"Ma, kita mau ke mana sih? Kita mau ngapain? Kenapa aku harus dandan cantik? Emangnya mau ketemu sama siapa?" tanyaku penasaran.
"Nanti kamu juga akan tau," ucap mamanya.
Sampailah kami di sebuah restoran mewah. Mama mengajakku masuk. Para pelayan menyambut kami dengan baik. Di dalam sudah menunggu seorang pria berusia lima puluhan lebih.
"Mas!!" panggilnya lalu menghampiri dan mencium pipinya. Aku yang melihatnya sangat kaget.
"Mama kok....?" tanyaku.
"Ayo duduk dulu!" ucap pria itu.
"Ma, ini siapa? Mama kok akrab banget keliatannya?" tanyaku penasaran.
"Kenalin ini adalah pak Rian Armandsyah sekaligus calon papa baru kamu," ucapnya mengagetkanku.
"Apa? Papa baru?" aku kaget.
"Iya, saya akan menjadi papa baru kamu nanti," ucapnya.
"Ma, mama kok gak pernah bilang sama aku? Kenapa baru bilang sekarang?" tanyaku tidak menyangka.
"Maaf, mama gak ngasih tau kamu tentang hubungan kami! Mama cuma nyari waktu yang tepat aja buat ngasih taunya," ucapnya.
"Mama dan Rian akan menikah Minggu depan," ucapnya mengagetkanku lagi.
"Apa? Minggu depan? Mama serius?" tanyaku kaget.
"Iya, semua susah di persiapkan dengan matang dan sempurna sampai hari h nanti," ungkapnya.
"Ma, aku gak tau apa yang ada di pikiran mama!? Kenapa mama menikah lagi sih? Mama udah gak sayang sama almarhum papa? Mama kenapa kayak gini?" tanyaku tidak terima.
"Nak, mama sayang sama papa kamu. Mama gak ada niatan buat khianatin papa kamu. Mama cuma ingin hidup kita menjadi lebih baik lagi! Ini juga demi kamu nak!"
"Demi aku? Gak salah? Itu mah demi ego mama sendiri!?" ucapku kesal.
"Mama gak mikirin perasaan aku! Mama cuma mikirin ego mama sendiri!!" ucapku kesal kalau pergi.
"Naura!!" panggil mama nya.
"Anak ini!!!" dia kesal.
"Sudahlah, mungkin Naura perlu waktu untuk menerimanya! Biarkan dia menenangkan dirinya," ucap Rian.
"Aku gak mau mama nikah lagi!! Aku gak mau punya papa baru," ucapku kesal.
Hari ini dari bandara, tampak seorang pria datang dari luar negeri. Pria itu memakai kacamata dengan setelan jas yang membuatnya keren. Pria itu adalah anak pertama dari Rian Armandsyah yang bernama Leonard Revandra Putra dan anak keduanya bernama Stevano Abel Putra. Mereka memiliki kepribadian yang bertolak belakang tapi sama-sama suka main dengan wanita. Mereka hanya beda satu tahun saja. Revandra kembali ke sini karena ayahnya akan segera menikah. Dia akan kembali ke luar negeri setelah urusannya di sini selesai. Sedangkan anak keduanya akan tiba nanti malam. Mereka berada di negara yang berbeda.
***
"Kenapa lo?" tanya Aura.
"Gue lagi kesel," ucapku kesal.
"Kesel? Kenapa?" tanyanya penasaran.
"Gimana gak kesel coba? Mama gue mau nikah lagi, udah gitu Minggu depan pulak," ucapku.
"Bagus dong!"
"Kok bagus sih?" tanyaku tidak habis pikir.
"Nih ya, mama lo juga punya kehidupan! Gue tau papa loh udah meninggal, tapi bukan berarti dia gak cinta lagi sama papa lo! Lo mau kan liat mama lo bahagia?"
"Ya mau!"
"Ya udah, terus apa masalahnya?" tanyanya.
"Ya aku gak suka aja! Aku gak mau punya papa baru!" ucapku.
"Naura, gue yakin kalau mama lo udah mikirin semuanya secara matang, dia pengen liat lo bahagia juga! Lo harus bisa menyetujui keputusan dari mama lo," ucapnya.
"Mau gak mau lo harus bisa terima kenyataannya!" ucapnya.
Saat aku pulang, mama sudah menunggu di dalam.
"Dari mana aja kamu?" tanyanya.
"Gak dari mana-mana," ucapku.
"Sini duduk," aku duduk di samping mama.
"Nak dengerin mama! Mama gak ada maksud buat nyakitin kamu! Kamu tau kan selama ini mama sangat kesepian! Tapi semenjak datangnya Rian dalam kehidupan mama, semua itu berubah! Mama nyaman bersamanya," ungkapnya.
"Dia itu orang yang baik. Dia adalah orang yang sangat perhatian dan sayang kepada mama! Kamu pasti akan nyaman jika sudah dekat dengannya," ucapnya.
***
Sampai tibalah pada saat hari pernikahan. Aku menemani ibu sebagai bridesmaidnya. Aku berada di sampingnya sambil membawa bunga. Ibu ku menggunakan gaun pernikahan yang cukup indah. Entahlah aku harus senang atau sedih? Aku tidak bisa menolak takdir dari tuhan.
Saat kami memasuki altar pernikahan, mereka bersorak menyambut kami. Saat di atas altar mataku langsung tertuju pada seorang pria tampan dengan tinggi menjulang. Kami saling bertatapan tanpa arti.
"Apakah mereka itu anaknya?" tanyaku dalam hati. Tampak dua orang pria yang sangat tampan dan berwibawa berada di samping Rian. Aku tidak bisa memasang wajah bahagia sedikitpun. Aku hanya cemberut tanpa mengindahkan senyum sedikitpun. Setelah berada di atas selama beberapa menit, kami turun dan hanya mereka berdua yang ada di atasnya. Mereka mengucapkan janji pernikahan dan juga sumpahnya.
Kemudian mereka melakukan ci*man sebagai tanda sah menjadi suami istri. Semua orang memberi tepuk tangan kecuali aku yang tampak sedih.
Saat aku akan meninggalkan tempat itu, Aura menahanku.
"Lo mau kemana?"
"Gue mau pergi,"
"Naura, acaranya belum selesai loh? Masa kamu main pergi gitu aja?"
"Gue...
Di sisi lain, Vano dan Revan tampak menerima ibuku dengan penuh hati. Mereka senang jika melihat ayahnya juga bahagia. Mereka tampak mendukung ayahnya dengan sepenuh hati.
"Ikut gue,"
"Gak mau! Gue mau pergi aja!!"
"Lo gak boleh pergi sebelum acaranya selesai!!" dia terus menarikku dan menahanku.
Pada saat sesi photo, semua keluarga harus naik. Ibuku memanggilku untuk naik ke atas. Aku pun terpaksa naik dan ikut photo dengan mereka.
Malam harinya di adakan pesta oleh keluarga Rian sebagai bentuk penyambutan untuk ibuku. Pesta yang di adakan itu sangat mewah dan mengundang banyak orang kelas atas.
Aku juga ada di malam pesta yang meriah itu. Kami semua memakai topeng-topeng yang menawan dan indah.
Revandra mengenakan jas abu-abu yang membuatnya tampak lebih tampan dan berwibawa seperti orang dewasa elit.
"Ini sangat sempurna untuk anda tuan!!" kata penata desainernya.
Dia melangkah keluar dari kamar menuju balkon, tempat pesta berlangsung. Dia bosan meminum wine karena di luar negeri setiap hari dia meminum itu dengan harga yang di luar nalar.
