NovelToon NovelToon

MY INTROVERT MAN

Laki-laki itu Sogi

Laki-laki itu Sogi

Ceria mondar-mandir di depan kamar Sogi. Ia ingin masuk tapi takut diusir lagi oleh laki-laki itu.

“Hadeh, kenapa juga dia harus masuk ke kamarnya sich.”kata Ceria menatap horor pintu kamar Sogi. “Aku harus masuk. Lukanya bisa infeksi kalau gak diobatin sekarang.”

Tok, tok, tok... Hening, gak ada jawaban. Ceria menebalkan mukanya, ia membuka pintu kamar Sogi dan melihat laki-laki itu menatapnya dari atas tempat tidurnya.

Ceria terpana sejenak\, *”Masuk nggak\, masuk nggak. Bodo amat lah. Masuk aja.”* batin Ceria. “Sogi\, maaf aku masuk ya.”

“Mau apa kamu masuk kamarku? Keluar!”usir Sogi. Ia melempar Ceria dengan bantal ketika gadis itu mencoba mendekatinya dan duduk di pinggir tempat tidurnya.

“Lukamu belum diobatin, Sogi.”kata Ceria sabar.

“Gak perlu. Keluar sana!! Aku gak mau berutang sama kamu!”teriak Sogi.

“Aku tak mengharapkan apa-apa darimu. Aku hanya ingin membantumu. Lukamu harus diobatin.”kata Ceria tetap sabar.

Lengan Sogi terluka saat ia menahan tubuh Ceria yang terjatuh dari atas pohon yang Ceria panjat untuk mengambil kok bulu tangkis. Ceria baik-baik saja, tapi tidak pada tubuh Sogi yang membentur tanah

berumput tebal. Kini lengan kirinya terluka karena tergores akar pohon dan Ceria mencoba merawatnya sebisanya. Tapi Sogi berkali-kali menepis tangan Ceria yang menyentuh lengannya.

“Diem dulu!”bentak Ceria kesal. Akhirnya Ceria terpaksa membentaknya. Sogi mau diam, tangannya tidak memukul tangan Ceria lagi.

Setelah balutan saputangan di lengan kiri Sogi terbuka, Ceria mulai membersihkan lukanya. Ia mengoleskan betadine ke luka Sogi. Ketika Sogi meringis kesakitan, entah kenapa Ceria juga ikut berdesis seolah-olah

dirinya yang terluka. Sogi memandang Ceria yang berkali-kali berdesis dan meniup lukanya. Sampai perban kembali menutup lukanya.

“Nah, sudah selesai kan.”kata Ceria. “Ada yang luka lagi gak?”tanya Ceria sambil berusaha melihat ke balik kaos kutung yang dipakai Sogi.

“Kau mau apa? Sana keluar! Jangan cari kesempatan!”bentak Sogi.

Ceria menatap Sogi sejenak sambil membereskan kotak obat. “Aku kan cuma mau lihat ada luka lagi gak. Tadi kamu jatuh duluan, memangnya punggungmu gak sakit?”

Sogi hanya menatapnya dingin. Setelah selesai, Ceria berdiri dan sebelum keluar dari kamar Sogi, ia sempat bicara lagi. “Jangan sampai kena air ya. Atau lukanya akan lama keringnya. Kamu perlu sesuatu lagi?”tanya Ceria pada Sogi.

Sogi hanya menatapnya dengan pandangan dingin seolah berkata ‘cepat pergi dari sini’. Melihat hal itu, Ceria cukup tahu diri dan segera pergi dari kamar Sogi.

Sebelum masuk ke kamarnya sendiri, Ceria berhenti di meja makan dan menuangkan segelas air yang langsung ia minum untuk meredakan debaran jantungnya yang gak tahu malu. Sudah 1 tahun sejak Ceria memutuskan melupakan perasaannya pada Sogi , tapi bagaimana bisa melupakan kalau setiap hari harus ketemu seperti ini.

“Aku beneran capek kalo terus gini, Sogi.”keluh Ceria meletakkan gelas kembali ke atas meja.

