***Angka***
Beberapa orang di dunia ini tidak ada yang bisa memiliki rasa aman seutuhnya. Termasuk aku ya . . .mungkin. Sejak aku belajar dan mendalami ilmu kejiwaan, mendengarkan banyak kisah orang yang mengalami gangguan jiwa, dan ketika aku berhasil menyembuhkan jiwa mereka yang kesakitan, aku justru merasa jiwaku lah yang bermasalah, Aku merasa sakit jiwa.
______
Ade menyapaku dengan lemparan botol susu yang di tujukan padaku. Dan lemparan itu tepat mengenai dahi ku, ini bukan yang pertama, dalam sehari bisa sampai 3 kali Ia melempari ku dengan benda bulat tabung itu.
Istriku Lisa hanya tidak komentar apa apa. Wanita 32 tahun itu hanya asyik dengan ayam cincangnya. Lisa sudah terbiasa dengan lemparan botol Ade, hingga dia tidak merespon ketika Ade melakukan nya padaku.
Jika Ade anakku yang berumur 2 tahun tidak melempar botolnya, berarti dia sudah tidur.
Kuambil botol susu itu dan meletakkannya di atas Kulkas. Pandanganku mengarah seketika ke sebuah lipatan kertas kecil di atas Kulkas itu. Segera kuambil dan ku masukan dalam saku celana. Lisa memperhatikan ku namun tidak bertanya atau pun berkomentar.
Ku lewati Ade yang sedang asyik bermain dengan mainannya, di dalam box bayi. Seharian ini aku nggak mau mengajak dia bermain, karena menurut ku dia bukan bayi lagi. Di saat ia menatapku dan juga memanggilku "Papa ..." Aku pun hanya tersenyum, tanpa mendekati dan aku langsung pergi.
Lisa dan Ade tidak lah seperti kebanyakan Ibu dan anak pada umumnya. Lisa sangatlah dingin pada Ade, entah karena apa dia bersikap seperti itu. Akhirnya aku pun memutuskan untuk mengambil pengasuhan Ade sepenuhnya ku ambil alih. Mungkin Lisa mengidap penyakit, ya itu hanya lah pemikiran ku.
Waktu itu di saat selesai melahirkan anak pertama kami yang tak lain adalah Ade, Lisa kembali bekerja seperti biasa tanpa memiliki rasa tanggung jawab pada Ade. Karena di sisi lain aku juga punya kesibukan pada akhirnya aku mempercayakan pengasuhan Ade kepada Baby sister.
" Pa mau kemana, kau?" tanya Lisa menghentikan langkah ku ketika hendak pergi.
" Pergi sebentar," jawabku.
Aku melangkah dengan cepat menuju klinik yang tempat nya tak jauh dari rumah. Di dekat area taman, bangunan berlantai dua dan menghadap ke barat. Dari jendela kaca di tempat itu, bisa ku lihat matahari terbenam.
Di tempat inilah aku bekerja untuk menghidupi istri dan anak ku. M.Psi. adalah gelar yang ada di belakang nama ku, dan itu ternyata cukup bisa membuat aku meraup keuntungan setiap hari. Dengan status yang ada di belakang namaku itu, aku bisa mewujudkan mimpi dan imajinasi yang ada di setiap sudut otakku.
Hari ini aku libur, tidak ada kegiatan apa pun sebenarnya di sini. Dan ku urungkan niat ku untuk naik ke lantai atas. Kuambil lipatan kertas kecil tadi dari saku celana, di bangku ruang tunggu yang biasa di duduki oleh pasien dan keluarga nya.
Kertas itu sangat lecek dan lengket, mungkin tadi terkena susu atau minuman. Sebuah tulisan kecil ' 0,1,2,3,5,8,13..."
______
Menurut data yang ku dapat, yaitu sekitar 26 juta jiwa penduduk Indonesia mengidap gangguan jiwa. 50 % juta jiwa mengalami depresi. Dan beberapa dari mereka telah datang ke klinik ku. Menceritakan semua keluh kesah yang ada di otak dan jiwa mereka.
Depresi di bagi menjadi dua, 1 karena trauma dan 2 karena depresi khusus. Dan yang datang padaku adalah mereka yang depresi khusus, yaitu di mana mereka depresi karena gangguan yang berasal dari makhluk halus.
Beberapa di antara mereka merasa terasing dari dunia nyata, tapi yang lainnya masih bisa hidup dengan normal meski sebenarnya mereka di kejar oleh ketakutan. Kepala mereka penuh sekali dengan hantu, misteri, dan mereka merasa dikucil kan dalam lingkungan nya.
Dialog, teknik itulah yang kulakukan seperti sekarang ini yang sedang aku lakukan, untuk meringankan beban mental dan gangguan psikologi para pasien. Aku menyuruh mereka membentuk lingkaran dan aku pun ikut dalam lingkaran itu.
Aku minta pasienku untuk berbicara, menceritakan permasalahan hidup yang sedang di hadapi.
Teknik ku ini, adalah sederhana bahwa semua orang yang depresi khusus perlu di dengar, dan kita wajib membantunya dengan cara mendengarkan. Orang yang normal saja selalu ingin berbagi dan bercerita untuk melepaskan semua beban yang ia rasakan, sehingga ratusan kilo beban di pundak pun akan bisa berkurang. Apalagi dengan mereka yang mengidap gangguan jiwa.
Mereka itu sangat butuh tempat untuk mencurahkan isi hati mereka, keresahan, ketidak nyamanan dan juga keinginan keinginan yang selama ini mereka pendam.
