Amora Kiyoko, seorang gadis yatim piatu yang lembut hati, menjalani hidup penuh cobaan. Ia tinggal bersama bibinya, Tessa, dan sepupunya, Keyla, yang memperlakukannya dengan kejam. Amora menjalani hari-hari dengan penuh tekanan, namun ia tetap bertahan.
Pagi itu, teriakan menggema dari dapur.
"Amora! Ke mana sih kamu?" suara lantang Tessa memanggil.
Amora bergegas masuk, "Iya, Tante. Maaf, tadi lagi jemur baju. Ada apa, Tante?"
Tessa mendengus kesal sambil menunjuk piring di meja, "Masak cuma tempe goreng sama ikan asin? Kamu nggak becus masak apa?"
Amora menunduk, mencoba menahan perasaan, "Maaf, Tante. Bahan makanannya habis, dan uang bulanan dari Tante juga belum ada."
Tessa menyodorkan uang dengan kasar, "Ini! Cepat belanja, dan cari kerja juga. Jangan jadi pemalas!"
"Baik, Tante," jawab Amora pelan. Namun sebelum sempat melangkah, Keyla datang dengan wajah masam.
"Amoraaaa! Kamu tuh nyetrika nggak becus, ya? Lihat nih baju gue masih kusut!" katanya sambil melemparkan pakaian ke arah Amora.
Amora mencoba menjelaskan, "Tadi sudah aku setrika, Laa..."
"Alasan! Gue nggak mau tahu. Sekarang juga harus disetrika ulang!" bentak Keyla
"Tapi Tante Tessa suruh aku belanja bahan makanan," ujar Amora bingung.
"Ya urusan lo lah!" sahut Keyla acuh.
Di tempat lain, Arhan Saskara, CEO muda PT Saskara Group, tengah menghadapi masalah di perusahaannya. Sikapnya yang dingin dan tegas membuat semua orang segan, kecuali sahabatnya, Galang Frederick. Hari itu, ia ada pertemuan penting di sebuah restoran, tempat di mana Adara baru saja bekerja sebagai pelayan.
Di restoran, Amora bertemu dengan seorang rekan kerja, Zeline, yang menyambutnya dengan ramah. "Eh, anak baru. Nama lo siapa?"
"Amora," jawabnya.
"Semoga lo betah kerja di sini. Eh, ngomong-ngomong, ada Tuan Muda Saskara. Lo yang layani, ya," ujar Zeline sambil menunjuk ke arah seorang pria berwibawa di meja VIP.
Dengan gugup, Amora menghampiri meja tersebut, "Selamat siang, Tuan Muda. Mau pesan apa?"
Galang yang duduk di sebelah Arhan menjawab, "Buatkan kopi dengan sedikit gula untuk Tuan Muda, dan coffee latte untuk saya."
"Baik, ditunggu sebentar," kata Amora.
Namun, saat hendak menyajikan kopi untuk Arhan, Amora tanpa sengaja menumpahkannya ke tangan pria itu. Arhan meringis menahan sakit, sementara Galang memarahi Amora, "Kau ini bisa kerja atau tidak?!"
"Maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja," jawab Amora dengan panik.
Manajer restoran yang melihat kejadian itu langsung memecat Amora tanpa mendengarkan penjelasannya. Amora memohon agar diberi kesempatan, tetapi keputusannya tetap sama. Dengan berat hati, Amora meninggalkan restoran.
Setelah dipecat, Amora kembali ke rumah dengan tangan kosong. Tessa yang marah besar langsung menganiaya Amora hingga tubuhnya penuh luka. Tidak hanya itu, Amora diusir dari rumah. Dalam keadaan putus asa, ia pergi ke makam orang tuanya. Hujan turun deras, tetapi Amora tidak peduli. Ia menangis tersedu-sedu di depan pusara.
"Mama... Papa... kenapa kalian tinggalkan Adara sendiri? Amora sudah tidak kuat..." suaranya terisak sebelum akhirnya tubuhnya ambruk, pingsan di bawah hujan.
