NovelToon NovelToon

Kisahku Belum Usai

Bab 1

" Sayang, kamu kapan sih mau putusin dia masa aku disembunyiin terus" suara itu terdengar sedikit emosi.

" Tunggu sebentar lagi sayang, kamu emang mau kalau aku ga dapet apa-apa? Nanti gimana kalau kamu mau belanja?" Revano lelaki itu yang kini sedang memeluk tubuh seorang perempuan diatas pangkuannya dengan nafas masih memburu setelah ciuman panas mereka.

" Janji ya jangan kelamaan sayang, aku kalau disembunyiin terus bisa diambil cowok lain loh dan jangan salahkan aku kalau aku milih cowok lain" Amel perempuan itu adalah adik kandung dari seorang perempuan bernama Nindy.

Revano dan Nindy adalah sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan selama 3 tahun, dan saat ini keduanya memiliki usaha bersama yaitu cafe yang dikelola oleh Vano karena nindy sendiri saat ini sedang bekerja dikantor orangtuanya membantu sang kakak.

" Awsshhh sayang sakit loh" karena emosi mendengar ucapan Amel tanpa diduga tangan revano yang kini membelit tubuhnya meremas pinggang Amel dengan kuat.

" Masih berani pilih cowok lain hmm?" revano menatap tajam wajah Amel yang kini terlihat menundukkan kepalanya.

Amel menggelengkan kepalanya memberanikan diri menatap wajah sang kekasih.

" Eeuunghhh...."

Seperti biasa Amel yang sudah terbiasa dengan kegiatan intim, menggerakkan pinggulnya diatas pangkuan Revano yang membuat suasana menjadi kembali panas.

Suara desahan dan decapan kini menggema diruangan kerja Revano yang terletak dilantai tiga bangunan cafe.

Jadi begini kelakuan kalian berdua dibelakangku? Baiklah aku akan mengikuti permainan kalian tanpa harus mengotori mulutku.

Nindy yang sejak 15 menit yang lalu sudah berada didepan ruangan Revano lengkap dengan ponsel yang merekam percakapan serta kegiatan panas sang kekasih dan juga adiknya.

Sesak sekali dadanya kali ini ternyata dirinya dikhianati oleh dua orang terdekat, tapi Nindy berusaha untuk tetap tenang dan terlihat biasa saja berbeda dengan para karyawan yang sudah mengetahui perilaku Revano dan Amel saat ini sedang merasa cemas menantikan akan ada kejadian apa setelah ini.

Hah, sepertinya makan siang kali ini sangat mengenyangkan tanpa harus mengeluarkan uang bahkan aku tak perlu lelah mengunyah semuanya sudah terasa sangat kenyang.

Setelah selesai dengan bukti yang diinginkan kini Nindy turun dari lantai tiga menuju lantai satu untuk segera kembali ke kantornya karena sore ini akan ada rapat bulanan dikantornya yang dipastikan akan lembur.

" Bu sudah mau pulang? Apakah mau dibungkuskan makanan?" Rani yang kini menghampiri Nindy karena tahu jika suasana hati sang atasan sekaligus pemilik cafe sedang tidak baik.

" Ahh ran tidak usah, ini sedikit untuk anak-anak membeli siomay didepan yaa tolong jaga kesehatan kalian semua aku harus segera kembali ke kantor ya" begitulah Nindy yang memang sangat memperhatikan para karyawan.

Melihat Nindy yang berjalan kearah kendaraan seketika para karyawan menghampiri Rani, untuk memastikan keadaan saat ini karena di jam makan siang pengunjung memang sangat padat.

" Udah..udah nanti malam kita jajan ya dikasih bu nindy untuk urusan diatas kita ga perlu ikut campur terlalu jauh yuk kerja lagi" rani langsung menjelaskan sebelum adanya ucapan dari mulut teman-temannya.

" Hmm padahal Bu Nindy sebaik itu ya, kasian sekali tapi aku heran kenapa adeknya bisa segitu jahatnya ya"

" Iya mana ga malu lagi bolak-balik udah kaya bos padahal ini milik kakaknya"

" Udah..udah.. Takut kedengeran nanti ribut yuk kerja jangan lupa nanti malam sebelum pulang kita jajan kaya biasa" Rani segera membubarkan para karyawan untuk kembali bekerja.

