...(Sebelum kalian baca.thor hanya mau mengingatkan,kalau kisah ini dituliskan berdasarkan akhir muncul nya masalah,bukan awal muncul nya masalah,jadi masih ada banyak kejadian yang menjadi misteri dan thor akan berusaha menjelaskan nya satu persatu mengikuti alur cerita,ok.selamat membaca dan have fun😘)...
...🌼🌼🌼🌼...
...(Cerita dimulai)...
...Di kedalaman gudang kosong yang pengap, berbau debu dan apek, Nayla terikat kuat, rantai besi dingin mengikis pergelangan tangannya yang terentang ke atas. Tubuhnya luruh, terduduk lemas di lantai semen yang kasar, wajahnya bengkak dan lebam. Setiap tarikan napasnya terasa perih, berdesir berat di antara bibirnya yang pecah-pecah. ...
...Perlahan, kelopak matanya yang terasa berat terbuka, menembus kegelapan yang pekat, lalu mendongak. Di hadapannya, sesosok bayangan tinggi berdiri, Alex. Siluet tongkat baseball di tangan kanannya tampak mengerikan, berpadu dengan kilau samar moncong pistol di tangan kirinya....
"K~kau... Kau sangat jahat, Alex... Padahal aku sangat mencintaimu, t~tapi ini yang aku dapatkan?" Suara Nayla, meski serak, mengiris kesunyian, menelanjangi kepedihan Nayla Salvatore, istri pertama dari Alex Salvatore, ketua mafia yang terkenal dingin dan kejam.
...Senyum menyeramkan terukir tipis di bibir Alex, sebuah ekspresi yang mampu mengoyak ketenangan. Ia melangkah maju, sepatu kulitnya berdecit pelan di lantai gudang. Lalu berjongkok, jemarinya yang kasar dan dingin meraih rahang Nayla. Sebuah tarikan kasar membuat kepala Nayla terdongak paksa....
"Cinta? Kau wanita menjijikkan yang pernah aku temui. Kau licik, dan aku sangat membencimu, Nayla," bisik Alex, nada suaranya sedingin es, dipenuhi kebencian yang mendalam.
...Aroma logam dari pistol dan bau maskulin Alex terasa menyesakkan di dekatnya....
...Nayla memejamkan mata erat, menelan ludah yang terasa getir dan kering. Tanpa disadari, sebutir air mata hangat meloloskan diri dari mata indahnya yang kini bengkak dan membiru akibat pukulan Alex. Rasa sakit fisik bercampur remuknya hati....
"Kau menangis? Kau pikir dengan menitikkan air mata palsumu itu, akan membuatku luluh? Kau wanita licik, Nayla. Kau berani membunuh anakku yang masih kecil di dalam rahim istri tercintaku, Cuuiiih!" Alex meludah tepat di wajah Nayla, cairan ludah itu terasa menjijikkan dan dingin di kulitnya. Ia bangkit, menatap Nayla dengan tatapan membunuh yang sedingin belati.
...Selama bertahun-tahun, Nayla selalu mencoba menutup kedua telinganya, membiarkan setiap makian dan umpatan Alex berlalu begitu saja. ...
...Namun hari ini, Nayla sadar sesadar-sadarnya, kebenaran menusuk hatinya bagai beling: seberapa keras ia berusaha, Alex akan semakin membencinya. Tak lama, suara tawa pilu yang pahit keluar dari bibir Nayla. Tawa itu pecah, memantul di dinding gudang yang sunyi, bercampur dengan isak tangis yang tertahan....
"Hahahaha! Hahahaha! Ini sangat lucu. Lucu sekali, Alex. Aku sangat puas saat melihat wanita kesayanganmu itu terguling dari anak tangga dan akhirnya keguguran." Nayla terus tertawa terbahak-bahak, namun ada nada kepedihan dan kehancuran yang amat mendalam di setiap tawanya, ia mendongak menatap Alex, sorot matanya kini memancarkan keputusasaan sekaligus dendam.
Klik!
...Suara kokangan pistol yang tajam membelah udara. Alex mengarahkan pistol ke arah Nayla, napasnya memburu marah, terdengar berat. ...
"Aku akan mengirimmu bergabung dengan ayah dan anakku di alam baka, wanita sial. Apa ada kata-kata terakhir?" tanya Alex, suaranya menggeram.