Lingkaran ini sementara hanya terdiri dari 3 orang, Aku, Agus( pegawai ku), dan Iwan(pasien). Di setiap sesi Agus ku ikut serta kan. Aku sangat membutuhkannya jika sewaktu-waktu ada masalah ketika terapi sedang berlangsung.
Kami bertiga duduk rapat di ruangan yang memang aku khusus kan untuk terapi. Lampu ruangan yang memang dengan sengaja aku buat redup. Samar, aku melihat sosok bermata merah besar, yang mengarahkan pandangannya ke tempat kami bertiga. Makhluk itu menghembuskan nafas berat, dan terlihat makhluk itu menjulurkan lidah seperti kehausan.
Angka yang kami susun ini membentuk lingkaran ini adalah angka gaib, dengan susunan angka itu akan aku gunakan untuk terapi penyembuhan jiwa. Jiwa yang hidup dengan gangguan makhluk halus.
Pasien pasienku memiliki permasalahan jiwa yang khusus. Beberapa di antara mereka ada yang berteman dengan hantu, beraktivitas bersama roh, dan ada juga yang bersentuhan dengan makhluk halus setiap hari. Melihat keadaan pasien ku saja membuat aku bergidik ngeri. Kebiasaan mereka bertemu dengan makhluk halus membuat mereka terlihat menyeramkan tak jauh beda dengan hantu itu sendirian.
Aku masih memfokuskan pikiran pada lingkaran, ku minta Agus dan Iwan untuk bergandengan tangan dan memejamkan mata mereka, mengatur nafas dan fokus.
" Atur nafas kalian buat setenang mungkin ...! aku akan memimpin kalian. Tarik nafas perlahan, tahan 5 detik, hembuskan ....Tarik nafas perlahan ... tahan, hembuskan. Tarik nafas perlahan, tahan, hembuskan." Ku memimpin dua laki-laki itu. Ku ulangi terus ucapan ku hingga aku yakin mereka siap untuk masuk ke tahap selanjutnya.
Setelah nafas mereka benar-benar teratur ku silahkan mereka membuka mata dan harus dalam kondisi tenang dan pikiran pun fokus.
" Iwan, silahkan kamu ceritakan masalah yang kamu alami dan kamu hadapi selama ini, hingga membuat mu dalam posisi ini," seru ku.
________
***Tanda tanda kematian***
Iwan pun mulai menceritakan.
Apakah kalian tahu apa yang tengah di rasakan orang yang menghadapi maut?? disaat detik detik dalam hidupnya akan segera berakhir. Sakit ... ya itulah yang di rasakan, di saat roh mulai terpisah dari raganya, mungkin akan terasa tubuh yang di kuliti dan juga di sayat sayat dengan pisau yang tajam.
Kematian, adalah sebuah takdir yang tidak bisa di rubah, di mana pun dan bagaimana pun adalah hal yang menyedihkan. Tapi sejauh ini belum ada yang tahu persis, gimana cara proses pencabutan roh itu terjadi.
Hidup dan Mati adalah sebuah misteri. Sayang, misteri itu tidak menarik lagi buat ku. Karena aku pernah mati. Sekali, kemudian kembali lagi dengan sesuatu yang amat berbeda, dan sesuatu itu sangat lah menyiksa. Iwan mulai bercerita.
Pria dengan keturunan China Jawa itu menatap ku dengan mata lebar.
" Kau pernah mengalami mati suri?" tanya ku.
Iwan pun mengangguk, dan mulai melanjutkan kembali ceritanya.
" Aku berada di ruangan. Melihat kedua orang tua ku yang kini tengah tertidur kursi. Tiba tiba saudara ku datang dengan tergesa-gesa, langsung ruang rawat. Seseorang terbaring di sana, sudah beberapa lama ia koma ta sadarkan diri, badannya kurus kering penyakit yang telah menggerogoti tubuhnya sejak 2 tahun ini. Saudara ku menangis, terasa berat melihatnya begitu pilu di samping kasur pasien itu. Secara perlahan aku mendekati saudara ku itu, berharap agar dia merasa sedikit tenang dengan kehadiran ku di sampingnya. Ku belai lengannya, tapi ia terus saja menangis, dan terus menciumi seseorang itu dengan uraian air mata.
Tapi ternyata wajah seseorang yang kaku itu. Bukankah itu wajahku?! Astaga apa aku sudah mati??
Mengapa aku pergi meninggalkan ragaku sendiri??
" Kak .. Kakak ..." tapi Kakak terus menangis, ia tidak mendengar aku memanggilnya.
Kusentuh, kupeluk tubuhnya, ku belai rambutnya. Kakak tidak memberi respon sama sekali. Kenapa bisa seperti ini?
" Sekarang apa yang membuat mu tersiksa?" tanyaku.
"Aku bisa melihat tanda-tanda kematian pada seseorang. Bahkan aku beberapa kali menyaksikan bagaimana proses pemisahan roh dari raga." Jawab Iwan. Dan kemudian dia melanjutkan kembali ceritanya.
Kejadian itu bermula beberapa bulan yang lalu, setelah koma yang panjang dan nyaris merenggut nyawaku. Saat itu aku sedang mengendarai mobil seorang diri. Ketika melihat pengendara motor yang ada di depan ku, penglihatan ku terhalang oleh kabut tipis berwarna abu kebiru\-biruan.
Warna yang sama yang pernah aku lihat ketika aku berada di pegunungan, saat matahari terbenam. Beberapa jam sebelum aku mengalami kecelakaan.
