NovelToon NovelToon

Bangkitnya Lady Antagonis

Bab 1

Karin menutup novel tebal di tangannya dengan frustrasi. Mata lelahnya menatap kalimat terakhir yang penuh tragedi: "Seraphina Ashbourne, sang wanita cantik yang dikutuk karena keserakahannya, meregang nyawa di tiang eksekusi, tanpa seorang pun yang menangis untuknya."

Ia menghela napas panjang. Sebagai editor, ia menyukai kompleksitas cerita, tetapi kali ini ia tidak bisa memaafkan nasib tragis Lady Seraphina. Antagonis itu memang arogan dan manipulatif, tetapi apakah benar dia layak mati seperti itu?

"Sungguh tidak adil," gumamnya. "Kalau aku jadi Seraphina, aku akan mencari jalan lain. Menghindari drama dengan Pangeran Leon dan hidup damai."

Mata Karin terasa berat. Ia tertidur di sofa kecil di apartemennya, ditemani aroma kopi dingin dan suara hujan di luar jendela.

---

Ketika Karin membuka matanya, hal pertama yang ia rasakan adalah dinginnya udara pagi. Selimut tebal membungkus tubuhnya, dan aroma mawar yang asing menyeruak ke hidungnya. Ia bangkit perlahan, tetapi pemandangan di sekitarnya membuatnya tercengang.

Kamar itu terlalu megah untuk menjadi apartemen kecilnya-dindingnya dihiasi wallpaper emas, cermin besar berdiri di sudut ruangan, dan chandelier kristal menggantung di langit-langit tinggi.

"Apa-apaan ini?!" Karin berteriak kecil, suaranya terdengar asing.

Ia melompat dari tempat tidur dan berlari ke cermin besar. Wajah yang menatap balik bukanlah wajahnya. Rambut panjang pirang bergelombang yang berkilau, mata biru seperti permata safir, dan kulit seputih porselen. Itu bukan dirinya-itu Lady Seraphina Ashbourne, antagonis dari novel yang semalam ia baca!

Karin terhuyung ke belakang, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Ia mencubit pipinya, berharap ini semua hanya mimpi. Tapi rasa sakit yang tajam membuktikan sebaliknya.

"Jadi... aku terjebak di dalam novel?" Ia merosot ke lantai, jantungnya berdetak kencang.

---

Setelah beberapa jam merenung dan mencoba menenangkan diri, Karin mulai mengingat detail cerita. Lady Seraphina Ashbourne adalah wanita bangsawan yang dikenal kejam dan arogan. Di novel, ia terobsesi pada Pangeran Leon, pewaris tahta kerajaan, dan mencoba menjauhkan sang pangeran dari Lady Elara, tokoh utama cerita. Namun, obsesinya berujung pada kehancuran-Seraphina dihukum mati atas tuduhan pengkhianatan.

"Jadi aku terjebak dalam tubuh seorang antagonis yang hidupnya penuh masalah... dan berakhir mati?" Karin mendesah panjang.

Tapi ia tidak akan menyerah begitu saja. Jika ia tahu alur cerita, maka ia juga tahu cara untuk menghindari akhir tragis Seraphina.

---

Hari pertamanya sebagai Seraphina dimulai dengan panggilan dari pelayan pribadi, Maria.

"Lady Seraphina, Anda harus bersiap untuk pesta kerajaan malam ini," kata Maria dengan nada hormat.

"Pesta kerajaan?" Karin langsung panik. Ia ingat betul bahwa ini adalah awal dari semua konflik. Di pesta itu, Seraphina bertemu Pangeran Leon dan mulai obsesinya. Tetapi Karin tidak akan membiarkan sejarah berulang.

"Aku tidak akan datang," ujar Karin tegas.

Maria menatapnya dengan mata terbelalak. "Tapi, Nona, jika Anda tidak datang, reputasi Anda akan-"

"Biarkan saja reputasiku buruk," potong Karin. "Aku sedang tidak sehat."