"Ini membosankan!!" ujarnya. Dia duduk sambil mengaduk alkohol yang ada di gelasnya. Dia di beri topeng dan dia memakainya. Dia menelisik ke seluruh arah dengan topeng bertengger di mata indahnya.
Sepasang kaki jenjang yang cantik terlihat oleh mata elangnya. Seorang wanita yang memakai dress pendek berwarna biru yang membuatnya terlihat sangat cantik walaupun memakai topeng.
"Sangat cantik!!" dia menyunggingkan senyum sambil meminum alkoholnya.
Wanita yang dilihatnya itu adalah aku. Aku asik berbincang dengan Aura sambil memegang gelas sirup.
"Cowok lo gak datang?" tanya Aura.
"Gak, katanya dia lagi sibuk," ucapku.
"Hmm, sayang banget! Jarang-jarang loh datang ke acara kayak gini," ucapnya.
Kemudian datanglah Erik pacarnya Aura.
"Hei, sayang!!" ucapnya menepuk pelan bahunya.
"Loh sayang!! Kamu datang?"
"Iya! Papa aku juga ada di sini," ucapnya.
"Ngomong-ngomong selamat ya! Maaf tadi siang aku gak bisa datang," ucapnya.
"Iya, santai aja lah bro!!" ucapku.
Saat semua orang dansa dengan pasangan mereka, aku memilih duduk dan menyaksikan mereka menari dengan indah sambil meminum sedikit alkohol.
"Kalau Dimas ada di sini, pasti aku juga bisa dansa kayak mereka," gumamku.
"Gadis yang menarik, aku menyukainya!" gumamnya tersenyum tipis. Dia berdiri dan menuju ke arahku.
Untuk pertama kalinya Revandra mendorong dirinya untuk mendekati wanita yang bahkan tidak bisa di lihat secara jelas wajahnya. Dia membawakan gelas berisi sirup.
"Seorang gadis tidak boleh terlalu banyak minum alkohol," ucapnya membuatku sedikit kaget. Dia mengambil gelas alkoholku dan menggantinya dengan gelas berisi sirup yang di bawanya tadi.
"Kenapa kamu tidak ikut menari di sana?" tanyanya.
"Tidak apa," ucapku.
"Kamu sendiri, kenapa gak ikut?" tanyaku balik.
"Aku tidak punya pasangan untuk menari denganku," ucapnya.
"Oh, berarti kita senasib," ucapku.
"Bagaimana kalau kita ikut menari saja?" tanyanya.
"Apa maksudmu?" aku tidak mengerti. Dia menjulurkan tangannya kepadaku.
"Menarilah denganku untuk malam ini," ucapnya manis.
"Tidak!?" aku menolaknya mentah-mentah.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku sudah punya pacar! Aku tidak mau dia salah paham," ungkapku.
"Kalau begitu di mana dia? Kenapa dia tidak menemanimu di sini?" tanyanya.
"Dia sibuk," ucapku singkat.
"Sudahlah, jangan ganggu aku! Lebih baik kamu dansa dengan wanita lain, jangan aku!!" tegasku.
"Baru kali ini aku di tolak oleh wanita," gumamnya kesal.
"Hah, wanita ini sungguh di luar nalar," gumamnya.
Dia pergi ke sampingku untuk mengajak seorang wanita cantik nan seksi. Wanita itu mau dan mereka pun dansa bareng.
"Ini udah malam, aku sebaiknya pulang," ujarku sambil melihat jam hp. Aku menghampiri Aura.
"Ra, gue pulang duluan ya!!" ucapku.
"Hah? Kok cepat banget? Ini kan pesta keluarga lo?" tanyanya.
"Iya gue capek! Gue udah ngantuk," ucapku.
"Ya udah deh, gue ikut!!"
"Eh gak usah! Lo kan nanti bisa dia antar sama Erik! Lagian kalian kan masih asik berdua! Lo nikmatin aja," ucapku.
"Ya udah deh! Lo hati-hati ya," aku pergi dari pesta yang sangat ramai itu. Aku pulang dengan menggunakan taksi yang sudah ku pesan sebelumnya.
Sesampainya di rumah, aku berbaring di ranjang yang lumayan empuk.
"Pesta nya memang mewah dan ramai tapi aku kesepian!!" ucapku. Lalu aku meneleponnya dan dia mengangkatnya.
"Halo sayang!!"
"Iya sayang,"
"Gimana pestanya?"
"Gak enak,"
"Lah, emangnya kamu makan?"
"Ih, bukan gitu! Pestanya sih oke tapi aku kesel!!"
"Kesel kenapa?"
"Kesel karena kamu lah,"
"Kok gitu?"
"Tadi pas pesta dansa di mulai, mereka semua dansa sama pasangannya sedangkan aku cuma bisa duduk sambil melihat mereka!! Aku kan kesel jadinya," ucapku kesal.
"Maaf ya sayang! Gara-gara aku kamu jadi badmood," ucapnya.
"Iya gak papa! Kamu gimana? Udah kelar urusannya?" tanyaku.
"Belum sayang! Hmm udah ya, soalnya aku masih harus ngurus sesuatu," ucapnya.
"Oke," dia menutup telponnya.
Di sisi lain, Leo berbohong soal kesibukannya akhir-akhir ini. Dia sekarang berada di hotel bersama seorang wanita yang siap untuk memuaskan gairahnya.
Wanita itu memeluk Leo dari belakang.
"Sayang, kamu masih pacaran sama dia?" tanyanya.
"Kenapa? Apa kurangnya aku di banding dia? Aku kan selalu memuaskan gairah kamu, tapi kamunya malah masih berhubungan sama dia," dia kesal.
"Maaf ya, untuk saat ini aku belum bisa mutusin dia! Tapi nanti setelah waktunya tepat aku akan memutuskannya," ucapnya.
"Janji ya," ucapnya tersenyum. Leo mencium keningnya.
Keesokan harinya, aku bangun kesiangan padahal hari ini ada kelas pagi. Aku langsung mandi dan ganti baju.
"Gara-gara gue semalam minum alkohol jadi kesiangan kayak gini deh," ucapku sambil memakai sepatu putih hitam. Setelahnya aku langsung buru-buru pergi ke kampus.
Sesampainya di sana, pelajaran sudah di mulai. Aku masuk dengan pelan-pelan dan hati-hati agar dosen tidak memarahiku. Pada saat aku berjalan dengan hati-hati, dosen memanggilku. Mata jelinya berhasil menemukanku.
"Naura!!" teriaknya sambil membuka buku.
"Aduh mampus nih gue!!" gumamku panik.
"Ngapain kamu datang?" tanyanya dengan suara lantang.
"Maaf bu," aku langsung menuju mejaku.
"Eh, siapa yang nyuruh kamu duduk?" tanyanya.
"Sini berdiri!!" tegasnya.
"Sudah berapa kali kamu terlambat?"
"Gak tau bu!!"
"Bu saya mohon jangan kasih saya hukuman! Saya janji mulai besok akan lebih disiplin lagi," ucapku.
"Berapa kali kamu memohon sama ibu? Tapi gak pernah tuh ibu liat kamu gak terlambat," ucapnya.
"Bu, kali ini saya benar-benar akan berubah!! Gini aja deh bu, kalau misalnya saya bohong, terserah ibu mau ngasih saya hukuman berapa banyak! Saya akan melakukannya," ucapku.
"Oke, ini adalah kesempatan terakhir kamu! Kalau kamu ingkar lagi, kamu tidak akan pernah lulus dari kampus ini," ucapnya.