Ceria masuk ke kamarnya, ia harus mengurung diri di dalam kamar dan tidak ingin bertemu siapapun dulu. Atau jantungnya akan terus berdetak kencang seperti ini.“Ach, hatiku tolong berbaik hatilah, jangan berdebar untuk dia lagi.”kata Ceria frustasi. “Dasar Ceria bodoh!”jerit Ceria  kesal.

Dengan perasaan yang gak karuan, Ceria berbaring di tempat tidurnya dan berusaha untuk tidur.

-------

Malam harinya, Ceria membawakan segelas susu untuk Sogi sebelum tidur. Ia mengetuk pintu sebentar, dan membukanya.

“Maaf aku masuk lagi. Ini susumu.”ujar Ceria cuek.

Sogi hanya menatapnya dingin. Saat meletakkan susu di meja, Ceria melihat perban di lengan Sogi berdarah lagi. “Ya, ampun. Lukamu berdarah lagi tuch.”kata Ceria cemas.

Ceria mengambil kotak obat dan mulai melepas perban Sogi lagi. Lagi-lagi Ceria merasakan pedih yang sama dengan Sogi. “Jangan terlalu banyak akting. Gak mempan.”ujar Sogi dingin.

Ceria menarik nafas panjang mencoba mengurangi emosinya. Biar bagaimanapun ia menyayangi Sogi dan mendengar kata-kata kasarnya membuat Ceria sakit hati. Setelah memasang perban lagi, Ceria keluar dari sana tanpa bilang apa-apa lagi. Sedih, kesal, kecewa, perasaan galau campur aduk dalam hati gadis itu. Andai saja ia tidak mengatakan perasaannya dulu, mungkin Sogi gak akan berubah selalu sini padanya. Ceria meletakkan kotak obat kembali ke tempatnya, menarik nafas panjang lagi dan pergi ke kamarnya sendiri.

-------

Hubungan mereka dimulai saat paman Ceria, om Anggara menikahi ibunya Sogi, tante Meggi. Ayah Sogi, om Sony adalah teman dekat om Anggara dan sebelum om Sony meninggal, om Anggara berjanji akan menjaga Sogi dan tante Meggi. Paman Ceria sebenarnya sudah menikah tapi lama belum juga punya anak, istrinya, tante Tamara sudah pasrah dan mengijinkan om Anggara menikah lagi. Setidaknya mereka bertiga punya Sogi sekarang.

Pertama kali bertemu di kampus, Ceria langsung menyukai Sogi. Meskipun jutek dan dingin, Sogi sangat manis. Ia tampan, pintar, jago olahraga, pokoknya idaman setiap wanita. Sedangkan Ceria hanya beruntung

karena mereka tinggal di rumah yang sama setelah pernikahan om Anggara dan tante Meggi.

Dasarnya Ceria yang ceroboh dan terlalu terburu-buru, suatu malam ia nekat meminta Sogi jadi pacarnya. Hasilnya malah penolakan mentah-mentah dan sikap Sogi semakin jutek pada Ceria. Semula Ceria bertekad ingin melupakan perasaannya pada laki-laki itu. Ia mulai menghindarinya di kampus, tidak mau melihat Sogi lagi. Tapi segala usahanya sia-sia saat Sogi datang ke rumah Ceria.

-------

Esoknya setelah bangun pagi seperti biasanya, Ceria pergi ke dapur. Tugasnya setiap pagi adalah membuat sarapan untuk semua orang termasuk membuat kopi, teh, dan susu. Ceria membuka kulkas, ia melihat bahan

makanan yang sudah lebih sedikit. Ibunya belum sempat belanja bahan makanan.

Melihat bahan makanan yang sedikit itu, Ceria memutar otak. Ia memutuskan membuat nasi goreng. Sedang asyik menggoreng telur mata sapi, Ceria merasakan sepertinya ada yang memperhatikannya. Tapi gak

mungkin ada orang yang sudah bangun sepagi ini. *”Ah\, bodo ach.”* batin Ceria masih sibuk menggoreng.