Pada mulanya aku pikir mataku buram karena kecapekan, seharian beraktivitas di depan laptop ku. Aku coba memperhatikan sekeliling ku, tapi tidak ada kabut dan kembali melihat pengendara motor tadi. Kabut tipis itu masih sangat terlihat jelas melingkarinya. Aneh bagiku.
Kemudian setelah lampu merah di depan sana berubah hijau, pengendara motor itu menancap pedal gasnya. Dari arah kiri sebuah mobil pickup melaju dengan kecepatan tinggi, mengejar lampu hijau masih menyala dalam penglihatan sopir pickup itu.
BRAAAAAKK!!!!
Sreeeeeeetttt !!!!
Tabrakan maut itu pun tak bisa di hindarkan. Si pengendara motor tadi terpental sangat jauh. Helm yang ada di kepalanya terlepas dan tubuhnya terserat di atas aspal panas.
Sopir pickup itu langsung meminggirkan kendaraan nya dan terlihat sangat shock. Si pengendara motor itu meregang nyawa di tempat dengan bermandikan darah.
1 Minggu setelah hari itu, aku kembali mengalami hal yang aneh. Pada saat aku sedang sarapan, aku memperhatikan sekujur tubuh dari Bu Asih, pembantu rumah ku, memancarkan cahaya berwarna kelabu. Sangat persis seperti kabut yang kulihat di tubuh pengendara motor waktu itu.
Di saat itu aku tidak perduli, dengan apa yang baru aku lihat. Tapi setelah beberapa jam kemudian, betapa terkejutnya aku ketika mendapat kabar bahwa Bi Asih meninggal dunia, karena terpeleset di kamar mandi, dan akhirnya meninggal.
Shock, itulah yang aku alami dan aku mulai berfikir panjang, tentang dua peristiwa serupa yang terjadi setelah penglihatan aneh itu. Kenapa aku bisa melihat penglihatan yang aneh itu, pada orang yang akan mati?
Bingung, bingung, bingung dan bingung itulah yang aku rasakan. Dan aku tidak berani menceritakan pada siapapun juga. Aku hanya berfikir ini adalah suatu kebetulan dan gak mungkin akan terulang lagi.
Di saat aku belum memahami apa yang terjadi, beberapa hari kemudian aku kembali melihat kabut kelabu itu. Tapi kali ini ada pada salah satu teman ku, Mayang. Waktu itu kami sama sama sedang menunggu Dosen datang. Cahaya / kabut kelabu itu berwarna sedikit lebih cerah, di bandingkan dengan 2 peristiwa sebelumnya. Aku pun tidak tahu apa maksud dari perbedaannya.
Aku ajak dia bicara, ku pandangi dan ku perhatikan wajah Mayang, tapi sama sekali tak kulihat wajah tanda tanda orang sakit, malah ku lihat dia segar bugar. Kami bahkan sempat berencana mengenai Wisuda yang akan datang, tidak da pikiran buruk saat itu.
Beberapa hari kemudian aku masih bertemu dengan Mayang di kampus, tapi anehnya aku masih dapat melihat dengan jelas kabut itu, yang seperti melekat pada tubuh Mayang.
Saat itu aku sangat bersyukur karena pandangan ku salah, menganggap semua itu tidaklah nyata.
Tapi sayang, apa yang aku takutkan pun akhirnya terjadi. Saat wisuda berlangsung, kursi Mayang kosong, hingga acara berakhir pun Mayang ta kunjung datang. Dan saat aku mau pulang, aku mendapat kabar bahwa Mayang kecelakaan saat dalam perjalanan menuju kampus. Mobil yang ia kendarai menabrak jalan pembatas tol hingga menabrak tiang listrik, Mayang pun akhirnya tewas seketika di tempat kejadian.
Aku sangat shock waktu itu, aku sangat terkejut dan terpukul dengan kejadian itu. Kenapa Mayang harus pergi secepat ini?
Dan mengapa aku harus mengalami dan melihat tanda tanda kematian itu? Dan kenapa semua yang terjadi orang yang berada di dekat ku??
Sejak kejadian itu, kepergian Mayang.
Membuat aku tidak berani memandang orang secara langsung, aku tidak ingin jika melihat cahaya / kabut kelabu itu lagi. Aku benar benar takut.
Beberapa hari aku mengurung diri di kamar, aku takut. Semua anggota keluarga ku bingung dengan perubahan yang ada pada ku, mereka menghawatirkan keadaan ku. Mereka melihatku sangat depresi dan lebih banyak diam dan mengurung diri. Ketika mereka ngajak ngobrol dan bertanya, aku pun hanya diam. Bukannya apa aku cuma tidak berani menceritakan yang sebenarnya pada mereka, atau pada siapapun. Aku sungguh takut.
Keluarga sangat mencemaskan keadaan ku yang semakin kacau, akhirnya aku pun drop.
Aku di larikan ke rumah sakit, untuk di berikan perawatan. Tapi bukannya makin sehat, aku semakin depresi, karena di sana aku justru melihat banyak cahaya kelabu itu.
#Terima kasih 🙏🤗 sudah mampir ke cerita ku yang ketiga ini, mohon dukungannya ya dengan like, komen, vote jangan lupa favoritkan ya. . . ditunggu ya. Salam cinta dari
- Garis hidup arin & Mengenal Rasa.🙏🙏🙏
Malam ini air mataku terus mengalir deras, aku ketakutan karena seorang pasien yang aku liat tadi sore memiliki cahaya kelabu itu, di kabarkan meninggal. Kamarnya bersebelahan dengan kamar yang ku tempati. Aku tidak mengenalinya, tapi entah mengapa hatiku terasa sakit, dada ku sesak. Aku benar\-benar sudah tidak kuat lagi melihat cahaya kematian itu.