"Udah duduk," aku pun duduk.
***
"Lo kenapa sih?"
"Gue lagi stres mikirin soalnya skripsi gue yang belum kelar," ucapku sambil menggigiti sedotan plastik.
"Gue mau lulus dari sini! Gue gak mau kalau harus ngulang lagi! Gue udah capek!!" ucapku kesal.
"Tahun lalu gue gak lulus karena gue sering bolos dan juga skripsi gue kosong," ucapku jujur.
"Kalau tahun ini gue gak bisa lulus juga, mungkin gue bakal bundir!!" ucapku.
"Ya jangan gitu juga kali! Gimana kalau lo nyewa guru privat buat bantuin nyelesain skripsi lo," ucapnya.
"Gue udah nyoba tahun lalu, tapi gak seperti apa yang gue harepin! Orangnya berhenti di tengah jalan karena gak sanggup buat ngajarin gue yang bodoh ini," ucapku.
"Hmm, ya udah lo coba lagi! Tapi cari yang berkualitas jangan yang abal-abal," ucapnya.
"Lo kan sekarang udah sedikit berubah, siapa tau ilmu nya sedikit masuk ke otak lo," ucapnya.
"Nanti deh gue pikirin lagi," ucapku.
"Naura lo gak boleh nyerah! Gue yakin lo bisa lulus! Manusia itu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing! Mungkin Lo lemah di pengetahuan tapi lo itu hebat kalau soal bahasa! Makanya bulan lalu lo di kirim ke US buat pertukaran pelajar," ucapnya.
"Ya, memang sih gue gak goblok-goblok banget!" ucapku.
Sepulang dari kampus, sebuah mobil mewah terparkir di depan rumahku.
"Lah, ini mobil siapa?" tanyaku penasaran. Aku pun masuk ke dalam rumah untuk memastikannya.
Tampak barang-barang ku sudah di susun rapi ke dalam koper dan beberapa tas besar sementara yang lain sedang di kemas oleh orang suruhan.
"Lo Lo Lo!! Ini apa-apaan ya?" tanyaku heran. Ibu yang melihatku menghampiri diriku.
"Mama, ini kenapa semua barang di keluarin?" tanyaku penasaran.
"Mama sengaja gak memberitahu kamu! Kita hari ini pindah ke rumah papa," ucapnya.
"Ma!? Aku gak mau tinggal di sana! Aku lebih nyaman di sini! Kenapa gak mama aja yang tinggal di sana? Aku bisa tinggal sendiri di sini kok!?" ucapku kesal.
Ibuku menatap ku dengan tatapan tajam bak elang yang akan memangsa.
"Kamu pikir mama akan diam aja kalau kamu tinggal sendirian di sini? Mau jadi apa kamu nanti? Apalagi kamu sering pergi ke bar dan pulangnya gak tau waktu! Bisa-bisa kamu tinggal berdua sama laki-laki dan terjadi hal yang buruk nanti! Mama gak akan setuju kamu tinggal sendirian! Kamu harus tinggal bersama mama dan papa!!" tegasnya.
"Kamu juga harus mengenal mereka sebagai keluarga baru kamu!! Kamu harus bisa menerima kenyataan ini nak!!" ucapnya.
Aku memutar mata malas, sejujurnya aku malas jika harus mengenal orang baru. Tapi aku tidak bisa berbuat apapun sekarang. Aku juga tidak bisa menyalahkan ibuku karena dia juga punya kehidupan yang harus di jalani.
"Gak ada penolakan kecuali kamu mau menikah, baru mama akan bolehin kamu!!" ucapnya.
"Ma, ayolah!!! Jangan bahas soal pernikahan! Aku itu masih pusing mikirin skripsi yang belum kelar! Jangan tambah pikiran aku! Nanti aku gak bisa lulus lagi," ucapku kesal.
"Ya udah kalau gitu kamu harus siap-siap untuk pindah sekarang!!" ucapnya. Aku hanya bisa pasrah dan ikut pindah ke rumah baru dan mengenal keluarga baru juga.
"Non, bibi gak sengaja nemuin topeng di lemari non! Mau di buang atau di simpan aja?" tanyanya.
Aku menatap tajam topeng itu dan ingatanku kembali pada malam yang menjijikan di mana keperawanan ku di ambil secara paksa oleh seorang pria yang mengenakan topeng karena dia mengira kalau aku seorang jal*ng.
"Gak usah bi! Biar aku simpan aja," ucapku mengambil topeng dansa dan segera menyimpannya dalam tasku.
Aku dan mama naik di mobil yang sama.
"Nak, mama minta tolong sama kamu kali ini! Tolong jaga sikap dan sopan santun kamu kepada mereka! Cukup mama saja yang melihat kelakuan buruk kamu, jangan kamu bawa ke tempat yang baru ini," ibu menasihati ku.
"Jangan buat mama kecewa! Mama hanya ingin agar kita bisa hidup damai dan tentram," ucapnya.
Tahun lalu memang tahun yang buruk bagiku. Aku terlibat banyak masalah bahkan hampir masuk penjara. Aku terlibat dalam tawuran geng motor. Aku hampir di deportasi dari kampus. Untungnya mereka memberikanku izin bersyarat agar aku tetap bisa menyelesaikan kuliahku. Dulu aku lebih liar daripada sekarang. Aku sudah agak merubah kebiasaan buruk ku menjadi lebih baik walaupun aku masih sering membuat masalah tapi tidak sebesar dulu.
"Mama tenang aja! Selagi gak ada yang cari perkara, aku pasti baik sama mereka," ucapku sambil menatap ke luar jendela.
"Sebentar lagi kita akan sampai! Mama harap kamu bisa akrab dengan papa barumu dan juga abang-abang barumu juga. Jangan memandang orang dari luarnya," ucapnya.
Tak berapa lama kemudian mobil kami sampai di halaman sebuah rumah yang sangat luas, mewah dan berkelas. Di sana juga banyak penjaga yang menyambut kami.
Saat kami tiba, papa tiriku langsung memeluk dan mencium mama ku. Aku hanya bisa diam saat melihatnya. Semua barang-barang ku juga telah di masukkan ke dalam oleh para penjaga itu.
"Selamat datang Naura!!" sapa Rian dengan senyum manisnya.
Aku memberi senyuman tipis namun dia langsung menarikku ke pelukannya dan mencium keningku dengan penuh kasih sayang dan perhatian seperti yang di berikan ayahnya ke anaknya.
"Ayo masuk ke dalam, mama akan perlihatkan kamar untukmu," ajak ibu ku. Aku masuk bersama mereka.
Aku melihat ke sekeliling rumah mewah itu. Aku sangat takjub karena ruangannya sangat indah dan mewah bak istana.
"Ini lebih baik daripada rumahku! Aku rasa ini tidak buruk!" ujarku dalam hati.
"Ini kamarmu," ibu menunjukan sebuah kamar. Aku masuk ke dalamnya. Aku kembali di buat terkesima dengan rumah itu.
"Ya ampun! Kamar ini bahkan lebih luas dari yang ku bayangkan," ujarku takjub.
Kamar yang begitu luas dan memukau pandangan mata saat melihatnya. Fasilitas di kamar itu di penuhi dengan barang-barang branded yang harganya bukan main. Aku berjalan menuju balkon yang di bawahnya terdapat kolam renang. Saat aku melihat ke sisi lain dekat kolam, aku melihat ada orang yang sedang berci*man mesra di sana.
"Siapa orang itu?" tanyaku penasaran.
