NovelToon NovelToon

Writer'S Block

Kritis

Dafy Kurniawan sedang dalam keadaan kritis. Ia adalah seorang penulis yang sedang mengalami writer’s block atau kehabisan ide untuk menulis.

Dafy sudah dikenal sebagai seorang penulis novel dan cerita-cerita pendek. Belakangan ia juga menekuni dunia script writer sebagai penulis naskah untuk film.

Sebagai seorang penulis Dafy sangat idealis. Ia sama sekali tidak mau berkompromi. Ia hanya menulis apa yang ingin ia tulis. Ia tidak mau menulis atas dasar suruhan atau permintaan orang lain.

Lima novel karyanya telah terbit dan sinarnya terus benderang hingga sekarang. Dua judul buku diantaranya bahkan menjadi yang paling diminati oleh para pembaca di dalam negeri dari semua kalangan menurut peringkat angka penjualan.

Tulisan-tulisan Dafy juga laku di pasar pembaca mancanegara. Judul-judul ceritanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.

Entah sudah masuk yang keberapa kali cetak novel-novel Dafy. Jika tidak menilik laporan ia tidak tahu pasti berapa banyak nominal pendapatannya.

Tapi,

Lihatlah keadaan Dafy Kurniawan sekarang ini.

Sungguh berbeda dengan penulis tangguh delapan tahun terakhir yang tampak solid dan sangat percaya diri untuk menelurkan cerita-cerita terpuji yang dicintai pembacanya.

Tinggal di sebuah kawasan perumahan elit di kota besar. Dafy hari-hari ini hanya mengurung dirinya di dalam rumah.

Saat ini ia adalah manusia loyo yang kerjanya hanya mondar-mandir dengan ketidakjelasan. Berputar di tempat yang sama. Apa lagi yang hendak dibuatnya?

Sadar tidak sadar tubuhnya juga mengalami perubahan. Ia tampak lebih berisi. Yang tentu saja berupa lemak tidak baik dari hasil banyaknya makan junk food, pola tidur yang tidak aturan dan kurangnya berolahraga.

Ketika sudah bangun dari tidur. Dafy menyalakan laptopnya.

Laptop itu menyala selama berjam-jam dengan tampilan layar yang selalu putih.

Dafy sang penulis tidak mengetik apa-apa.

Jangankan sebuah paragraf. Satu kalimat pun tidak berhasil disusunnya.

Jangankan kata-kata. Memilih huruf pertama pun ia tampak kebingungan.

Tentu saja seorang Dafy Kurniawan tahu situasi macam apa yang sedang melandanya.

Ini lah yang disebut dengan writer’s block dimana seorang penulis tidak kunjung menemukan sebuah ide untuk karya barunya.

Sebelumnya Dafy berkeyakinan kondisi ini akan segera hilang dan berakhir seiring berlalunya waktu. Ia percaya akan segera menemukan sentuhan magisnya lagi sehingga bisa menyusun cerita yang akan membuai hati dan membuat para penggemarnya rela untuk membeli buku-bukunya.

Kenyataannya. Hampir setahun berlalu Dafy Kurniawan belum membuat apa-apa.

Tujuh bulan terakhir ia sempat mengalihkan fokus dari seorang penulis novel menjadi penulis naskah film. Tapi naskah-naskah buatannya selalu kembali.

Para produser mau pun sutradara menolak mentah-mentah naskah dari Dafy. Mereka menginginkan revisi. Dan Dafy yang keras kepala tentu saja tidak mau melakukannya begitu saja.

Dafy mencoba peruntungannya menjadi seorang penulis naskah film lantaran empat dari lima novel hebatnya sudah berhasil difilmkan. Dan semua film-film itu box office.

Itu lah resiko yang memang harus ditanggung oleh Dafy Kurniawan selaku penulis yang sangat idealis dan perfeksionis. Ia yang tidak mau karya-karyanya terlalu dicampuri tangan dan masukkan pihak lain, kini sedang menemui jalan terjalnya.

Editor kesayangan Dafy berulang kali menasehati Dafy supaya dirinya mau berpikir dan bersikap terbuka. Karena di suatu saat ada masanya perubahan.

Dafy adalah seorang penulis fiksi. Cerita di dalam buku-bukunya adalah buah hasil olah kata-kata dari pemikiran dan inspirasi yang didapatkannya.

Dafy bukanlah seorang penulis yang suka melakukan riset sampai harus berkelana atau pun mencoba untuk terjun langsung ke dalam peran yang sedang dikarang nya.

Kisah-kisahnya ia dapatkan dari sumber kehidupan yang tidak pernah ia susah-susah untuk mencari. Inspirasi itu bagi dirinya datang begitu saja di tempat dan suasana dimana ia pernah berada.

Celah

Untuk mengatasi kebuntuannya sekarang ini. Dafy telah mempertimbangkan beberapa pilihan yang ada. Dan ia telah mengambil sebuah keputusan.

Selama beberapa minggu ke depan ia akan pergi untuk berjalan-jalan. Lebih tepatnya pergi berpetualang bagi jiwa dan raganya yang sudah lama jenuh dengan aktivitasnya selama ini yang itu-itu saja.

