Ashfa Zaina Azmi, seorang wanita yang baru saja lulus dan mendapatkan gelar diploma akuntansi. Seorang wanita keturunan Jawa tetapi lahir dan besar di Kalimantan Timur. Wanita itu sednag bersiap mengendarai motor maticnya. Ia baru saja memasukkan lamarannya ke sebuah perusahaan tambang batubara. Entah diterima atau tidak, ia pasrahkan semuanya kepada Allah. Jika tidak diterima, mungkin ia akan mulai belajar untuk mendaftar ASN nanti.
“Azmi!” Panggil seseorang dari belakang.
“Raika!”
“Kamu juga daftar disini?” Tanya Raika yang memeluk Azmi.
“Iya. Kamu sendiri? Bukankah kamu sudah diterima di perusahaan SMD?”
“Aku mundur. Ternyata aku hanya diterima sebagai resepsionis!”
“Kenapa mundur? Walaupun resepsionis, gajinya tetap besarkan?”
“Gajinya bukan masalah! Yang jadi masalah, resepsionis tidak memiliki jenjang karir. Kedepannya akan sulit kalau mau naik jabatan atau mengisi skil. Kalau kamu bagaimana?”
“Apapun itu. Aku membutuhkan pekerjaan ini karena aku tidak ingin menyusahkan kedua orang tuaku.”
“Kenapa tidak jadi ASN saja?”
“Itu rencana cadangan.”
“Baiklah! Semoga kita berdua bisa bekerja di satu departemen.”
“Aamiin..”
Keduanya berpisah. Azmi melajukan motornya kembali ke rumah. Jarak rumahnya dengan perusahaan yang ia lamar sekitar 4 km, dengan jarak tempuh sekitar 25 menit. Sampai dirumah, Azmi segera membersihkan rumah karena saat ini kedua orang tuanya dan adiknya sedang pergi ke rumah saudara mereka. Ada acara pernikahan salah satu sepupunya. Selain karena melamar pekerjaan, alasan Azmi tidak ikut adalah untuk menghindari berbagai pertanyaan seputar pernikahannya.
“Kenapa juga aku disamakan dengan mereka yang nikah muda? Aku masih ingin menikmati kesendirianku.” Gumam Azmi sambil menyapu.
Selesai dengan pekerjaan rumah, Azmi membuka laptopnya dan mencari lowongan pekerjaan lain untuk cadangan selain mendaftar ASN. Tetapi saat ia baru akan masuk ke profil perusahaan tambang, ponselnya berdering. Panggilan dari sebuah nomor rumah yang memiliki kode area Kalimantan Timur.
“Halo.”
“Halo selamat siang. Apakah benar ini dengan Saudari Ashfa Zaina Azmi?”
“Ya, saya sendiri.”
“Saya ucapkan selamat. Anda diterima di perusahaan KRN sebagai resepsionis. Jika Anda menerimanya, besok pagi Anda sudah bisa induksi.”
“Bukankah yang saya lamar sebelumnya adalah lowongan administrasi?”
“Ya. Tetapi lowongan administrasi telah terisi oleh kandidat dari kantor pusat, sehingga tersisa lowongan resepsionis. Anda bisa melolak jika tidak berkenan. Untuk gaji pokok, Amda akan mendapatkan 3 juta selama 3 bulan. Kemudian mulai mendapatkan insentif dan tunjangan di bulan keempat.” Azmi berpikir sejenak sebelum menerima tawaran tersebut.
“Baik. Saya terima.”
“Baik. Anda bisa datang ke kantor pukul 7 pagi untuk induksi dan pengenalan. Aktif bekerja akan dihitung setelah proses induksi dan pengenalan selesai. Apa ada yang ingin ditanyakan?”
“Tidak. Terimakasih.”