4 hari aku di rawat di rumah sakit ini. Namun anehnya dokter tidak bisa menyembuhkan penyakitku. Segala macam upaya dokter sudah lakukan , namun keadaan ku tidak kunjung membaik. Obat, ronsen dan segala macam upaya pun tak menemukan cara menyembuhkan ku , fisikku sangat sehat tapi mental yang bermasalah, dan terasa sangat sakit.
Sudah hampir 1 bulan aku di rawat. Aku semakin letih menunggu hasil dari dokter, hingga aku memutuskan untuk pulang. Aku benar-benar sudah tidak mampu lagi melihat cahaya kelabu itu.
Sepulang aku dari rumah sakit, aku malah merasa diriku lebih baik dari yang sebelumnya.
Duniaku pun kembali berjalan normal. Aku terus berusaha menerima anugerah itu, meskipun itu sangat sulit bagiku.
Setiap aku melewati kalangan mahasiswa atau pun orang lain, saat itu pula aku kembali cahaya kelabu, dan satu per satu mereka pun pergi meninggalka aku.
Semua aku lalui dengan baik, beban itu tidak terlalu berat seperti pada awal aku lalui ini.
Aku terus berusaha akur dengan apa yang di anugerah kan pada ku.
Hingga waktu itu, tepatnya seminggu yang lalu aku melihat cahaya kelabu itu pada kedua orang tua ku, Ibu dan Ayah ku. Aku langsung terkejut waktu itu, shock tepatnya.
Saat semua keluarga kumpul di ruang keluarga bercanda gurau, dan menonton TV. Aku pun mendekati Ibuku, alangkah terkejutnya aku saat melihat cahaya kelabu itu menyelimuti Ibuku.
Aku terdiam, tak mampu berkata apa apa, yang ku lakukan hanya memeluk nya dengan erat, air mata ku pun sudah tidak bisa ku bendung lagi. Menangis sejadi jadinya, Ibuku kebingungan lantas teriak memanggil Ayah yang tadi pergi ke dapur untuk ambil minum.
Dan ...Ya Tuhan, apa ini? ketika ku lihat Ayah, tubuh Ayah pun sama seperti Ibu, di selimuti cahaya kelabu itu.
Aku semakin shock, dan air mata ku semakin deras. Cahaya itu akan membawa orang tua ku menemui ajal.
****
"Maaf sebelumnya apakah saat ini Ayah dan Ibu sudah benar-benar meninggal? seperti apa yang engkau takuti?" tanyaku pada Iwan yang memotong ceritanya.
" Tidak, mereka masih hidup."
" Ayah sama Ibunya masih hidup, trus kenapa Iwan kemari?" batinku.
" Aku tidak sanggup untuk kehilangan mereka, semenjak aku melihat cahaya sialan itu, aku mengambil keputusan untuk mengurung kedua orang tua ku di rumah. Ku pastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Tirai jendela pun ku tutup hingga tidak ada cela bagi cahaya masuk. Listrik ku padamkan, gas dan pisau ku buang, semuanya. Kini mereka sudah aman, di dalam rumah sana."
Aku kaget, dahi ku pun berkerut, apakah ini tindakan yang sangat keterlaluan.
" Sampai saat ini mereka aman." Iwan sangat puas, dan tersenyum puas. " Menurut mu apa aku benar melakukan itu? agar mereka selamat?"
" Kau tanya menurut ku ...? dan menurut ku sebaiknya kau cepat pulang sekarang. Temui mereka cepat!! temui mereka!!" ku bentak Iwan.
Iwan segera bangkit dari tempat duduknya dan segera meninggalkan ruangan ku. Ia lari tergesa-gesa mendengar bentakan ku.
Aku dan Agus saling menatap.
Mendapat pasien seperti Iwan di sesi awal ini membuat aku semakin tertantang. Kobaran semangat yang ku rasakan.
Kisah Iwan pemuda polos itu belum berakhir, di situ saja.
Sesampai di rumah.
Iwan segera membuka pintu depan rumahnya. Ketik pintu sudah terbuka ia terus memanggil Ibu dan Ayahnya.
Keadaan rumah yang sangat sepi, dan juga gelap gulita. Iwan kemudian menghidupkan listrik. Ketika rumah sudah terang karena cahaya lampu, Iwan terus memanggil "Ayah,ibu..." Tapi tidak ada sahutan sama sekali.
Berulang-ulang kali Iwan memanggil orang tuanya, ia pun mulai panik, dan semakin gelisah, ia takut apa yang iya takuti telah terjadi. Iwan mencari di setiap ruangan, dan ketika dia mencium bau busuk dan anyir, Iwan merasa kepalanya semakin berat, keringat keluar di sekujur tubuhnya.
Dan ia pun menemukan yang ia cari, kedua orang tuanya terkapar tergelatak di lantai.
" Iwan... nak, kami lapar..."ucap sang Ayah sambil memegang perutnya.
Sedangkan sang Ibu sudah meregang nyawa, dan terbaring di pangkuan sang suami. Bau busuk itu berasal dari tubuh sang Ibu. Cahaya yang menyelimuti sang Ibu pun sudah tidak ada, namun cahaya kelabu itu masih menyelimuti sang Ayah.
