NovelToon NovelToon

Airin & Assandi

Kotak Bekal

Airin berjalan menyusuri lorong sekolahannya. Dia mencari tempat untuk beristirahat.

Karena dirinya sudah membawa bekal sendiri dari rumah. Sehingga dia tidak pergi ke kantin untuk membeli makan.

Uangnya akan dia tabung untuk memulai kuliah tahun depan.

"Nah disana saja." Gumamnya.

Dia berjalan menuju bangku taman di dekat lapangan basket.

Sampai disana, dia terkejut melihat kotak bekal yang tidak asing baginya.

Kotak itu seperti milik Assandi suaminya. Dia mengambil kotak bekal yang masih terasa berat.

"Kenapa ini ada disini ya."

"Apa Mas Sandi lupa membawanya, terus ketinggalan disini." Gumamnya lagi.

Airin membuka kotak bekal itu, isinya masih lengkap sama seperti miliknya.

"Ini masih utuh, mending aku cari Mas Sandi. Takutnya dia tidak bisa makan siang."

Airin memunguti kotak bekalnya dan berjalan mencari Assandi.

Dia mencoba mencari di dalam kelas, tetapi disana tidak ada sosok suaminya.

Airin berjalan lagi mencari di perpustakaan. Biasanya disana Assandi selalu nongkrong dengan para buku.

Tetapi tetap sama, di perpustakaan Assandi juga tidak ada.

"Kemana ya dia."

Airin berjalan lagi menuju kantin. Dan benar saja, disana dia menemukan Assandi yang duduk di bangku paling pojok.

"Akhirnya ketemu."

Airin berjalan menghampirinya, disana Assandi sudah menikmati makanannya sambil membaca jurnal di ponselnya.

"Mas, maaf ini kotak bekalnya tadi ketinggalan di taman."

Airin mengulurkan tangannya yang terdapat kotak bekal berbentuk bola.

Namun Assandi hanya diam tidak menjawabnya. Dia tetap asik menikmati makanannya dan pandangannya masih fokus membaca jurnal.

Airin duduk di depan Assandi, dia menatap suaminya itu dengan lembut.

Matanya juga beralih menatap makanan yang di makan suaminya.

Hati Airin sangat sedih melihat Assandi sudah makan makanan dari Kantin.

Padahal dirinya sudah memasakkan untuknya persis seperti masakan yang sekarang dia makan.

"Mmm, mas ini bekalnya bagaimana?"

Assandi menoleh menatap tajam Airin. Perempuan itu terkejut melihat Assandi menatapnya begitu.

Dia menunduk takut jika Assandi sudah berwajah serius seperti itu.

Assandi membereskan barang bawaannya dan berdiri meninggalkan Airin sendirian.

Airin menatap nanar kepergian Assandi. Dia sangat sedih sikap dingin suaminya itu tidak pernah berubah.

Ini makanannya bagaimana ya, sangat mubazir jika di buang. - Batinnya.

Airin mengedarkan pandangannya untuk mencari solusi.

Dia menatap kakak kelas yang pernah membantunya saat jatuh di depan gerbang.

Airin menghampiri laki-laki itu untuk membagikan bekal Assandi yang tidak dimakan.

"Permisi kak, apakah saya boleh duduk disini?" Tanya Airin pelan.

Laki-laki itu menatap Airin sebentar, "Ya."

"Terima kasih kak."

Airin menatap kakak kelasnya itu sangat menikmati makanan yang di pesan dari Kantin.

"Kakak tidak makan nasi?" Tanya Airin yang melihat seniornya itu hanya memakan mie instan.

"....."

Tetapi kakak kelasnya itu tidak menjawab, dia terus menikmati makanannya.

Airin meremas jemarinya grogi, dia takut kakak kelasnya itu akan menolak tawaran baiknya.

"Mm, Kak Mario saya ada dua bekal. Ini sangat banyak saya tidak bisa memakannya sendiri."

"Kalau satunya lagi saya kasih ke kakak mau?" Lanjutnya.

Mario kakak kelasnya itu menoleh menatap datar Airin. Dia meletakkan garpu yang dipegangnya.

"Kalau tau makannya sedikit, kenapa harus bawa banyak-banyak."

"Buang-buang makanan saja." Lanjut Mario sambil kembali memakan mie instannya.

Airin menunduk sedih, karena kenyataannya bekal satunya lagi bukan miliknya.

