk menata semua barang-barang nya ke dalam mobil yang sudah di sewa nya.
Mungkin perempuan lain akan menangis jika memilih untuk pergi dari rumah nya yang sudah dua puluh satu menjadi tempat tinggal nya, tapi tidak bagi Retno.
Rio yang selama ini selalu membuat nya sakit hati dan sampai menangis sehingga membuat hati Retno langsung beku seketika sehingga Retno memilih untuk pergi dan meninggalkan semua nya.
Hati Retno benar-benar sudah beku dengan kelakuan Rio sehingga membuat Retno mati rasa.
Retno akan pergi dan meninggalkan semua nya dan mulai saat ini Retno akan merubah kehidupan nya.
Selama ini Retno mempunyai warung kecil-kecilan untuk menyambung hidup dengan ke dua anak nya, tapi ketika Retno memutuskan untuk pergi warung nya pun di jual kepada teman lama nya.
Kini Retno sedang dalam perjalanan ke rumah orang tua nya, di sepanjang perjalanan Retno hanya diam dan tidak banyak bicara.
Bela yang tahu suasana hati ibu nya ikut diam dan memilih untuk memejamkan ke dua mata nya.
perjalanan ke rumah orang tua nya memang lumayan jauh sehingga bisa menempuh empat jam perjalanan.
Terlintas bayangan dimana setelah menikah dulu dirinya di bawa ke rumah mertua nya dan tinggal di sana.
Setelah satu tahun pernikahan mereka lalui mereka di karuniai seorang bayi laki-laki yang mereka kasih nama Ardan Wardana Saputra.
Semenjak kelahiran anak pertama nya Retno mengurusnya sendirian tanpa bantuan siapa pun apalagi baby sister seperti orang lain.
Kehidupan yang pas-pas san Retno lalui tapi Retno selalu menjalani nya dengan senyuman di bibir nya.
Waktu itu suami nya hanya mengirim pesan kepada Retno kalau dirinya ada acara dengan teman-teman nya.
Retno hanya bisa memberikan izin karena kalau pun tidak di berikan izin. Suami nya itu pasti akan memaksa nya.
Tengah malam tubuh Ardan sangat panas sekali sehingga membuat Retno terjaga dan tidak bisa tidur.
Retno menggendong Ardan dengan gendongan kain dan berjalan sekitar ruangan rumah nya yang hanya memiliki satu kamar.
Sewaktu hamil Retno memang pulang ke kampung halaman nya dan tinggal bersama ke dua orang tua nya karena ini kehamilan pertama jadi Retno ingin bersama ibu nya.
Setelah melahirkan Ardan Retno kembali di bawa oleh Rio dan langsung ke rumah mereka yang sebelum nya di pinta Retno.
Retno mengatakan kepada suami nya jika dirinya akan ikut pulang bersama nya tapi tidak mau tinggal di rumah mertua nya karena Retno merasa tidak nyaman dengan adik ipar nya.
Ke dua orang tua Rio langsung membuatkan rumah di belakang rumah mereka karena di sana ada sepetak tanah dan cukup untuk kita tempati.
Ke dua orang tua ku tidak tinggal diam, mereka memberikan sebagian uang untuk membantu menyelesaikan rumah untuk kita tempati.
Akhirnya Retno dan Ardan langsung menempati rumah tersebut meskipun rumah itu belum selesai sepenuh nya.
Jadi malam itu Retno hanya sendirian mengurus Ardan yang sedang rewel karena tubuh nya panas.
Retno bingung harus bagaimana dan hanya bisa bersabar sambil menggendong Ardan kecil.
Retno mencoba menghubungi Rio suami nya tapi tidak ada satu pun panggilan nya yang di terima, hingga Retno memutuskan untuk tidak menghubungi suami nya lagi.
Sementara Rio sedang bersenang-senang bersama teman-teman nya di sebuah diskotik, suara musik yang keras membuat dirinya tidak mendengar suara ponsel nya yang sejak tadi terus berdering.
Rio serasa laki-laki yang belum mempunyai istri dan anak, dia terus saja bersenang-senang bersama teman-teman nya tanpa memikirkan istrinya yang tidak bisa tidur karena tubuh Ardan yang sedang panas.