Dari kejauhan, Arhan dan Galang yang kebetulan melintas melihat kejadian itu. Tanpa pikir panjang, Arhan menyuruh Galang membawa Amora ke dalam mobil.
"Ke apartemenku," perintah Arhan tegas.
Dalam perjalanan, Arhan termenung. "Kenapa banyak luka di tubuh gadis ini? Bukankah tadi di restoran dia baik-baik saja?"
Galang menjawab dengan pelan, "Dia tinggal dengan bibinya yang kejam. Luka itu pasti akibat perlakuan bibinya."
Ada sesuatu di dalam hati Arhan yang bergejolak. Ia merasa tidak terima mendengar cerita itu. Meski baru bertemu, sosok sederhana Amora telah mengusik hatinya dengan cara yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Amora perlahan membuka matanya dan mendapati dirinya berada di sebuah kamar yang asing. Suara detik jam terdengar samar, menambah kegelisahannya. Ia melihat sosok Arhan duduk di sofa, menatapnya dengan wajah datar.
"Ehh... di mana aku? Tu... Tuan Muda?" tanya Amora dengan suara lemah.
"Ya," jawab Arhan singkat tanpa ekspresi.
"Apa yang Tuan lakukan? Saya mohon, maafkan kesalahan saya di restoran tadi. Tapi tolong jangan lakukan sesuatu yang..." Amora tak sanggup melanjutkan kalimatnya, takut membayangkan apa yang akan terjadi.
Arhan memandangnya tajam. "Kamu pikir saya pria seperti apa? Jangan membuat asumsi bodoh."
"Saya... saya harus pergi, Tuan," Amora mencoba bangkit.
Namun suara Arhan menghentikannya. "Satu langkah saja kau berani keluar dari sini, aku tidak akan segan menghentikan mu dengan cara yang tidak kau suka."
Mendengar nada ancamannya, Amora menelan ludah, gugup. "Baik, Tuan. Saya akan tetap di sini."
Arhan menghela napas panjang dan menunjuk ke arah lemari. "Ganti bajumu. Ada kemeja di dalam lemari itu. Pakai saja."
"Hah? Kemeja Tuan?" tanya Amora kaget.
"Jangan banyak tanya. Cepat," balas Arhan tegas.
Beberapa menit kemudian, Amora keluar mengenakan kemeja putih milik Arhan yang kebesaran, tampak seperti gaun saat dipakainya. Warna putih kemeja itu serasi dengan kulitnya, membuatnya terlihat anggun meski sederhana.
"Makan," perintah Arhan sambil menunjuk meja makan.
"Sa... saya?" Amora menunjuk dirinya sendiri, ragu.
"Ya, duduklah," kata Arhan tanpa banyak bicara.
"Te... terima kasih, Tuan Muda," balas Amora canggung sambil duduk.
Arhan memperhatikan Amora yang tampak cemas. "Apa kau takut padaku?" tanyanya tiba-tiba.
Amora mengangguk pelan. "Iya..."
"Ada apa? Wajahku menyeramkan seperti monster?" Arhan menyindir dengan nada datar.
Amora spontan menggeleng, namun tak sengaja melontarkan kalimat yang membuatnya malu sendiri. "Ti... tidak, Tuan. Tuan sangat tampan." Menyadari ucapannya, ia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Maaf, maksud saya... tidak seperti monster," tambahnya sambil tersipu.
Arhan, untuk pertama kalinya, tersenyum tipis. "Siapa namamu?" tanyanya, mencoba mencairkan suasana.
"Sa... Saya Amora Kiyoko"
"Nama yang cantik," gumam Arhan.
Suara ponselnya memecah suasana. Arhan mengangkat panggilan dari Galang.
📲 "Ada apa?" tanya Arhan.
"Masih di apartemen?" Galang bertanya di seberang.
"Ya."
"Ibumu mencari. Katanya baru pulang dari luar negeri."
"Baik, aku akan segera pulang," jawab Arhan sebelum menutup telepon.
Ia menoleh ke arah Amora. "Aku harus pergi. Tetaplah di sini dan jangan pergi ke mana-mana sampai aku kembali."