🌟

Selama rapat berlangsung Nindy benar-benar profesional dia tetap fokus bekerja, tapi berbeda dengan sang kakak Jonathan yang sangat tahu jika sang adik sedang tidak baik-baik saja.

Sebenarnya Jonathan sudah mengetahui hubungan adik bungsunya dengan Revano karena tanpa diketahui Jo selalu memantau cctv cafe sang adik, bukan tidak percaya hanya saja sebagai seorang kakak ingin memastikan bahwa usaha sang adik berjalan lancar.

Tidak disangka saat dirinya sedang memeriksa cafe Nindy malah disuguhkan dengan pemandangan yang membuat emosinya naik, tapi jo harus bisa bijaksana karena menyangkut kedua adiknya.

2 jam berlalu akhirnya rapat selesai dengan revisi yang mulai menunggu untuk diperbaiki, banyak coretan, catatan dan juga lipatan kertas yang kini berada dihadapan Nindy.

" Hahhhhh, akhirnya selesai juga" setelah semuanya keluar ruangan sisa Nindy dan jo sang kakak diruangan.

" Capek dek?" jo mengusap puncak kepala sang adik dengan sayang.

" Lumayan, kak aku pulang bareng kakak ya soalnya tangan aku pegel kalau buat bawa kendaraan hehe"

Sebenarnya bukan karena pegal tapi Nindy sedang ingin ditemani saja untuk sedikit mengurangi perasaan kecewanya saat ini.

" Kamu sudah tau?" tanpa basa-basi jo langsung memberikan pertanyaan yang membuat Nindy mengerutkan keningnya bingung.

" Hah.. Tau apa?" nindy hanya ingin memastikan pertanyaan sang kakak.

Greeppppppp...

Aldo membawa Nindy kedalam pelukannya mengusap lembut punggung sang adik, hatinya ikut sakit tapi dia tidak ingin terbawa emosi saat ini.

" Aku terima kok kak, tidak apa-apa aku memahami karena mereka memang saling menyayangi bukankah lebih baik gagal sebelum menikah?" Nindy menarik nafasnya kuat, menahan air mata yang sebenarnya sudah ingin keluar.

" Menangis saja tidak apa, kakak akan menemani kamu disini" jo tidak ingin Nindy menahannya sendiri, dia sangat tahu bagaimana rasa sakitnya.

Hiksss....hiksss...hikss....

Akhirnya air mata Nindy begitu saja luruh setelah mendengar ucapan sang kakak, terasa begitu menyakitkan selama ini dirinya sudah banyak berkorban ternyata masih saja terlihat kurang Dimata sang kekasih.

Setelah puas dengan tangisnya kini Nindy susah membersihkan wajahnya dan bersiap untuk pulang kerumahnya, sebenarnya Nindy sangat malas untuk pulang tapi dia tidak ingin egois.

" Dek, makan diluar yuk tadi Syifa mengajak kakak untuk makan malam bersama" ya jo sudah memiliki kekasih dan berencana akan menikah tahun ini.

Syifa dan nindy memiliki hubungan yang sangat dekat layaknya saudara kandung, tapi berbeda dengan Amel yang terlihat lebih acuh.

" Yahh jadi nyamuk deh" Nindy sebenarnya tidak ingin menganggu tapi karena sang kakak memaksa akhirnya keduanya sepakat untuk pergi bersama.

Sepanjang perjalanan Nindy dan jo terlibat percakapan serius tentang hubungan gelap Amel dan Revano, Nindy tidak marah justru berterimakasih karena sang kakak masih bisa mengontrol dirinya untuk tidak berbuat kasar.

Bagaimanapun Amel adalah keluarga mereka jadi tidak mungkin harus memusuhi hanya karena jodoh meskipun sangat terasa sakit.

" Mungkin memang jodohnya dengan Amel kak, tidak baik juga jika dipaksakan bukan?" begitulah Nindy saat dirinya dan sang kakak masih dalam perjalanan.

" Ya memang betul, tapi cara mereka salah semoga saja Amel tidak kecolongan karena dia sudah menyerahkan mahkota sebelum waktunya" entah mengapa jo tidak merasa marah apalagi merasa gagal menjaga sang adik, mungkin karena jo dan Amel yang tidak memiliki hubungan dekat sehingga sungkan untuk ikut campur.