"Ini untuk kakak saja, saya masih ada satu. Jangan makan mie terus kak, tidak baik untuk kesehatan." Jelas Airin.

Mario menghela napas kesal, dia meletakkan garpunya di meja dengan keras.

Brakkkk....

Airin terlonjak kaget, semua siswa yang ada di kantin juga ikutan kaget.

Semua mata menatap bingung ke aran Airin dan Mario.

"Denger ya, nggak usah kamu sok menasehati aku, ini adalah tubuhku dan hidupku. Jadi jangan sekali-sekali berkata begitu lagi di depanku."

"I-iya kak, ma-maaf."

Mario berdiri sambil meraih salah satu kotak bekal yang dibawa Airin.

Dia berjalan menjauhi Airin menuju tempat sampah. Dibuangnya kotak bekal itu ke dalam sana.

Airin terkejut dengan perlakukan seniornya. Dia mengira Mario adalah seniornya yang baik seperti saat dia menolong dirinya yang jatuh di depan gerbang.

Tapi ternyata dia sama saja seperti semua siswa yang ada di sekolahan.

Tidak ada yang mau berdekatan dengannya. Bahkan menyapanya saja tidak ada satupun.

Mata Airin berkaca-kaca ingin menangis. Dia menunduk untuk menyembunyikan air matanya yang sudah menetes.

Semua orang menghindariku tanpa sebab. Aku bahkan tidak tau kenapa alasannya. - Batin Airin.

Dia kemudian berdiri berjalan menuju tempat sampah yang ada kotak bekalnya.

Diambilnya kotak bekal itu dan diusapnya pelan. Karena sudah tercampur dengan kotoran dari dalam tong sampah.

Airin mengusap pipinya pelan karena air matanya sudah mengalir begitu saja.

Dia menarik napas dalam agar tidak terlihat habis menangis saat di dalam kelas.

sedangkan di balik dinding pintu masuk kantin, ada seseorang yang mengawasinya.

Orang itu siswa laki-laki bertubuh atletis, tinggi dan memiliki raut wajah yang tampan.

Dia melihat sedih ke arah Airin yang memungut kembali kotak bekalnya dari tong sampah.

Kakinya ingin berjalan mendekati tetapi tidak bisa. Dia masih merasa gengsi jika bertemu Airin dan dilihat banyak siswa disana.

"Kamu yang sabar ya Rin." Gumamnya.

Dia kemudian berbalik badan meninggalkan kantin dan Airin yang masih merasa sedih menatap kotak bekal miliknya.

Selalu Di Abaikan

Kring...

Kring...

Kring...

Bel pulang sekolah berbunyi, semua murid berhamburan keluar untuk segera pulang.

Airin merapikan buku-bukunya dan dimasukkan ke dalam tas.

Dia berjalan menghampiri Assandi yang masih duduk di bangkunya.

"Mas, ayo pulang bareng." Ajak Airin.

Namun Assandi hanya diam tidak menjawab istrinya itu.

Airin perlahan duduk di kursi sebelah Assandi. Dia menatap lembut suaminya.

"Mas, lagi ap-..."

Ucapan Airin terhenti karena Assandi sudah berdiri memakai tasnya dan pergi meninggalkannya sendiri di kelas.

Hati Airin sangat sedih selalu diabaikan Assandi seperti ini.

Belum sempat untuk berbasa basi suaminya selalu menghindarinya terlebih dahulu.

"Nggak papa Airin, mungkin dia sangat lelah." Batinnya menguatkan hatinya.

Dia kemudian berjalan keluar menyusul Assandi di parkiran.

Disana dirinya bisa melihat Assandi yang sedang asik mengobrol dengan siswa perempuan.

Airin tahu siapa yang sedang berbicara dengan suaminya.

Dia adalah cinta pertama Assandi dari bangku sekolah dasar hingga sekarang.

Airin mengusap dadanya yang merasa sakit melihat Assandi bisa tertawa bahagia disana.

"Dia sangat tampan jika tertawa seperti itu."

"Tapi kenapa jika bersamaku, aku tidak bisa melihat tawanya." Lanjutnya.

Airin memiliki ide, dia akan mengabadikan tawa bahagia dari suaminya itu.

Dirinya merogoh saku kemejanya untuk mengambil ponsel miliknya.

Ponsel murah yang hanya bisa digunakan untuk Chatting dan berfoto saja.