Ibu ku menghampiriku dan melihatnya. Saat melihatnya dia hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Ya ampun!! Kamu jangan melihatnya," ucapnya melarang ku melihat ke bawah kolam.
"Pria yang ada di sana itu adalah abang keduamu yang bernama Stevano Abel Putra bersama dengan kekasih bule nya yang bernama Louise Stuichy. Sudahlah lupakan saja, wajar jika mereka seperti itu! Mereka juga hidup dan besar di luar negeri," ucapnya.
"Kalau mereka bisa bikin party, berarti aku juga boleh kan ma?" tanyaku.
"Boleh kok! Asal jangan yang macam-macam," ucapnya.
"Bagus deh," ucapku senang.
Pria yang bernama Vano itu memang tampan. Namun pandanganku beralih pada seorang pria yang berbaring sambil membaca buku dan menikmati sinar matahari. Dia tidak ikut minum alkohol bersama dengan Vano.
"Ma, kalau yang itu siapa?" aku menunjuk ke arah Revandra yang tengah menikmati sinar matahari.
"Itu abangnya Vano, dia abang pertama kamu," ucapnya.
"Kenapa orang itu gak ikut minum alkohol sama Vano?" tanyaku.
"Dia memang seperti itu. Kalau moodnya lagi baik dia bakal baca buku, tapi kalau lagi buruk baru dia mau minum alkohol," ucapnya.
"Oh iya, dia juga seorang atlet bola basket loh," ucapnya.
"Woo, keren dong! Siapa namanya ma?" tanyaku. Bukannya menjawabku, ibu ku malah memanggil orangnya langsung.
"Hai Revandra!!" panggil mama ku. Dia menoleh ke sumber suara.
"Ihh, mama kok malah manggil orangnya sih?" ucapku panik.
"Tersenyum dan ramah lah kepada abang kamu!!" bisiknya.
Kami saling menatap satu sama lain.
"Gilakk! Yang ini lebih ganteng!" ujarku takjub saat melihatnya walau dari kejauhan. Dia memiliki kharisma yang sangat berbeda dari Vano. Vano memang tampan tapi dia lebih tampan dari Vano.
Aku tersenyum ke arahnya tapi dia tidak membalas senyumanku. Dia mengerutkan keningnya saat melihatku tersenyum. Aku tidak tau dia sedang memikirkan apa tentangku. Karena tidak mendapatkan balasan, aku menjadi kesal dan masuk kembali ke dalam kamar.
"Ganteng sih, tapi songong!!" ucapku kesal.
"Masa aku senyum dia gak bales? Emang seberat itukah buat senyum sedikit buat aku?" tanyaku.
"Nak jangan kayak gitu! Kamu kan belum kenal dekat dengannya,"
"Tapi ma....
"Mama gak mau dengar omongan kamu! Kamu harus bisa akrab sama mereka! Biar gimanapun mereka sekarang adalah abang-abang kamu," tegasnya.
"Terserah deh! Mama kelihatannya udah dekat sama mereka," aku memutar mata malas.
Ibuku memelukku dengan erat dan penuh kasih sayang.
"Nak, mama harap kamu bisa beradaptasi dengan nyaman di sini! Mereka semua adalah orang yang baik! Kamu harus dekat dengan mereka seperti keluarga sendiri. Setelah kamu mengenal mereka pasti kamu akan merasakan kasih sayang yang di berikan oleh mereka semua," ucapnya.
"Kalau gitu mama keluar dulu! Mama nanti datang lagi buat jemput kamu untuk makan bersama," ucapnya lalu pergi dari sana.
Aku membaringkan tubuh di atas kung size mewah. Kasur itu sangat luas dan sangat nyaman saat di tiduri.
"Fasilitas di sini sangat lengkap dan mewah! Aku sampai tidak bisa berkata-kata lagi! Kehidupan ku sekarang jauh lebih glamor di bandingkan dulu," ucapku.
Hp ku berdering cukup lama. Aku mengangkat telepon dari Aura.
"Halo,"
"Lo di mana sih? Kok di rumah kagak ada?" tanyanya bingung.
"Lo gak lupa kan kalau hari ini kita ada les?"
"Les? Ah, buat hari ini gue libur ya!?" ucapku malas.
"Lo gimana sih? Kagak jelas bet," ucapnya kesal.
"Ya sorry,"
"Gue sekarang udah gak tinggal di sana! Gue ikut nyokap pindah ke rumah bokap baru gue!!" ucapku.
"Apa!?"
"Lo kok gak ngabarin gue? Gue kan bisa bantu kalian pindahan?"
"Aku juga gak tau. Tadi pas nyampek rumah, barang gue udah di beresin sama mama! Ya mau gimana lagi, gue jadinya gak sempet ngabarin ke lo," ucapku.
"Tapi kok kayak ada suara musik? Lo lagi di bar ya?" tanyanya curiga.
"Sembarangan aja lo! Ngapain gue siang-siang bolong begini ke bar?" ucapku.
"Lah terus, itu suara musik dari mana?"
"Itu loh, abang gue lagi ngadain party sama pacarnya," ucapku.
"Abang? Lo sekarang punya abang?" tanyanya.
"Iya. Dua abang sekaligus," ucapku.
"Woo, ngeri!! Gak bahaya tah?"
"Apaan sih? Gak jelas tau gak," ucapku.
"Bercanda kok!"
"Gue mau lihat dong rumah baru lo," ucap Aura.
Aku merubah video panggilan menjadi video call. Aku memperlihatkan seluruh area kamar yang di penuhi dengan barang-barang mewah.
"Wah, gila!! Itu branded semua?" tanyanya.
"Iya, barang-barang di sini barang mahal semua," jawabku.
"Wah keren!! Enak ya sekarang!! Tapi kenapa muka lo di tekuk gitu? Seharusnya Lo senang bisa dapat papa baru yang baik plus dapat bonus dua abang ganteng lagi!?" ucapnya.
"Itu terlalu berlebihan!!" ucapku kesal.
Hahahaha~
"Kok malah ketawa sih? Gak lucu tau gak?" Aku dan Aura asyik mengobrol hingga satu jam lamanya. Setelahnya aku berbaring lagi. Tanpa sadar aku ketiduran di kasur itu.
Malam hari nya, ibu mengetuk pintu kamar dan aku langsung terbangun.
"Nak ayo keluar! Makan malamnya sudah siap," panggilnya.
"Iya ma!!" aku langsung merapikan rambut dan pakaiannya. Aku merasa agak gugup untuk pertama kalinya. Aku merasa canggung berinteraksi dengan orang baru dan keluarga baru. Aku berharap agar aku tidak membuat masalah di saat seperti ini.
Aku keluar dari kamar dan ibu merangkulku untuk turun ke bawah. Tampak di meja makan sudah ada dua abang tiriku serta papa baruku menunggu kami.
"Hai adik!!!" sapa Vano ramah dengan senyumannya. Dia merasa senang dan antusias saat melihatku.
"Aku kira akan mendapatkan adik kecil, tapi ternyata adik baru ku ini sudah dewasa. Dia sangat cantik dan gemoy," ucapnya. Aku hanya menanggapinya dengan senyuman canggung.
"Aduh, jantung gue mau copot nih," ujarku canggung.
"Aku Vano abang kedua kamu!!" dia mengulurkan tangan padaku. Aku membalas uluran tangannya sambil tersenyum manis.
"Senang bertemu dengan abang," ucapku.
Kini tatapanku tertuju pada abang pertama yang dari tadi juga menatapku.
"Revandra, ayo dong kenalan sama adik baru kamu!? Kok malah diam aja?" tanya Rian.