Azmi teringat perkataan Raika tadi. Kalau resepsionis tidak memiliki jenjang karir. Tak masalah. Yang penting ia sudah mendapatkan pekerjaan. Langkah selanjutnya ia bisa memikirkannya nanti. Setelah memiliki pengalaman bekerja, ia akan lebih mudah melamar kemanapun nantinya.
...****************...
Keesokan paginya, Azmi berpamitan dengan kedua orang tuanya lewat telepon untuk berangkat bekerja karena mereka baru akan kembali lusa. Sampai di tempat kerja, Azmi disambut Serli, admin HR. Serli membantu proses induksi Azmi dan mengajarnya berkeliling sembari menjelaskan struktur tempat bekerja.
“Kamu bisa menggunakan mesin fotokopi?”
“Tidak, Mbak.”
“Sini aku ajarkan.” Serli mengajari Azmi cara memfoto kopi dokumen mulai dari yang warna dan hitam putih.
Kemudian cara mengisi kertas dan tinta. Setelah itu, Serli membawa Azmi ke ruang stok stasionery dimana semua kebutuhan kantor ada disana. Serli memberikan daftar inventaris disana dan meminta Azmi untuk menghafalkannya karena selain sebagai resepsionis, Azmi juga berperan sebagai penyedia stok jika saja ada departemen yang memerlukan stasionery maka akan berhubungan dengannya. Azmi bahkan diberikan form order jika saja ada stok yang menipis.
Azmi mencatat semua yang Serli katakan kedalam buku catatan kecilnya. Semua pekerjaan yang harus ia lakukan juga sudah ia tulis disana.
“Sementara itu dulu untuk hari ini. Kamu bisa mulai bekerja besok. Jam normal kerja kamu dari jam 7 pagi sampai pukul 5 sore.” Kata Serli yang melihat jam tangannya menunjukkan jam makan siang.
“Baik, Mbak.”
Azmi pamit dan mengemasi barangnya. Ia kembali pulang ke rumah setelah sebelumnya mampir ke warung padang untuk membeli makan siang.
Setelah membersihkan diri dan melaksanakan sholat dzuhur, Azmi menikmati makan siangnya sambil membuka ponsel yang sedari tadi ia silent.
Raika: Kamu mengambil pekerjaan resepsionis itu?”
Raika: Aku mencabut lamaranku dan mendaftar di perusahaan ASR.
Raika: Hey! Katakan sesuatu!
Raika: Jangan bilang aku belum memperingatkan mu!
Hanya pesan dari Raika yang mengomelinya, sementara yang lain memberikan selamat.
Azmi: Ya, aku menerimanya. Anggap sebagai batu loncatan.
Segera setelah Azmi membalas pesan, Raika menghubunginya.
“Batu loncatan apa? Resepsionis tidak ada jenjang karir! Bukannya aku sudah mengatakannya kemarin?” Sergah Raika bahkan sampai lupa memberikan salam.
“Sementara ini dulu, nanti kalau bosan baru mendaftar ke tempat lain. Paling tidak bisa mengisi pengalaman kerja di CV nanti.”
“Kamu terlalu santai!”
“Bukan santai. Tidak ada salahnya memulainya sebagai resepsionis, daripada aku nganghur terlalu lama. Kasihan Ayah dan Ibu.”
“Ayah kamu itu pensiunan KDC, perbulan masih mendapat tunjangan dan bulanan kontrakan juga lancar. Apa yang kamu khawatirkan?”
“Ya memang mereka tidak memaksaku harus bekerja, tetapi aku yang mau. Mereka sudah membesarkanku sampai aku bisa lulus diploma.”
“Terserah lah! Jangan iri nanti kalau aku mendapat jabatan diatasmu!”
“Tidak akan.” Azmi tersenyum, membuat Raika semakin meradang.
Akhirnya Raika memutuskan sambungannya. Raika adalah satu satu teman Azmi yang berjuang bersama sejak SMP. Dari beberapa temannya, hanya Raika yang memiliki sifat keras. Walaupun begitu, Raika adalah teman yang baik. Makanya Azmi tetap berteman dengannya dan menganggap sikap Raika adalah hal biasa.