Jika dia ingin mengerjakan tugas dari internet. Maka dia akan meminta izin untuk meminjam laptop Assandi.

Meski harus menunggu suaminya itu selesai menggunakannya terlebih dahulu.

"Sangat tampan." Gumamnya sambil mengusap foto Assandi di ponselnya.

Airin kembali menatap depan tetapi sudah tidak terdapat suaminya dan perempuan yang bersamanya.

Dia berjalan keluar menuju parkiran, melihat kesekelilingnya untuk mencari keberadaan Assandi.

Dan benar saja suaminya itu sudah pergi meninggalkannya berboncengan dengan cinta pertamanya.

Airin sangat sedih melihat itu, apalagi perempuan itu memeluk Assandi erat.

"Bahkan aku istrinya tidak pernah sekalipun merasakan itu."

Airin menunduk sedih, dia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan melanjutkan perjalanannya.

Di depan gerbang dia melihat Mario yang sedang menunggu bus.

Airin tersenyum menghampiri kakak kelasnya itu. Dia ingin meminta maaf atas kejadian di Kantin.

"Kak Mario." Panggilnya pelan.

Mario menoleh sekilas dan kembali fokus dengan ponselnya.

"Kakak sedang menunggu bus juga?"

"Ya." Jawab Mario singkat.

Airin tersenyum mendengarnya, "Saya boleh bareng sama kakak ikut naik bus?"

"Terserah." Jawab Mario ketus.

Dia sama sekali tidak melihat ke arah Airin. Pandangannya terus melihat ponselnya yang berisi komik kesukaannya.

Sedangkan Airin menatap sayu Mario karena sangat bersikap dingin kepadanya.

Dia kembali ingin mengajak ngobrol Mario. Untuk meminta maaf atas kejadian di kantin.

Tapi niatnya itu dia tahan karena ada teman Mario yang datang menghampirinya.

"Kok lo masih disini?" Tanya teman Mario berambut ikal.

"Iya nih, bersama dia lagi." Sahut teman Mario bertubuh kurus.

"Dia sendiri yang datang kesini." Jawab Mario dingin.

Airin menatap mereka sedikit takut. Karena teman-teman Mario ini terlihat tidak menyukainya.

"Lo jangan sampai seperti Assandi, kena hipnotis dia dan akhirnya menikahinya di usia muda." Jelas teman Mario bertubuh kurus.

Hati Airin terasa nyes, mendengar ucapan dari kakak kelasnya itu.

Dia tidak menyangka jika semua warga sekolah seperti itu cara memandangnya menikah dengan Assandi.

"Bener Yo, dia itu wanita licik. Suka mencari cowok tampan dan kaya raya, persis seperti lo ini." Sahut teman Mario berambut ikal.

Airin menunduk malu mendengar semua ucapan itu. Padahal dirinya tidak bermaksud begitu.

Dia menikahi Assandi ada sebabnya, karena kakek Assandi yang memintanya untuk menikahi cucunya.

Tapi semua orang sudah termakan gosip negatif tentang dirinya.

"Udahlah, nggak usah kalian kasih tau aku juga udah tau sendiri." Jawab Mario.

Tin...

Tin...

Tin...

Klakson bus sudah terdengar dekat, para siswa yang berkumpul di halte depan sekolah segera merapat untuk menaiki bus.

Begitu juga Airin yang segera bersiap untuk naik. Tapi saat bus sudah berhenti, banyak siswa yang mendorongnya agar dia tidak bisa naik lebih dulu.

Airin sangat kesusahan karena berdesakan dengan yang lainnya.

"Awasss dongg, kamu itu bikin sempit pintu masuk aja." Omel salah satu siswi.

Airin terdiam mendengar suara itu, dia akhirnya berhenti untuk tidak ikut naik.

Dia akan menunggu sampai semua siswa sudah naik ke dalam bus.

Dirinya mundur sedikit memberi ruang untuk para siswa yang ingin naik.

Saat dirasa sudah sepi, dia baru ingin menaiki bus. Tapi kernet bus menghentikannya.

"Maaf neng, bus nya sudah penuh. Kalau kamu ingin masuk juga, yang ada kamu gelantungan di pintu."

Airin terkejut mendengar itu, dia menatap ke dalam bus dan benar.

Disana sudah sesak penuh dengan penumpang. Akhirnya dia mengangguk memahami ucapan dari kernet bus.

