Pengenalan Karakter
Lunara Ustman
Seorang gadis cantik yang sangat mencintai puisi. Berusaha hidup mandiri dan bekerja keras sejak Edi, seseorang yang ia panggil ayah berhenti membiayai hidupnya saat usianya masih 15 tahun ,ia bekerja dan menabung untuk menyokong hidupnya apabila suatu saat ia akan benar-benar diasingkan oleh orang-orang yang senantiasa dengan tulus ia sayangi sebagai keluarganya.
"Kamu itu cuma benalu di rumah ini, setelah Yana menikah dan tinggal dengan suaminya saat itu juga kamu pun harus pergi dari rumah ini" bentak Edi pada Luna.
Dengan segala luka yang sedang menyayat dihatinya Luna memberanikan diri untuk menjawab
"Kenapa... Kenapa ayah berubah, dosa apa yang udah Luna lakukan sampai ayah benci sama Luna sekarang" ucap Luna dengan berderai air mata.
Juan Aditya
Seorang pria cuek dan dikenal cukup dingin namun bisa luluh oleh gadis lugu dan ceria yaitu Luna, Juan selalu ada untuk Luna sejak mereka SMP, hubungan persahabatan yang mereka jalin cukup lama menumbuhkan kasih sayang yang lebih dari sekedar sahabat bagi keduanya hingga menjadikan mereka sebagai sepasang kekasih.
Kehadiran Juan seolah menjadi kekuatan baru untuk Luna
"eh pendek, kalau kamu bilang udah gak punya siapa-siapa lagi, terus kamu anggap aku selama ini setan apa? kalau jadi sahabat gak cukup untuk aku jagain kamu seutuhnya, aku mau jadi yang lebih dari sahabat untuk kamu, gimana?" ucap Juan dengan wajah yang serius dari biasanya.
Reyhan Abyasa
Seorang Dokter tampan dan baik yang juga selalu menjadi penolong untuk Luna.
Diawali dari kesalahan dan rasa iba, perlahan mengubah perasaan itu menjadi rasa yang lebih istimewa pada Luna
Perlakuan dan perhatian yang tanpa Luna sadari adalah bagian dari bentuk cinta Dokter Reyhan padanya.
"Hidup itu adalah bagaimana cara kamu menanggapinya, kalau kamu merasa ini gak adil maka hanya itu yang akan kamu dapat dan rasakan, sebaliknya kalau kamu ikhlas dan merasa ini adalah jalan kamu menuju kebahagiaan yang sesungguhnya maka itulah yang akan kamu dapat. Allah begitu menyayangi kamu melalui ujian ini ke kamu Luna" tutur Reyhan dengan lembut pada Luna.
Mari kita lanjut ke awal kisahnya 😊
Kamu memang anak yang gak berguna!
.
.
.
Tok tok tok!
Luna berjalan untuk membuka pintu kamarnya, Luna tersenyum lembut melihat sosok yang mengetuk pintu kamarnya pagi ini dan mengajaknya masuk
"Udah jam 8 kok belum ke kempus sih yan, bukannya kamu ada kelas pagi?" tanya Luna pada Yana yang tak lain adalah adiknya.
"Aku bawain sarapan buat kakak" jawab Yana sambil menyerahkan semangkuk bubur dan segelas susu yang masih hangat, terbukti dari sedikit asap yang masih terlihat. Mulut Luna sudah hampir terbuka untuk menjawab namun dipotong oleh Yana sebelum kakaknya bersuara.
"Ayah sama Bunda udah berangkat pagi-pagi banget karna ada urusan mendadak, kakak gak perlu khawatir" ucap Yana sambil mengusap telapak tangan Luna.