Tiba-tiba Sogi masuk ke dapur membawa gelas minumnya. Ceria melirik sekilas sebelum melanjutkan tugasnya lagi. Ia berusaha tenang, padahal dalam hatinya ia kaget sekali. Tumben Sogi bangun sepagi itu.

Biasanya ia akan siap di menit terakhir.

Wiii!! Ketel air panas mulai berbunyi tanda air sudah mendidih. Tangan Ceria terulur mematikan kompor dan mengambil ketel itu. Deretan mug sudah siap diisi air panas. Ceria memulainya dengan teh, lanjut ke

susu dan terakhir kopi. Harum kopi mulai memenuhi dapur.

Sogi masih disana, ia mengambil air minum, minum, dan mencuci gelasnya sendiri. Hampir 5 menit, ia melakukan itu. Sebenarnya Ceria gugup hanya berdua saja dengan Sogi di dalam dapur, tapi ia mencoba

memfokuskan pikirannya pada pekerjaannya saja. Ketika akhirnya pekerjaan Ceria di pagi itu sudah selesai\, Sogi sudah menghilang. *”Huh! Membuat frustasi saja.”*

--------

Hai, salam hangat untuk para reader sekalian. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca novel saya. Jangan lupa like, fav, komen, rate bintang 5 untuk novel ini. Tq.

Menahan pintu

Menahan pintu

Sogi masih disana, ia mengambil air minum, minum, dan mencuci gelasnya sendiri. Hampir 5 menit, ia melakukan itu. Sebenarnya Ceria gugup hanya berdua saja dengan Sogi di dalam dapur, tapi ia mencoba

memfokuskan pikirannya pada pekerjaannya saja. Ketika akhirnya pekerjaan Ceria di pagi itu sudah selesai\, Sogi sudah menghilang. *”Huh! Membuat frustasi saja.”*

-------

Ceria menghidangkan sarapan diatas meja makan. Satu persatu penghuni rumah mulai keluar dari kamarnya sudah bersiap melanjutkan aktifitas di luar rumah. Saat seluruh keluarga semua sudah siap untuk sarapan,

Ceria masuk ke kamar untuk ngadem sejenak. Ia akan pergi mandi dengan cepat setelah ini.

Tring! Notif e-mail masuk ke ponselnya. Hari itu tidak ada kuliah, tapi dosennya memberikan tugas yang harus langsung di e-mail balik hari ini juga. Sama aja boong dong.

Ceria dan Sogi kuliah di kampus yang sama tapi jurusannya berbeda. Ceria mengambil jurusan akuntansi, sedangkan Sogi jurusan manajemen. Mereka hanya bertemu dan sempat sekelas di awal semester saja.

Sekarang mereka sedang bersiap untuk magang sambil kuliah juga.

Chat dari teman-teman sekelas mulai rame. Bahkan mulai masuk deretan jawaban untuk tugas kali ini.

“Astaga, aku saja belum membaca tugasnya.”ujar Ceria gemas.

Sedang asyik meng-scroll grup chat kelasnya, “Ria! Ceria! Kami mau berangkat nich. Uda siap belum?”tanya ayah Rian memanggil Ceria.

Ceria keluar dari kamar. “Ria gak kuliah hari ini, yah. Dosennya gak ada. Ini disuruh buat tugas aja, yah.”kata Ceria menunjukkan ponsel di tangannya.

“Ya, udah kalo gitu. Ayah berangkat dulu ya. Kamu baik-baik di rumah ya.”pamit ayah Rian sambil berjalan keluar rumah.

Satu persatu mereka mulai berangkat termasuk Sogi. Ceria tidak melihat Sogi sama sekali, ia masih kesal pada laki-laki itu. Ceria mulai membersihkan meja makan, mencuci semua peralatan dapur yang kotor, mengelap dapur dan menyapu. Biasanya ia mengerjakan itu sepulang kuliah.

Mereka memang tidak punya pembantu. Jadi mereka bekerja sama membersihkan rumah dan memasak. Ibu Ceria, Cerry mulai masak setelah kembali dari mengantar Bagas dan Bagus, adik kembar Ceria. Sementara

kedua bibinya bekerja, begitu juga ayah Rian dan paman Anggara.