Airin berjalan kembali menuju halte, dia akan menunggu kedatangan bus selanjutnya.

Dirinya duduk sendirian dengan santai di sana sambil menikmati awan hitam yang sudah menyelimuti bumi.

"Sudah mendung, sebentar lagi akan hujan."

"Tapi aku masih disini belum ada bus lagi yang lewat."

Airin menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat apakah ada kendaraan yang lewat.

Tetapi nihil jalanan sangat sepi tidak ada satupun kendaraan yang lewat.

Dia mengambil ponselnya mencoba menghubungi Assandi untuk menjemputnya.

Tapi panggilannya itu tidak dijawab satupun oleh Assandi.

Dia sudah menghubungi hingga dua puluh kali. Tetapi tetap sama tidak ada jawaban dari suaminya.

"Aku takut akan di marahi mama juga jika pulang terlambat."

Airin menghela napas lelah, dia bingung harus pulang dengan apa. Karena sekarang hujan sudah mengguyur kota.

"Apa aku berlari saja menerjang hujan ya. Baiklah aku akan melakukannya."

Akhirnya dia berlari hujan-hujanan nekat membuat dirinya basah kuyup.

Dia juga lupa membiarkan tasnya basah yang di dalamnya banyak buku pelajarannya.

Karena dia takut jika masih berada disana terlalu lama, dirinya tidak akan segera pulang.

Sebab mertuanya akan sangat marah jika melihatnya pulang terlambat.

Apalagi belum menyiapkan makanan untuk makan malam keluarga.

Dia tempuh air hujan yang cukup deras dan jarak ke rumahnya yang sangat jauh.

Airin sudah tidak perduli itu, yang terpenting sekarang dirinya bisa segera sampai rumah.

Duarrrr....

Duarr....

Suara petir menyambar menyelimuti langit. Airin sangat takut mendengarnya.

Tapi apalah daya, dia tidak bisa berhenti karena percuma tubuhnya sudah basah kuyup.

Ditambah lagi angin sangat kencang membuat suasana terasa dingin.

Tubuh Airin sudah menggigil kedinginan, dia membawa jaket tapi percuma juga karena semuanya sudah basah terkena air hujan.

Akhirnya dia berhenti berlari dan berjalan santai memeluk tubuhnya sendiri.

Saat melewati pohon besar, dia terjatuh dan tertimpa ranting pohon.

Kakinya kesakitan karena ranting pohon itu cukup berat baginya.

"Aawww, iisshhh sakit sekali." Rintihnya.

Dia berusaha memindahkan ranting pohon itu dari kakinya.

Rasanya sangat perih dan ngilu karena kakinya sudah merah lebam dan berdarah akibat gesekan dari ranting tadi.

"Aawww, ini sakit sekali. Aku akan susah berjalan, apalagi rumah masih jauh."

Airin mencoba berdiri sekuat tenaga, dia merasakan ada sorot lampu mobil dari belakangnya.

Dia melambaikan kedua tangannya untuk meminta bantuan tumpangan ke rumah.

Tetapi mobil itu tidak berhenti dan tetap berjalan melewatinya.

Sopir yang mengendarai mobil tadi melirik sekilas keluar jendela dan menatap anak majikannya yang fokus bermain ponsel.

"Den, tadi ada orang kehujanan. Sepertinya minta tumpangan gratis."

"Jangan sembarang orang kamu beri tumpangan pak, nanti papa dan mama akan marah." Jelasnya.

Sopir itu mengangguk paham dan melajukan mobilnya dengan cepat. Karena hujan semakin lebat menutupi jarak pandang.

Airin sangat sedih melihat mobil mewah itu malah semakin laju jalannya.

Dia merasa semua orang hari ini mengabaikannya meski dalam keadaan sulit seperti sekarang.

Bahkan suaminya sendiri tidak bisa dihubungi untuk meminta bantuan.

Airin hanya bisa pasrah berjalan gontai menahan rasa sakit di kakinya.

Dia dengan sabar akan menikmati ujian hidupnya ini. Meski ujiannya selalu ada bahkan sangat banyak untuknya.

Sakit

Airin terengah-engah sesampainya di rumah. Dia membuka pelan pintu gerbang dengan tubuh basah kuyup.

Kakinya gemetar untuk berjalan dan tangannya menggigil memeluk tubuhnya yang kedinginan.