Jam tiga pagi Retno baru saja memejamkan ke dua mata nya, karena Ardan sudah berhenti menangis dan tertidur lelap.
Tapi suara ketukan pintu dan teriakan Rio membuat Retno terpaksa membuka ke dua mata nya, dengan sedikit sempoyongan Retno menuju pintu depan dan membuka nya.
"Retno tolong buka pintu nya cepat."
"Iyah mas sebentar." Ucap Retno sambil membuka pintu nya.
Pintu terbuka dan terlihat Rio sudah berdiri menatap nya dengan tatapan yang tajam.
"Tidur sudah kayak kebo saja kamu, dari tadi aku teriak-teriak."
Retno yang tidak terima dengan tuduhan Rio merasa emosi sehingga Retno marah besar.
"Tidur kamu bilang? Aku ini belum tidur sama sekali mas, tubuh Ardan panas tinggi dan dia menangis terus semalaman, aku menggendong Ardan semalaman tanpa ada nya suami di sisi aku, seharusnya kamu mikir mas, hargai aku sebagai istri kamu."
Rio terdiam dan meninggalkan Retno yang sedang marah, Rio sadar kalau ucapan nya yang membuat Retno marah.
Setiap hari nya sifat Rio perlahan-lahan terlihat, selain egois Rio juga selalu ingin menang sendiri.
Melihat Rio mengabaikan nya dan tidak bicara sedikit pun membuat Retno sakit hati, Retno kembali menutup pintu nya sambil menangis.
Kepala Retno sedikit pusing karena kurang tidur sehingga Retno memilih untuk tidur di lantai di ruang depan.
Memang rumah Retno hanya ada satu kamar, satu ruangan, kamar mandi dan dapur yang berukuran kecil.
Retno tidak pernah mengeluh dan tidak pernah meminta Rio untuk memberikan rumah yang besar atau pun perhiasan, dengan bisa memiliki rumah kecil seperti ini pun Retno sudah bahagia karena tidak harus membayar sewa rumah setiap bulan nya.
Retno terbangun karena mendengar suara berisik di luar, Retno sangat kaget ketika melihat jam yang ada di dinding sudah menunjukkan jam enam pagi.
"Ya Allah, aku kesiangan." Gumam Retno dan langsung pergi ke kamar mandi.
Setelah melaksanakan sholat Retno membangunkan suami nya untuk melaksanakan sholat subuh, meskipun sedang marah Rio bangun dan melaksanakan sholat.
Semenjak menikah dengan Rio, Retno memang selalu melihat suami nya itu selalu melaksanakan sholat lima waktu ketika di rumah, tapi Retno tidak tahu jika suami nya sedang berada di luar sana.
Retno langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk suami dan dirinya, sementara Rio kembali tidur di samping Ardan.
Selagi Ardan masih terlelap Retno memanfaatkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah nya dan mandi di pagi hari.
Hidangan sudah tersaji, rumah dan tubuh nya pun sudah bersih, kini Retno hendak menjemur pakaian akan tetapi baru saja Retno mengambil cucian yang akan di jemur, terdengar suara tangisan Ardan menggema membuat Retno langsung berlari ke dalam kamar.
Terlihat Rio sedang menggendong Ardan dengan wajah bangun tidur nya, Rio menatap ke arah Retno.
"Badan nya panas, apa kamu sudah memberinya obat?"
"Sudah aku katakan semenjak kamu pulang kalau tubuh Ardan semalam panas, terus kamu kemana mas? Pasti kamu bersenang-senang sama teman-teman kamu itu." Retno yang masih emosi kembali meluapkan nya pagi ini.
"Terserah apa katamu." Hanya itu yang di ucapkan Rio dan pergi ke kamar mandi meninggalkan Retno yang sedang memberikan asi kepada Ardan.
Sungguh Retno tidak habis pikir dengan suami nya yang lebih mementingkan teman-teman nya daripada anak dan istri nya.