Namun, rencana untuk menghindari pesta berantakan ketika ayah Seraphina, Duke Ashbourne, mengancam akan menarik dukungannya terhadapnya jika ia tidak hadir. Dengan berat hati, Karin akhirnya memutuskan untuk pergi.

---

Saat tiba di pesta, ia berusaha bersikap sesederhana mungkin. Ia memakai gaun biru muda yang sederhana, jauh berbeda dari gaun mencolok yang biasa dikenakan Seraphina. Ia memilih berdiri di sudut ruangan, berharap tidak menarik perhatian.

Namun, harapannya hancur ketika pintu aula besar terbuka, dan seorang pria muda masuk dengan aura karismatik yang kuat. Pangeran Leon.

Mata mereka bertemu sesaat, dan Leon menatapnya dengan rasa ingin tahu yang dalam. Karin langsung memalingkan wajah, tetapi jantungnya berdetak kencang.

"Dalam cerita asli, inilah momen di mana Seraphina mulai terobsesi pada Leon," pikir Karin. "Tapi kali ini aku akan memastikan hal itu tidak terjadi!"

Namun, seolah takdir ingin menguji tekadnya, Leon berjalan ke arahnya, tersenyum hangat, dan berkata, "Lady Seraphina, aku tidak menyangka kau terlihat begitu... berbeda malam ini."

Karin terdiam. Ia tahu saat itu, apa pun yang terjadi, takdir novel ini tidak akan semudah itu ia ubah.

"Lady Seraphina, aku tidak menyangka kau terlihat begitu... berbeda malam ini."

Kata-kata Pangeran Leon menggema di telinga Karin, membuatnya ingin kabur saat itu juga. Dalam cerita asli, momen ini adalah awal kehancuran Seraphina-di mana obsesinya terhadap Leon semakin dalam. Tapi Karin bukan Seraphina. Ia tidak tertarik pada pria tampan ini, apalagi mengacaukan takdirnya.

Karin memaksakan senyum kecil, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdetak kencang. "Terima kasih atas perhatian Anda, Yang Mulia. Namun, saya rasa saya harus pergi."

Ia membungkuk sopan, lalu berbalik, berharap bisa menghilang di tengah keramaian pesta. Namun sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, suara Leon kembali memanggilnya.

"Apakah aku mengatakan sesuatu yang membuatmu tidak nyaman, Lady Seraphina?"

Karin berhenti, menggigit bibirnya. Dalam cerita asli, Seraphina akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendekati Leon. Tapi sekarang, Karin justru merasa seperti tikus yang tertangkap basah. Ia tidak bisa bersikap terlalu kasar, tapi ia juga tidak boleh menarik perhatian lebih.

"Bukan begitu, Yang Mulia," katanya, berbalik perlahan. "Saya hanya merasa sedikit lelah."

Leon menatapnya dengan alis terangkat, seolah menganalisis setiap gerakannya. Ada rasa penasaran di matanya, yang membuat Karin semakin gelisah. Kenapa dia terlihat lebih tajam daripada yang aku bayangkan di novel? pikirnya.

---

Setelah berhasil menghindar dari Leon, Karin menghela napas lega. Namun, masalah belum selesai. Di sudut lain aula pesta, ia melihat sosok yang langsung dikenalnya-Lady Elara, tokoh utama cerita.

Elara berdiri dengan anggun, mengenakan gaun putih yang dihiasi berlian kecil. Senyumnya begitu memikat, dan aura lembutnya membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya. Tapi bagi Karin, Elara bukanlah pahlawan sempurna seperti yang digambarkan di novel. Ia melihat kilatan ambisi di mata wanita itu, sesuatu yang tidak pernah ia sadari sebelumnya.

"Lady Seraphina," sapa Elara dengan senyuman lebar. "Aku senang kau bisa datang malam ini."

Karin memaksakan senyum. "Tentu saja, Lady Elara. Kehadiranmu membuat malam ini semakin indah."

Elara tertawa kecil, tapi ada sesuatu dalam tawa itu yang membuat Karin merinding. "Kau terdengar sangat sopan hari ini. Apa ada yang terjadi?"