"Alex Salvatore. Di kehidupan ini, atau kehidupan selanjutnya, aku Nayla sangat membencimu, sangat-sangat membenci," ucap Nayla, mengukir senyuman miris di bibir tipisnya yang pucat. Ada ketenangan aneh di wajahnya, seolah ia telah menerima nasib.
Dor!
...Suara tembakan yang memekakkan telinga menggema, disusul keheningan yang mengerikan. Alex melepaskan tembakan tepat di kepala Nayla. Tubuh Nayla tersentak, lalu luruh. Seketika Nayla menghembuskan napas terakhir, di tangan Alex Salvatore, suaminya sendiri. Aroma mesiu tajam memenuhi udara....
*
*
*
...(Setahun Sebelum Kejadian)...
"Aaarrrrggg!" Nayla terbangun dari tidurnya, tubuhnya bergetar hebat, dibanjiri keringat dingin yang lengket. Ia meraba seluruh tubuhnya dengan teliti, lalu menyentuh kepalanya dengan tangan gemetar.
...Di sana, bekas peluru terasa samar di bawah ujung jarinya, hampir tak terlihat kecuali disentuh. Napas Nayla terengah-engah, jantungnya berdebar kencang di dada, tak percaya ini seperti mimpi. Namun, adanya bekas peluru di kepalanya, rasa sakit yang tersisa, membuat Nayla yakin: dia baru saja melakukan perjalanan waktu....
Tok... Tok... Tok.
"Nyonya! Nyonya, Anda baik-baik saja?" Suara pelayan dari luar kamar, diiringi ketukan pintu yang berulang, membuat Nayla menoleh ke arah pintu dengan keterkejutan dan ketakutan yang mendalam.
"Pergi! Pergi dari sini kalian semua!" raung Nayla histeris, suaranya pecah dan penuh kepanikan.
...Para pelayan yang ada di luar kamar menatap satu sama lain dengan wajah bingung, lalu memilih pergi dari sana. Mereka sangat takut dengan sikap Nayla yang arogan dan sombong. ...
...Langkah kaki mereka terdengar menjauh, meninggalkan Nayla dalam kesendiriannya....
...Setelah situasi mulai tenang, keheningan kembali merayapi kamar, Nayla turun dari atas kasur yang terasa terlalu empuk. Ia melangkah perlahan menuju balkon jendela kamar, lalu membuka tirai tebal dan jendelanya dengan lebar. ...
...Angin malam yang sejuk dan harum embun menyambut Nayla, menyentuh kulit putihnya dengan lembut, seolah tahu kesedihan yang dialami oleh Nayla. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya, membawa sedikit kelegaan dari panas tubuhnya....
"Alex. Aku membencimu, sangat~sangat membenci mu," gumam Nayla, mengulang perkataannya berulang kali, setiap kata menikam hatinya sendiri, hingga akhirnya tubuh Nayla lemas dan melorot turun di atas lantai dingin.
...Nayla menangis sejadi-jadinya, isaknya memilukan, saat memori penyiksaan di dalam ruangan gudang kosong dan gelap itu kembali menghantuinya. Ia bisa merasakan rasa sakit di setiap inci tubuhnya yang seolah memar kembali, saat Alex dengan tega memukul tubuh kecilnya memakai tongkat baseball. Bayangan hitam dan bau darah seolah muncul kembali di benaknya....
"Aaarrgggg! Aku membencimu Alex!" Teriakan Nayla sekali lagi menggemakan kesedihan dan kemarahan, bercampur tangisan pilu yang mengguncang jiwanya.
...Beberapa menit kemudian, Nayla kecapean menangis. Tubuhnya terasa remuk, ia tertidur pulas di atas lantai yang dingin....
Ceklek.
...Suara engsel pintu yang berderit pelan memecah keheningan. Pintu kamar Nayla terbuka. Terdengar suara langkah sepatu berat melangkah mendekati Nayla. Lalu, sepatu itu berhenti di samping Nayla yang sudah tertidur pulas dengan wajah sembab....
"Sangat ceroboh," gumam suara berat dari seorang pria bertubuh tinggi dan kekar. Dia adalah Alex, suami Nayla.
...Alex menatap Nayla, mendengus kesal. Lalu membungkuk dan menggendong Nayla masuk ke dalam pelukannya. Tubuh Nayla terasa ringan dan rapuh di lengannya. Ia berjalan menuju kasur, lalu merebahkan Nayla di atas kasur dengan hati-hati....