Terkadang Sogi mau membantu membersihkan rumah juga, tapi tunggu mood-nya bagus dulu. Ceria tidak mempermasalahkan pembagian tugas seperti itu yang lebih memberatkan dirinya. Bukan karena ia menyukai

Sogi, tapi ia memang suka menjaga kebersihan rumahnya.

*****

Hampir sejam berlalu saat pekerjaan Ceria selesai. Ia menyapu dan mengepel kamar Sogi paling terakhir, lalu cepat-cepat keluar dari sana. Ceria beranjak ke kamar untuk bersiap mandi. Rumah warisan kakeknya

memang tidak terlalu besar, tapi rumah itu punya halaman yang luas.

Jadi ada 8 kamar, kamar ayah Rian dan ibu Cerry, kamar paman Anggara dan bibi Tamara, kamar ibunya Sogi tante Meggi, kamar Sogi, kamar Ceria, kamar Bagas dan Bagus, kamar tamu, dan kamar pembantu yang sudah jadi gudang. Sedangkan kamar mandi ada 4 masing-masing di sebelah setiap 2 kamar.

Ceria masuk ke salah satu kamar mandi dan mulai mandi. Tok, tok, tok... ia terdiam sejenak mendengar suara ketukan di pintu kamar mandi. Ceria mematikan air yang mengalir dari kran. “Ya... Siapa?”tanya Ceria.

“Sogi. Buka pintunya bentar.”kata Sogi dari balik pintu. Ceria membuka pintu kamar mandi dan mengintip keluar. “Ada perban lagi? Lukaku...”Sogi menunjuk lengannya yang berdarah lagi.

“Ya ada. Bentar ya aku masih mandi.”kata Ceria. Saat ia ingin menutup pintu kamar mandi, sesuatu menahannya. Pintu itu memang sering macet tapi Ceria paling suka kamar mandi itu karena paling terang

cahayanya.

“Macet lagi?”tanya Sogi melihat pintu kamar mandi belum juga menutup kembali. Suara Sogi masih di depan kamar mandi.

“Iya. Kamu tunggu aja di kamar dulu. Aku masih mandi.”kata Ceria mulai tidak nyaman.

Sogi terdiam. Masalahnya pintu kamar mandi ini juga gak mau diem, pengennya ngebuka aja.

“Aku tahan pintunya, kamu lanjutkan mandi.”ujar Sogi dingin.

“Ta... tapi...”kata Ceria gugup.

“Tenang, aku gak akan ngintip. Gak ada yang menarik juga.”kata Sogi dengan kejam.

Ceria melihat ke pintu dan punggung Sogi terlihat disana. Perasaannya beneran gak karuan, ia kesal mendengar kata-kata Sogi yang mengatakan dirinya tidak menarik. Ceria melihat ke bawah, memang nggak menarik sich. Lagian sedang apa Sogi di rumah jam segini, Ceria bahkan tidak mendengar ketika Sogi datang lagi. Apa Sogi tidak kuliah?

Dag, dig, dug... Ceria mandi cepat-cepat dan berpakaian. Ia sangat malu harus mandi sambil melihat punggung Sogi. Saat keluar dari kamar mandi, mereka bertatapan. Ceria menunggu Sogi menyingkir dari

depan kamar mandi.

“Eh, aku ambilin perbannya dulu.”kata Ceria cepat-cepat menuju kamarnya.

Kotak obatnya tadi tertinggal di kamar Ceria, jadi ia masuk ke sana untuk mengambilnya. Saat berbalik, Sogi sudah ada di belakangnya.

“Eh, ini perbannya. Biar aku bantu.”kata Ceria tanpa bermaksud apa-apa.

Kali ini Sogi melengos duduk di atas tempat tidur Ceria. Saat ia membuka perban Sogi, Ceria lihat lukanya masih saja berdarah.

“Kita ke dokter ya. Lukamu bisa infeksi kalau terus begini. Nanti kamu bisa demam.”kata Ceria khawatir.