Selesai makan, Azmi membersihkan piringnya dan mulai mencuci pakaian. Soalnya pekerjaan rumah, Azmi bisa melakukan semuanya. Hanya saja, untuk memasak ia masih kalah dengan sang adik yang jago memasak. Ia lebih memilih membeli makanan daripada memasak sendiri karena rasanya sudah pasti tidak enak. Jemuran sudah ia selesaikan, Azmi memainkan ponselnya sampai tidak terasa ia terlelap.
Saat adzan asar berkumandang, Azmi bangun dan bersiap untuk mandi. Tetapi ketika akan berjalan ke kamar mandi, ia mendengar suara ketukan dari luar. Segera Azmi mengenakan hijab instan dan melihat keluar jendela sambil menjawab salam.
“Ada perlu apa, Ram?”
“Ini ada titipan dari Nia.” Rama menyerahkan kotak yang terbungkus plastik.
“Terima kasih.” Saat Azmi akan menutup pintu kembali, Rama menghentikannya.
“Apa kamu ada waktu malam minggu ini?”
“Maaf, tidak ada.” Jawab Azmi seraya mengangguk dan menutup pintu rumah.
Rama diam sejenak atas penolakan Azmi. Ia berbalik dan pergi mengendarai motornya setelah menata hatinya.
Azmi sudah siap dengan kemeja warna putih dan celana kain berwarna hitam yang senada dengan hijabnya. Ia belum bisa mengenakan seragam karena tidak ada seragam yang sesuai dengan ukuran tubuhnya.
Dengan membaca Basmalah, Azmi melajukan motornya untuk berangkat bekerja. Hari pertamanya bekerja, ia akan memberikan kesan terbaik. Sampai di tempat kerja, Azmi bertemu Serli yang memberikannya nametag sekaligus pekerjaan pertamanya berupa tumpukan buku tamu yang harus ia input kedalam komputer.
“Tidak ada deadline kan mbak?” Tanya Azmi.
“Tidak ada, hanya saja sebelum akhir tanggal 29 bulan ini harus sudah selesai untuk laporan akhir bulan.”
“Sama saja deadline namanya!” Batin Azmi.
“Setiap akhir bulan kamu akan menyusun laporan laporan dari buku ini dan total pengeluaran juga pemasukan stasionery.” Azmi mengangguk.
“Sementara kamu pakai absen manual dengan ini. Nanti setelah aku masukkan ke mesin absen, baru kamu bisa absen otomatis.” Serli memberikan lembaran absen untuk Azmi.
Setelah itu Serli meninggalkan Azmi dan menuju ruangannya sendiri. Azmi menuju mejanya dan menyalakan komputer yang ada disana. Segera Azmi membuka Excel untuk membuat tabel data.
“Tok.. Tok.. Tok..”
Azmi mendongak melihat siapa yang mengetuk mejanya.
“Ada yang bisa dibantu, Pak?”
“Tolong fotokopi kan ini!”
“Berapa copy?” Tanya Azmy sembari menghitung jumlah kertas dalam dokumen tersebut.
“Masing-masing-masing 5 copy. Khusus yang ini 10 copy.”
“Baik, Pak. Tunggu sebentar.” Azmi masuk kedalam dan memfotokopi seperti yang diajarkan Serli kemarin.
Selesai dengan fotokopi, Azmi menyetaples kertas sesuai dengan aslinya. Baru setelah itu kembali dan menyerahkannya kepada orang yang menunggunya.
“Silahkan, Pak.”
“Oke. Terima kasih.” Ucap Bapak tersebut setelah memastikan total yang diinginkannya.
“Sama-sama.” Azmi memasang senyum profesionalnya.
