NovelToon NovelToon

Tempus Amoris

perkenalan karakter novel episode 00

Di perlihatkan di sebuah kos-kosan 4 ×4 meter

"Lun kamu ngak ada niatan apa buka hati yah seengaknya kamu bisa lupain kehidupan keluarga kamu yang berantakan .... Ayolah lagian kan bukan kamu yang salah dan kamu adalah korban...." Ucap seorang gadis yang sedang menasehati sahabatnya yang bernama Aluna dan kembali melanjutkan perkataanya "aku ngak bisa loh lihat kamu kek gini terus sibuk berkarir tapi ngak mikirin perasaan kamu" ucapnya meyakinkan Aluna

author : " dia Aluna gadis berusia 18 tahun di tahun pertama Ia kuliah di universitas negara B yang sangat terkenal dan ia masuk kuliah dengan beasiswa yang ia peroleh dari ketekunannya sebagai siswa berprestasi saat SMA , dan ia sekarang adalah mahasiswa jurusan pisikolog dan ia merupakan anak broken home setelah perceraian orang tuanya setengah tahun lalu dan aluna merupakan gadis mandiri yang sibuk berkarir dan fokus kuliah yang artinya ia anti percintaan"

"Hemm aku takut qi , kamu kan tau gimana kejamnya papa aku yang selaluh mukul dan yiksa aku sama mama..... Dan aku takut hal itu juga bakalan aku alamin kalau buka hati..." Ucap Aluna ke balqiz

"Lun kamu harus yakin dan ngak semua cowok di dunia ini tuh sama lagian kan kamu juga berhak bahagia dan jatuh cinta..." Ucap balqiz meyakinkan sahabatnya

Author : " dan ini balqiz sahabat aluna dari kecil yah, dia juga mengambil jurusan yang sama seperti Aluna . Bedanya ia adalah anak seorang CEO perusahaan besar di kota itu , dan bisa di bilang juga balqiz ini adalah teman cerita dan curhat bagi Aluna "

"Tapi kan qi...." Ucap Aluna menghentikan perkataanya dan kembali berkata " mana ada pria yang akan mau dengan wanita yang memiliki bekas lebam di mana-mana , apalagi dengan trauma keluarganya qi ....... Sudahlah jangan terus meyakinkanku.... Aku sudah nyaman kok seperti ini sibuk bekerja dan kuliah " ucap Aluna tersenyum ke arah balqiz

"Hemm .... Terus navin!!!! .... Apakah dia bercanda menungguhmu...." Ucap balqiz menatap sahabatnya " cobalah buka hatimu dan pilih salah satu dari mereka ..." Ucap balqiz

author : " nah ini navindra yang kerap di panggil navin, ia adalah sosok pria yang sudah mengejar Aluna dari tahun pertama SMA yang sekitar 3 tahun kurang lebih, dan ia kuliah di universitas yang sama dengan Aluna bedanya ia menjadi anak fakultas teknik dan ia anak salah satu dosen di fakultas Aluna "

"Tapi .." ucap Aluna di sela

"Kau tak perlu bertapi-tapi... Begini saja ajak navin keluar dan ceritakan semua keburukan dan masa lalu keluargamu dan jika ia bertahan dan tak meninggal kan mu maka cobala untuk bersamanya ..." Ucap balqiz yang terus meyakinkan sahabatnya itu

"Tapi qi kau kan tau aku sudah pernah berpacaran dengan seseorang saat itu atas saranmu juga tapi apa dia juga sama seperti papa ku...... Munafikkk..." Ucap Aluna kesal mengigat hal yang ia benci

"Hah kali ini saja Aluna .... " Ucap balqiz menghela nafas

"Baiklah .... Akan ku coba" ucap Aluna

"Nah begitu " ucap balqiz tersenyum

author : " ada tambahan lagi nih yakni dosen muda di fakultas Aluna"

Author : " dia adalah elvanzo dosen muda yang sangat tampan buka , yah apakah perannya di dalam novel kita kali ini hemm yang penasaran jangan lupa pantengin terus yah !!..."