...Tak lupa Alex menyelimuti tubuh Nayla. Kain selimut terasa lembut di kulitnya. Lalu, ia menutup jendela balkon. Alex menghembuskan napas kasar dan melangkah pergi meninggalkan kamar Nayla, lalu menutup pintu kamar. Tak lama, kedua mata Nayla perlahan terbuka. Pupil matanya memancarkan kebencian yang amat dalam, menatap lurus ke arah pintu kamar yang kini tertutup rapat....
(Bersambung)
...🌼🌼🌼...
...Keesokan paginya, mentari pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai, membangunkan Nayla. Ia bangkit, merasakan dinginnya ubin di bawah telapak kaki, lalu melangkah ke kamar mandi. ...
...Pancuran air memanjakan kulitnya yang semalam terasa kaku. Setelah mandi, Nayla kembali, duduk di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan senyum miris. Ada kilatan tekad baru di matanya....
Tok... Tok... Tok.
...Suara ketukan lembut di pintu kamar mengalihkan pandangannya....
"Masuk," sahut Nayla, nada suaranya lembut, tak seperti biasanya, sambil mengoleskan skincare di wajah cantiknya.
Ceklek.
"Selamat pagi, Nyonya, sarapan sudah siap," sapa seorang pelayan tua, berdiri di ambang pintu dengan raut wajah tegang dan membungkuk takut.
"Pagi juga, Bi. Baiklah, setelah berganti baju, aku akan ke sana," jawab Nayla, nada suaranya tetap ramah.
...Mata sang pelayan terbelalak sempurna. Ia merasa sudah terlalu tua hingga salah dengar. Ini bukanlah Nayla yang mereka kenal. Jangankan menjawab sapaan, menoleh saja Nayla tak pernah sudi....
"K~kalau begitu... saya permisi dulu, Nyonya." Pelayan itu berbalik, terhuyung, dan segera pergi, ingin memberitahu pelayan lain tentang keanehan yang baru saja ia alami.
"Haaahh, sepertinya pelayan itu kaget dengan perubahan sikapku," gumam Nayla, menghela napas berat. Ia bangkit, melangkah menuju walk-in closet-nya.
...Beberapa saat kemudian, Nayla, yang sudah berpakaian rapi, menuruni anak tangga. Langkah kakinya ringan, berbeda dari aura beratnya dulu. Di meja makan, Alex sudah menikmati sarapannya dengan lahap, suara dentingan sendoknya terdengar ritmis....
"Nyonya. Silakan duduk, saya akan menyajikan sarapan untuk Anda," ucap pelayan, buru-buru menarik kursi untuk Nayla.
Nayla memamerkan senyuman tipis pada pelayan itu. "Terima kasih, Bi."
...Seketika, pelayan dan Alex terkesiap kaget, mata mereka serempak menatap Nayla. Namun, Nayla tak peduli. Ia duduk, mulai memilih sarapan....
"Bi, buatkan aku roti dengan selai nanas itu," Nayla menunjuk.
...Pelayan itu mengangguk paham, segera melaksanakan perintah. Ia sempat melirik Alex, namun Alex tak memperdulikannya. Dalam benaknya, Nayla pasti hanya ingin mencari perhatian, seperti biasa....
Drrttt... Drrttt.
...Ponsel Alex bergetar, memecah kesunyian sarapan. Baik Alex maupun Nayla menghentikan aktivitas makan. Dengan santai, Alex mengeluarkan ponsel dari sakunya, lalu menjawab panggilan....
"Iya," sahut Alex, nada suaranya dingin, namun ada sentuhan kelembutan yang aneh, sambil mengaktifkan loudspeaker.
"Sayang, kamu di mana? Aku merindukanmu."
...Suara manja seorang wanita dari seberang ponsel seketika membuat Alex salah tingkah. Ia melirik Nayla, yang asyik melahap sarapannya, sama sekali tak peduli percakapan Alex....
...Alex mengerutkan kening. Ini tidak biasa. Nayla biasanya akan mengamuk dan marah-marah mendengar suara wanita lain....
"Iya. Nanti aku akan menemuimu, sayang." Alex membalas, seolah ingin memprovokasi Nayla.
"Oke. Aku tunggu ya, sayang. Ummmuuaaccchhh, bye, love you."
...Ciuman lembut terdengar jelas dari seberang ponsel, penuh semangat....