"Aku Revandra," ucapnya memperkenalkan diri.
"Hai Revandra!!" ucapku santai.
"Naura!! Yang sopan dong manggilnya! Panggil dia abang!!" ucap ibuku.
"Hai abang Revandra!!" ucapku sedikit kesal.
"Tapi kelihatan kayak seumuran," ucapku. Mendengar jawaban dari itu, dia tersenyum tipis.
"Nak, Revandra itu jauh lebih tua daripada kamu! Kalian beda empat tahun!!" ucapnya sedikit mengagetkanku.
"Apa? Berarti umurnya 26 tahun?"ucapku tidak percaya.
"Ternyata aku sudah tertipu dengan wajahnya yang baby face," ujarku.
"Sudahlah, tidak apa-apa! Kamu bisa memanggil mereka sesuai keinginan dan kenyamananmu! Papa harap kalian bisa akur dan saling menyayangi satu sama lain," ucapnya.
Kami pun makan malam bersama sebagai sebuah keluarga yang utuh. Sudah cukup lama aku tidak merasakan hangatnya keluarga seperti ini. Walau ini adalah pertemuan pertama kami, aku merasa sangat nyaman. Saat kami masih makan, Revandra selesai lebih awal dan pergi begitu saja dengan wajah datarnya.
Setelah makan malam selesai, Billy menghampiri Revandra yang kini tengah duduk di tepi kolam. Billy adalah sahabat terdekatnya. Saat ini para pelayan sedang membersihkan sisa-sisa dari party yang mereka buat.
"Revandra!!" panggilnya.
"Hmm," dia menoleh ke arahnya.
"Lihat ini," dia menunjukan sebuah rekaman cctv.
"Adik tirimu itu agak mirip dengan wanita yang ada di dalam cctv ini?" tanyanya.
Di sana tampak seorang wanita yang tidak lain adalah aku, yang pergi tanpa menunggu pria di atas kasur bangun dari tidurnya.
"Manarik!!" dia menghisap sebatang rokok dan mengeluarkan asapnya dari mulutnya.
"Kalau memang dia adalah wanita waktu itu, lalu apa yang bakal lo lakuin? Lantas bagaimana dengannya?" tanyanya.
"Wanita itu bukan mirip tapi emang dia orangnya!!" ucapnya membuat Billy sedikit terkejut.
"Dia tidak mengenaliku mungkin karena topeng yang aku kenakan waktu itu," ucapnya sambil menghisap rokok yang ada di tangannya.
"Ya ampun bumi memang sempit! Ini takdir yang sangat lucu," Billy tertawa.
"Takdir yang tidak masuk di akal," ucapnya sambil tersenyum aneh. Dia berdiri dan melepas kaos yang di pakainya dan dia melompat ke dalam kolam renang untuk menyejukkan diri.
Aku datang ke kolam renang. Melihat aku datang, Billy menyapaku sambil tersenyum.
"Hai," sapanya ramah.
"Ya, hai juga," ucapku. Mataku melirik Revandra yang tengah berenang.
"Kenalin aku Billy sahabatnya abang kamu," ucapnya.
"Oh iya, aku naura," ucapku.
"Sangat imut dan juga cantik," gumamnya pelan saat menatap diriku. Aku begitu menarik untuk di lihat dari dekat.
"Kamu ngomong apa tadi?" aku mendengarnya.
"Ah, tidak ada," ucapnya.
Revandra yang melihatku pun naik dan duduk di tepi kolam renang dengan kaki masih di dalam air. Dia kembali menghisap rokoknya tadi. Wajahnya tampak tidak suka jika aku dekat dengan pria lain. Billy yang menyadarinya pun langsung pergi.
"Hmm, aku pergi dulu ya!" ucapnya lalu pergi.
Kini aku tinggal berdua di sana. Tatapanku tertuju pada tubuh kekarnya yang begitu atletis dengan perut sixpack yang tampak begitu menggoda.
"Dia sangat seksi," ucapku tanpa sadar.
"Astaga, apa yang kamu pikirin nau?" ucapku tersadar.
Saat melihat tubuh kekarnya, terlintas di otakku jika tubuhnya itu terasa tidak asing.
"Apa aku pernah bertemu dengannya sebelumnya?" ujarku dalam hati.
"Aku tau kalau tubuhku sangat sempurna dan seksi, tapi jangan menatapku dengan tatapan seperti itu," ucapnya menyadari kalau aku sedang melihat tubuh kekarnya.
"Siapa yang ngeliatin? Kepedean banget sih? Aku tuh dari tadi lagi ngeliatin kolamnya yang keliatan seger banget," aku berbohong.
"Sudah ketangkap basah masih saja mengelak," ucapnya dengan menyunggingkan senyum.
"Emang benar kok, lagian di luar sana masih ada yang lebih sempurna dari tubuh kamu!!" ucapku kesal.
Dia tidak mendengarkanku dan hanya sibuk merokok.
"Sudah berapa banyak laki-laki yang sering bersamamu?" tanyanya.
"Kenapa nanya gitu? Emang aku perempuan apaan?" tanyaku.
"Tinggal jawab aja apa susahnya sih?" dia tampak kesal.
"Pacarku hanya satu tapi kalau teman rata-rata cowok semua," ucapku dengan santainya.
"Teman apa?"
"Ya teman biasa lah! Teman ngumpul," ucapku.
"Tunggu, apakah dia tau tentang kasusku tahun lalu?" tanyaku dalam hati.
"Sudahlah, jangan tanyakan hal yang gak penting," ucapku kesal.
Dia menatapku dengan sangat tajam. Dia menghampiriku dan berdiri tepat di depanku.
"Wanita banyak cabang selain murahan apalagi yang cocok?" tanyanya.
"Apa maksudmu? Kamu kira aku wanita murahan? Enak aja kalau ngomong," aku marah.
"Ternyata benar dugaanku kalau kau itu abang yang songong dan angkuh," ucapku kesal.
Dia menghisap rokok dan meniupkannya tepat di wajahku dan membuatku terbatuk saat tidak sengaja menghirupnya.
"Kau!!!" aku langsung merebut rokok dari tangannya yang masih menyala.
"Bukankah kamu seorang atlet basket? Seorang atlet tidak pernah merusak tubuhnya dengan benda terlarang ini," ucapku.
"Kamu adik nakal yang lucu," bisiknya membuatku merinding.
Kami saling menatap dengan tatapan yang sulit di artikan. Aku merasa sangat kesal. Sebenarnya aku merasakan perasaan aneh saat dekat dengannya, namun aku membuang perasaan itu.
"Dasar gadis bodoh," ucapnya membuatku naik darah.
Lalu, ibuku memanggil namaku. Aku menoleh ke arahnya. Sementara Revandra kembali ke dalam kolam berenang.
"Wah kalian kelihatan sudah akrab!? Mama senang liatnya," ucapnya senang.
"Akrab apaan?" ujarku kesal saat melihatnya.
"Kenyataanya gak seperti yang mama liat. Kata mama dia orangnya baik, tapi kenyataanya dia orangnya ngeselin, dingin udah gitu minim bicara lagi," ucapku.
"Kamu gak boleh kayak gitu," ucap ibuku.
"Ya udah deh ma, ini udah malam! Aku mau istirahat aja, soalnya besok aku ada kelas pagi lagi," ucapku. Sebelum aku ke kamar mama mencium keningku.
"Selamat malam ya nak," ucapnya.
"Selamat malam ma!" ucapku sambil tersenyum.