"Kamu yang harusnya gak usah khawatir, kakak kan bisa makan diluar gak perlu sampai kamu bawain gini" Luna berkata dengan sambil membalas menggenggam tangan Yana
"Aku tau kakak itu gak pernah sarapan, karna kakak ngehemat uang kakak kan. Aku juga tau kakak selama ini pergi jalan kaki, aku ngerasa bersalah setiap lihat kakak harus menderita gini sedangkan aku sebagai adik gak bisa berbuat apa-apa" Yana menatap dengan pandangan iba pada sang Kakak
"Gak ada yang salah sampai kamu harus minta maaf, makasih ya sarapannya, pasti kakak habisin tapi ini yang terakhir, kakak gak mau kamu jadi dimarahin ayah karna ini, kakak baik-baik aja kamu gak perlu khawatir, sekarang kamu berangkat ya nanti kamu telat" tutur Luna dengan tatapan yang amat penuh kasih sayang pada Yana yang hanya dijawab anggukan oleh Yana.
Setelah salam pada kakaknya, Yana pun berangkat kuliah meninggalkan kakaknya sendiri di kamar itu.
Luna meneteskan air matanya begitu Yana menutup pintu kamarnya, ia bersyukur dengan perhatian kecil dari adiknya sudah cukup membuatnya untuk lebih kuat untuk menghadapi semuanya.
Setidaknya masih ada Yana yang peduli dengan aku disini. Begitu pikirnya
Setelah menghabiskan sarapannya, Luna juga berangkat karena ada kuliah jam 10 pagi hingga pukul 3 sore dan lanjut menjadi pelayan di restoran yang tidak jauh dari kampusnya.
Pukul 9 malam Luna selesai dan berniat untuk pulang.
Dipertengahan jalan ada sebuah motor besar berwarna hitam yang tampak menepi dan melambat ke arah Luna.
"Jalan tuh kepala ngadep depan bukan bawah ,emang mata kamu pindah ke ubun-ubun apa"
Teriak seorang laki-laki dari atas motor tersebut yang berhasil membuyarkan lamunan Luna. Luna yang tak asing dengan suara tersebut langsung mengedarkan pandangannya pada sang pemilik suara
"Juan"
Luna tersenyum melihat sosok yang dia rindukan beberapa minggu ini di hadapannya yang tak lain adalah sahabat sekaligus kekasihnya bernama Juan.
Mereka sudah 3 minggu tidak bertemu karena Juan pulang ke kota asalnya untuk menjenguk ayahnya.
"Kok kamu disini sih"
Tanya Luna heran yang membuat senyum Juan luntur
"Bukannya bilang kangen, malah ditanya ngapain, keseringan kelaperan jadi kurang asupan tuh otak kamu jadi lupa kali ya aku itu pacar kamu"
Gerutu Juan pada Luna yang hanya tertawa kecil tanpa ada niat menjawab pernyataan Juan, sambil memperhatikan kondisi Luna yang sepertinya semakin kurus, mengubah raut wajah yang mulanya cemberut menjadi lesu dan memandang dalam mata Luna yang masih bisa selalu tersenyum di depannya.
Melihat perubahan air muka Juan sudah cukup membuat Luna mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh orang yang sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya itu.
"Kalau ketemu cuma mau liat muka kamu lesu gini mending aku langsung pulang aja deh"
Goda Luna sambil tersenyum dan bersiap akan melangkah namun tangannya ditahan oleh Juan
"Keluar dari neraka yang kamu sebut rumah itu Lun"
Dengan sorot mata yang serius bercampur marah dan sedih Juan mengatakan kalimat yang berhasil melunturkan senyum Luna dan balik menatap Juan.
"Kita udah pernah bahas ini Juan"
Tegas Luna sambil melepaskan tangannya dari Juan
"Kamu yang bilang kehadiran kamu gak dianggap, kamu kerja keras sendirian gak pernah mau nerima bantuan aku dan teman-teman kamu, apa sih yang buat kamu bertahan disana, kamu... "
Perkataan Juan dipotong oleh Luna
"Terlalu banyak yang buat aku bertahan, apalagi kalau bukan karena mereka adalah keluarga aku, 7 tahun seperti ini gak akan bisa buat aku melupakan 15 tahun yang indah dari Ayah Bunda, lagi pula masih ada Yana yang peduli sama aku, apapun yang terjadi aku harus tau penyebab berubahnya Ayah dan Bunda wan"
Jelas Luna mencoba meyakinkan Juan
"Setidaknya biarkan aku bantu kamu sedikit, kenapa kamu gak pernah mau terima uang dari aku, aku merasa gak berguna untuk kamu"
"Percaya sama aku, kehadiran kamu itu udah jadi vitamin gak langsung untuk aku dan kalau aku memang perlu bantuan aku pasti bilang, tapi untuk saat ini aku bisa mengatasinya sendiri"
Juan hanya menghela nafas kasar mendengar jawaban Luna yang selalu sama setiap kali mereka membahas masalah ini.