Oh, hebat. Bahkan Elara merasa aku berbeda. Karin menelan ludah, lalu mencoba mengalihkan pembicaraan. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menikmati malam ini dengan tenang."

Tapi sebelum ia sempat melarikan diri, Elara menambahkan, "Aku harap kau tidak keberatan jika aku meminta sedikit waktu Pangeran Leon malam ini. Aku yakin dia pasti akan sangat senang berbicara denganmu."

Apa? Apa maksudnya?! Karin bingung. Di novel, Elara selalu bersikap baik, tapi kini kata-katanya terdengar seperti ancaman halus. Karin hanya bisa tersenyum kaku sebelum akhirnya berlalu.

---

Malam itu, Karin menyadari satu hal penting. Novel ini tidak sepenuhnya seperti yang ia baca. Ada detail-detail kecil yang berbeda, ada kepribadian yang terasa lebih kompleks, dan yang terburuk-semua orang tampaknya memiliki agenda tersembunyi.

Ketika pesta akhirnya berakhir, Karin berdiri di balkon, menatap bulan yang bersinar di langit malam. Ia mengepalkan tangannya, memutuskan sesuatu.

"Aku tidak peduli bagaimana alur cerita ini seharusnya berjalan. Aku akan bertahan hidup. Aku tidak akan mati seperti Seraphina."

Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa mengubah takdir novel ini tidak akan semudah yang ia bayangkan.

Bab 2

Bab 2: Jalan yang Tak Tertulis

Karin terbangun keesokan paginya dengan rasa lelah yang luar biasa. Pesta tadi malam meninggalkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Lady Elara ternyata jauh lebih manipulatif daripada yang ditunjukkan di novel, dan Pangeran Leon tampaknya memiliki ketertarikan yang tidak semestinya pada dirinya.

Ia duduk di depan meja rias besar, menatap wajah cantik Lady Seraphina yang memantul di cermin. "Apa sebenarnya yang terjadi di dunia ini? Kenapa segalanya terasa lebih rumit daripada versi buku?" gumamnya.

Belum sempat ia merenung lebih jauh, pintu kamarnya diketuk. Maria, pelayan pribadinya, masuk sambil membawa nampan berisi sarapan.

“Lady Seraphina, Tuan Duke meminta Anda untuk datang ke ruang kerja beliau pagi ini,” kata Maria dengan sopan.

Karin menghela napas panjang. Dalam novel, hubungan Seraphina dan ayahnya, Duke Ashbourne, jauh dari hangat. Duke itu adalah pria dingin yang hanya peduli pada reputasi keluarga, bukan kebahagiaan putrinya.

“Baiklah, aku akan segera ke sana,” jawab Karin akhirnya.

---

Di ruang kerja Duke Ashbourne, suasana terasa menekan. Sang Duke duduk di balik meja besar yang dipenuhi dokumen, tatapannya tajam. Karin berdiri di hadapannya, mencoba menahan rasa gugup.

“Aku mendengar bahwa kau bertindak... tidak biasa tadi malam,” katanya tanpa basa-basi.

“Apa maksud Ayah?” Karin mencoba menjaga suaranya tetap tenang.

“Pangeran Leon terlihat tertarik padamu. Itu hal baik, tapi sikapmu yang terlalu diam malah membuat orang berbicara,” kata sang Duke. "Kau tahu bahwa posisi keluarga kita bergantung pada bagaimana kau membawa dirimu di hadapan kerajaan."

Karin menghela napas pelan. Dalam novel, Duke Ashbourne mendorong Seraphina untuk terus mendekati Pangeran Leon demi kepentingan politik keluarga. Namun, itu justru mempercepat kehancurannya. Kali ini, ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

“Maafkan aku jika mengecewakan Ayah,” katanya. “Namun, aku tidak yakin mendekati Pangeran Leon adalah langkah terbaik. Ada cara lain untuk menjaga nama baik keluarga kita.”

Duke Ashbourne memandangnya tajam, tapi Karin tidak mundur. Baginya, menghindari keterlibatan dengan Pangeran Leon adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri.