Amora mengangguk pelan. "Baik, Tuan Muda."
"Jaga dirimu," kata Arhan sebelum melangkah pergi.
Kalimat itu membuat Amora terdiam. Pipinya memerah tanpa sadar. Perhatian kecil dari Arhan terasa begitu hangat, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
"Kenapa Tuan Muda aneh sekali..." gumam Amora sambil tersenyum kecil.
Di rumah keluarga Saskara, Arhan bertemu ibunya, Rara, yang baru pulang dari perjalanan panjang.
"Kamu dari mana? Kantor bilang kamu tidak ada hari ini," tanya Rara dengan nada menyelidik.
"Ada urusan di luar," jawab Arhan singkat. "Kenapa Mama tidak bilang kalau akan pulang?"
Rara tersenyum kecil. "Mama mau kasih kejutan."
"Terserah Mama," balas Arhan sambil berjalan ke arah pintu.
"Kamu mau pergi lagi?" tanya Rara.
"Iya. Arhan mungkin tidak pulang malam ini, akan ke mansion," jawabnya tanpa menoleh.
"Baiklah," sahut Rara, meski tampak kecewa.
Kembali di apartemen, Amora merasa bosan karena tidak ada yang bisa ia lakukan. Meski begitu, ia bersyukur terhindar dari siksaan bibinya. Ia membuka ponselnya dan melihat pesan dari Zeline.
✉️Zeline
"Amora, lo di mana? Kenapa ngilang setelah dipecat?"
✉️Amora
"Aku baik-baik saja, jangan khawatir."
✉️Zeline
"Gimana gue nggak khawatir! Kita kan sahabatan."
✉️Amora
"Maaf, Zel. Aku belum bisa kasih tahu aku di mana."
✉️Zeline
"Kenapa, Ra?"
✉️Amora
"Belum saatnya. Ya sudah, semangat kerja, ya!"
✉️Zeline
"Oke. Tapi jangan hilang lagi, ya!"
Menutup percakapan itu, Amora termenung. Pikirannya buyar saat Arhan tiba-tiba muncul dari pintu.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Arhan dengan suara rendah.
Amora terlonjak kaget. "Tu... Tuan! Mengagetkan saja..."
"Aku bertanya, kau sedang apa?" ulang Arhan.
"Tidak, saya hanya chat dengan teman saya," jawab Amora cepat.
"Laki-laki?" tanya Arhan dengan nada dingin.
"Bukan, Tuan. Teman saya di restoran waktu itu," jelas Amora.
"Oh," jawab Arhan sambil berlalu, meninggalkan Amora yang kini bertanya-tanya tentang sikap pria itu.
Hubungan antara Amora dan Arhan semakin dekat seiring berjalannya waktu. Meski belum ada kata cinta yang terucap, perhatian dan kebiasaan mereka menunjukkan kedekatan layaknya pasangan sejati.
"Kak, aku sudah buatkan sarapan," kata Amora dengan senyum hangat.
"Masakanmu selalu enak, Amora," balas Arhan sambil menikmati makanan di hadapannya.
"Kak, bolehkah aku bekerja?" tanya Amora hati-hati.
Arhan menghentikan aktivitasnya sejenak, menatapnya. "Kerja?"
"Iya, Aku jenuh kalau hanya diam di apartemen setiap hari," jawab Amora.
"Mau kerja apa?"
"Di restoran saja. Aku kan hanya lulusan SMA."
Setelah berpikir sejenak, Arhan mengangguk. "Baiklah, terserah kamu. Tapi ingat, aku tidak mau melihatmu dekat dengan pria lain."
Amora tersenyum lega. "Makasih ya Kak."
"Malam ini aku pulang ke rumah, jadi jangan menungguku," tambah Arhan sambil merapikan dasinya.
"Iya, Kak."
Arhan bangkit berdiri, bersiap untuk pergi. "Aku harus ke kantor, ada rapat penting pagi ini. Aku tidak bisa mengantarmu."
"Tidak apa-apa, Kak. Aku bisa naik taksi."