Kembali Azmy berkutat dengan komputernya. Seberapa cepat ia bisa mengetik, tetap tidak bisa menyelesaikannya hari ini. Karena ia tidak hanya fokus di komputer melainkan menjadi tukang fotokopi yang bolak-balik dan keluar-masuk gudang stasionery.
Jam makan siang tiba, Azmi menerima pengiriman makanan dan mendistribusikannya makanan bersama OB yang bertugas. Setelah selesai barulah ia melaksanakan sholat dzuhur dan makan di mejanya.
“Apa makanan catering seperti ini?” Batin Azmi.
Ia yang terbiasa membeli makanan, merasakan makanan catering yang ia makan saat ini tidak bisa dideskripsikan. Sayur yang mirip dengan sayur asem, tetapi isi sayurnya lebih mirip dengan sayur sop, seperti sawi putih, wortel dan jipang. Bakwan jagung yang tidak terasa jagungnya, sambal yang terasa asam dan ayam bumbu merah yang hanya dominan asin. Satu-satunya motivasi yang membuat Azmi menghabiskan makanannya adalah untuk mengisi tenaga dan rasa syukur, lagipula ia akan terbiasa nantinya.
Selesai makan, Azmi melanjutkan pekerjaannya di komputer. Beruntung sampai sore tidak ada yang meminta bantuannya atau tamu berkunjung, sehingga Azmi bisa menyelesaikan dua buku tamu. Masih ada 3 buku tamu dan 1 file yang perlu ia input. Ia pulang setelah membereskan meja dan menulis jam pulangnya di kertas absen.
Di jalan pulang, Azmi mampir ke sebuah warung rawon untuk membeli lauk makan malam karena nasi yang ia masak tadi pagi masih. Sampai dirumah, ternyata kedua orang tua dan adiknya sudah pulang.
“Ibu sudah pulang? Bukankah hari ini masih ada acara?” Tanya Azmi seraya mencium punggung tangan sang ibu.
“Iya, tapi sudah selesai habis dzuhur tadi. Jadi kami kembali setelahnya.”
“Aku hanya membeli rawon satu porsi, Bu. Apa aku balik lagi saja?”
“Ibu sudah beli makan juga. Adikmu minta bebek goreng tadi. Kamu cepat mandi sana!”
“Iya, Bu. Aku belum asar!” Segera Azmi berlari ke kamarnya dan mengambil handuk juga pakaian ganti.
Azmi keluar kamar setelah selesai melaksanakan sholat. Ayah dan Ibunya sedang menonton TV bersama adiknya yang sedang menonton drama di laptop.
“Sebentar lagi, maghrib. Kenapa sampai tidak bisa sholat?” Tanya Ayah Azmi.
“Azmi terlalu fokus dengan pekerjaan tadi, Yah.”
“Lain kali dahulukan kewajiban!”
“Iya, Yah.”
“Kenapa kamu tidak masuk di perusahaan tempat Ayah kerja dulu saja, daripada jadi resepsionis di subcon.”
“Tidak ada lowongan, Yah. Kalau ada aku sudah mendaftar kesana.”
“Bukannya kemarin baru saja membuka lowongan?”
“Iya, tetapi bagian Enviro yang dibutuhkan laki-laki.” Ayah Azmi menganggukkan kepala.
Ayah Azmi adalah pensiunan dari perusahaan pemilik lahan, sementara Azmi bekerja di subcontractor.
Saat adzan maghrib berkumandang, segera Ayah Azmi bersiap pergi ke masjid. Sementara Ibu, Azmi dan adiknya mengerjakan sholat di kamar masing-masing.
...****************...
Keesokan harinya, Azmi kembali menekuni aktivitasnya sebagai resepsionis, tukang fotokopi dan penyedia atk. Tetapi ada yang berbeda hari ini. Ada tamu yang datang di perusahaannya dan ia harus menjamu tamu tersebut.
“Silahkan diminum, Pak.” Azmi menyodorkan air mineral.
“Kamu anak baru?”