musim ke 3 perkuliahan

Sebelum kalian membaca aku bakalan jelasin alur awalnya jadi ceritanya itu bakalan di mulai di episode ini dan juga waktu nya di majuin sekitar 3 tahun jadi ceritanya di episode 1 ini musim ke 3 perkuliahan artinya Aluna udah masuk semester 6

#Musim Ketiga Perkuliahan

Di sebuah kafe dengan suasana hangat, terlihat empat orang duduk di sebuah meja dekat jendela. Alunan musik lembut menjadi latar obrolan santai mereka. Yuri dan suaminya, Alendrox, bersama dua orang lainnya: Aluna dan seorang pria bernama Elvanzo.

"Kenalin, ini Aluna," ujar Alendrox sambil menatap Elvanzo dengan senyum tipis. "Dan, Aluna, ini Elvanzo. Kamu akan bekerja di bawah bimbingannya sebagai asistennya di klinik, khusus menangani bagian psikologi anak."

Aluna hanya tersenyum tipis sambil mengangguk. Elvanzo membalasnya dengan sopan, senyumnya pun tidak terlalu lebar.

"Oh iya, Vanzo," Yuri memulai, memecah keheningan, "menurutmu, kapan Aluna bisa mulai bekerja?" Ia tersenyum kecil, lalu menambahkan, "Ah, Mas Alendrox mungkin lupa bilang, ya? Aluna itu mahasiswa psikologi di Universitas Negara B!" Yuri berbicara dengan nada ringan, mencari topik untuk mencairkan suasana.

"Benarkah?" ujar Elvanzo, matanya sedikit menyipit tanda ketertarikan. "Kalau begitu, Aluna, sekarang kamu di semester berapa?" tanyanya, melirik Aluna yang duduk tanpa banyak ekspresi.

"Aku baru memasuki tahun ketiga," jawab Aluna singkat, kembali melempar senyum tipis ke arah Elvanzo.

"Hmm, begitu ya," gumam Elvanzo, lalu melanjutkan, "tapi aku tidak pernah melihatmu di fakultas sebelumnya."

Pertanyaan itu membuat Aluna terdiam sejenak. Alih-alih menjawab, ia malah mengalihkan tatapannya ke Yuri.

"Kak Yuri, aku ke toilet dulu, ya? Sebentar," ucap Aluna sambil berdiri.

Yuri mengangguk penuh pengertian. "Iya, silakan."

Setelah Aluna pergi, Yuri mencoba menjelaskan. "Maaf ya, Vanzo, soal sikapnya tadi. Aluna mungkin terlihat canggung karena dia baru kembali ke perkuliahan offline. Sejak awal semester tiga, dia mengambil kuliah full online. Tahun ini baru dia mulai kuliah tatap muka lagi."

"Oh, begitu." Elvanzo mengangguk pelan, lalu bertanya dengan nada ingin tahu. "Tapi, kenapa kalian mencarikannya pekerjaan di klinik? Apa alasannya?"

Yuri menoleh ke arah suaminya, seolah meminta persetujuan. Alendrox pun menjawab tenang, "Aluna adalah gadis yang mandiri. Dia tidak ingin membebani siapapun. Jadi, dia bekerja untuk membantu biaya hidup dan kuliahnya." Setelah itu, ia melirik lembut ke arah Yuri. "Istriku menganggap Aluna seperti adiknya sendiri, jadi kami ingin membantunya."

"Tolong perlakukan dia dengan baik, Vanzo," tambah Alendrox sambil tersenyum kecil.

"Baik," jawab Elvanzo. "Aku sebenarnya cuma penasaran. Sebagai dokter di klinik kalian, aku juga dosen di Fakultas Psikologi. Wajar jika aku bingung karena belum pernah melihatnya di kampus." Ia mengangkat cangkir kopinya, meminumnya perlahan.

Yuri tampak terkejut. "Tunggu, apa kamu bilang, suamiku? Vanzo itu dosennya Aluna?" tanyanya sambil melirik Alendrox.

Alendrox tertawa kecil. "Hehe, iya. Maaf aku lupa kasih tahu kamu."