Sekuat tenaga Retno menahan air mata nya di hadapan Ardan, ingin sekali Retno menyembunyikan kesedihan nya di depan Ardan, tapi ke dua mata nya tidak bisa diajak kompromi sehingga Ardan yang sedang menghisap asi nya kembali menangis karena ikut merasakan kesedihan ibu nya.
"Oh sayang, jangan menangis lagi yah nak, ayo mimi lagi pinter anak soleh." Ucap Retno menenangkan Ardan dan tidak lupa Retno mengusap air mata nya.
Semakin hari Ardan semakin tumbuh sehingga kini Ardan sudah menginjak usia lima tahun dan mulai masuk sekolah taman kanak-kanak.
Selama itu juga Rio selalu membantu nya untuk mengurus Ardan di kala waktu senggang, Rio terlihat sedikit berubah dan tidak pernah meninggalkan anak istri nya di malam hari.
Entah kenapa dengan Rio Retno tidak mau tahu yang penting bagi Retno, Rio sekarang lebih perduli dengan dirinya dan juga Ardan.
Setiap pagi Retno selalu mengantar Ardan ke sekolah karena Rio harus bekerja, tapi sebelum berangkat Rio selalu membantu untuk membereskan rumah atau menyiapkan semua keperluan Ardan.
Betapa bahagia nya Retno melihat perlakuan suami nya akhir-akhir ini, Retno berpikir kalau Rio benar-benar sudah berubah.
Hari demi hari Retno lalui sehingga suatu hari Retno punya sebuah ide untuk membuat kamar satu lagi.
"Mas, Ardan semakin hari semakin dewasa dan sepertinya kita harus membuat kamar satu lagi." Ucap Retno kepada Rio.
"Ya terserah kamu saja, memang uang nya ada? Kamu tahu sendiri kan kalau aku tidak pernah megang uang."
Yang di ucapkan Rio memang benar ada nya, selama ini Rio selalu memberikan uang nya kepada Retno dan tidak mau tahu uang yang di berikan nya akan cukup atau pun tidak, prinsip hidup Rio yang terpenting dirinya sudah berusaha memberikan nafkah kepada istri nya.
"Aku ada uang tapi sedikit, bagaimana kalau aku jual mas kawin dari kamu mas?"
Rio menatap ke arah Retno, "Apa kamu yakin mau menjual mas kawin dari mas?" Tanya Rio memastikan nya, Retno menganggukkan kepala nya karena memang sudah di pikirkan nya beberapa hari ini.
"Yakin mas, aku ikhlas jika mas kawin dari kamu ini aku jual dan uang nya kita buatkan kamar untuk Ardan."
"Ya sudah terserah kamu saja."
Retno tersenyum bahagia karena keinginan nya akan segera terwujud, Retno tidak terlalu memikirkan mempunyai perhiasan atau yang lain nya, dengan ada nya kamar buat Ardan saja Retno sudah bahagia.
Retno tidak menunggu waktu lagi, semenjak Rio memberikan izin kepada nya untuk menjual mas kawin pemberian Rio sewaktu menikah, Retno langsung pergi menjual nya dan membelikan nya ke bahan-bahan bangunan.
Setelah semua bahan terkumpul Retno meminta Rio untuk mencarikan orang untuk mengerjakan nya.
Retno bahagia karena sebentar lagi Ardan akan segera memiliki kamar dan rumah tangga nya dengan Rio pun aman-aman saja.
Tidak ada pertengkaran besar seperti waktu itu, mereka hanya berselisih paham dan berantem kecil tapi tidak lama mereka baikan kembali.
Hanya beberapa hari saja kamar Ardan sudah selesai dan sudah bisa di tempati, Ardan yang memang sudah sekolah dan sudah mulai mengerti merasa bahagia karena sudah mempunyai kamar sendiri.
"Mah, ini kamar buat Ardan kan?"
"Iyah sayang, nanti kamu tidur nya sendirian yah?"
"Iyah mamah, tapi kalau Ardan takut Ardan boleh kan tidur bareng mamah sama ayah?" Tanya Ardan dengan mimik yang menggemaskan.
Ardan ini anak yang tampan dan pintar sekali, kulit nya yang putih dan juga rambut nya yang lurus membuat orang-orang selalu mengira anak perempuan apalagi jika Ardan di pakaikan kupluk sama Retno.