Sogi cuma diam. Ceria kembali membalut lukanya dengan perban baru. Memang agak aneh, lukanya nggak parah, tapi kenapa bisa terus berdarah. Setelah selesai mengganti perban Sogi, Ceria mengambil handuknya lagi. Ia belum sempat mengeringkan rambutnya tadi.

Ceria berdiri membelakangi Sogi, ia menyibak rambutnya ke depan untuk mengeringkannya. Saat Ceria melakukan itu, Sogi bisa melihat samar pakaian dalam Ceria dari kaosnya yang sudah basah bagian

belakangnya.

Sogi memperhatikan Ceria yang sedang menuangkan minyak rambut ke tangannya. Ia mengoleskan minyak rambut itu ke rambutnya yang setengah kering. Ceria bahkan tidak memperhatikan apa Sogi masih ada di sana atau tidak. Seharusnya Sogi sudah keluar dari kamarnya setelah perbannya selesai dipasang tadi.

Saat Ceria berbalik, ia terkejut melihat Sogi masih tetap duduk di atas tempat tidurnya. “Kamu kenapa masih disini?”tanya Ceria bingung. Dilihatnya perban Sogi masih baik-baik saja. Ia memperhatikan mata

Sogi yang terpejam.

“Sogi? Kamu tidur?”tanya Ceria memicingkan matanya melihat mata Sogi yang memang sipit. Saat Ceria semakin mendekati Sogi, mata laki-laki itu tiba-tiba terbuka. Mereka saling menatap sebelum Ceria cepat

menarik dirinya dari depan Sogi.

“Kalau kamu ngantuk, tidur lagi sana.”kata Ceria, duduk di kursi meja belajarnya. Ia mengambil ponselnya, mengecek jadwal praktek dokter di dekat rumah mereka. Sepertinya dokter itu praktek siang ini. Mereka

bisa kesana naik motor Sogi atau jalan kaki.

“Kita ke dokter siangan dikit ya. Dokternya buka siang.”kata Ceria tanpa menoleh pada Sogi.

Tidak ada jawaban dari laki-laki itu. Ceria menarik nafasnya, ia mulai kesal. Cuek saja, Ceria memilih membuka laptopnya. Ia ingin membuat tugasnya saja sebelum mengantar Sogi ke dokter. Ketika Ceria menoleh lagi untuk melihat Sogi, laki-laki itu sudah menghilang dari kamarnya.

--------

Hai, salam hangat untuk para reader sekalian. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca novel saya. Jangan lupa like, fav, komen, rate bintang 5 untuk novel ini. Tq.

Ke dokter

 Ke dokter

Tidak ada jawaban dari laki-laki itu. Ceria menarik nafasnya, ia mulai kesal. Cuek saja, Ceria memilih membuka laptopnya. Ia ingin membuat tugasnya saja sebelum mengantar Sogi ke dokter. Ketika Ceria menoleh lagi untuk melihat Sogi, laki-laki itu sudah menghilang dari kamarnya.

Siang itu mereka pergi ke dokter umum yang praktek di ujung jalan perumahan. Sepanjang jalan yang singkat itu, Sogi berjalan pelan sekali. Seperti mereka sedang jalan-jalan menikmati pemandangan dan bukannya ke

dokter. Beberapa kali Ceria berjalan lebih cepat untuk memancing Sogi juga berjalan lebih cepat, tapi tetap saja Sogi berjalan lebih lambat dari seekor siput.

Tiba disana, Ceria langsung mendaftar atas nama Sogi. Suster menanyakan apa keluhan Sogi dan Ceria menunjukkan lengan kiri Sogi yang diperban.

“Lukanya terus berdarah, suster.”kata Ceria.

“Baik. Silakan diisi dulu ya identitas pasien.”kata suster menyerahkan selembar kertas pada Ceria. Detail tentang Sogi, Ceria lengkapi sampai ke golongan darahnya.

“Wah, lengkap sekali ngisinya. Jarang loh ada yang bisa tahu detail tentang pacarnya.”kata suster.

“Bukan pacar!!”teriak Ceria kaget sendiri dengan suaranya. Ia menarik nafas dan meminta maaf pada suster. Sogi masih tetap cuek dan dingin mendengar interaksi mereka berdua.