“Iya, Pak. Baru 2 hari.”
Azmi sudah ingin melarikan diri, tetapi orang tersebut seperti menahannya dengan melontarkan pertanyaan.
“D3 Akuntansi, Pak.”
“Sayang sekali hanya menjadi resepsionis. Lebih baik kamu kuat saya untuk menjadi admin dibagian accounting.”
“Terima kasih, Pak.”
“Saya serius. Rata-rata admin ditempat saya hanya lulusan SMA. Kalau kamu bergabung, tentu menambah wawasan mereka karena kamu lulusan akuntansi.”
“Jangan dengarkan dia! Kamu boleh kembali.” Kata Manajer HR yang Azmi ketahui bernama Pak Steven.
Azmi mengangguk dan mengundurkan diri, kembali ke mejanya. Pekerjaannya masih menunggu disana. Sekitar setengah jam kemudian, ada orang datang yang meminta seragam baru.
“Maaf, Pak. Untuk permintaan seragam, Bapak bisa mengajukannya ke bagian SHE dulu. Saya tidak bisa mengeluarkannya tanpa ada surat dari SHE.”
“Bagaimana mungkin tidak bisa? Biasanya saya mintanya kemari!”
“Iya, Pak. Permintaan seragam memang disini, tetapi harus ada surat keterangan dari SHE.”
“Dasar anak baru! Kamu tidak tahu aku ini siapa?”
“Maaf, Pak.” Azmi menundukkan kepalanya.
Dalam hati ia mengomel. Sudah tahu dirinya adalah orang baru, masih ditanya siapa. Kalau bisa menjawab, Azmi tentu akan menjawab tidak tahu.
“Eh, Pak Randi!” Seru Serli yang kebetulan baru kembali dari luar.
“Ser, ini anak buah kamu diajari yang benar!”
“Kenapa, Pak?”
“Masak saya minta seragam baru tidak dikasih, malah disuruh ke SHE dulu meminta surat keterangan!”
“Oh! Iya, Pak. Benar yang dikatakan Azmi, sekarang prosedurnya seperti itu. Bapak bisa kembali kemari kalau sudah mendapatkan surat keterangan dari SHE.” Azmi menghembuskan nafas lega mendengarnya.
Pak Randi dengan kesal meninggalkan lobi. Serli melihatnya dengan tatapan jijik.
“Gara-gara orang seperti kalian lah pekerjaanku menjadi banyak!” Gumam Serli yang bisa didengar Azmi.
“Aku tidak membantumu! Lain kali hadapi sendiri.” Kesal Serli yang pergi begitu saja.
Azmi mengedipkan matanya tak percaya.
“Kenapa sikapnya bisa berubah 180 derajat seperti itu?”
Tepat sebelum tanggal 30, semua laporan sudah selesai Azmi kerjakan. Ia mulai mencetak dokumen satu persatu. Komputer yang sudah tersambung dengan mesin fotokopi memudahkannya dalam mencetak dokumen. Beberapa hari ini ia sudah mulai terbiasa dengan jam kerja dan pekerjaannya.
“Mbak, ini laporan untuk bulan ini.” Azmi menyerahkan dokumen yang telah ia pisahkan dengan stopmap kepada Serli.
“Cepat juga kerjamu!” Serli menerima dokumen dan melihatnya dengan seksama.
“Oke. Tolong fotokopi kan ini. Masing-masing 7 lembar. Hasil kopian kamu antar ke departemen lain dan aslinya kembalikan kemari.”
“Baik, Mbak.”
Azmi mengerjakan apa yang diinstruksikan Serli. Selesai fotokopi dan menyetaples dokumen, Hanung mengantarkannya ke beberapa departemen, seperti Plan, Warehouse, Finance, Enginering, HSE, Trainer dan Operation.