"Ngga akan takut, kamu kan anak laki-laki jadi kamu harus berani."
"Oke deh mah."
"Ya sudah sekarang kamu tidur yah sudah malam, besok kan harus pergi ke sekolah lagi."
"Iyah ayah." Ucap Ardan lalu pergi ke kamar nya.
Ardan memanggil ayah dan mamah karena memang Retno selalu mengajarkan Ardan semenjak bisa bicara memanggil Rio dengan panggilan ayah sementara kepada dirinya Retno selalu menyebut nya dengan sebutan mamah.
Pagi menjelang seperti biasa Retno selalu di sibukkan dengan pekerjaan rumah dari mulai menyiapkan sarapan untuk suami dan anak nya, Retno juga harus bersiap untuk mengantarkan Ardan ke sekolah.
Semenjak masuk sekolah Ardan tidak pernah di tungguin oleh Retno, Ardan anak yang pintar tidak seperti teman-teman yang lain nya yang selalu di temani ibu mereka.
Sepulang mengantar Ardan Retno pergi ke sebuah apotek dan membeli dua tes pack karena sudah dua bulan dirinya tidak datang bulan.
Retno langsung memeriksa nya dengan tes pack yang dia beli, dengan jantung yang sedikit berdegup kencang Retno menunggu hasil nya.
Betapa bahagia nya Retno karena hasil nya sesuai dengan yang di harapkan nya.
"Alhamdulilah, semoga anak ke dua ini berjenis kelamin perempuan." Gumam Retno lalu menyimpan hasil tes pack nya di tempat aman untuk di perlihatkan nya kepada Rio.
Retno langsung menyelesaikan pekerjaan nya yang belum di kerjakan sambil menunggu waktu pulang Ardan dari sekolah.
Retno sudah tidak sabar ingin segera suami nya pulang, Retno ingin segera memberikan kabar baik ini.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan jam pulang suami nya, dengan senyuman lebar Retno menyambut kedatangan suami nya.
"Sepertinya kamu lagi bahagia, kamu dapat arisan yah?"
"Arisan darimana, orang aku saja. Tidak pernah ikut berkumpul dengan tetangga."
Retno memang sosok yang tidak suka kumpul bareng tetangga nya, Retno keluar rumah hanya pergi ke warung terdekat untuk membeli yang di perlukan nya atau sekedar untuk mengantar atau menjemput Ardan sekolah dan setelah itu langsung pulang kembali ke rumah.
"Terus apa yang membuat kamu bahagia?"
Retno meraih tangan Rio dan memberikan tes pack yang sudah terlihat garis dua kepada Rio.
Dengan perlahan tapi pasti Rio melihat benda yang di berikan oleh Retno istri nya.
"Kamu hamil mah?"
Retno menganggukkan kepala nya dengan bibir tersenyum, "Iyah mas, semoga anak kita yang ke dua ini perempuan yah mas?"
"Yah kita berdo*a saja, mau laki-laki atau pun perempuan, anak ini adalah anak kita."
"Bagaimana kalau kita periksa ke dokter mas, aku ingin memastikan usia bayi kita ini saja."
"Ya sudah besok kita pergi ke dokter."
"Ayah siapa yang sakit?" Tanya Ardan yang baru pulang bermain.
Retno memang tidak pernah berkumpul dengan para tetangga tapi Retno membiarkan Ardan untuk bermain dengan anak-anak di sekitaran rumah nya.
"Tidak ada yang sakit nak, tapi sebentar lagi kamu akan punya adik."
"Beneran mah?"
"Iyah sayang, besok mamah akan periksa ke dokter."
"Ardan ikut yah mah?"
"Iyah sayang."
Betapa bahagia nya rumah tangga Retno apalagi sebentar lagi hadir anak ke dua mereka, Retno berharap anak nya yang ke dua berjenis kelamin perempuan agar anak nya menjadi sepasang, tapi Retno juga masih sadar kalau itu hanya keinginan saja, dan Retno memasrahkan nya kepada yang maha kuasa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!