Saat di dalam kamar, hp ku berdering. Pesan masuk ke dalam hpku. Besok aku akan di jemput oleh Leo.
***
Keesokan harinya, aku bangun sedikit kesiangan. Aku langsung buru-buru. Aku langsung turun ke bawah dengan berlarian kecil.
Semua orang yang ada di meja makan menoleh saat mendengar langkah kaki turun terburu-buru dari lantai atas.
"Nak, ayo sarapan dulu!!" ajak ibuku.
"Gak ma, aku buru-buru udah kesiangan! Leo juga udah nunggu di depan," ucapku.
"Ya udah kalau gitu kamu bawa roti isi ini buat di makan di jalan," ibu memberiku roti.
"Aku pamit ya," aku salam dengan mama dan juga papa. Setelah pamit aku langsung pergi bareng Leo.
"Siapa Leo?" tanya Revandra penasaran.
"Leo pacarnya Naura," ungkapnya. Revandra terdiam dan kembali sarapan.
Vano menatapnya seolah sedang membaca raut wajah Revandra tapi dia tidak menggubrisnya.
"Pa,ma! Hari ini aku akan kembali ke US! Aku bakal sering-sering mampir kesini kalau ada waktu luang," ucapnya.
"Kok cepat banget? Gak mau nambah hari?" tanya ibuku.
"Gak ma! Aku ada kesibukan lain di sana," ucapnya.
"Baiklah,"
"Oh iya, bagaimana dengan kamu Vano? Gimana soal pacar kamu? Kamu mau tunangan kapan?" tanya papa.
"Soal itu belum ada kepikiran apapun pa! Aku masih sibuk, mungkin masih lama," ucapnya.
"Tunggu abang menikah baru aku menikah," ucapnya.
"Kalau lo mau nikah luan aja jangan nunggu gue!" ucapnya.
"Okelah, papa dan mama bakal nunggu tapi jangan kelamaan," ucap papa.
"Oh iya pa,ma! Aku juga bakal pulang ke London hari ini," ucapnya.
"Wah, sepi dong rumah ini," ucapnya.
"Papa tenang aja, kan masih ada adik Naura," ucap Vano.
Setelah selesai sarapan, pergi duluan. Kini tinggal Revandra dan orang tuanya di meja makan.
"Revandra, papa bangga sama kamu! Berkat kamu perusahaan di US menjadi perusahaan yang populer dan besar. Kinerja kamu memang bukan main!"
"Terima kasih pa!" ucapnya.
"Papa juga mau kamu mengurus perusahaan papa di sini!" ucapnya.
"Kalau untuk itu aku belum ada keputusan pa! Aku masih harus memikirkannya secara matang," ucapnya.
"Baiklah, papa gak akan maksa kamu," ucapnya. Dia bersiap untuk pergi kembali ke US.
Revandra dan Vano menggunakan mobil dan pesawat yang terpisah karena tujuan mereka berbeda. Mereka pamit ke papa dan mamanya lalu pergi.
Selain bisnis yang di kerjakan oleh Revandra, dia juga seorang pemain basket yang handal. Dia juga akan bertanding melawan tim dari negara lain.
***
Aku baru keluar dari kelasku bersama dengan Aura. Kami duduk di kantin kampus di sana.
"Naura, gue gak nyangka ternyata abang lo itu Revandra sama Vano," ucapnya tak menyangka.
"Yang gue dengar ya nau, mereka itu ganteng banget," ucapnya.
"Memang ganteng! Tapi abang pertama gue nyebelin," ucapku.
"Pertama-tama aja nyebelin, ntar kalau udah dekat juga kalian bakal akrab," ucapnya.
"Ya harapannya sih gitu! Tapi gak tau kedepannya gimana," ucapku.
"Oh iya lo mau magang di mana?" tanyanya.
"Gue udah di tawarin buat magang di perusahaannya bokap," ucapku.
"Wah, bagus dong! Ajak gue lah sekalian, gue belum Nemu tempat magang nih," ucapnya.
"Nanti gue bilangin ke bokap ya," ucapku.
"Makasih ya," ucapnya.
"Oh iya, perusahaan bokap lo enggak mereka yang ngurusin?" tanyanya.
"Kagak tau gue! Gue gak urus soal itu," ucapku.
"Gue dengar dari nyokap sih, mereka itu udah punya perusahaan maju di beberapa negara! Revandra di US dan Vano di London," ucapku.
"Wooo, keren sih," ucapnya kagum.
"Beruntung banget sih hidup lo! Sekarang lo udah gak usah mikirin duit! Barang-barang pada branded semua! Terus dapet abang-abang yang gantengnya pol! Nikmat mana yang udah lo dustain? Gue iri sama lo,"
"Ya gitulah! Hidup itu bisa berubah-ubah kadang di atas dan kadang di bawah," ucapku.
"Gimana perasaan lo pertama kali ketemu sama mereka?" tanyanya penasaran.
"Entahlah. Gue ngeliat sikap yang saling bertolak belakang pada mereka," ucapku.
Drrt~
Drrt~
Ponselku berbunyi.
"Naura, aku hari ini gak bisa jemput kamu! Aku ada meeting dadakan. Kamu gak papa kan kalau pulang sendiri?"
"Iya gak papa kok. Ya udah, kalau gitu semoga meetingnya lancar ya,"
"Iya. See you sayang!"
"See you," Naura menyimpan ponselnya.
"Huh....dia akhir-akhir ini kelihatan sibuk banget?" ucapnya sambil menghela nafas.
Setelah mata pelajaran kampus selesai, Naura berjalan menuju halte bus dekat kampus bersama Aura.
"Lo kenapa lagi? Muka lo kok manyun kayak gitu?" tanya Aura.
"Gak papa. Cuma agak kesel aja sama Leo! Dia tuh susah.....banget buat luangin waktu berdua sama gue! Sikap dia udah berubah, padahal kami udah pacaran lebih dari tiga tahun," ucap Naura.
"Ya...lo harus lebih sabar lagi. Cowok gue juga udah banyak berubah,"
"Tapi...gue tetap nyoba buat ngertiin dia di segala situasi dan begitu pun sebaliknya. Dia juga harus bisa ngertiin gue,"
"Huh....gak tau deh! Gue selalu mencoba buat ngertiin dia, tapi dia gak pernah ngertiin gue! Akhir-akhir ini juga kita sering berantem karena masalah kecil," ucap Naura.
"Gue gak tau hubungan ini mau di bawa kemana? Gue gak ngelihat dari dirinya kalau dia benar-benar cinta. Gue juga udah muak sama hubungan ini yang gitu-gitu aja. Gue capek sama dia," ucap Naura.
"Huh....andai aja gue gak kenal yang namanya cinta, pasti pikiran gue tenang gak ada beban kayak sekarang," ucapnya sambil menghela nafas.
"Naura, Lo cinta gak sama dia?"
"Entahlah, gue gak tau! Perasaan yang dulu menggebu-gebu sekarang udah mulai menghilang," jawab Naura.
"Hmm...mungkin cinta gue udah abis buat dia," lanjutnya.
"Oke. Kalau lo ngerasa udah gak cocok, lo bisa mutusin dia. Tapi sebelum itu, lo harus berpikir lebih panjang lagi. Tanya sama diri lo sendiri, apakah lo harus putus atau lo harus bertahan. Itu semua tergantung lo! Gue bakal dukung apapun keputusan yang terbaik buat lo,"
"Ya...gue bakal mikirin ini secara matang lagi," ucap Naura.