Setelah menunggu sebentar, Ceria dan Sogi dipersilakan masuk ke ruangan dokter.

“Siang, ada yang bisa saya bantu?”tanya dokter tersenyum pada mereka berdua.

Ceria memberitahu dokter kalau luka di lengan kiri Sogi gak sembuh-sembuh. Padahal sudah dikasi obat dan perbannya diganti dengan rutin. Sogi diperiksa oleh dokter, terlihat luka Sogi masih mengeluarkan darah

segar. Setelah mengoleskan obat berupa salep, luka Sogi kembali dibalut perban.

“Ini ada salep untuk lukanya. Tolong rutin diganti perbannya. Pak Sogi ini beruntung sekali ya punya istri pengertian seperti mbak ini.”kata dokter sambil menulis sesuatu di bukunya.

“Bukan, dok! Saya bukan istrinya!”Ceria kaget sendiri mendengar suaranya yang keras. Ia meminta maaf pada dokter. Diliriknya Sogi yang cuma diam saja.

“Ya, meskipun bukan, pasti menyenangkan bisa punya istri perhatian. Ini resepnya. Semoga lekas sembuh ya.”

Ceria menerima resep obat yang disodorkan dokter. Ia menanyakan biayanya pada dokter dan dokter itu menyebutkan 100rb untuk biayanya. Ketika Ceria ingin membuka dompetnya, Sogi sudah menyodorkan selembar uang berwarna merah ke meja dokter itu. Mereka berpamitan pada dokter dan Ceria menebus obat di apotek yang ada di depan tempat praktek dokter itu.

Selama perjalanan pulang, Ceria sibuk mengingat resep untuk Sogi. Ia membaca ulang bungkusan obat berisi antibiotik, obat pereda nyeri dan juga salep. Tanpa disadari Ceria, Sogi berjalan tepat disampingnya.

Sesampainya mereka di rumah lagi, ibu Cerry sudah datang. “Loh, kalian darimana?”tanya ibu Cerry.

Ceria menceritakan tentang luka Sogi yang gak sembuh-sembuh, sementara Sogi melengos di sofa. “Ya, sudah. Ibu mau masak dulu ya. Sogi, ingat minum obatnya. Tugasmu sudah selesai, Ria?”tanya ibu Cerry.

Ceria nyengir, ia baru menyelesaikan nomor 1 sampai 5 masih ada 15 nomor lagi yang harus ia kerjakan. “Sekarang Ria kerjakan, bu.”

Ceria menoleh pada Sogi yang ternyata sedang menetap gadis itu. “Istirahat dulu, sana. Aku mau buat tugas. Habis makan siang baru kamu minum obat ya.” Ceria masuk ke kamarku tanpa menunggu jawaban dari

Sogi. Percuma juga menunggu jawaban dari laki-laki cuek itu.

Deretan pesan masuk memenuhi ponsel Ceria. Beberapa dari teman yang menanyakan jawaban tugas. Dan dari James yang selalu mengirimkan jawaban tugas. Ceria menelponnya dan langsung diangkat.

“Hai, James. Makasih ya.”

“Kamu kayak sama siapa aja. Gimana pangeran pujaan hatimu? Sudah mencair?”tanya James.

“Boro-boro cair. Tambah dingin membeku kalo deket dia.”

“Masa? Bukannya kepanasan? Hehe.”goda James lagi.

“Aaa.. Jangan godain aku. James.”ucap Ceria malu.

Ceria asyik mengobrol di telpon tanpa menyadari kalau Sogi sudah berdiri di  depan pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Tangan Sogi mengepal mendengar tawa lepas Ceria ketika bicara dengan James. Sogi tahu kalau Ceria sangat dekat dengan James. Tepat setelah ia menolak pernyataan cinta Ceria dulu, Ceria mulai menjauhinya. Dan dua hari kemudian, Sogi melihat Ceria sudah jalan dengan James.

“Ok, James. Aku ngerjain tugas dulu ya. Makasih loh udah ngirim jawaban tugasnya. See you di kampus. Bye.”