"Iya, love you too, baby," balas Alex, ikut memberi ciuman lembut lewat ponsel, lalu mematikannya dan melanjutkan sarapan.
"Bi, aku sudah kenyang. Aku mau pergi sebentar," celetuk Nayla, bangkit dari kursi meja makan, lalu meraih tas tangannya.
"Mau ke mana kamu?" Alex tiba-tiba menghentikan langkah Nayla.
Nayla menoleh ke arah Alex.
...Tatapan matanya dingin, sedingin baja, tatapan yang belum pernah ia tunjukkan pada suaminya....
"Urusan apa kamu menanyakan kemana aku pergi?" Nayla bertanya balik, suaranya datar, tanpa emosi.
...Para pelayan, merasakan ketegangan mencekam di udara, bergegas meninggalkan ruang makan....
Brakkk!
"Dasar benalu! Aku bertanya karena aku berhak! Paham?!" Bentak Alex, menggebrak meja dengan marah, suara keras itu menggelegar. Ia menatap Nayla tajam.
"Berhak? Apa kau sedang bercanda, Tuan Alex Salvatore?" ucap Nayla, menatap Alex dengan senyum meremehkan yang pahit.
"Nayla! Jangan lupa kalau semua yang kamu pakai di sini adalah milikku. Jadi aku punya hak untuk bertanya kemanapun kamu pergi, camkan itu!" tegas Alex, mengepalkan tangannya kuat-kuat, buku-buku jarinya memutih.
"Oh, begitu rupanya."
...Nayla meletakkan tas tangannya yang mahal di atas meja makan. Perlahan, ia mulai melepaskan anting, kalung, dan gelang emas dari tubuhnya hingga tak tersisa apa-apa, lalu menaruh semuanya di atas meja. Setiap perhiasan yang jatuh menimbulkan bunyi ‘klik’ kecil yang menggema....
...Kening Alex semakin berkerut, menatap aksi Nayla. Tak lama, jari lentik Nayla mulai membuka kancing bajunya satu per satu, lalu melepaskannya di hadapan Alex....
"Cukup, Nayla!" bentak Alex, suaranya menggelegar, penuh amarah dan kejutan.
"Kenapa? Bukankah semua baju dan celana ini milikmu?" tanya Nayla, menatap Alex dingin, sepasang matanya tanpa ekspresi.
...Dengan marah, Alex bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekati Nayla. Aroma parfum Alex yang menusuk dan napasnya yang memburu terasa begitu dekat oleh Nayla....
"Kau pikir dengan membuka baju di hadapanku, aku akan tergoda begitu?"
...Alex menghentikan perkataannya sejenak, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya, mendekatkan bibirnya ke arah telinga Nayla....
"Bahkan jika kamu telanjang bulat di hadapanku, aku tidak akan bereaksi, karena kamu sangat menjijikkan," lanjut Alex berbisik di telinga Nayla, setiap kata adalah hinaan yang menohok, bagai pisau dingin mengiris jantung.
...Nayla mengepalkan kedua tangannya erat, kuku-kukunya yang panjang menembus kulit telapak tangannya yang mulus. Cairan merah kental segar mulai membasahi kedua tangannya, rasa perih itu seolah menjadi pengingat pahit atas harga dirinya yang terkoyak....
(Bersambung)
...❣️❣️❣️...
...Nayla mendongak, matanya yang dulu memancarkan cinta kini buram oleh kecewa, menatap Alex. Pria yang pernah ia cintai setulus napas, yang dulu begitu hangat merengkuhnya, kini berdiri di hadapannya seperti patung es, lidahnya setajam sembilu, mengiris hati. Miris, sungguh teramat miris....
"Itu dulu, Tuan Alex. Karena mulai sekarang, aku Nayla, tidak akan lagi buta dan mengejarmu seperti orang gila," tegas Nayla, suaranya bergetar menahan amarah yang bergemuruh di dadanya, nyaris meledak.
Alex tertawa renyah, tawa yang melukai, seolah meludahi wajah Nayla. "Hahahaha! Nayla, Nayla. Kau wanita yang hebat dalam berakting, tapi kau tidak akan bisa membodohiku."
...Matanya yang dingin menelanjangi Nayla, sebelum ia membalikkan badan dengan acuh tak acuh, berjalan pergi, kembali ke meja sarapannya yang tersaji rapi, seolah Nayla tak pernah ada di sana....