Bab 2

Kini ketiga orang yang sedang terlihat makan dengan tenang, diiringi obrolan serius, ringan, tertawa sampai cemberut semua ekspresi sepertinya diajak semua malam ini.

Triinnggg...

📩 : Sayang kamu masih lembur ya? Sepertinya aku juga akan lembur karena cafe sedang ramai maaf tidak bisa menjemput malam ini. Aku mencintaimu ❣️

Saat benda pipihnya berbunyi sontak ketiga pasang mata beralih menatap pesan masuk.

" Cih lagaknya cafe ramai, tuh siapa yang baru dateng" mata elang jo menangkap sepasang kekasih yang baru saja masuk kedalam resto yang sama dengan mereka.

Nindy dan Syifa spontan menolah kearah yang ditunjukan oleh jo, dan terlihat dengan jelas Amel melingkarkan tangannya dilengan Vano dan berjalan menuju meja yang ternyata berada satu meja dihadapan mereka.

Deg....

Saat tidak sengaja mata Revano bertemu dengan Nindy sontak membuat tubuhnya terasa kaku, lidahnya tidak bisa bergerak apalagi Vano menangkap ada Jo dan Syifa yang ikut duduk bersama dengan Nindy.

Apakah ini akhir dari segala usahaku...

Saat tertangkap basah Revano masih bisa memikirkan kondisinya dan masa depan usahanya yang dibangun bersama Nindy, aahh tidak-tidak usaha yang Nindy bangun dan dikelola olehnya namun belum sempat dimiliki.

" Lohh ada kedua kakak dan calon kakak ipar juga disini?" tanpa rasa bersalah Amel terlihat biasa saja, justru menyapa sang kakak dengan senyuman.

Terimakasih semesta sepertinya keberuntungan sedang berpihak kepadaku tanpa harus menunggu waktu lagi. Gumaman batin Amel yang kini menarik revano untuk menghampiri kedua kakaknya sekaligus calon mantan kekasihnya.

" Hai kak Jo, kak Nindy, kak Syifa, boleh kita gabung? jarang sekali bukan kita bisa makan bersama?" Amel kini duduk tanpa dipersilahkan.

" Tidak ada yang ingin dijelaskan?" nindy hanya mengeluarkan satu kalimat tanpa getaran apalagi nada yang tinggi.

Amel merasa ada yang salah, mengapa kakaknya begitu tenang padahal dirinya mengira bahwa akan ada perang dunia malam ini.

" Ahhh kenalkan ini pacarku namanya Revano, bukankah kalian saling mengenal?" Amel dengan bangganya memperkenalkan kekasih dari kakaknya tanpa malu.

" Van, bagaimana maksudnya?" kini jo yang bertanya dengan tangan Syifa yang sudah mengelus punggung tangannya, bukan melarang hanya saja Syifa khawatir karena mereka sedang berada ditempat umum.

Amel menyenggol tangan revano yang sejak tadi hanya diam tanpa ada suara ataupun kalimat yang keluar dari mulutnya.

" Ahh ma..ma..maaf kak, Nindy a..ak...aku bisa jelasin" Revano benar-benar berada di situasi yang sangat sulit, bahkan membayangkan saja belum terlintas tapi saat ini langsung disuguhkan dengan kenyataan.

" Kak Jo, aku dan revano adalah sepasang kekasih dan kami sudah menjalin hubungan beberapa waktu terakhir ini dan kak Nindy bisakah kamu mengakhiri hubungan kalian berdua?"

Tanpa malu amel kembali menjelaskan hubungannya dengan Revano, bahkan dengan lantang dirinya meminta sang kakak untuk memutuskan hubungan mereka.

" Aku tidak bertanya padamu Amel, jadi diamlah" Jo melipat kedua tangannya didepan dada menatap tajam wajah Revano tanpa berkedip.

" Kak jo selalu saja berpihak pada kak Nindy tanpa memikirkan perasaanku, aku juga adikmu kak harusnya kakak adil" Amel bukannya diam justru memancing suasana menjadi panas.

" Sudah... sudah... Jadi apa alasanmu?" Nindy melerai ketegangan yang ada.

" Kamu terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri Nindy, sampai lupa denganku yang butuh..." belum selesai bicara Nindy sudah memotong ucapan Vano.

" Kehangatan? Hubungan melebihi batas?"