Bus datang dengan suara decitan rem yang menggema. Mereka masuk ke dalam bus. Kemudian, masuklah seorang ibu hamil dan anaknya. Mereka tidak dapat tempat duduk dan harus berdiri di dalamnya karena sudah penuh penumpang.
Ibu hamil itu tampak kesusahan dengan tas bawaannya dan juga anaknya yang masih berumur lima tahun. Semua orang tampak acuh dan tidak peduli dengan mereka. Para penumpang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Naura yang melihatnya merasa kasihan.
"Bu.....duduk di sini aja!" ucap Naura.
"Hah....kamu gimana?"
"Saya bisa berdiri! Ini cukup untuk dua orang," ucap Naura.
Naura membantu mereka dengan hati yang tulus.
"Makasih ya nak," ucap ibu itu.
"Sama-sama bu," Naura berdiri sambil memegang pegangan di dalam bus.
Sikap Naura yang suka menolong orang itu membuat Aura kagum padanya. Naura tidak mau membiarkan sahabatnya itu berdiri sendirian.
"Kok lo ikut berdiri?" tanya Naura.
"Gak papa! Ini yang gue suka dari Lo, Naura!" ucap Aura.
"Apaan sih?"
"Gue beruntung banget punya sahabat kayak lo," ucap Aura sambil tersenyum.
"Udah deh, gak usah lebay! Kita itu harus punya rasa kemanusiaan. Kalau lagi ada orang yang membutuhkan, ya kita harus nolong mereka! Bukannya malah asik sama diri sendiri," Naura sengaja menaikkan nada bicaranya agar mereka dengar. Para penumpang tampak tersindir dengan perkataannya tadi.
***
Malam harinya, Naura merasa gerah dan panas. Naura pergi ke kolam renang. Dia memakai pakaian renang yang sudah di siapkan oleh pelayan.
Menceburkan dirinya ke dalam air yang dingin membuat tubuhnya terasa segar. Naura berendam di dalamnya dengan rasa nyaman. Saat tengah berenang, hp nya berdering. Dia langsung naik ke atas dan mengambil hp nya.
"Halo,"
"Naura, gue baru aja lihat Leo mesra-mesraan sama cewek,"
"Apa? Lo serius?"
"Iya Mau, gue gak bohong! Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Kalau lo gak percaya, gue udah kirim fotonya,"
Naura langsung melihatnya. Di foto itu tampak Leo sedang berpelukan dan berc1uman debgan seorang wanita.
"Lo lihat mereka di mana?"
"Di dekat apartemen Leo,"
"Lo sekarang di mana?" tanya Naura.
"Gue udah di rumah! Gue tadi gak sengaja lewat sana dan ngelihat mereka,"
Tanpa pikir panjang, Naura masuk ke dalam dan mengganti bajunya. Dia mengambil kunci mobil dan langsung bergegas ke apartemen Leo.
Dengan jantung yang berdegup kencang, Naura menarik gas mobil dan melaju dengan kecepatan yang lumayan.
Sesampainya di sana, Naura langsung masuk ke dalam.
"Maaf mbak! Anda tidak boleh masuk,"
"Saya pacarnya! Saya ingin mengunjunginya! Sekarang tolong beri saya akses," ucap Naura.
"Pacar? Tapi....tadi tuan Leo membawa seorang wanita dan bilang kalau dia pacarnya?" resepsionis itu tampak bingung.
Saya mendengarnya, Naura semakin over thinking.
"Saya mohon, beri saya akses untuk masuk ke sana," Naura memelas.
Setelah berhasil mendapatkan akses, Naura langsung naik lift. Dia mencoba untuk menelpon Leo tapi tidak diangkat.
"Leo....apakah dugaanku benar?" Naura semakin over thinking.
Ting~
Lift terbuka.
Naura berlari menuju ruangan apartemen milik Leo. Saat sampai di depan pintu apartemennya, Naura di kejutkan dengan suara pria dan wanita yang tengah tertawa. Langkahnya terhenti sejenak sambil mendengarkannya.
Terdengar pula suara des*jan dari dalam apartemen Leo. Naura mengepal kedua tangannya dan menahan air matanya agar tidak jatuh. Dengan yakin, Naura membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya dengan perasaan campur aduk.
Apa yang di lihatnya sekarang membuat hatinya tercabik-cabik. Naura menghampiri mereka yang tengah asik-asikkan. Dia menarik dan menjambak rambut wanita serta menyeretnya.
Leo tampak kaget karena Naura datang.
"Naura, hentikan!!" tegas Leo.
Leo membantu Wanita itu dan sangat memperhatikannya.
"Kamu gila?" tanya Leo marah.
Plak~
Satu tamparan keras mengenai pipi Leo.
"Dasar brengsek! Lo yang gila!!" makiku dengan emosi yang mendebarkan.
"Selama ini gue udah percaya sama lo, tapi lo malah mengkhianati gue!" Naura tidak habis pikir dengan perbuatan pacarnya itu.
"Lo udah hancurin kepercayaan gue! Gue kecewa sama lo!!" tegas Naura terus menahan air matanya.
"Hah....lo itu cuma jadi pelampiasan Leo selama ini! Dia cinta sama gue dan gue juga cinta sama Leo! Lo.....gak pantes berada di samping Leo!! Karena mulai sekarang....Leo milik gue!!" tegas wanita itu dengan nada licik.
Plak~
Satu tamparan jatuh ke pipi wanita selingkuhannya itu.
"Naura!!" bentak Leo kepada Naura.
Plak~
Satu tamparan jatuh ke pipi Naura dan membuat bibirnya berdarah karena terantuk gigi.
"Aku udah muak sama kamu! Mulai hari ini kita putus," tegasnya.
"Seharusnya gue yang bilang itu sama Lo! Untung ketahuannya sekarang! Kalau gak, mungkin gue bakal nyesel seumur hidup," ucap Naira dengan nada keras.
Naura mencopot cincin dan kalung pemberian dari Leo. Ia mencampakkan kalung dan cincin di wajah Leo.
"Makan tuh cinta!!" Naura pergi dari sana.
Dalam perjalanan, Naura menangis sejadi-jadinya. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan gila. Memacu mobilnya seperti seorang pembalap tanpa takut mati. Entah apa yang di pikirannya sekarang, dia bahkan tidak memiliki arah untuk di tuju.
Dalam jalanan yang sepi ada satu mobil truk di depannya di tikungan yang lumayan curam. Dia nekat menyalipnya dan tanpa sadar sebuah mobil lewat dari arah yang berlawanan. Mobil tersebut melaju dengan kecepatan cepat juga. Cahaya menembus kaca mobil Naura dan dengan cepat Naura membanting setir ke arah lain. Mobil yang tadi selamat sedangkan mobil Naura menabrak pembatas jalan hingga terguling beberapa kali dan terlempar cukup jauh.
Mobil mulai berasap dan mengeluarkan percikan api. Kaca mobil sudah berhamburan pecah kemana-mana. Di dalamnya, Naura terjebak dalam keadaan yang parah. Darah mengalir segar membasahi seluruh tubuhnya. Naura tersadar sebentar dan mengeluarkan butiran air mata. Nafasnya tersengal, jantungnya seperti akan berhenti berdetak, pandangannya menjadi buram, bahkan rasa sakit pun sudah tak terasa. Seluruh tubuh lumpuh dengan lumuran darah yang terus mengalir deras. Pandangan menjadi gelap dan entah apa yang terjadi setelahnya.
Seminggu kemudian~
Mata terbuka perlahan dan pandangan mulai menerang. Terlihat sebuah ruangan dengan di lengkapi alat-alat medis yang tertancap di tubuh Naura. Sebuah perban mengikat kepalanya dan juga sebelah kakinya.