Brak! Ceria terkejut mendengar suara benda jatuh yang sangat keras di depan kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya dan melihat Sogi mengerang kesakitan di lantai. “Sogi!!!”pekik Ceria menarik perhatian ibu Cerry

yang sedang memasak. Ibu Cerry ikutan panik melihat Sogi menggigil di lantai, ia balik lagi ke dapur untuk mematikan kompor.

“Ria, Sogi kenapa? Waduh, badannya kenapa panas gini? Kita bawa ke rumah sakit.”ajak ibu Cerry.

Ceria mengangguk, ia dan ibunya membawa Sogi ke rumah sakit terdekat. Ibu Cerry menghentikan mobilnya di depan UGD, seorang perawat membawa bed rumah sakit ke dekat mobil dan membantu Sogi turun dari

mobil. Sogi dibawa masuk ke dalam UGD, ibu Cerry dan Ceria menyusulnya. Saat Sogi dirawat karena tubuhnya demam tinggi sampai menggigil, ibu Cerry pergi menjemput kedua adik kembar Ceria. Ibu Cerry memberikan sejumlah uang pada Ceria untuk membayar biaya rumah sakit.

Dokter mengatakan pada Ceria kalau luka Sogi infeksi dan daya tahan tubuhnya lemah membuat Sogi demam tinggi. Ceria jelas bingung karena ia sudah merawat luka Sogi. Mereka bahkan sudah ke dokter sebelum ke rumah sakit.

“Lukanya sejak kapan?”tanya dokter.

“Dua hari yang lalu, dok.”saut Ceria.

Dokternya terdiam. “Masa sejak 2 hari. Luka seperti ini masih baru.”gumam dokter. Dokter memperlihatkan luka Sogi yang masih berdarah. “Ini luka sayatan pisau atau cutter. Memangnya dia ngapain bisa sampai luka begini?”

“Manjat pohon, dok. Eh, maksud saya, saya yang manjat pohon. Dia nolong saya yang jatuh dari pohon. Lukanya karena kena gores akar pohon.”kata Ceria berusaha menjelaskan bagaimana Sogi bisa terluka, sampai dokter selesai menulis resep.

“Ini resepnya. Ada obat, vitamin sama antibiotik juga. Sekarang bisa langsung pulang. Ada kendaraan?”tanya dokter itu.

Ceria mengatakan kalau ibunya akan menjemput mereka nanti. Dokter memberitahu kalau mereka akan pergi setelah dijemput. Suster memberitahu kalau Ceria harus menyelesaikan administrasi dan menebus obat dulu

sebelum pulang. Baru saja Ceria akan pergi menebus obat ketika Sogi terbangun. Sogi melihat sekeliling mencoba mengenai keberadaannya.

“Kamu baik-baik aja kan? Kamu di rumah sakit, Sogi.”kata Ceria lembut.

Sogi bangkit dari bed rumah sakit. Tubuhnya sedikit limbung dan hampir jatuh, tapi Ceria segera menahannya. Deg! Jantung Ceria mulai gak jelas iramanya. Sogi menyandar di tubuh Ceria.

“Tubuhmu hangat.”ucap Sogi yang bener banget. *”Tubuhnya hangat sekali dan harum juga. Kenapa aku sangat nyaman berada di pelukannya? Apa aku mulai gila?”* batin Sogi.

Tubuh Ceria memanas seiring wajahnya yang pasti sudah merah padam. Sogi menggesekkan pipinya ke leher Ceria. Ceria menyadari sesuatu. ”Eh, kok aku keterusan megangin gini sich? Sogi juga kenapa gak

menghindar ya? Tapi aku gak berani ngdorong Sogi. Jantungku tolong bertahanlah sebentar.”

Suara pintu terbuka menyadarkan mereka. Ceria membantu Sogi duduk di kursi dekat bed rumah sakit.

“Kamu pusing? Mau minum?”tanya Ceria.

--------

Hai, salam hangat untuk para reader sekalian. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca novel saya. Jangan lupa like, fav, komen, rate bintang 5 untuk novel ini. Tq.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!