"Aku akan membalas setiap hinaan dan luka yang kau ciptakan, Alex Salvatore," bisik Nayla dalam hati, dadanya memanas seolah terbakar api amarah yang meluap-luap, membakar setiap inci kepedihan.
...Nayla memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-parunya dengan udara dingin yang menusuk. Tanpa sepatah kata pun, ia berbalik dan melangkah pergi dari pintu mansion. Di belakangnya, jejak cairan merah kental yang lengket menoreh di lantai marmer, mengikuti setiap langkah gontainya menuju pintu. Aroma besi dari cairan itu pun samar tercium, pahit....
...Setelah sarapan usai, Alex bangkit dari duduknya. ...
...Langkahnya yang mantap membawanya menuju pintu mansion. Matanya tak sengaja menangkap noda merah gelap di lantai. Ia berjongkok, ujung jarinya menyentuh darah segar yang masih terasa hangat, sedikit lengket di kulit....
"Cih! Dasar wanita licik," gumam Alex sinis, mengusap jarinya dengan sapu tangan putih bersih, lalu melemparnya ke sembarang arah seolah benda itu menjijikkan.
"Pelayan!" teriak Alex, suaranya menggema di seantero mansion yang megah, memecah keheningan.
...Mendengar seruan itu, para pelayan bergegas, langkah kaki mereka terdengar tergesa-gesa menuruni tangga dan berlari kecil menuju ruang tengah. Mereka berdiri di hadapan Alex, serentak membungkukkan kepala....
"Bersihkan semua ini sampai bersih, menjijikkan!" perintah Alex, suaranya mendesis penuh jijik, lalu berbalik dan menghilang.
*
*
*
...(Di sisi lain)...
...Nayla tiba di depan sebuah rumah mewah, pagar besi menjulang tinggi seolah ingin meraih langit, memisahkannya dari masa lalu. ...
...Matanya menatap pagar berukir itu, air mata jatuh menitik, membasahi pipinya. Hatinya terasa remuk, dihantam beban penyesalan atas kesalahan masa lalu yang terukir dalam ingatannya....
"Papa, maafkan aku..." lirih Nayla, suaranya pecah dan terbawa angin, kepalanya menunduk, tetesan air mata membentuk genangan kecil di kakinya.
...Ingatan Nayla kembali menyeretnya, menelusuri lorong waktu ke masa lalu. Masa di mana ia selalu membangkang, melontarkan kata-kata tajam yang menusuk hati sang ayah. Kenangan akan ayahnya yang sedih, terjerumus dalam depresi berat, hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir, menusuknya seperti belati dingin....
...Perlahan, Nayla mendekati pintu pagar. Tangannya terulur, jemarinya gemetar saat mendorong pintu pagar itu hingga terbuka lebar. Air mata Nayla semakin deras mengalir, mengalirkan kepedihan yang tak tertahankan saat ia melihat sosok sang ayah berdiri di taman depan rumah. ...
...Tuan Berto tengah memegang selang air, dengan sabar menyirami bunga-bunga yang bermekaran, aroma tanah basah dan kesegaran bunga menguar tipis di udara....
"Papa!" seru Nayla, suaranya serak karena tangis, ia berlari sekuat tenaga ke arah sang ayah.
...Tuan Berto Madeira, yang mendengar suara putri tercintanya yang memilukan, sontak menoleh ke arah pintu pagar. Selang air di tangannya terlepas begitu saja, jatuh ke rumput yang basah. Langkahnya tergesa, raut cemas terpeta jelas di wajahnya, menghampiri putri kesayangannya....
"Nak... kamu kenapa? Kenapa kamu menangis?" tanya Tuan Berto, suaranya penuh kekhawatiran, matanya menatap Nayla lekat-lekat.
"Papa, Papa, maafkan aku."
...Nayla terus berlari, tak peduli pada lututnya yang mungkin lecet, hingga akhirnya ia berhambur memeluk Tuan Berto. Pelukan itu begitu erat, seolah tak ingin melepaskan....
...Tangisan Nayla semakin menjadi-jadi dalam dekapan sang ayah. Ia tak menyangka, Tuhan masih berbaik hati, memberinya kesempatan kedua yang begitu berharga untuk memeluk dan meminta maaf pada ayahnya. Pelukan ini terasa seperti oasis di tengah gurun kekeringan hatinya....