Belum sempat Iwan membantu sang Ayah ia baru berjalan mendekat. Sedangkan sang Ayah menarik nafas panjang dan menghembuskan secara perlahan, hembusan terakhir.
Kabut di tubuh Ayah pun bergerak perlahan lahan dari kaki ke kepala, bagian tubuh yang di lewati itu akan berubah jadi pucat. Warna pucat itu perlahan naik ke atas, hingga setelah sampai melewati kepala maka kabut itu pun lenyap ta berbekas. Cahaya itu lenyap di dalam ruangan kamar. Iwan melihat dengan sangat jelas proses akhir dari kehidupan sang Ayah.
__________
***Masa kecilku***
"Kita adalah manusia yang sejati nya lebih kuat dari pada yang mati, maka dari itu jangan lah kita takut dengan mereka yang sudah mati." Kataku ketika membuka pembicaraan pada kesempatan kali ini.
" Tapi menurut ku orang matilah yang lebih kuat, mereka bisa melakukan apa pun tanpa batas, contohnya mereka bisa menembus ruang dan waktu. Bisa di mana pun sesuai yang mereka kehendaki, berbagai alam, dan juga mereka bisa hidup kembali...."Tolak Setya cepat.
Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan dari Setya, bagaimana mungkin orang mati bisa hidup kembali.
" Maaf boleh saya mulai bercerita?" pinta Setya.
Aku mengangguk, " Silahkan di mulai."
" Aku pernah membunuh teman kecilku. Dan itu membuat aku trauma pada masa kecilku."
Semua orang yang berada di ruangan itu pun langsung menatap tajam ke arah Setya. Mereka sedikit merasa takut, karena bersanding dengan seorang pembunuh.
" Maksudnya ... aku tidak sengaja membunuhnya, waktu itu aku bercanda ... sungguh" sesal Setya.
Setya menutup mukanya, kemudian ia menangis. Kemudian ia hanya bercerita dengan terputus putus. Dari bicaranya yang terpotong potong, bisa ku ceritakan seperti berikut.
____
Di saat Setya berumur 6 tahun, dia memiliki seorang teman dekat. Teman nya itu bernama Angga.
Setya dan Angga bulan dan bintang tak bisa terpisahkan. Di mana pun ada Setya pasti ada Angga, kemana pun Setya pergi Angga pun selalu di sana. Rumah mereka berdekatan, dan itu membuat mereka semakin dekat. Usia yang berbeda pun tidak menghalangi mereka untuk berteman. Angga lebih dewasa pemikiran di bandingkan dengan Setya, meskipun lebih tua Setya dari Angga.
Dan pada suatu hari Angga dan Setya bermain ke sungai. Arus deras sungai itu, ta mengurungkan niat mereka untuk bermain. Tanpa mengulur waktu mereka berdua pun menceburkan diri ke tepian sungai. Setya yang masih belum mempunyai pemikiran dewasa pun mempunyai ide untuk mengerjai Angga. Ia mengambil kaos dan terus melempar ke tengah sungai yang arusnya lebih deras.
" Angga, tolong koas ku ke bawa air ... tolong ambilkan."
Dengan gesit, dan tanpa ragu Angga segera mengejar kaos Setya. Namun deras nya sungai itu semakin membawa jauh kaos serta Angga. Menyeretnya lebih jauh dan semakin jauh, kaos itu sempat tersangkut di batu namun terbawa arus kembali.
Setya yang melihat Angga yang menjauh, segara naik ke daratan,dan mengikuti jalur sungai itu. Beberapa kali sempat melihat Angga, namun kemudian Angga hilang ta terlihat lagi.
" Angga... Angga..."
Tidak ada sahutan dari Angga, hujan deras datang tiba-tiba. Dan membuat luapan air sungai naik dan alirannya semakin deras dan bergejolak menakutkan.
Setya ngeri melihat gejolak air sungai itu, Ia tidak menyangka bahwa ke isengnya ini membuat petaka pada sahabatnya itu.
Setya terus mencari Angga di saat hujan angin di derasnya arus sungai. Namun tidak ada tanda tanda keberadaan Angga.
" Angga ... Anggaaaa ..." Setya terus memanggil dengan suara yang sangat pilu. Basahnya pipi tidak bisa ia bedakan lagi antara air mata dan air hujan.
Ketika sudah lelah karena puas mencari tapi tak membuahkan hasil Setya pun memutuskan untuk segera pulang kerumahnya. Setya kedinginan, gemetar dan kebingungan. Setya sungguh tak tau harus mengadu pada siapa, ia ketakutan. Ingin rasanya ia minta tolong, tapi tidak mungkin karena ia kini tidak tau posisi Angga saat ini.
Setelah hujan berhenti kedua orang tua Angga pun datang ke rumah Setya, untuk mencari tahu keberadaan sang putra.
" Setya kalian tadi bermain bareng, kan?"
" Tidak " Setya berbohong.
" Kamu jangan bohong Setya!"
Setya tak menghiraukan, ia pun berlalu pergi, ia menarik selimutnya untuk melindungi diri dari rasa takut. Setya gemetaran, hatinya terus memanjatkan doa agar Angga selamat.
Tapi sayang doa Setya hanya lah sebatas doa. Arus sungai yang deras itu tidak bisa Angga lawan dengan tubuhnya yang masih kecil. Setelah beberapa hari di lakukan pencarian, akhirnya terdengar kabar kalau jasad Angga di temukan di hulu sungai yang sangat jauh dari rumah mereka. Jasad Angga membusuk karena terendam air sungai.