---

Setelah percakapan tegang itu, Karin memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman belakang. Ia butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya. Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama.

“Lady Seraphina,” sebuah suara berat memanggilnya dari belakang.

Karin menoleh, dan di hadapannya berdiri seorang pria berambut hitam dengan aura dingin. Mata abu-abu tajamnya menatap lurus padanya, seolah menilai setiap inci dirinya. Ia mengenakan jubah gelap dengan lambang keluarga Ravenshade di dadanya. Karin langsung mengenalinya—Duke Cedric Ravenshade, musuh politik keluarga Ashbourne.

“Duke Ravenshade,” jawab Karin dengan suara setenang mungkin.

Dalam novel, Cedric adalah tokoh pendukung misterius yang membantu Elara melawan Seraphina. Namun, Karin tidak mengingat adanya interaksi langsung antara Cedric dan Seraphina pada titik ini dalam cerita.

“Kuakui, aku tidak menyangka bisa bertemu langsung dengan wanita yang sering dibicarakan di istana,” kata Cedric, suaranya dingin namun penuh rasa ingin tahu.

Karin merasakan tekanan yang aneh dari ucapan Cedric, tetapi ia tidak menunjukkan kegugupan. "Semoga apa yang Anda dengar tidak hanya rumor kosong," balasnya dengan senyum tipis.

Cedric mengangkat alis, tampak terkejut oleh jawabannya. "Menarik. Kau tidak seperti yang kubayangkan."

Karin hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Ia tidak tahu apa tujuan Cedric, tetapi ia sadar bahwa pria ini tidak boleh diremehkan.

“Semoga kita bisa berbicara lebih banyak di lain waktu,” kata Cedric sebelum pergi, meninggalkan Karin dengan berbagai pertanyaan.

---

Malam harinya, Karin duduk di kamarnya, mencoba menghubungkan semua kejadian hari itu. Duke Ashbourne yang mendesaknya, Pangeran Leon yang terlihat tertarik, Lady Elara yang tampaknya menyembunyikan sesuatu, dan kini Duke Cedric yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya.

"Novel ini tidak hanya tentang cinta segitiga. Ada intrik yang lebih besar," pikirnya. Ia sadar bahwa ia tidak hanya perlu menghindari nasib tragis Seraphina, tetapi juga harus berhati-hati agar tidak terseret dalam konflik politik yang berbahaya.

Namun, sebuah ketukan di jendela kamar membuatnya tersentak. Ketika ia membuka tirai, ia menemukan sebuah surat yang diikat dengan pita hitam tergantung di sana. Tidak ada tanda pengirim, tetapi kata-kata di surat itu membuatnya merinding:

"Jangan berpikir kau bisa mengubah takdir. Pengkhianatan akan selalu dihukum."

Karin terdiam lama setelah surat misterius itu terjatuh di tangannya. "Pengkhianatan akan selalu dihukum." Kata-kata itu terus berputar-putar di benaknya. Surat itu tampaknya mengancam, tetapi yang lebih menakutkan adalah siapa yang bisa menulisnya—dan mengapa mereka tahu tentang dirinya.

Ia membuka surat itu lebih teliti, berharap ada tanda atau petunjuk lain, namun tidak ada apapun selain kata-kata itu. Tidak ada nama, hanya aura misterius yang terasa begitu nyata.

“Ini tidak bisa terjadi sekarang,” bisiknya, mencoba menenangkan diri. “Aku tidak akan terjerumus dalam permainan ini.”

Namun, saat ia menatap cermin lagi, wajah Lady Seraphina yang cantik, namun penuh kecemasan, menatapnya kembali. Seolah memperingatkannya bahwa dia sedang berperang dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya.

---

Keesokan harinya, Karin memutuskan untuk menemui Lady Elara. Dia merasa harus memahami lebih banyak tentang ambisi wanita itu dan apakah Elara berperan lebih besar dalam takdir Seraphina daripada yang terlihat.