Saat melihat Naura sadar, ibunya merasa sangat senang. Ibunya memanggil dokter untuk memeriksa Naura. Semenjak dia di rawat di sana, ibunya selalu setia menunggu dan menjaganya setiap saat.
Ibunya memeluk Naura sambil menangis. Tidak lama kemudian dokter bersama perawat lainnya datang.
"Keadaan Naura sekarang sudah jauh lebih baik," ucap dokter.
"Syukurlah," ucap ibunya.
Setelah mendengar kabar itu, Ayahnya dan abang-abangnya datang. Naura menoleh ke arah mereka.
"Mas," Ibunya memeluk ayahnya.
"Syukurlah Naira sudah baik-baik saja," ucap ayahnya.
Revandra menatapnya dengan wajah datar dan tajam sambil menyimpan tangannya di saku celana. Naura membuang tatapannya ke arah yang lain.
Vano mendekat ke arahnya sambil menyapanya.
"Hai adik! Kau masih kenal denganku kan?" tanya Vano.
Naura hanya diam saja.
"Ma....apakah Naura baik-baik saja? Kenapa dia hanya diam saja? Apa jangan-jangan dia lupa ingatan?" tanya Vano.
Naura mencoba menyenderkan bahunya dan di bantu oleh Vano.
"Huh....gue gak amnesia! Gue masih ingat sama semuanya," ucap Naura.
Beberapa hari kemudian, keadaan Naura mulai membaik dan dia sudah di perbolehkan untuk pulang. Naura belum bisa berjalan karena kaki kanannya belum pulih total. Dia terpaksa harus naik kursi roda.
Di dalam ruangan rawatnya, tampak sebuah kursi roda yang sudah di siapkan untuknya.
"Emang harus....pakai kayak gini?" tanya Naura.
"Iya nak! Kamu kan belum bisa jalan, jadi harus pakai kursi roda dulu," ucap ibunya.
"Huh....ribet amat dah," gumamnya kesal.
Kemudian Vano dan Revandra datang untuk menjemputnya.
"Hai adik! Perlu bantuan gak?" tanya Vano.
"Enggak,"
"Terus kamu naiknya gimana?" tanya Vano.
"Di bantuin sama mama,"
"Biar aku saja," ucap Revandra.
Tanpa basa-basi, Revandra langsung menggendong tubuh mungilnya. Ibu dan Vano sedikit terkejut.
"E-eh....woyy turunin gue!" Naura tidak mau di gendong.
"Gak usah banyak omong," Revandra dengan wajah dinginnya membawanya menuju mobil.
Keesokan harinya, Ibu dan ayahnya memberitahu kalau mereka akan ke luar negeri selama satu sampai dua bulan.
"Apa? Mau ngapain ma?" tanya Naura.
"Ada urusan di sana,"
"Jadi mama mau ninggalin Naura gitu aja?"
"Bukan gitu nak. Papa kamu butuh mama di sana, jadi mama harus ikut,"
"Terus.....nanti yang jaga Naura siapa? Naura kan lagi sakit?" tanya Naura.
"Kamu tenang aja, Revandra kan ada di sini! Dia akan nemenin kamu dan ngejaga kamu,"
"Loh, bukannya dia tinggal di luar negeri?"
"Iya, tapi untuk sementara ini Revandra akan memimpin perusahaan papa selama di sana nanti,"
"Terus bang Vano?"
"Kalau Vano....dia akan kembali ke luar negeri nanti malam,"
"Berarti aku berdua doang sama bang Revandra?"
"Gak juga! Kan masih ada para pelayan dan bodyguard lainnya,"
"Iya sih ma....tapi....kalau Revandra macam-macam sama kau gimana?"
"Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh! Revandra itu orang yang baik, dia pasti akan menjaga kamu dengan baik!"
Orang tuanya berangkat pada pagi hari menuju bandara. Naura memeluk ayah dan ibunya dengan erat. Kini tinggal tersisa dirinya dan Revandra.
Revandra tampak sedang menelpon orang dan dia buru-buru pergi. Naura hanya melihatnya dari kejauhan saja. Naura tidak berani mendekat karena menurutnya Revandra bukan orang yang baik.
"Huh....mau kemana dia? Apa mau nemuin cewek?" tanyanya curiga.
Revandra mengendarai mobil sport merahnya pergi entah kemana.
Naura menjalankan kursi roda otomatisnya. Dia menuju kamarnya. Dia mencoba berjalan perlahan-lahan. Naura sudah bisa berjalan dengan pelan-pelan dan hati-hati.
"Yes.... akhirnya aku bisa jalan!" Naura senang.
Naura belum bisa untuk berdiri lama-lama. Kakinya masih terasa sakit kalau berdiri dan memaksakan untuk berjalan.
Naura duduk di ujung kasurnya.
"Huh....ini semua gara-gara tuh cowok brengsek! Gue jadi hilang fokus saat berkendara dan jadinya kecelakaan kayak gini! Untung gue masih hidup," ucap Naura.
Lalu, ada seorang pelayan masuk dan memberitahukan kalau ada seseorang yang ingin bertemu dengan Naura.
"Siapa?"
"Katanya namanya Aura, nona!"
"Aura? Ya udah suruh masuk ke sini aja,"
"Baik nona!"
Tok..Tok...
"Buka aja pintunya,"
Klik...
Pintu terbuka.
"Naura!!" teriaknya sambil memeluknya.
"Gue senang lo baik-baik aja," ucapnya.
"Lo....tau rumah gue dari mana?"
"Dari ibu Lo! Gue minta alamat rumah sama ibu lo,"
"Maaf ya baru bisa ngejenguk kamu sekarang,"
"Gak papa kok!"
"Oh iya, gue mau kasih sesuatu buat lo!"
"Apa?"
Aura mengeluarkan sebuah undangan pernikahan dari dalam tasnya.
"Ini," dia menyodorkannya pada Naura.
Saat melihatnya Naura tampak terkejut.
"Loh? Lo....mau nikah sama Erik?"
"Iya,"
"Kok baru kasih tau sekarang?"
"Maaf...gue sama Erik mau buat kejutan buat kamu,"
"Ihhh...gak seru! Masa ngasih taunya dadakan gini sih?"
"Oh iya....gue mau minta maaf sama lo," ucap Aura.
"Maaf kenapa?"
"Gara-gara gue, lo jadi kecelakaan kayak gini,"
"Ya ampun....seharusnya gue yang terima kasih sama lo! Berkat lo, gue jadi tau kebusukan dari cowok brengsek itu," ucap Naura.
"Gue bersyukur tau lebih awal! Sekali lagi makasih ya! Lo memang sahabat terbaik," Naura memeluk tubuh Aura dengan erat.
"Hmm... ngomong-ngomong, gue gak di jadikan Bridesmaid nih?" tanya Naura.
"Tenang, lo juga bakal jadi Bridesmaid kok! Lo kan sahabat gue,"
"Berapa orang yang bakal jadi Bridesmaid?"
"Hmm....gak banyak sih! Cuma 4 orang aja,"
"Bajunya mau warna apa?" tanya Naura.
"Hmm....kalau soal baju gue sama Erik udah nyiapin! Kalau warna sih.....gak boleh di spill,"
"Kok gitu?"
"Ya...biar jadi kejutan aja! Sehari sebelum hari H kita bakal kasih bajunya ke kalian. Jadi tunggu aja,"
"Ahhh...main rahasia-rahasiaan ya? Emang boleh?"
"Boleh dong,"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!