Sebagian karyawan sudah mengenalnya, sehingga tidak ada masalah saat mengantarkan dokumen. Beberapa petinggi di setiap departemen juga sudah Azmi hafalkan, jadi ia tidak akan salah mengenali orang.
“Ini aslinya, Mbak.”
“Kamu tadi baca isinya?”
“Sedikit, Mbak.”
“Berarti aku tidak akan menjelaskannya kepadamu lagi. Itu berlaku untuk semuanya.”
“Baik, Mbak.”
Surat edaran yang dikirimkan Azmi tadi berisi tentang pemberitahuan akan ada pemeriksaan dari pusat, maka semua karyawan diminta untuk mempersiapkan semua dokumen terkait dan segera menangani masalah yang ada agar tidak ada masalah saat pemeriksaan nanti.
Sebenarnya pengumuman itu sudah dikirimkan ke email semua karyawan, hanya saja kebanyakan dari mereka tidak membacanya. Maka dari itu surat edaran fisik diperlukan agar pihak atasan setiap departemen menyampaikannya kepada karyawan yang ada dibawahnya.
Azmi kembali ke mejanya dan menemukan ada yang menunggunya disana.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”
“Oh, akhirnya kamu disini! Ini.”
“Maaf, Pak. Untuk helm dan sepatu safety, Bapak bisa mengambilnya di Departemen Warehouse.”
“Warehouse? Tidak disini?”
“Tidak, Pak. Disini hanya ATK dan seragam.”
“Baiklah! Terima kasih.” Orang tersebut berjalan keluar.
Tetapi saat akan keluar pintu, orang tersebut berbalik dan mengatakan jika dirinya masih single dan belum tua. Ia meminta Azmi untuk memanggilnya “Mas” lain kali. Azmi hanya mengangguk untuk menghormatinya.
Siang hari, Azmi melakukan pekerjaannya seperti biasa. Tetapi ada yang beda dengan menu makan siang hari ini. Biasanya ia akan menerima nasi kotak, tetapi hari ini ia membantu pihak catering menyiapkan prasmanan. Ada bakso, soto dan rawon. Serli menjelaskan jika sebulan sekali menu makan siang berupa prasmanan dan setiap satu minggu sekali tepatnya dihari Jumat nasi padang. Hal ini dilakukan agar karyawan tidak bosan dengan masakan catering.
“Mumpung makan enak, jangan cuma makan rawon! Ambil juga bakso!” Kata Nadia salah satu admin Finance.
“Tidak sanggup sepertinya, Mbak.” Jawab Azmi.
“Kamu bisa membungkusnya.”
“Benarkah?”
“Ya. Apa kamu tidak membawa kotak makanan dari rumah?”
“Aku tidak tahu, Mbak.”
“Ah iya, kamu anak baru. Lain kali kamu harus ingat kalau ada prasmanan seperti ini, bawa kotak makanan dari rumah untuk membungkus.” Azmi mengangguk.
Mereka melanjutkan makan mereka dan berpisah untuk melaksanakan sholat dzuhur di mushola yang disediakan perusahaan.
Ada waktu sekitar 20 menit sebelum kembali bekerja, Azmi menggunakannya untuk berbalas pesan dengan teman-temannya. Raika sudah diterima di perusahaan ASR, sebagai asisten admin. Sementara yang lain ada yang sedang menyiapkan ujian ASN dan PNS, ada pula yang sudah mengabdi di SD dan SMP. Hanya Azmi dan Raika yang terjun di perusahaan tambang.
20 menit berlalu, Azmi kembali ke mejanya. Tidak ada pekerjaan, Azmi hanya membuka file-file yang ditinggalkan oleh resepsionis sebelumnya. Beberapa file berisi dokumen yang sama dengan yang ia kerjakan sebelumnya, sebagian adalah dokumen inventaris dan beberapa folder tanpa judul. Penasaran, Azmi membuka folder tersebut dan menemukan beberapa judul film disana. Tetapi saat baru akan membuka folder yang lain, Serli sudah ada dibelakangnya.