Elara sedang duduk di ruang tamu pribadi, dikelilingi oleh buku-buku dan ukiran seni, tampak lebih santai dan anggun dari yang dibayangkan Karin. Ketika Karin masuk, Elara memberi senyum lembut.

"Lady Seraphina, apa kabar hari ini? Aku mendengar ada beberapa pembicaraan di istana tentang tindakanmu kemarin malam."

Karin menahan diri untuk tidak menunjukkan kebingungannya. "Mungkin itu hanya rumor, Lady Elara. Aku hanya merasa sedikit lelah kemarin."

Elara mengangguk, namun ada sesuatu dalam senyumannya yang membuat Karin merasa tidak nyaman. “Tentu saja. Tapi aku merasa... kau dan aku memiliki banyak hal yang bisa dibicarakan.”

Karin duduk di kursi yang disediakan, tetapi perhatian Elara yang terus menerus tertuju pada dirinya membuatnya waspada. Ada ketegangan yang tak terucapkan antara mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar rivalitas sosial.

“Aku mendengar bahwa kau tidak terlalu tertarik dengan Pangeran Leon,” Elara melanjutkan. “Kau tahu, Pangeran Leon adalah kunci bagi masa depan keluarga kita. Jika kau ingin menjaga kehormatan keluarga Ashbourne, kau seharusnya memanfaatkan kesempatan itu.”

Karin menatapnya tajam. Dalam cerita asli, Elara memang bersaing dengan Seraphina untuk mendapatkan perhatian Pangeran Leon, tetapi apakah ini hanya permainan atau ada agenda lebih besar?

“Aku tidak tahu apakah aku ingin menghabiskan waktu dengan Pangeran Leon,” jawab Karin dengan hati-hati. “Terkadang aku merasa... ada hal-hal lain yang lebih penting untuk dipertimbangkan.”

Senyum Elara semakin melebar. “Tentu saja. Tapi jangan sampai kesempatan itu terlewat begitu saja, Lady Seraphina. Waktu sangat berharga, dan masa depan kita sangat bergantung pada pilihan yang kita buat.”

Karin merasa tersudutkan, tetapi ia tahu bahwa sekarang bukan saatnya untuk berkonfrontasi lebih jauh. Jadi ia hanya tersenyum sopan. "Aku akan mempertimbangkannya, Lady Elara."

---

Malam itu, Karin kembali merasa terhimpit oleh takdir yang semakin mendekat. Meskipun ia berusaha menghindari keterlibatan lebih lanjut dengan Pangeran Leon, kenyataannya adalah ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa kehadirannya mulai menarik perhatian lebih banyak orang, baik dari pihak kerajaan maupun dari keluarga bangsawan lainnya.

Tidak hanya Duke Ashbourne yang menekan, tetapi kini Duke Cedric Ravenshade—yang terkesan begitu misterius dan cerdas—juga mulai mengamati gerak-geriknya. Apakah keduanya benar-benar hanya ingin menggunakan Seraphina untuk tujuan mereka, atau ada sesuatu yang lebih besar yang tengah bermain?

Karin teringat percakapan terakhirnya dengan Duke Cedric di taman. “Kau tidak seperti yang kubayangkan,” kata-katanya kembali terngiang di telinganya. Apa maksudnya?

Ia merasa semakin terperangkap dalam dunia yang tidak ia kenal, di mana setiap tindakan harus dipertimbangkan dengan hati-hati, dan setiap kata yang diucapkan bisa berbalik menghancurkan.

Saat itu, sebuah ketukan halus terdengar di pintu kamar tidurnya. Maria, pelayan pribadinya, masuk dengan ekspresi khawatir.

“Lady Seraphina, maaf mengganggu. Ada seseorang yang ingin berbicara dengan Anda di luar. Mereka mengatakan ini sangat penting.”

Karin mengerutkan kening. “Siapa itu?”

Maria tidak sempat menjawab sebelum suara lain terdengar dari luar. “Aku, Pangeran Leon.”

Karin merasa jantungnya berdebar cepat. Pangeran Leon? Mengapa dia datang ke sini, malam-malam begini?