Obrolan mereka berlanjut santai. Beberapa menit kemudian, Aluna kembali dari toilet. Yuri yang melihatnya segera menyapa.

"Ah, itu Aluna." Lalu, dengan suara lebih pelan, ia berbisik kepada suaminya, "Andai saja dia masih seperti dulu. Senyumnya bisa menerangi ruangan ini."

Alendrox meremas tangan Yuri dengan lembut. "Tunggu saja. Aluna pasti kembali ceria seperti dulu," ucapnya, berusaha menenangkan hati istrinya yang tampak murung.

Elvanzo yang mendengar bisikan itu tidak bisa menahan rasa penasaran. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya langsung.

"Ah, tidak ada apa-apa," Alendrox segera menutupi. "Istriku ini terlalu banyak menonton drama!" katanya sambil tersenyum.

"Hahaha, itu wajar. Apalagi kalau Yuri sedang mengandung," balas Elvanzo bercanda, mencoba meringankan suasana.

Aluna akhirnya tiba di meja. Dengan suara lembut ia berkata, "Maaf ya, Kak Yuri, dan semuanya. Apa aku terlalu lama?"

"Tidak kok," jawab Alendrox, lalu menambahkan, "Oh iya, Aluna. Kamu bisa mulai bekerja lusa, ya? Nanti bantu-bantu Vanzo di klinik."

"Baik, Kak Ale," jawab Aluna patuh. "Jadwal kuliahku sudah aku kirim ke WhatsApp Kak Ale. Jadi, bisa disesuaikan dengan jadwal kerja," tambahnya sopan.

"Itu tugas Vanzo, sebenarnya," seloroh Alendrox sambil melirik ke pria itu.

"Baiklah," jawab Aluna, lalu menoleh ke Elvanzo sambil tersenyum. "Mohon kerja samanya, Pak Elvanzo."

Elvanzo hanya mengangguk singkat, sembari tersenyum tipis ke arah gadis itu. Baru permulaan, tetapi dia mulai melihat sesuatu yang berbeda dari sosok Aluna.

Gadis seperti apa dia itu!!

Elvanzo tersenyum lembut ke arah gadis itu setelah mendengar ucapannya. "Baik, Aluna," katanya dengan nada tenang, memperlihatkan kehangatannya.

“Oh iya, Aluna! Besok mau Kak Yuri antar ke kampus nggak? Kan besok hari pertama kamu balik kuliah lagi,” ucap Yuri penuh semangat, matanya berbinar seperti sedang mengajak adik kecilnya.

“Hmm, nggak usah, Kak. Besok aku naik motor sendiri aja. Lagi pula Kak Yuri harus banyak istirahat,” jawab Aluna santai sambil melirik ke arah perut Yuri yang mulai membesar.

“Oh iya, Aluna,” timpal Alendrox, “kamu belum tahu, ya? Elvanzo itu dosen di fakultasmu.”

Aluna tertegun sejenak, lalu menanggapi dengan datar. “Oh, begitu.”

Tak ingin berlama-lama, Aluna memutuskan untuk pergi. “Oh iya, Kak, aku ada meeting di luar hari ini. Jadi aku pamit duluan, ya. Meeting-nya jam dua siang. Kalian nggak apa-apa kan, pulang duluan ke rumah? Oh, bilang ke Bibi kalau malam ini aku nggak pulang karena besok mulai kuliah lagi. Aku bakal tinggal di kos, biar nggak capek bolak-balik ke kampus, klinik, sama urusan bisnis.”

“Hah, kan Kakak udah bilang, Aluna nggak usah ngekos lagi. Rumah kita kan deket dari kampus, nggak sampai jauh banget!” protes Yuri sambil menghela napas panjang, menunjukkan kekhawatirannya.

“Nggak apa-apa, Kak. Lagi pula tiap pekan aku bakal pulang,” jawab Aluna dengan senyuman lembut, mencoba meyakinkan Yuri.

Yuri menyerah. “Haaah… baiklah. Tapi kalau ada apa-apa, kamu harus hubungi kami atau Mas Ale, ya,” katanya dengan nada khawatir.