Tubuh dan pikirannya yang selama ini hanya sebatas berada di dalam rumah dan tidak berjumpa dengan siapa pun akan dibawa Dafy keluar rumah. Bertemu dan berpapasan dengan kerumunan manusia.

Pergi ke alam bebas yang lepas. Membiarkan dunianya berkenalan dengan dunia luar.

Dafy beberapa kali membaca artikel dan menonton tayangan tentang bagaimana sebuah self treatment yang baik supaya dirinya bisa kembali lagi seperti dulu. Menemukan ide-ide segar untuk karya-karyanya yang sekarang sedang buntu.

Selama beberapa minggu ke depan Dafy akan mengunjungi tempat-tempat yang sudah ia pilih sebelumnya. Tempat-tempat yang berbeda dan bervariasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan jiwanya yang ia rasa.

Pergi meninggalkan rumah dan berinteraksi dengan orang-orang yang masih asing bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi Dafy. Ia dulunya juga seorang yang gemar berkegiatan sosial. Sebelum memutuskan untuk menjadi seorang penulis novel yang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai seorang yang penyendiri.

*

“Selamat pagi”, sapa Dafy.

“Selamat pagi, tumben kamu menelpon pagi-pagi”, sapa Elizabeth.

“Adakah yang ingin kamu diskusikan?”,

“Sudah kah kamu kirim file nya ke emailku?”,

Elizabeth selaku editor kesayangan Dafy mencecar dengan pertanyaan. Sudah berbulan-bulan lamanya Dafy menghilang.

“Aku menelpon mu bukan untuk membicarakan itu”,

“Aku ingin pamit”,

“Beberapa minggu atau mungkin sebulan ke depan aku akan pergi berlibur”, terang Dafy.

“What?!, Oh my God”, ekspresi Elizabeth terkejut.

“Dafy, apakah itu benar-benar dirimu?”,

“Seharusnya kamu sudah melakukannya sejak dari dulu”,

“Pergi lah berlibur sana yang lama”,

“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan tentang uang, penjualan mu masih bagus”,

“Aku yakin setelah berlibur kamu akan kembali dengan ide-ide gila”, tutur Elizabeth.

Elizabeth, orang terdekat dengan Dafy lah yang dari jauh-jauh waktu selalu menyuruhnya untuk pergi berelaksasi setidaknya setiap satu tahun sekali.

“Tentu saja”,

“Selama pergi aku akan mematikan saluran pribadiku”, kata Dafy.

“Itu jauh lebih baik, kabari aku jika kamu sudah pulang”, kata Elizabeth.

“Kamu mau pergi kemana saja?”, tanya Elizabeth.

“Laut, hutan, dan tempat lainnya”, jawab Dafy.

“Kamu benar-benar membuatku iri”,

“Bagaimana kalau kamu membawa kamera khusus untuk memotret tempat-tempat yang akan kamu datangi?”,

“Aku ingin sekali melihatnya”, pinta Elizabeth.

“Kamu tahu sendiri aku tidak suka berfoto”,

“Maafkan aku Elizabeth, aku tidak akan melakukannya”, jawab Dafy.

“Payah, selamat berlibur kalau begitu”,

“Kabari aku jika kamu sudah pulang”, kata Elizabeth.

Pagi ini Dafy sudah selesai berkemas. Menyiapkan barang-barang yang akan ia bawa selama hari-hari ke depan.

Tas punggung berukuran sedang. Di dalamnya terdapat beberapa baju ganti. Charger, earbuds, sikat gigi, gunting kuku dan pisau cukur.

Dan dua hal yang paling peting yang tidak boleh ditinggalkan. Yaitu dompet yang berisi uang cash beserta kartu debit dan smartphone yang akan memudahkan segalanya.

Tidak banyak dan tidak rumit. Secukupnya dan seperlunya saja.

Untuk sementara selama pergi Dafy akan menonaktifkan saluran pribadinya. Ia ingin menikmati waktu tanpa diganggu urusan pekerjaan.

Dalam perjalanannya kali ini ia juga memilih untuk menggunakan jasa transportasi umum bukannya kendaraan pribadi.

Sore nanti Dafy harus sudah tiba di stasiun kereta untuk memulai petualangannya.

Di dalam Gerbong Kereta

Kereta cepat yang sudah dipesannya akan berangkat pukul 17:00.

Dafy adalah seorang yang tepat waktu. Lima menit sebelum jam lima sore ia sudah berada di stasiun kereta.

Dengan berjalan cepat untungnya pria yang sudah sangat jarang keluar rumah itu tidak ketinggalan kereta. Ia sudah berada di kursi penumpang VIP miliknya beberapa saat sebelum kereta meluncur.

Dafy ingin berlibur. Ia tidak ingin sama sekali menyusahkan dirinya sendiri atau berlagak seperti seorang yang prihatin untuk meratapi nasib. Ia yang berada dan mampu tidak ragu untuk memanjakan dirinya sendiri.

Dafy hanya mematikan saluran pribadi untuk urusan kerja terutama dengan editor orang yang paling sering berhubungan dengannya. Selebihnya ia tetap memanfaatkan segala kecanggihan teknologi yang ada. Apalagi internet.