Dengan perasaan campur aduk, Karin berdiri dan membuka pintu.

Pangeran Leon berdiri di luar dengan ekspresi serius. "Lady Seraphina," katanya, suara penuh ketegangan, "Aku ingin meminta waktu beberapa menit dari Anda. Ada sesuatu yang perlu kubicarakan."

bab 3

Bab 3: Pertemuan yang Tidak Terduga

Karin membuka pintu dan berdiri di hadapan Pangeran Leon. Malam itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang aneh dalam cara Pangeran Leon memandangnya—sebuah ketegangan yang tidak ia harapkan. Mata abu-abu muda Pangeran Leon yang biasa cerah kini terlihat lebih gelap, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

"Lady Seraphina," katanya, suara sedikit lebih berat dari biasanya. "Aku berharap aku tidak mengganggu waktu tidurmu."

Karin merasa seolah dunia terhenti sejenak. Ada banyak hal yang harus ia pertimbangkan, tetapi ia tidak bisa menolak undangan itu. Ia mengangguk perlahan, membuka pintu sedikit lebih lebar.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Masuklah." Suaranya terdengar lebih tenang daripada yang ia rasakan.

Pangeran Leon melangkah masuk, menatap sekeliling ruangan dengan mata yang tajam, seolah menilai setiap inci kamar yang tidak terlalu besar itu. Meskipun wajahnya tenang, ada kecemasan yang terpendam di dalam tatapannya. Karin menutup pintu dengan hati-hati dan kembali ke tempat tidurnya, duduk di tepi dengan postur hati-hati.

"Ada apa, Yang Mulia?" Karin bertanya, berusaha mempertahankan nada suaranya yang ramah dan tidak terkesan waspada.

Pangeran Leon menarik napas dalam-dalam dan duduk di kursi yang ada di seberang ranjangnya. "Aku ingin berbicara tentang pesta semalam."

Karin mengerutkan kening, mencoba membaca ekspresi Pangeran Leon. Ia tidak bisa menebak apakah ini pertanda baik atau buruk. "Apa yang ingin Anda bicarakan?"

Pangeran Leon menatapnya dengan intensitas yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. "Kenapa kau menghindariku? Aku pikir kita bisa lebih dekat, tapi kau sepertinya menghindari setiap kesempatan."

Karin terkejut mendengar kata-kata itu. Tidak pernah dalam imajinasinya ia berpikir bahwa Pangeran Leon akan memperhatikan sikapnya begitu dalam. Namun, ia tidak bisa menanggapi langsung. Ia memutuskan untuk berpikir lebih jauh sebelum memberikan jawaban.

"Yang Mulia, aku rasa ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini. Mungkin aku tidak cukup memahami posisi kita di sini," jawab Karin dengan hati-hati.

Pangeran Leon menundukkan kepala sejenak, seperti sedang berpikir. "Aku rasa aku juga tidak mengerti semuanya, tapi aku merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang harus kita hadapi. Tidak hanya soal pernikahan atau politik, tapi lebih kepada... kita sebagai individu."

Karin terdiam, terkejut mendengar kedalaman pernyataan Pangeran Leon. Namun, ia tahu ia harus tetap waspada. Takdir Seraphina jelas tidak akan semudah ini—terutama jika Pangeran Leon mulai tertarik lebih dari sekadar permainan politik.

"Kau tidak perlu khawatir tentang itu, Yang Mulia," jawab Karin akhirnya. "Aku tidak mencari kedekatan yang lebih dalam. Aku hanya ingin menjalani hidupku dengan damai, jauh dari intrik yang ada."

Namun, kata-katanya tampaknya tidak cukup meyakinkan. Pangeran Leon menatapnya tajam, seolah mencari sesuatu yang tersembunyi di balik kata-katanya. "Kau tahu, Lady Seraphina, tidak semua yang terjadi di istana bisa dihindari begitu saja."