" Sudahlah kak, tidak perlu banyak drama toh Vano lebih memilih aku jadi terima saja cepat putuskan hubungan kalian" Amel ya tetap saja Amel yang sangat keras kepala.

Syifa memeluk lengan jo yang akan mengangkat tangannya untuk memukul meja.

" Baiklah..baiklah Vano mari kita akhiri semuanya aku bersyukur karena tidak bersamamu memang pantas jika manusia b...l dengan manusia b...l lagi" Nindy tersenyum tipis menatap wajah Amel dan Vano tanpa ada air mata.

" Cih sok tersakiti, tidak perlu mengataiku buruk padahal kami saja yang bodoh" Amel tidak peduli dengan perasaan Nindy saat ini.

" Jaga ucapanmu Amel, kita sama-sama perempuan dan Nindy adalah kakakmu sendiri bagaimana bisa kamu berkata buruk kepadanya" Syifa yang geram dengan ucapan Amel langsung memberikan peringatan.

Amel mendelik tajam kepada calon kakak iparnya yang baginya sangat terlalu ikut campur.

Kenapa sih semua orang selalu membela dia, apa bagusnya sih padahal cuma punya nampang polos dan uang lebih banyak saja.

" Kamu masih calon kakak ipar jadi bukan termasuk keluarga jadi jangan ikut campur terlalu jauh, itupun belum tentu jadi menikah dengan kakakku"

Braakkkkkkk....

Jo benar-benar dibuat emosi saat ini oleh adik bungsunya, beginilah jika anak terlalu dimanja sampai menjadi keras kepala.

" Kamu terlalu keras kepala Amel, ingat tidak semua yang kamu inginkan harus tercapai apalagi dengan cara kotor kamu itu perempuan seharusnya bisa menjaga diri bukan mengobral" jo sedikit menaikkan nadanya Denga tekanan yang cukup dalam.

Revano benar-benar tidak ada usaha untuk membela Amel ataupun menjelaskan keadaan mereka.

" Sayang kamu ngomong dong jangan diem aja kaya manekin" Amel berbisik saat dirinya merasa tertekan dengan ucapan sang kakak.

" Maaf kak, aku yang salah tapi tidak sepenuhnya kesalahanku dalam hubungan aku bersama...."

" Iya aku yang salah, aku yang bersalah tidak perlu diperjelas bukankah kita sudah berakhir jadi tidak perlu menyalahkan orang lain atas kesalahan diri sendiri".

Nindy memotong kembali ucapan Reno karena merasa dirinya disudutkan, padahal hatinya saat ini terasa begitu sakit tapi sekuat mungkin Nindy berusaha untuk tidak terlihat lemah.

" Bagus kalau kakak sadar" Amel benar-benar sangat egois.

" Sudah sudah mari lanjutkan makannya, bukankah disini kita akan makan?" Amel langsung mengambil makanan yang kini sudah tersaji dimeja.

Revano sesekali mencuri pandangan kearah Nindy sang mantan kekasih, Amel yang menyadari akan hal itu langsung mengambil alih agar Revano kembali fokus pada dirinya.

" Tenang saja cafe silahkan kamu ambil dan segeralah menikah setelah kak jo dan kak Syifa menikah, perempuan itu membawa perut dan akan membesar" Nindy tanpa melihat kearah siapapun memberikan kepastian yang sejak tadi dikhawatirkan oleh Revano.

Amel menyunggingkan senyumnya merasa menang bukan hanya mendapatkan sang mantan kekasih dari kakaknya, tanpa kerja keras dia juga mendapatkan cafe yang dibangun oleh uang Nindy.

" Terimakasih kak, itu memang sudah menjadi hak Revano bukan? Memang sih itu uang kamu tapi yang selama ini mengurusi cafe kan Vano jadi kamu sebenarnya tidak memiliki hak atas cafe itu bukan?

entah terbuat dari apa isi kepala Amel yang dengan mudahnya mengucapkan kata tanpa melihat fakta, tapi Nindy hanya bisa menggelengkan kepalanya.

" Aku memberikan cafe itu agar kalian memiliki modal untuk ekonomi rumah tangga kalian karena tidak mungkin bukan jika setelah menikah hanya akan berpangku tangan pada mama dan papa?"

Deggghhh....

Ucapan Nindy benar-benar membungkam mulut Amel dan Revano sampai mereka menghentikan aktivitas makannya, sedangkan jo dan Syifa menyunggingkan senyum tipisnya.