Aluna mengangguk. “Iya, aman, Kak. Lagi pula kalian juga bakal lihat aku tiap hari di klinik, kan?” Senyum kecilnya memberi sedikit ketenangan sebelum ia melangkah pergi. “Sudah ya, aku pamit dulu.”

Setelah Aluna pergi, suasana di meja menjadi hening. Elvanzo menatap Yuri dan Alendrox dengan sorot mata penasaran, lalu berkata pelan, “Kalian benar-benar menyayangi gadis itu, ya.”

“Hemm,” gumam Alendrox, mengangguk sambil memandang kosong. “Kalau bukan karena dia, mungkin istriku dan mertuaku sudah tiada.”

Elvanzo mengernyit, merasa penasaran sekaligus khawatir. “Apa maksudmu?”

“Tujuh tahun lalu,” mulai Alendrox dengan suara berat. “Yuri dan ibunya diculik. Aluna mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan mereka. Ia terluka parah akibat tembakan saat melindungi mereka, tapi tetap berusaha membawa mereka kabur. Setelah itu… ia koma selama enam bulan.”

Elvanzo tertegun, matanya membesar mendengar cerita itu. “Dia melakukan semua itu?”

“Dia tidak pernah meminta apa-apa. Saat sadar, dia hanya berkata, ‘Kalian harus hidup bahagia.’ Itu saja.” Yuri tiba-tiba terisak, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. “Dia gadis yang baik, tapi…” Yuri tidak sanggup melanjutkan.

Alendrox menggenggam tangan istrinya dengan lembut. “Sudah, Sayang. Jangan diteruskan lagi. Semuanya sudah berlalu.”

Elvanzo menunduk, merasa bersalah telah membuat mereka mengingat kembali masa kelam itu. “Maaf, aku terlalu banyak bertanya.”

Alendrox menggeleng. “Tidak apa-apa, Vanzo. Sekarang kau mengerti kenapa kami begitu peduli padanya.”

Di sisi lain, di tepi pantai

Langit senja berwarna keemasan, dengan semburat merah muda yang menghiasi cakrawala. Aluna duduk sendiri di tepi pantai berbatu, memeluk lututnya sambil menatap jauh ke horizon. Pikirannya berantakan, berisi kenangan dan pertanyaan yang tidak ingin ia jawab.

Tiba-tiba, suara lembut memecah keheningan. “Apa aku boleh bergabung, Aluna?”

Aluna menoleh cepat, matanya melebar. “Pak Elvanzo?” tanyanya dengan nada heran.

Elvanzo tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. “Boleh aku duduk di sini?”

Aluna terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Terserah.”

Tanpa berkata-kata lagi, Elvanzo duduk di sebelahnya, menjaga jarak yang sopan. Namun, setelah beberapa saat, Aluna berkata pelan namun tegas, “Bisa mundur satu meter?”

Elvanzo tersenyum kaku, lalu bergeser menjauh sesuai permintaan. “Baiklah.”

Waktu berlalu dengan sunyi. Hanya suara debur ombak yang mengisi ruang di antara mereka. Elvanzo akhirnya memecah keheningan. “Aluna,” panggilnya pelan.

“Ya,” jawab gadis itu tanpa menoleh, suaranya dingin.

“Bisakah kau memanggilku kakak? Seperti kau memanggil Alendrox dan Yuri? Rasanya panggilan 'Pak' terlalu tua untukku, apalagi usiaku baru 27 tahun.”

Aluna mengangguk kecil tanpa berpaling. “Baiklah.”

Elvanzo menatap langit yang perlahan kehilangan warna. Ia mencoba membuka pembicaraan lagi. “Aluna… bolehkah aku memanggilmu Una?”

Namun, ketika ia menoleh, tempat di sebelahnya sudah kosong. Aluna sudah pergi tanpa sepatah kata pun.

Elvanzo mendesah, mencoba menutupi rasa canggung. “Dia benar-benar gadis yang sulit ditebak,” gumamnya, lalu melanjutkan duduk di sana, ditemani gelapnya langit malam dan suara ombak yang tak pernah henti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!