Sejak kejadian itu, Setya sering menyendiri. Dengan berjalanya waktu, perlahan-lahan Setya melupakan peristiwa yang terjadi pada Angga itu. Setya menutup rapat-rapat rahasia itu di dalam hati, hanya ia, Angga dan Tuhan yang tahu.
Saat ini Setya telah dewasa, ia pun sudah menikah dengan wanita yang amat di cintai nya dan juga memiliki seorang anak.
Namun kehidupan bahagia Setya tiba tiba berubah dengan kehadiran seorang pembantu di dalam rumahnya.
Wanita yang sudah berumur itu bernama Ijah. Tapi bukan karena Ijah yang menggangu pikiran Setya, tapi anak Ijah yang bernama Dito. Dito yang berusia 6 tahun, setiap kali Setya melihat Dito ia merasa melihat wajah Angga. Itu ia rasakan sejak pertama kali melihat Dito.
Jantung Setya berdetak kencang tak beraturan, ia merasa mendapat teror dari sahabatnya Angga.
Suatu hari ketika Setya sedang bekerja di ruang kerjanya, yang berada di lantai atas, Setya sibuk dengan komputer nya hingga larut malam.
Tok...tok...tok....
Seseorang mengetuk pintu ruangan, Setya pun langsung menyahut dan menoleh ke arah pintu.
Setya melihat jari jemari anak kecil di pintu, dan kemudian masuknya kaki dan tangan anak itu, dia Dito.
Setya seakan tercekat lehernya, melihat kehadiran Dito. Wajah dan sekujur tubuh terlihat sangat pucat, Dito seperti sedang kedinginan. Satu tangan nya berada di belakang, seperti menyembunyikan sesuatu.
" Kenapa kamu ke sini? ini sudah malam." Tanya Setya yang merasa gugup.
" Saya, ingin memberikan Bapak sebuah barang."
" Apa itu?"
Dito mendekat ke Setya, namun Setya malah bergerak mundur.
"Kenapa Pak? apa Bapak takut sama saya?"
Dengan cepat Setya menggeleng.
" Terus kenapa wajah Bapak terlihat pucat?"
Setya menggeleng lagi.
" Apa Bapak pernah tau bagaimana rasanya kedinginan? rasanya terbentur batu berulang ulang kali, bagaimana rasanya terbawa arus deras ...?"
Memori Setya kembali ke 25 tahun silam, di mana dia melihat tubuh Angga terseret arus sungai.
" Apakah Bapak tahu, bagaimana kah rasanya tenggelam, sesak tidak bisa bernafas?"
Dito semakin mendekat pada Setya, dan begitu pun Setya semakin bergerak mundur.
"Kenapa Bapak takut pada saya? saya hanya ingin mengembalikan ...ini. Pasti Bapak masih ingat kan dengan baju ini?"
Sebuah baju berwarna hijau, basah, di sodorkan Dito.
Mata Setya pun membulat dan berteriak sekeras mungkin.
"AAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!"
Dito tersenyum lalu tertawa puas.
" Hihihi ...hihihihihi. Hihihihi ...hihihihi."
Suara Dito menggema di ruang kerja Setya.
Setya pun lari terbirit-birit menuju lantai bawah, ia membuka kamarnya mencari sang istri namun ia tidak menjumpai. Dan kemudian ia membuka pintu ruangan satunya, kamar anaknya. Memang istrinya ada di sana. Sedang tidur dengan lelap nya, sambil memeluk anak mereka.
Setya berusaha membangunkan istrinya, tapi sang istri ta kunjung bangun. Nafas Setya kembali terhenti, ketika melihat anak yang di peluk istrinya menatap tajam kearah Setya.
Anak itu tersenyum hanya di ujung bibir. Bukan ... dia bukan anaknya. Tatapan itu, senyum itu, wajah itu, dan tubuh itu adalah Angga.
Setya kembali berteriak, dia berbalik ke arah pintu tapi di tengah tengah pintu sudah ada Dito. Sambil mengulurkan tangannya yang masih ada kaos warna hijau itu. Mendekatkan kaos itu ke muka Setya.
" Ini kaos kamu kan Pak ? susah payah aku mengambilnya, sekarang terimalah, Pak."
Setyo lemas, seluruh tubuhnya bergetar. Ia tidak bisa bergerak lagi di ruangan itu hanya ada di dan arwah Angga.
" Aku minta maaf Angga, aku bener bener nggak sengaja, aku mohon maaf kan aku. Aku pun tidak menyangka kejadiannya akan separah ini. Hingga mengantarkan mu dalam pintu kematian. Aku menyesal. Aku mohon ampuni aku."
Dito mendekat kan dirinya ke Setya. Dito menunjukkan luka di lehernya, ada luka yang menganga di sana. Jeratan tali melilit dari depan hingga tengkuk Dito.
Setya yang melihat luka itu langsung merinding. Setyo masih ingat kala jasad Angga di temukan ada luka yang lebar di leher Angga. Orang orang yang menolong berkesimpulan, bahwa Angga meregang nyawa karena tali yang melilit di lehernya itu.
# Terima kasih 🙏🤗 sudah mampir ke cerita ku yang ketiga ini, mohon dukungannya ya dengan like, komen, vote jangan lupa favoritkan ya. Salam cinta dari.
- Garis Hidup Arin & Mengenal Rasa 🙏🙏🙏
Dito semakin mendekatkan diri kepada Setya, dan seperti yang tadi, Setya bergerak mundur.