Di dalam rumah mama mertuanya sudah berkacak pinggang melotot melihatnya.

"Darimana saja kamu!!! Jam segini baru pulang!!!" Teriak Rosalina Mama mertuanya.

Airin tersentak mendengar suara Rosalina yang menggelegar memenuhi ruang tamu.

Semua keluarga di rumah itu berjalan keluar menuju mereka yang masih saling menatap.

"Ada apa sih ma marah-marah." Sahut Fandi Ayah mertua Airin.

Fandi melihat tubuh Airin basah kuyup dan kaki terluka. Dia menggeleng pelan menghampiri mereka.

"Kamu kenapa bisa seperti itu? Apa kamu tidak bisa naik bus?" Tanya Fandi.

Airin menggeleng pelan mengatur tubuhnya yang kedinginan.

"Ma-maaf ma, pa, sa-saya ter-lambat pu-pulang." Jawab Airin menggigil.

"Pasti kamu keluyuran kan!! Dasar perempuan tidak tau diri. Sudah ditampung disini malah seenaknya saja keluyuran di luar."

"Eng-enggak ma, sa-saya tidak ber-main. Sa-saya, me-nunggu bus ti-tidak ada."

"Halah alasan!!!"

"Ada apa sih ma?" Tanya Assandi yang baru turun dari kamarnya.

Airin menatap Assandi sendu, dia dari tadi menghubungi suaminya itu tapi tidak dijawab.

Sekarang suaminya sudah bersih dan rapi di rumah. Sedangkan dia harus berjuang kehujanan untuk sampai ke rumah.

Mata Airin dan Assandi saling bertemu, mereka menatap cukup lama sebelum Assandi berjalan menuju dapur untuk minum.

"Sudahlah, kamu sekarang bersih-bersih. Setelah itu segera buatkan makanan untuk kami." Ucap Fandi.

Airin mengangguk lemas dan berjalan gontai menuju kamarnya.

Dia berjalan dengan salah satu kaki diseret karena sakit akibat tertimpa ranting pohon.

Assandi bisa melihat Airin yang berjalan menyeret kakinya. Dia menatap kaki istrinya itu penuh luka lebam dan bekas darah.

Dahinya mengeryit bingung kenapa kaki Airin bisa sampai seperti itu.

Airin masuk ke kamar mandi dengan tubuh lemas. Saat ini dirinya ingin sekali mandi dengan air hangat.

Tetapi kamar mandi di kamarnya tidak terdapat saluran air hangat.

Dia menghela napas lelah, terpaksa dirinya harus mandi dengan air dingin.

"Awww, sakit banget." Rintihnya saat air membasahi kakinya.

Dia mengusap pelan luka di kakinya. Hampir satu jam dia membersihkan diri dan berdandan.

Kini saatnya dia keluar kamar untuk membuatkan makanan keluarganya.

Disana dia bisa melihat semua orang sudah berkumpul di meja makan dengan menatap ponselnya masing-masing.

Airin berjalan melewatinya untuk segera menuju dapur. Dia membuka kulkas mengambil semua bahan makanan.

Semua bahan sudah habis, tinggal ini saja. Besok aku masih sekolah untuk pergi ke pasar. - Batinnya.

Airin menghela napas bingung, dia harus bagaimana besok untuk membeli bahan-bahan makanan.

Karena pasar tradisional dari rumahnya sangatlah jauh. Belum juga dia harus pergi ke sekolah yang jaraknya tidak searah dengan pasar.

"Lama banget sih!!! Udah lapar ini aku." Teriak Dania adik iparnya.

Airin berdiri menatap mereka yang sudah memasang wajah marah.

Perasaannya merasa tidak nyaman jika mereka sudah menatapnya seperti itu.

"Ba-baik, saya akan memasaknya." Jawab Airin buru-buru.

Dia kemudian segera menyalakan kompor dan menyiapkan peralatan masak.

Airin dengan lihai memulai masak sangat cepat. Karena ini sudah menjadi makanannya setiap hari.

Yang harus menyiapkan untuk satu keluarga. Bahkan dirinya sendiri makan terakhir setelah mereka semua selesai makan.

"Hah, males banget kelamaan. Aku mau pesen online aja." Ujar Dania berjalan meninggalkan meja makan.

Begitu juga Rosalina mama mertuanya yang berdiri meninggalkan meja makan.

"Sama, mending mama pesan makanan restauran enak-enak." Ketusnya.