Bab 3

Pagi ini dirumah yang cukup baik dari segi bangunan, isi rumah dan juga makanan yang dihidangkan sudah siap dengan kegiatan sarapan pagi.

" Selamat pagi pah, mah" Nindy dan jo turun bersamaan karena sudah biasa, selain kamar yang sebelahan mereka memang sangat dekat.

Ibra dan Clara langsung menyambut kedua anaknya dengan senyuman hangat, ada tatapan sendu dari seorang ibu untuk anak perempuannya perasaan bersalah, sedih, kecewa bercampur jadi satu.

" Pagi sayang, oh iya dek papa kok ga liat mobilnya kemana? apa ada masalah?" Ibra memang selalu mengecek kondisi rumah termasuk mobil anak-anaknya yang terparkir.

" Hehe semalem Nindy pulang ikut kakak pah, jadi nyamuknya calon manten soalnya capek habis lembur harus bawa kendaraan pegel tangan Nindy jadi mobil ditinggal dikantor maaf ya pah" begitulah Nindy selain lembut dia selalu mengucapkan kata maaf jika ada perbuatannya yang tidak sesuai aturan.

Jo mengusap kepala sang adik dengan perasaan yang sulit sekali diartikan, ingin sekali dirinya membuka kejadian malam tadi tapi jo paham bagaimana Amel sang adik bungsunya.

" Papa malah seneng kalau pulang sama kakak, jadi engga khawatir takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan apalagi kamu perempuan" Ibra menatap lembut wajah sang anak, ingin sekali dirinya memeluk putri kesayangannya yang selalu menuruti keinginannya itu.

Braakkkkkkk .....

Tiba-tiba saja kursi ditarik dengan kasar membuat semua orang terkaget dalam kegiatan sarapannya.

" Apasih pah kak Nindy tuh udah tua ga usah segala dikhawatirkan dia udah tau mana buruk dan baik jangan berlebihan deh, aku aja ga pernah tuh dikhawatirkan sama papa sampe kaya gitu padahal disini aku yang anak bungsu" Amel yang entah sejak kapan berada disana langsung saja mengoceh.

Clara yang melihat perilaku sang anak hanya bisa menarik nafas dalam dan menggelengkan kepalanya, hatinya benar-benar panas ingin sekali rasanya mengomel tapi Clara sadar ini adalah hasil dari didikannya selama ini.

" Amel masih pagi, duduk sarapan jangan mengomel begitu apalagi didepan makanan gabaik" Clara langsung memberikan peringatan dengan nada rendah.

" Apa-apaan aku dipanggil nama giliran Nindy dipanggil adek, memang yang sayang sama aku cuma mama doang"

Amel terus saja mengumpat tanpa ada yang memperdulikan ucapannya, Ibra hanya menatap sekilas tanpa ada keinginan untuk menjawab ucapan sang anak bungsu.

Praaanggg....

" Aku duluan" karena kesal merasa diabaikan Amel membanting alat makannya dan langsung pergi begitu saja.

Ibra, Jo dan Nindy hanya bisa menggelengkan kepalanya, bukan mengabaikan tapi jika diberikan respon maka Amel akan semakin emosi dan bisa saja berakhir lebih parah dari membanting alat makan.

" Maafkan Amel ya kak" Clara menatap wajah Nindy.

" Tidak apa-apa ma wajar usia segitu memang sedang mencoba banyak hal baru dan kita harus mengerti" Nindy masih saja baik kepada adiknya, padahal malam tadi Amel sudah sangat keterlaluan.

Clara melihat kedua bola mata Nindy yang bengkak sudah bisa dipastikan jika semalaman anaknya itu menangis.

" Kak apa semalam kamu habis menangis?" Clara spontan menanyakan hal tersebut yang membuat Ibra semakin curiga.

" Engga ma, semalam Nindy habis lembur menyelesaikan pekerjaan karena memang kemarin kita habis rapat bulanan dan banyak sekali revisi yang harus diselesaikan" Nindy menutupi kesedihannya, tidak ingin ada lagi keributan yang berakibat adanya perpecahan.

Kini anggota keluarga yang tersisa menyelesaikan kegiatan makannya dengan diam, isi kepala mereka berisik dengan pikirannya masing-masing.