"Setelah kerja, langsung pulang," kata Arhan dengan nada serius.
"Baik. Kak Arhan hati-hati, ya," ujar Amora pelan.
Arhan tersenyum tipis, lalu mencium keningnya seperti biasa. "Ya," jawabnya singkat sebelum pergi ke kantor.
Sementara itu, Amora membereskan meja makan dan bersiap untuk kembali bekerja di restoran yang sama, hari pertamanya setelah sekian lama.
Di restoran, Zeline langsung menyambutnya dengan penuh semangat. "Amora! Ini serius, lo? Kamu kerja di sini lagi?"
Amora tersenyum. "Iya, Zel. Mulai hari ini aku kerja lagi di sini."
"Serius? Gue seneng banget bisa bareng sama lo lagi!" seru Zeline antusias.
"Ya udah, yuk kerja dulu. Nanti kita lanjut ngobrolnya," jawab Amora sambil menggulung lengan bajunya.
"Oke, tapi lo utang penjelasan sama gue!" Zeline mengancam main-main.
"Iya, nanti aku ceritakan," janji Amora.
Di kantor PT Saskara Grup, Arhan baru saja menyelesaikan rapat dengan klien. Namun, Galang yang menemaninya di ruang kerja menyadari sesuatu.
"Kau tidak fokus hari ini, Han," ujar Galang sambil mengamati wajah sahabatnya.
"Sudah selesai, kan?" jawab Arhan singkat.
"Apa wanita itu masih di apartemen mu?" tanya Galang to the point.
"Ya."
"Kalian pacaran?"
"Tidak."
"Jadi, apa status kalian? Tinggal satu apartemen tanpa status jelas?" desak Galang.
"Diam, Galang."
"Ish, kau ini! Kalau suka, ungkapkan saja! Tapi jangan beri harapan kalau tidak berniat serius," nasihat Galang tegas.
Arhan berdiri, meraih jasnya. "Aku pergi menemuinya."
"Kalau begitu, ungkapkan!" seru Galang sambil menggelengkan kepala.
Di restoran, Arhan memilih duduk di sudut ruangan, memperhatikan Amora dari kejauhan. Ia tersenyum melihat gadis itu melayani pelanggan dengan penuh semangat. Namun senyumnya menghilang ketika ia melihat dua sosok yang membuat emosinya mendidih: Tessa dan Keyla.
Tessa memanggil Amora dengan nada tinggi. "Hei, kau!"
Amora tersentak kaget. "Tan... Tante?"
"Buatkan aku soto yang enak di sini," perintah Tessa dengan nada meremehkan.
"Dan gue nasi goreng," tambah Keyla.
"Baik, ditunggu sebentar," jawab Amora sambil berlalu ke dapur.
Lima menit kemudian, Amora menyajikan pesanan mereka. Namun, Tessa mulai mencari masalah.
"Pelayanan macam apa ini? Soto ini dingin! Kau tidak becus bekerja!" teriak Tessa, memaki Amora di depan pelanggan lain.
Amora menunduk, berusaha menahan air mata. "Maaf, Tante. Saya akan menggantinya."
Namun, Tessa tidak puas. Dengan sengaja, ia menyiramkan kuah panas ke arah Amora.
"Ahhh! Panas!" jerit Amora kesakitan. Kuah panas itu mengenai leher dan dadanya.
Saat itu juga, suara lantang menggelegar memenuhi ruangan.
"BERHENTI ATAU MATI!" teriak Arhan dari sudut ruangan, membuat semua orang terdiam.
Arhan melangkah cepat ke arah Amora, mengangkat tubuh gadis itu dalam gendongannya. "Amora, kau aman bersamaku," katanya pelan namun tegas.
Tessa dan Keyla langsung panik dan melarikan diri. Sementara itu, para pengunjung restoran hanya bisa terkejut melihat sosok pria tampan dan berwibawa itu membawa Amora pergi dengan penuh perhatian.
Zeline, yang melihat semuanya, terdiam di tempat. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Arhan adalah sosok di balik kehidupan Amora selama ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!