Airin menunduk sedih menatap masakanannya. Dia sudah hampir selesai menyiapkan makanan.

Tetapi anggota keluarga mertuanya malah pergi satu persatu meninggalkannya.

Tanpa sedikitpun menghargai usahanya untuk memasak makan malam.

Airin menarik napas pelan menetralkan degup jantungnya yang kencang.

Dia merasa sakit mendengar ucapan dari mereka. Tapi sebisa mungkin dia akan menahan rasa sakit ini untuk membalas kebaikan kakek Assandi.

Airin berjalan menuju meja makan yang hanya tersisa Assandi yang sedang membaca buku.

Hati Airin sangat deg-deggan jika berdekatan dengan suaminya ini.

"Mas, ini makanannya."

Airin menata semua makanan di atas meja. Dia juga mengambil satu piring untuk diberikan kepada Assandi.

Tetapi laki-laki itu hanya diam tidak menatap Airin sama sekali.

Bahkan dirinya juga tidak menghiraukan sepiring makanan yang sudah disiapkan oleh Airin.

"Mas makan dulu, nanti keburu dingin."

Assandi tetap tidak menjawabnya, dia masih sibuk dengan buku pelajaran sains yang ada di depannya.

Airin menghela napas pelan, dia menyentuh lembut tangan Assandi.

Tapi...

Perbuatan baiknya itu ditepis mentah-mentah oleh Assandi. Dia sangat terkejut dengan tingkah suaminya.

Tangannya merasa sakit karena tepisan dari Assandi yang cukup kasar.

"Ma-maaf mas, ini makanan mas. Saya hanya ingin memberikan ini."

Mata Assandi menatap tajam ke arahnya. Membuat Airin menciut ketakutan tidak bisa berkutik sama sekali.

Dia menunduk lemas menahan perasaannya yang sangat kacau.

"Jangan coba-coba menyentuhku. Paham!!!" Bentak Assandi.

Airin kaget dengan suara bentakan suaminya itu. Ini pertama kalinya Assandi berbicara dengannya setelah pernikahan mereka.

Karena selama bertemu pertama kali dia tidak pernah bicara sekalipun dengannya.

Bahkan tersenyum pun tidak pernah ditujukan kepadanya.

Airin merasa dirinya sangat hina dimata Assandi. Karena sama sekali tidak pernah disentuhnya setelah pernikahan.

Bahkan Airin ingin masuk ke dalam kamar Assandi tidak bisa.

Karena laki-laki itu menguncinya dari luar agar Airin tidak bisa masuk.

Maka dari itu dia tidak pernah tahu apa isi di dalam kamar Assandi.

Sekarang, Airin hanya bisa diam menangis menatap punggung Assandi yang sudah menaiki tangga.

Sama seperti biasanya, dirinya hanya sendiri dengan kehampaan di hidupnya.

Airin mencoba berdiri memunguti semua makanan di meja untuk dimasukkan ke dalam kulkas.

Dia terpejam meratapi semua masakan yang telah dia buat masih utuh tidak ada yang menyentuh.

Padahal dirinya sudah sekuat tenaga menahan sakit disekujur tubuhnya untuk bisa segera memasak.

Tapi sekarang, semua orang tidak peduli dengan keadaannya. Bahkan hasil masakannya pun tidak ada yang menghargai.

Airin terisak pelan meratapi hidupnya yang semakin pedih.

Dia tidak menyangka jika pernikahan yang dia impikan ternyata membuat hidupnya menderita.

"Hiks, hiks, aku bahkan tidak pernah sedikitpun ingin menyakiti seseorang. Tapi kenapa semua orang menyakitiku. Hiks, hiks."

Tubuhnya ambruk bersandar pada pintu kulkas. Dia masih terus terisak melepaskan semua perih di hatinya.

"Sampai kapan semua ini akan seperti ini. Apakah aku bisa terus kuat bertahan disini? Hiks, hiks."

Tangannya mengusap pipinya yang sudah basah, matanya sangat sembab akibat menangis.

Tubuhnya terasa sakit dan pegal-pegal semua. Tangannya pun bergetar hebat karena menahan rasa sakit itu.

Dia mencoba berjalan menuju kamarnya, ingin merebahkan diri di tempat tidur.

Kerena kelelahan dia akhirnya terlelap seketika hingga lupa menutup pintu kamarnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!