"Nak, ada apa? Kenapa kamu menangis? Sudah, ada Papa di sini," bujuk Tuan Berto, tangannya mengusap lembut punggung Nayla, mencoba menenangkan badai di hati putrinya.
...Nayla menggelengkan kepala, tangisnya berubah histeris, ia mendongak menatap Tuan Berto, air mata membasahi wajahnya....
"Tidak, Papa, Nayla jahat, Pa. Nayla menyakitimu, Papa, maafkan Nayla... hiks... Hiks... Hiks..." lirih Nayla, suaranya putus-putus oleh isak.
...Tak tahan mendengar suara tangisan Nayla yang memilukan hati, Tuan Berto pun ikut menitikkan air mata. Hatinya teriris nyeri melihat putrinya menangis tersedu-sedu dalam pelukannya....
"Ssstttsss... Lala sayang. Putri Papa yang cantik, Papa tidak marah atau membencimu, Nak. Maafkan Papa yang tidak bisa memberikan kasih sayang yang cukup untukmu, Maafkan Papa..." lirih Tuan Berto, suaranya berat menahan haru.
...Lala. Panggilan kasih sayang itu dulu begitu akrab, diberikan Tuan Berto secara khusus saat Nayla masih kecil. Setelah sang istri meninggal dunia akibat pendarahan saat melahirkan Nayla, Tuan Berto terpaksa membesarkan Nayla seorang diri hingga Nayla berumur 5 tahun. Setiap hari Nayla terus menangis, suara rengekannya mengisi kesunyian rumah, menginginkan seorang ibu seperti anak-anak lain. Akhirnya, mau tak mau, Tuan Berto terpaksa menikah lagi dengan seorang janda yang sudah memiliki seorang putri seumuran Nayla, yaitu Hana Madeira....
...Awalnya, semuanya berjalan baik-baik saja. Namun, seiring bertambahnya usia, Nayla menjadi mudah cemburu. Perasaan pahit itu muncul saat sang ayah lebih dekat dengan Hana, kakak tirinya. Tak segan Nayla marah, bahkan memukuli kakak tirinya, sehingga membuat sang ayah marah dan terjadilah perdebatan sengit di antara mereka berdua....
...Hingga pada suatu saat, Nayla jatuh cinta untuk pertama kali kepada seorang pria. Mereka berpacaran cukup lama, hari-hari dipenuhi janji-janji manis, hingga kejadian nahas menimpa mereka dan pria itu pun menghilang tanpa kabar. Namun, suatu hari pria itu kembali muncul di hadapan Nayla, dan sialnya, ia datang untuk melamar Hana, bukan Nayla. Bagai disambar petir di siang bolong, hati Nayla hancur berkeping-keping....
"Nak. Ayo kita masuk dulu, ayah akan membuatkan teh kesukaanmu," ajak Tuan Berto, melepaskan pelukan, lalu merangkul kedua bahu Nayla, membimbingnya masuk ke dalam rumah.
...Di dalam rumah, Nayla melirik sekeliling. Senyum pahit tersungging di bibirnya saat menatap setiap inci ruangan. Ruangan yang dulu sering ia lari ke sana kemari dengan langkah-langkah kecilnya, tawa riangnya menggema saat Tuan Berto memakai topeng kucing, berpura-pura mengejarnya, ingin menerkamnya....
"Papa, ahahaha! Sudah Papa, Nayla tidak kuat lagi."
Suara Nayla kecil, tawa riang itu kembali memenuhi pikiran Nayla, membisikkan kenangan.
"Ahahaha! Papa akan memakanmu, nyam... Nyam... Nyam."
Suara Tuan Berto yang menggemaskan, gigitan kecil di pipi gembul Nayla kecil membuat Nayla kecil tak bisa berhenti tertawa.
...Lagi-lagi air mata Nayla jatuh tanpa permisi, membasahi pipinya yang sudah basah. Ia merasa sangat bersalah kepada sang ayah yang rela melakukan apa pun demi dirinya, bahkan menikahi seorang janda demi kebahagiaannya....
"Papa, Mama, mulai sekarang. Nayla tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi, Nayla janji," batin Nayla, mengusap matanya dengan kasar, lalu kembali berhambur memeluk sang ayah yang tengah membuat teh hangat untuknya.
...Aroma teh melati yang menenangkan mulai mengisi ruangan, membawa sedikit kehangatan di tengah badai emosi Nayla....
(Bersambung)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!