Hari pertama MPLS selalu penuh dengan kekhawatiran dan antusiasme. Aula sekolah dipenuhi siswa baru, semuanya terlihat sibuk mencari teman, atau setidaknya mencoba terlihat percaya diri. Widy sendiri lebih memilih duduk di pojok, mengamati situasi dan berharap ada yang kukenal di angkatannya
Saat Widy mengalihkan pandangan ke sebuah kursi panjang di bawah pohon ia melihat seorang laki-laki yang sepertinya pernah dilihat sebelumnya.Setelah diamati lebih lama dan ya iamengenalnya, meski butuh beberapa detik untuk benar-benar yakin. Wajah itu,tas merah maroonnya, langkahnya, cara dia berdiri,jam tangan yang dikenanakannya,aku pernah melihatnya sebelumnya. Di sebuah perlombaan hiking setahun lalu. Saat itu dia berdiri di podium dengan senyumnya yang lebar sambil menerima hadiah karena telah memenangkan perlombaan.
Jantung widy berdebar kencang saat kepastian itu menghampiri. Tak disangka,ia akan bertemu lagi dengan sosok yang pernah menginspirasi itu. Widy ingat betapa tangguhnya dia saat mendaki, semangatnya yang tak pernah padam, dan senyumnya yang menular.
Hari kedua MPLS selalu jadi yang paling ditunggu-tunggu. Tidak ada lagi sesi perkenalan yang kaku atau penjelasan panjang tentang aturan sekolah. Hari ini penuh dengan game seru, dan Widy sudah bisa merasakan semangatnya sejak pagi.
Di lapangan, para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil.Setelah kelompok diumumkan, Widy berdiri di samping teman sekelompoknya, mencoba menyesuaikan posisi untuk game. Tapi yang bikin jantungnya sedikit berdebar adalah saat dia sadar… dia ada di kelompok sebelah. Lagi-lagi, sosok yang pernah dilihat di perlombaan hiking itu muncul di hadapan Widy.
Detak jantung Widy semakin tak beraturan. Pandangannya tak sengaja bertemu dengannya. Seulas senyum tipis terukir di wajahnya, membuat Widy semakin gugup. Ingatan tentang perlombaan hiking itu kembali menghantuinya. Saat itu, dia yang begitu tenang dan penuh percaya diri berhasil menjadi pemenang pertama, sementara Widy hanya bisa menyusul di belakang.
"Ayo semangat!" seru ketua kelompok Widy, membuyarkan lamunannya.
Game dimulai, musik diputar, dan mereka semua mulai bergerak, mencoba menjaga balon tetap di posisi tanpa jatuh. Awalnya gampang, tapi semakin lama musiknya makin cepat, dan Widy nggak bisa menahan tawa melihat kelompok sebelah,dia dan pasangannya terlihat panik sambil tetap berusaha joget.Tiba-tiba, balon mereka hampir jatuh, dan refleks, dia malah menabrak pasangannya. Semua orang tertawa, termasuk Widy.Tapi saat dia menoleh ke arah Widy, matanya bertemu dengan Widy lagi, dan Widy buru-buru berpaling, pura-pura sibuk dengan balonnya sendiri.
Game berlanjut, dan suasana makin seru. Widy benar-benar menikmati setiap detiknya. Rasanya seperti semua kekhawatiran hari pertama hilang begitu saja.Widy nggak bisa bohong, ada sesuatu yang berubah di hatinya. Entah sejak kapan, melihat dia tertawa seperti itu bikin Widy ikut bahagia. Rasanya hangat, seperti ada energi yang nggak bisa dijelaskan.
Di tengah keramaian, Widy mulai sadar.
"Mungkin aku mulai suka sama dia."
Widy menggigit bibir bawahnya, mencoba menepis perasaan aneh yang baru saja muncul. Ia menggeleng pelan, berusaha menyangkal pikirannya sendiri.
"Ah, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan," gumamnya dalam hati. Tapi, senyuman tipis terus menghiasi wajahnya.
Saat pembagian kelas diumumkan, Widy mendengar namanya dipanggil dan langsung melangkah ke kelompok yang ditentukan. Widy sibuk menebak-nebak siapa saja yang bakal jadi teman sekelasnya, sampai tiba-tiba pandangannya jatuh ke seseorang di barisan sebelah yang kemudian dipanggil ke barisan yang sama dengannya.
Widy mematung sejenak. Jantungnya berdebar kencang. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia menggosok matanya berkali-kali. Namun, sosok itu masih saja berdiri di sana, tersenyum tipis ke arahnya. Adalah Naidim, cowok yang menginspirasi Widy di perlombaan hiking yang selama ini hanya Widy lihat dari jauh.
"Oh dia lagi"pikir Widy
Widy bisa merasakan kehadirannya tepat di belakangnya, tapi Widy nggak berani menoleh lagi. Tangan dan kakinya tiba-tiba terasa canggung, dan ia hanya bisa fokus pada lantai di depannya.
"Aduh, jangan sampai dia tahu aku grogi," pikirku Widy panik.
Tiba-tiba, dari belakang, Widy mendengar suara yang lembut tapi cukup jelas. “Hei.”