Karin merasakan tekanan semakin meningkat. Ia bisa melihat ketegangan di mata Pangeran Leon, tetapi juga menyadari bahwa ia sedang berada di tengah-tengah permainan yang lebih besar daripada dirinya. Jika ia tidak berhati-hati, ia bisa menjadi pion dalam politik kerajaan yang rumit ini.

Pangeran Leon berdiri dan mendekat ke jendela, menatap keluar dengan pandangan kosong. "Ada banyak hal yang ingin aku ketahui tentangmu, Lady Seraphina. Mungkin kita bisa melakukannya dengan cara yang lebih baik daripada sekadar berbicara di sini."

Karin merasa takjub sekaligus waspada. "Apa yang Anda maksud, Yang Mulia?"

Pangeran Leon menoleh, matanya kini penuh dengan rasa ingin tahu. "Aku akan memastikan kita bisa saling memahami lebih baik. Mungkin ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar. Tetapi aku perlu tahu—apakah kamu juga tertarik untuk mengubah jalan takdir ini?"

Karin merasa sebuah kegelisahan merayapi tubuhnya. “Apa yang Anda katakan ini... apa maksudnya?”

Pangeran Leon tersenyum tipis, hampir seperti sebuah tantangan. "Kita akan melihat. Tetapi ingat, Lady Seraphina—jalan yang kau pilih akan membawa dampak besar bagi kita semua."

Dengan itu, Pangeran Leon meninggalkan kamar Karin tanpa kata lebih lanjut, meninggalkan wanita muda itu dalam kebingungannya.

---

Setelah Pangeran Leon pergi, Karin kembali ke tempat tidurnya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ternyata, permainan ini tidak sesederhana yang ia kira. Pangeran Leon tidak hanya tertarik pada dirinya karena politik; ada ketertarikan pribadi yang jauh lebih mendalam yang mulai tumbuh, dan itu mungkin akan mempengaruhi semua orang di sekitarnya.

Namun, seiring malam semakin larut, Karin merasa sesuatu yang lebih gelap sedang menghampiri. Apakah pertemuan ini hanya kebetulan? Atau Pangeran Leon sedang memainkan peran dalam sebuah rencana yang lebih besar, yang ia belum sepenuhnya pahami?

Karin tahu satu hal—ia harus berhati-hati. Takdir Seraphina masih bisa diubah, tetapi dengan setiap langkah, ia semakin mendekat ke jurang yang tidak bisa ia hindari.

Karin terbaring di tempat tidur setelah Pangeran Leon pergi, pikirannya kacau balau. Kata-kata yang diucapkan Pangeran Leon terus berputar di kepala, seperti gema yang tidak bisa dihentikan. "Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu." Itu adalah kalimat yang sangat berbahaya, penuh arti yang tersembunyi, dan membuatnya berpikir: Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku?

Namun, ada sesuatu yang lebih mengganggu pikirannya. Surat yang diterimanya semalam. "Pengkhianatan akan selalu dihukum." Kalimat itu mulai membuatnya merasa semakin terperangkap. Pangeran Leon, Duke Cedric, Lady Elara—semuanya seolah bagian dari puzzle yang lebih besar, dan ia tidak tahu apakah ia bisa keluar tanpa hancur.

Setelah beberapa saat berbaring dengan mata terbuka, Karin bangkit dan memutuskan untuk keluar ke taman untuk mendapatkan udara segar. Meskipun malam semakin larut, taman istana selalu terasa menenangkan.

Namun, saat ia berjalan melalui lorong menuju taman, langkahnya berhenti ketika ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Tanpa memberi kesempatan untuk bergerak lebih jauh, sebuah suara rendah memanggil namanya.

"Lady Seraphina."

Karin menoleh dan melihat Duke Cedric Ravenshade yang berdiri di ujung lorong, mata tajamnya memandang langsung ke matanya. Seperti biasa, ekspresi Duke Cedric sangat terkendali, tetapi ada kilatan yang tidak bisa ia sembunyikan.

"Duke Cedric," jawab Karin, mencoba mempertahankan wajah tenang meski hatinya berdebar. "Apa yang membawamu ke sini?"