" Kau tau apa yang aku rasakan saat itu? sangat sakit, aku kedinginan ... berulang ulang kali kepalaku terbentur batu, aku sesak ta bisa bernafas karena hidungku kemasukan air. Mulutku pun kemasukan sampah, apakah sulit buatmu membayangkan betapa menderitanya aku saat itu. Kau kenapa lari ...? kenapa kau meninggalkan aku? kenapa kau tidak menolong ku??!?"
Arwah Angga pun semakin mendekati Setya, hingga pada akhirnya Setya sampai pada ujung ruangan. Setya semakin ketakutan, ketika sudah tidak ada ruang gerak lagi untuk ia kabur. Akhirnya ia duduk terkulai lemas di ujung tembok ruang itu. Ia menangis sejadi jadinya.
Pagi harinya Setya di bangunkan oleh istrinya. Tentu saja istrinya sangat kaget melihat suaminya tertidur, dengan posisi duduk sambil memeluk ke dua lututnya di sudut ruangan.
" Sayang aku mau Ijah berhenti kerja sekarang juga" tegas Setya pada istrinya, ketika sudah membuka mata.
" Loh, emang kenapa harus di pecat mas?"
" Pokoknya aku mau dia di pecat sekarang!!
Aku sangat tidak suka sama anaknya, Dito. Anak itu sangat kurang ajar, dan lancang."
Istrinya mengerutkan Dahi.
" Dito? siapa dia?"
" Dito anak Ijah."
" Apa kau mimpi mas? Ijah tidak memiliki anak, dan ketika ia datang ke rumah ini pun hanya seorang diri. Apa kau lupa itu sayang?"
" Apaaa??"
Kepala Setya semakin terasa berat, sang istri pun berusaha membantu sang suami untuk berdiri, dan keluar kamar.
" Gading apa sudah berangkat sekolah sayang?"
"Gading??? siapa Gading?"
" Gading ... anak kita."
Sang istri menghela nafas berat, dan juga menggeleng kan kepala pelan. Ia meraih tangan sang suami, "Kita belum punya anak, kan mas...."
Mendengar kata sang istri, Setya kehilangan kesadaran nya, karena sakit kepala yang sangat kuat, hingga akhirnya ia pingsan.
Mulai saat itu istrinya sering mengajak Setya untuk berobat di klinik ku.
Setya sekarang mulai sadar, semenjak kematian Angga, ia sering bertemu dengan sosok anak kecil. Kadang sebagai saudara, anak (Gading), anak pembantu (Dito). Yang sebenarnya mereka semua tidak nyata, hanya Setya saja yang dapat melihat mereka.
" Angga ... aku senang bisa melihat mu hidup lagi, kamu benar benar hebat ..." seloroh Setya, saat hendak cek up di klinik.
Pandangan Setya tertuju di sebelah kirinya. Istri Setya yang sedari tadi memperhatikan sang suami, mencari sosok yang di ajak bicara Setya. Tidak ada siapapun di kiri sang suami.
" Apakah suami saya mengalami gangguan jiwa?" tanya istri Setya kepadaku. Yang sangat bingung dengan kelakuan sang suami.
" Di dalam pikiran Setya ada sesuatu yang sangat menggangu jiwanya. Saya nanti akan mencoba berbicara kepadanya, jadi tenanglah." Kataku sambil tersenyum.
***Mati adalah pasti***
Kita semua adalah calon ahli kubur.
Aku bisa mendengar suara suara hantu, dan juga suara suara dari alam lain. Namun aku tidak bisa melihat mereka. Suara mereka langsung masuk ke dalam telinga, terdengar sangat lah jelas, tapi asing. Seperti kita ini di dalam gua, menggema dan suaranya berulang ulang, sungguh membuat ku sakit kepala.
Gadis muda angkat bicara, penampilan yang sangat biasa saja, tapi menurutku ia punya kelebihan yang tidak di miliki oleh orang lain.
Ia membetulkan rambutnya, menyelipkan di belakang telinga mungkin dia memang sengaja, agar kami bisa melihat benda istimewa itu. Ketika ku perhatikan telinganya sama dengan milik kami, namun jauh lebih kecil.
" Telinga ku memang kecil, namun melalui telinga ini lah aku mendengar dan mengenal berbagai jenis suara dari banyak lapisan dunia." Katanya sambil tersenyum manis padaku. Baru kali ini aku mendapat klien ramah dan murah senyum.
Aku sangat terbiasa mendengar suara makhluk makhluk halus. Berbisik, berteriak, tertawa, menangis dan lainnya. Tapi ketika aku mengalami pengalaman yang mistis, yang sangat sulit untuk di lupakan.
Pada saat itu aku mendengar suara arwah yang baru saja meninggal. Arwah itu minta tolong padaku ...namun aku tidak bisa menolongnya. Dan itu membuat aku merasa sangat berdosa hingga saat ini.
Sisi nama klien ku saat ini.
Untuk sejenak ia terdiam, dan tertunduk. Ku biarkan dia untuk menenangkan diri. Mungkin kejadian itu benar benar membuat dia menyesal.
Beberapa saat kemudian Sisi mengangkat wajahnya, terlihat jelas bahwa dia sangat terpukul.
" Saat itu aku berada di rumah sakit, mengantar Ibu cek up. Karena nomer antrian yang masih sangat lama, aku memutuskan untuk keluar ruangan, mencari angin segar.
Aku berada di depan rumah sakit, di situ ada kursi panjang, aku pun duduk di situ. Tempat ku duduk tepat menghadap ke pintu UGD.