Tak jarang Juan membujuk Luna untuk meninggalkan rumahnya, berbagai cara yang Juan lakukan untuk membantupun selalu di tolak secara halus oleh Luna dengan alasan tidak ingin merepotkan siapapun termasuk Juan dan adiknya.
Luna berjalan menuju motor Juan dan menaikinya
"Daripada kamu diam, muka kusut begitu mending anterin aku pulang deh"
Kata Luna dengan senyum khasnya ke arah Juan, Juan pun melangkah lesu menuruti perkataan Luna.
- - - - -
Dengan lelah yang menyelimuti tubuh kecilnya, Luna masuk kerumah yang terlihat sudah gelap sekelilingnya karena waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Pranggg!!
Dengan suasana lampu yang remang tanpa sengaja Luna menabrak seseorang dan menyebabkan gelas yang dibawa orang tersebut jatuh.
Luna mendongak dengan perasaan takut mencoba melihat orang yang tak lain adalah Edi, ayahnya
"Ma..Maaf ayah Luna gak sengaja biar Luna yang beresin"
Ucap Luna dengan bibir yang bergetar dan tangan yang memungut pecahan beling di lantai itu
"Kamu memang anak yang gak berguna!"
Begitu kata Edi dan langsung berlalu meninggalkan Luna yang hanya bisa memejamkan matanya mendengar kalimat yang bukan pertama kalinya ia dengar dari mulut sang ayah, namun selalu berhasil menyayat hatinya lebih dalam lagi.
7 tahun yang lalu
"Keluar dari kamar ini dan kamu tidur di gudang!"
Dengan sorot mata yang seperti menyimpan banyak dendam Edi menyeret Luna dan melempar barang-barang Luna ke gudang belakang tanpa peduli suara tangis gadis malang yang tangannya sedang ia cengkram.
"Saya izinkan kamu tinggal disini tapi jangan harap semuanya akan sama seperti dulu, kamu urus hidup kamu sendiri termasuk makan kamu"
brakk!!
Dengan kencang Edi keluar menutup pintu gudang tersebut setelah mengucapkan kata-kata yang meninggalkan banyak ketakutan dan pertanyaan dalam benak Luna.
Kenapa ayah jadi berubah begini, apa salah Luna ya Allah
Begitu tangis Luna dalam hatinya, dengan memeluk kedua lututnya dan sesekali menarik nafas dalam mencuri oksigen yang lebih banyak lagi berharap sedikit memberinya kekuatan untuk saat ini.
Luna menangis hingga ia tertidur di gudang tersebut dengan harapan bahwa semua hanyalah mimpi buruk.
Luna membalut luka di jari telunjuk kanannya dengan plester setelah membersihkan pecahan beling tadi yang sedikit menyayat jarinya hingga berdarah namun seolah mati rasa, dia seakan tidak merasakan sakit di jarinya.
Bukan tidak merasakan, tapi ada rasa sakit lain yang begitu besar hingga luka dikulitnya seperti tidak berarti apa-apa, kembali tertidur dalam tangisnya Luna menanti pagi yang lebih baik.
Kenapa mimpi buruk ini begitu panjang...
- - -
Dibawah langit yang tidak begitu terik ataupun gelap, tiga orang gadis sedang duduk berhadapan di meja taman kampus mereka
"Kalo aja loe merem dan dada loe gak naik turun tanda bernafas, gue udah ngira loe mayat kali Lun"
Ucap seorang gadis bernama Vani yang merupakan salah satu dari dua sahabat terdekat Luna selain Dira.