Duke Cedric mendekat dengan langkah tenang, namun aura kaku dan penuh perhitungan menyelubungi dirinya. "Aku mendengar banyak hal tentangmu, Lady Seraphina."

Karin menahan diri untuk tidak merespons langsung. Pangeran Leon sudah menyebutkan hal yang sama, dan sekarang Duke Cedric juga ikut terlibat. Ini mulai terasa seperti permainan yang sangat berbahaya.

"Apa yang kamu dengar tentangku?" Karin mencoba terdengar tidak terkesan.

Duke Cedric tersenyum tipis. "Kau tidak perlu khawatir. Aku hanya ingin memastikan bahwa kita berada di pihak yang sama."

Karin mengerutkan kening, merasa ada maksud tersembunyi di balik kata-kata itu. "Pihak yang sama?"

Cedric mengangguk perlahan. "Ya. Keluarga kita, Ashbourne dan Ravenshade, memiliki banyak hubungan, meskipun kita tidak selalu bersatu. Namun, saat ini, kau sedang berada di pusat perhatian banyak pihak. Semua orang sedang mengamati gerak-gerikmu, termasuk Pangeran Leon."

Karin merasa sedikit cemas mendengar kata-kata itu, tetapi ia mencoba untuk tidak menunjukkan kegugupannya. "Aku hanya mencoba menjaga jarak dari semua intrik ini."

Duke Cedric mengangkat alis, terlihat tertarik dengan jawaban Karin. "Tentu saja, itu yang ingin kau percayai. Tapi, Lady Seraphina, dunia ini tidak begitu mudah untuk dihindari, dan kau tidak bisa memilih untuk tetap berada di luar semua permainan ini."

Karin menatapnya tajam. "Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku, Duke Cedric?"

Duke Cedric tersenyum tipis, sebuah senyuman yang penuh dengan rahasia. "Hanya waktu yang akan menunjukkan. Namun, satu hal yang harus kau ingat—perjalanan ini bukan hanya tentang takdirmu, tetapi tentang keluarga kita. Keputusanmu akan memengaruhi lebih banyak hal daripada yang bisa kau bayangkan."

Karin merasa semakin terperangkap, namun tidak bisa menunjukkan rasa takutnya. "Aku tidak akan mudah dipengaruhi, Duke Cedric."

Duke Cedric menatapnya dengan penuh perhatian, seolah menilai setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Tentu. Tapi apakah kau tahu bahwa keputusan yang salah bisa membuatmu jatuh lebih cepat daripada yang kau kira?"

Tanpa berkata apa-apa lagi, Duke Cedric berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Karin dalam kebingungannya.

---

Setibanya di taman, Karin merasakan udara segar yang semestinya menenangkan, namun sebaliknya, ia semakin merasa tertekan. Suramnya keadaan politik, ancaman yang terus mengintainya, dan perhatian dari orang-orang berkuasa di sekitarnya membuatnya sulit untuk bernapas. Namun, ia tahu satu hal: Jika ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, maka ia akan menjadi korban dari permainan ini.

Saat itu, Maria mendekat dengan langkah tergesa-gesa. "Lady Seraphina, ada yang mencari Anda. Mereka mengatakan ini sangat penting."

Karin menoleh, dan kali ini, yang muncul bukanlah seorang pelayan atau bangsawan biasa. Pangeran Leon.

"Aku tidak bisa tenang, Lady Seraphina," kata Pangeran Leon dengan nada rendah. "Ada sesuatu yang terjadi yang harus kita bicarakan."

Karin merasakan ketegangan yang semakin meningkat. "Apa yang terjadi, Yang Mulia?"

Pangeran Leon menarik napas dalam-dalam. "Seseorang mencoba untuk memanipulasi situasi ini—dan aku rasa kita berdua sedang menjadi bagian dari permainan mereka. Aku ingin mengungkapkan lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi."

Karin merasa tubuhnya kaku, tetapi tidak ada pilihan lain selain mendengarkan. Mereka berada di titik yang sangat berbahaya, dan ini adalah jalan yang harus dilalui—meskipun ia tidak tahu kemana ujungnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!