Belum lama aku duduk di tempat itu, ada ambulans yang datang, samar samar ku lihat di dalam sana terdapat beberapa kepala.
Beberapa perawat pun langsung mendekati ambulans, aku tidak tahu apa yang mereka lakukan. Tak kulihat pasien di keluarkan dari mobil ambulans, mereka hanya sibuk berlalu lalang dan berbincang.
Semakin lama ambulans itupun dikerumuni banyak orang yang penasaran. Rasa penasaran di kepala ku mulai muncul. Tapi bukan hanya karena penasaran saja, sejak tadi aku dengar sayup-sayup suara seorang wanita. Di dalam ambulans itu suaranya merintih, makhluk dari alam lain.
Ku hampiri ambulans itu, baru saja aku mau melihat ke dalam ambulans, namun ada seorang laki-laki menghempas kan tubuh ku.
" Sebenarnya itu tidak boleh Pak, saya hanya menjalankan prosedur" kata seorang perawat.
" Dia istriku, aku berhak atas dirinya." Ketus pria itu.
Semua ini belum ku pahami sama sekali, apa yang sebenarnya terjadi.
" Aku nggak mau di awetkan, aku mau di kubur selayaknya, aku mohon ... jangan awetkan jasadku!" Suara itu terdengar jelas, menggema dan setengah menjerit dari dalam ambulans.
Ku beranikan diri untuk melihat, di sana ada jenasah yang sangat muda. Kasian dia harus meninggal di usia semuda itu.
Tanpa terasa air mata ku jatuh tak tertahan. Kini aku tau suara siapa tadi yang ku dengar. Mayat itulah yang berusaha bicara kepada ku, ia berusaha minta tolong.
Berulang ulang kali ia bicara sama aku, bahwa ia nggak mau di awetkan. Ia tidak mau jika badan nya di lumuri formalin. Mayat itu mengatakan bahwa ia adalah makhluk Tuhan, yang berasal dari tanah dan akan kembali lagi ke tanah.
" Maaf kan saya nyonya, saya tidak bisa membantu anda. Maaf." Hatiku yang bersuara.
" Tolonglah aku, tolong katakan pada suamiku aku nggak mau di awetkan. Aku ingin di kubur secara layak!! Tolong tolong aku!!"
" Kasian dirimu nyonya. Namun apa yang bisa saya lakukan? saya gak bisa membantumu. Maaf kan lah aku."
Aku pergi ke bagian kiri mobil, berusaha melihat jenasah itu dari jendela. Tapi tiba tiba aku terkejut. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku melihat makhluk yang sangat menyeramkan.
Sosok wanita yang mirip dengan jenasah itu, sedang duduk dengan wajah yang penuh dengan kesedihan. Baju putih panjang dengan rambut yang terurai ke bawah. Pandangan nya lurus ke bawah, menatap ke arah jenasah yang ada di hadapannya.
Tiba tiba mata itu menatap tajam ke arah ku, astaga ... wajahnya sangat menyeramkan. Mulai dari wajah cantik, secara perlahan berubah dari mata yang menghitam hingga seluruh wajah yang hitam dan bernanah.
Aku hanya bisa terdiam tak bisa bergerak, ingin rasanya aku berlari meninggalkan mobil itu. Namun entah mengapa kaki seperti terikat, dengan sorotan matanya yang berubah jadi merah menyala.
Tapi entah mengapa tiba-tiba wajah itu kembali seperti sedia kala. Kini aku sadar tatapan tadi adalah tatapan kesedihan, tatapan yang penuh harap, tatapan permohonan.
" Tolong katakan pada suamiku, aku ingin di kuburkan selayaknya!!! Tolong ... aku mohon" rintihannya lagi.
Aku memang tidak lah mengenal wanita tersebut, namun apa salahnya aku membantu keinginan arwah ini. Dengan ringan, kaki ku melangkah masuk ke dalam ambulans.
Di dalam mobil itu ada 3 laki laki yang masih bernegosiasi, 2 perawat dan 1 suami jenasah itu. Laki laki itu masih bersih keras ingin mengabadikan jenasah istrinya. Air matanya terus mengalir deras.
" Maaf ... saya hanya ingin menyampaikan bahwa istri anda tidak mau di formalin. Dia mau di kuburkan selayaknya. Istri anda ingin bersatu dengan bumi, sehingga rohnya bisa bersatu dengan sang Pencipta dalam damai. Tidak ingin terikat dengan dunia. Kasian dia, Tuan. Tolong mengertilah dengan keinginan terakhirnya ..."
Bukannya menjawab pria itu malah mengusir ku... " PERGI KAMU, PERGIII!!!!!!"
Aku pun turun dari mobil, dan pergi karena aku tidak terjadi apa pun. Kini aku sudah jauh dari mobil ambulans itu.
"Tolong ... tolong ... tolong ..." samar samar masih bisa ku dengar suara arwah wanita itu.
Dan mungkin sepertinya mayat itu benar benar di awetkan.
Sampai detik ini ia terus menghantuiku. Aku mohon tolong aku! Apa yang harus aku lakukan??
Suara wanita itu terus mengikuti kemana pun aku pergi. Seperti nya ia marah karena aku tidak bisa membantunya.
Aku telah gagal melakukan sesuatu yang sepatutnya aku lakukan.
# Terima kasih 🙏🤗 sudah mampir ke cerita ku yang ketiga ini, mohon dukungannya dengan like, komen, vote jangan lupa favoritkan ya. Salam cinta dari
- Garis Hidup Arin & Mengenal Rasa 🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!