🌟

Siang ini seperti biasa dilantai tiga sebuah cafe disalah satu ruangan yang sudah sah menjadi milik kedua pasangan ini terasa panas.

" Ahhhh sayang teruss......" suara desahan itu terus menggema diruangan Revano.

Keduanya bergerak tanpa arah saling menyalurkan hasrat yang sedang menggebu, apalagi Amel yang merasa emosi sejak pagi tadi.

Braakkkkkkk.....

Saat pintu terbuka dengan keras terlihat dua manusia yang sedang duduk intim tanpa busana seketika menghentikan aktivitasnya dan menoleh kearah pintu.

" P...pa..pa..pah" Amel langsung bangkit dari duduknya diatas pangkuan Revano dan langsung mengambil pakaiannya yang berceceran dilantai berlari kearah kamar mandi.

Bugghhhh....

Bughhhhh....

Pukulan itu melayang bebas diwajah dan tubuh Revano yang saat ini kondisinya tanpa busana, terlihat sangat menjijikan meskipun dirinya juga seorang lelaki.

Ibra yang menaruh curiga memang sudah merencanakan untuk siang ini berkunjung ke cafe Nindy dan Revano, sebenernya Ibra menaruh curiga hanya saja dirinya ingin memastikan dan melihat secara langsung agar tidak dianggap tidak adil kepada anak-anaknya dan ya, siang ini semua sudah jelas terlihat dengan sangat menjijikan.

" Pah udah pah, nanti Revano bisa mati" Clara yang sejak tadi membeku langsung tersadar dan menghampiri sang suami untuk melerai.

" Pakai bajumu dan aku tunggu disini" Ibra menghentikan pukulannya dan langsung mendudukan tubuhnya di sofa.

Apakah keputusanku dulu salah sampai akhirnya aku harus mengorbankan kedua anakku, dan kini anak perempuan kesayanganku harus dikhianati oleh adik serta kekasihnya. Ya Tuhan ampuni aku yang menyakiti perasaan anakku.

Begitulah kiranya isi hati dan pikiran Ibra saat ini, semua sudah terjawab dengan jelas termasuk kedua mata Nindy pagi tadi yang membengkak.

Kini amel, Revano, Clara dan Ibra sudah duduk berhadapan, Ibra memeluk kedua tangannya didepan dada namun kedua matanya tidak ingin menatap kearah Amel dan Revano.

" Sejak kapan?" mendengar suara Ibra Amel dan juga Revano langsung mengangkat wajahnya.

" M..ma..maafkan saya om, saya bersalah" mendengar suara Revano membuat emosi Ibra kembali naik.

Braakkkkkkk....

" Saya itu bertanya bukan menyuruh kamu untuk meminta maaf, apa kamu tidak mengerti bahasa manusia hah?" Ibra benar-benar dibuat emosi siang ini.

" Kami sudah menjalin hubungan beberapa waktu terakhir pah, dan semalam kak Nindy juga sudah memutuskan hubungan dengan Revano jadi apa salahnya? Jangan egois pah Revano berhak memilih dan aku yang dipilih jadi tidak perlu berlebihan" ucapan Amel saat ini benar-benar membuat Ibra semakin naik darah, bagaimana bisa Amel tidak merasa bersalah.

" Dengan memberikan mahkotamu kepada seorang pria baj....n seperti ini? Dimana harga dirimu Amel? Papa menjaga kamu tapi dengan mudahnya kamu melepas itu? Apa kamu berpikir konsekuensi atas perbuatan asusila kalian ini hah? Apa kamu yakin jika lelaki ini akan bertanggungjawab sedangkan saat ini saja dia dengan mudahnya berpaling kewanita lain padahal kekasihnya sudah banyak berkorban termasuk memberikan cafe ini" Clara hanya bisa menangis melihat kondisi antara anak dan suaminya saat ini yang terlibat dalam ketegangan.

" Apa yang salah pah? kamu saling mencintai dan papa harus tau jika cafe ini sudah diberikan oleh kak Nindy malam tadi jadi tidak perlu diungkit kembali, pah kenapa papa harus selalu membela Nindy apa aku tidak boleh bahagia dengan pilihanku sendiri?"

Amel kembali berdrama, padahal sudah jelas jika dirinya saat ini bersalah atas tindakannya tapi dasar egois tetap saja menyalahkan orang lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!