“Ini jam kerja!”
“I-iya, Mbak. Hanya penasaran saja.”
“Apa maksudmu?”
“File itu sudah ada dikomputer ini, Mbak. Bukan milik saya.”
Serli yang penasaran meminta Azmi minggir dan ia mengambil alih komputer. Beberapa menit membuka satu persatu folder yang ada, Serli menggerutu. Ia sampai tidak sengaja memutar salah satu video yang segera mengeluarkan suara tidak nyaman di telinga.
“Astagfirullah!” Azmi segera mematikan speaker.
“Dasar sampah!” Umpat Serli.
Azmi tidak menjawab. Ia hanya melihat Serli menghapus beberapa folder yang ada. Tak sampai disitu, Serli masuk ke recycle bin dan menghapus lagi disana.
“Mi, jangan sampai kamu seperti sampah satu ini!” Kesal Serli.
“Yang Mbak Serli maksud siapa?”
“Septi! Dia resepsionis yang dipecat sebelum kamu masuk!”
“Kenapa dipecat kalau boleh tahu?”
“Dipecat karena jadi simpanan orang! Pantas saja berani jadi simpanan, tontonannya saja seperti itu!” Azmi hanya menganggukkan kepalanya.
Tak banyak yang ia tahu tentang kehidupan orang tambang karena dirinya baru saja terjun, jadi ia tak banyak buruk sangka. Beruntung bukan Azmi yang memutar videonya. Ini menjadi pelajaran bagi Azmi, ia harus lebih menjaga dirinya untuk menghindari godaan tersebut.
Serli kembali keruangannya setelah memberikan dokumen yang harus dikirimkan ke salah satu ekspedisi kepada Azmi. Azmi bersiap dengan tasnya dan kunci motor. Tetapi saat akan melajukan motornya, ada mobil yang berhenti dibelakangnya.
“Mau kemana?”
“Kirim dokumen, Pak.”
“Ikut saya saja sekalian.”
“Tidak, Pak. Terima kasih. Saya masih ada kerjaan lain selain mengirimkan dokumen, nanti merepotkan.”
“Tidak repot.”
“Maaf, Pak. Mungkin lain kali.”
“Baiklah!” Mobil melaju keluar gerbang.
Orang yang menawari Azmi tumpangan adalah Pak Hartoyo kepala Departemen Enginering. Azmi menolaknya bukan semata-mata takut merepotkan melainkan menghindari masalah karena Pak Hartoyo dikenal sebagai hidung belang dikalangan karyawan perempuan. Nadia yang menceritakan semua dan meminta Azmi untuk hati-hati. Selain beliau, ada pula kepala Warehouse dan Plan. Jadi sebisa mungkin Azmi harus menjauh dari mereka.
Selesai mengirimkan dokumen, Azmi mengabarkan kepada Serli dan mengirimkan resi. Setelah itu bersiap kembali ke perusahaan. Dijalan, Azmi mendapatkan panggilan dari Serli yang memintanya membelikan es jeruk dan es teh. Azmi berakhir kembali ke perusahaan dengan tangan yang penuh.
“Berapa totalnya?”
“180 ribu, Mbak.”
“Ini uangnya, kamu ambil satu.”
“Terima kasih, Mbak. Tapi aku sudah beli sendiri.”
“Ambil aja sudah.” Azmi mengangguk dan mengambil es jeruk satu gelas dan kembali ke mejanya.
Ia meletakkan es jeruk di meja dan menghabiskan milkjelly creamy yang dibelinya. Azmi tak melakukan apa-apa sampai jam pulang kerja. Tetapi ia tidak bisa lekas pulang karena Nadia meminta bantuannya untuk fotokopi. Selesai fotokopi, Azmi masih harus menyetaples beberapa dokumen, sehingga ia telat pulang. Tepat sebelum adzan maghrib, Azmi baru sampai di rumah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!