"Ada apa lagi Lun, mimpi buruk atau pertengkaran yang buat kamu nangis sampe mata kamu bengkak gitu?"
Tambah Dira melihat Luna yang pagi ini memang terlihat sangat lesu
"Apapun itu, gue tetap bahagia kok karena masih ada kalian"
Senyum sayu Luna yang tulus namun masih terlihat ada sedikit paksaan disana
"Demi kepala upin ipin yang gak pernah ditumbuhi rambut..."
"Upin ada rambut kali, sotoy loe"
Kata Dira memotong kalimat Vani yang belum selesai
"Apaan secuil doang, gak perlu gue jambak, gue petik juga lepas tuh rambut, ahhh apaan sih malah jadi bahas itu, gue botakin juga loe, lupa kan gue mau ngomong apa tadi"
Gerutu Vani pada sahabatnya itu yang hanya dibahas senyum miring dari bibir Dira seolah meledek
"Juan WA gue semalam, untuk kali ini Lun, tolong dengerin kita, kita gak minta loe keluar dari rumah itu untuk ninggalin keluarga loe, tapi untuk sedikit mengurangi luka di hati loe"
Mata Dira yang berkaca-kaca menunjukkan keseriusan dan kesedihannya pada sahabatnya itu
Diam sebentar dan memejamkan mata sambil menghela nafas mengumpulkan kekuatan untuk kembali tersenyum dan bicara, Luna menatap kedua sahabatnya
"Semakin jauh dari mereka semakin gue merasa terasingkan dan itu malah ngebunuh gue lebih dalam lagi"
Mendengar jawaban Luna spontan membuat Dira maupun Vani hanya menghela kasar nafasnya dan mengalihkan pandangan mereka dari mata Luna
"Bisa tidur seatap sama Ayah Bunda itu, cukup buat gue ngerasa masih bagian dari mereka"
Tambah Luna yang masih tetap menatap kedua sahabatnya
Seolah kehabisan kata-kata, baik Dira maupun Vani hanya diam dan mengubah posisi duduk mereka mendekati Luna kemudian mengelus lembut bahu Luna berharap bisa sedikit menyalurkan kekuatan untuknya dengan mata yang masih menatap ke arah lain.
gubrak!!!
Bunyi gebrakan meja yang berhasil membuat Luna, Dira, dan Vani tersentak kaget melihat ke arah orang yang sekarang duduk di depan mereka tanpa dosa
"Gak ada akhlak emang loe jadi cowok, gue.."
Kata Vani dengan emosi namun belum sempat dia menyelesaikan perkataannya, orang tersebut mengeluarkan suaranya memotong kalimat Luna
"(botakin loe) pasti loe mau ngomong gitu kan, gak kreatif loe kata-katanya gitu mulu"
Jawab seorang pria yang tak asing untuk mereka yaitu Juan yang sekarang dengan santainya bergerak mendekati kursi yang di duduki Vani di samping kursi Luna dengan gerakan tangan mengusir, namun tak digubris oleh Vani yang masih kesal
"Gue mau duduk samping pacar gue nih, loe jomblo minggir dong"
Mata dan mulut Vani membulat sempurna disertai gerakan kepala mendongak ke arah Juan mendengar kata-katanya barusan yang terasa sakit tapi tak berdarah.
"Loh, kamu mau kemana Lun?"
Tanya Juan begitu melihat Luna beranjak dari duduknya, Dira dan Vani hanya melihat pergerakan Luna sambil menunggu jawaban Luna.
"Gak dengar adzan tuh, kita ke mushola yuk setelah itu aku mau langsung ke resto mawar"
Kata Luna sambil menenteng tasnya, merekapun mengiyakan Luna dan bergegas ke mushola melaksanakan salat ashar.
Ya Allah, jika sakit dan air mataku adalah jembatan untukku menjemput kebahagiaanku, maka kembalikanlah cinta Ayah dan Bunda seperti dulu, karena sesungguhnya merekalah alasan terbesarku untuk bertahan...
Dengan khidmat di dalam hatinya do'a-do'a yang selalu Luna panjatkan kepada Sang Maha Kuasa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!