Dari tempat tinggalnya tujuan Dafy yang pertama adalah 3,5 jam perjalanan ke depan. Yaitu sebuah kota yang terkenal dengan cuacanya yang panas.

Duduk di bangku pertama atau yang terdepan. Di dalam gerbong kereta berkapasitas 18 orang penumpang. 1 – 2 pengaturan tempat duduk, Dafy duduk sendiri di sebelah jendela.

Dafy sengaja memilih bangku yang pertama. Duduk di deretan depan kaki panjangnya bisa leluasa bergoyang.

Kereta cepat yang belum genap beroperasi selama satu tahun ini mulai melaju. Sesuai dengan namanya. Lajunya sangatlah cepat.

5 jam tempo dulu dengan naik kereta api biasa kini bisa dipangkas 1,5 jam menjadi tiga setengah jam waktu tempuh perjalanan.

Meski begitu itu masih saja terasa lama untuk perjalanan seorang diri yang hanya duduk sambil mendengarkan lantunan lagu-lagu serta melihat layar handphone yang monoton.

Di sebelah kanan Dafy.

Warna senja sore sudah berubah. Jingga yang tadinya tersisa sedikit itu kini telah resmi hilang.

Warna langit kini sepenuhnya telah berubah menjadi gelap, hitam, dan malam.

Kecepatan tinggi kereta mesin ini hanya bisa menangkap kilatan-kilatan cahaya lampu dari kejauhan yang tampak kecil dan tiada berarti.

Sementara itu di sebelah kiri Dafy, ada seseorang yang membuat pandangan matanya berhenti.

Seorang perempuan yang duduk sendirian di bangku berderet dua. Perempuan itu duduk bersandar di samping jendela. Dan kini ia sedang tertidur.

Perempuan itu mengenakan sweter berwarna pink pastel. Rambutnya keriting panjang menyeruak dari topi rajut berwarna sama yang dipakainya.

Pemilik wajah cantik itu juga memasang earphone di kupingnya. Terlihat warna putih menempel di telinga kanannya. Entah apa yang sedang wanita muda itu dengarkan sambil tertidur lelap.

Oops. Tiba-tiba saja perempuan itu terbangun.

Mata cokelat perempuan itu menangkap basah Dafy yang tengah memperhatikan dirinya dengan seksama.

Dafy yang gugup tertangkap basah mengalihkan pandangannya secara perlahan.

Takutnya ia disangka berpikiran yang macam-macam. Sebagai seorang penulis Dafy hanya sedang mencoba untuk mendeskripsikan sosok perempuan itu dengan uraian kata-katanya. Hanya di dalam kepalanya saja.

Perempuan itu melempar senyuman kepada Dafy. Memperlihatkan gigi-giginya yang rapi dan putih serta bentuk senyum yang indah dengan bibir tebalnya.

Dafy membalas tersenyum sambil mengalihkan pandangan.

Perempuan itu memejamkan matanya lagi. Dafy enggan untuk memperhatikannya lagi. Disangka yang bukan-bukan jika ia tertangkap basah melihatnya lagi.

Karena memang bukan hanya parasnya saja yang cantik. Tubuhnya juga demikian.

*

20:35

Kereta berhenti.

Sampailah Dafy beserta rombongan kereta cepat itu di kota yang mereka ingin datangi.

Satu per satu penumpang pun turun dari gerbongnya masing-masing. Membawa barang-barang yang sengaja mereka bawa untuk bekal perjalanan.

Dafy meregangkan badannya yang cukup kaku duduk mematung selama 3,5 jam. Ia menunggu orang-orang lewat dulu untuk keluar sebelum mengambil giliran untuk keluar dari kereta.

Begitu juga dengan perempuan yang duduk berderet dengan dirinya di bangku paling depan. Sosok perempuan yang sudah habis ia amati secara rupa dan bentuk mimiknya.

“Hey”,

Dafy mengejar perempuan itu.

Tidak cukup itu. Dafy menahan bahu perempuan setinggi bahunya itu untuk berhenti.

Perempuan itu kemudian berbalik badan dan menghadap ke arah Dafy.

Perempuan itu mencopot earphone yang dipakainya sebelum berbicara.

“Ada apa?”, tanya wanita muda itu.

Dafy tersenyum sambil mengarahkan tangan kirinya menunjuk ke arah tempat duduk perempuan itu.

“Sepatu mu”, kata Dafy.

Dua kaki berselimut celana hitam ketat. Dua telapak kaki berselimut kaos kaki putih melenggang begitu saja meninggalkan sepasang sepatu berwarna putih yang dibiarkan begitu saja.

Begitulah alasannya kenapa Dafy menghentikan sosok perempuan itu.

“Ouch”,

Kata perempuan itu sambil menepuk jidatnya.

“Terimakasih, hampir saja aku lupa”,

“Sepatu ku”, kata perempuan itu.

Dafy memberikan senyuman kecil untuk ucapan terimakasih itu.

“Kamu bukan hampir lupa”,

“Tapi sudah lupa”, kata Dafy di dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!