Widy kaku seketika. Perlahan, Widy menoleh dan mendapati dia sudah berdiri tepat di samping Widy, mengulurkan tangannya dengan senyum santai. “Namaku Naidim,” katanya.
Sejujurnya, Widy panik. Otaknya kosong, mulutnya hampir nggak bisa diajak kerja sama. Tapi ia tahu ia harus membalas. Jadi, dengan tangan yang sedikit gemetar, Widy menjabat tangannya dan mencoba tersenyum. “Aku… Aku Widy.”
Jabat tangan itu singkat, tapi rasanya seperti menyalakan kembang api di dalam dadanya. Dia masih tersenyum, seolah semuanya biasa saja, sementara Widy berusaha keras menyembunyikan grogiku
Widy, ya? Semoga kita bisa jadi teman sekelas yang asik,” katanya santai, sebelum kembali memperhatikan instruksi panitia.
Widy cuma bisa mengangguk pelan, tapi dalam hati "aku tahu, momen kecil ini akan kuingat lama."
Jantungnya berdebar kencang, mengikuti ritme langkah yang terasa berat. Kata-kata Naidim masih terngiang di telinganya, membuat pipi Widy memerah. "Aku tak menyangka perkenalan singkat itu bisa membuatku sebegitu gugup." ucap Widy.
Setelah perkenalan singkat itu, Widy merasa seperti sedang melayang di awan. Setiap kali teringat senyum manis Naidim dan tatapan matanya yang hangat, jantungnya berdebar tak karuan. Ia memikirkan kembali setiap kata yang terucap, berusaha mencari makna tersembunyi di balik setiap kalimat.
Selama acara perkenalan siswa baru, Widy terus mencari-cari Naidim di antara kerumunan. Setiap kali mataku bertemu dengannya, aku langsung menunduk malu. Ah, kenapa aku sebegini? Aku berusaha untuk bersikap biasa saja, tapi rasanya sulit sekali.
Hari pertama memulai pembelajaran selalu dibuka dengan basa basi perkenalan dengan teman sekelas dan tentunya dengan wali kelas yang akan membina kita.Tak lupa juga pemilihan tempat duduk akan menjadi momen paling dinanti nanti oleh setiap siswa berharap mereka akan duduk di bangku impiannya.
Tapi sayangnya kita tidak dapat memilih sesuka hati.Wali kelas akan mengumumkan kita duduk di bangku yang mana dan semeja dengan siapa.
Saat guru mengumumkan waktu untuk memilih tempat duduk, jantungku berdebar Widy langsung mencari-cari keberadaan Naidim yang sudah dipanggil guru untuk duduk di bangku kedua tepat di pojok dekat jendela.
widy hanya berdoa jangan sampai dia duduk dengan Naidim karena ia takut ketahuan kalau Widy grogi saat dekat dengan Naidim.Ketika Widy dipanggil dan ya sesuai harapan dia duduk tepat di depan Naidim tapi sama saja walaupun tidak semeja setidaknya kan masih dalam jarak yang dekat.
Widy berusaha sekuat tenaga untuk bersikap biasa saja. Jantungnya berdebar kencang setiap kali melirik ke arah Naidim. Pikirannya terus saja melayang pada sosok yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Setiap kali Naidim tertawa atau berbicara dengan teman sebangkunya, Widy merasa ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di perutnya.
Widy merasa jantungnya hampir copot saat namanya dipanggil dan ia harus berjalan menuju bangkunya. Pandangannya tidak sengaja bertemu dengan Naidim yang sedang tersenyum tipis. Widy langsung menunduk, pipinya terasa panas.
Selama pelajaran, Widy sangat sulit berkonsentrasi. Ia terus-menerus melirik ke arah Naidim. Setiap kali Naidim menoleh, Widy langsung mengalihkan pandangan pura-pura sibuk dengan bukunya. Ia ingin sekali bertanya atau memulai percakapan, tapi rasa malunya terlalu besar.
Widy terus bergelut dengan perasaannya yang campur aduk. Di satu sisi, ia sangat ingin berinteraksi dengan Naidim. Ada rasa penasaran dan ketertarikan yang membuatnya ingin mengenal Naidim lebih dekat. Namun, di sisi lain, rasa malu dan takut ditolak membuatnya ragu-ragu untuk mengambil langkah pertama.
Setiap kali pelajaran selesai, Widy selalu merasa kecewa karena tidak ada kesempatan untuk berbicara dengan Naidim. Ia seringkali membayangkan bagaimana rasanya jika mereka bisa menjadi teman baik. Mungkin mereka bisa berbagi cerita, mengerjakan tugas bersama, atau bahkan sekadar tertawa bersama.
Hari demi hari berlalu, dan Widy masih saja merasa gugup setiap kali berdekatan dengan Naidim. Namun, ada satu hal yang membuatnya sedikit lega, yaitu bahwa teman sebangkunya, sebut saja namanya Grady ternyata adalah sahabat baik Dari situ Grady sering mengajak Widy dan Naidim ngobrol bersama dan rasa grogi dan ketakutan itu perlahan menghilang.Keduanya sama sama belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru,teman yang baru,dan suasana yang baru.
Widy dan Naidim semakin akrab berkat campur tangan Grady. Obrolan-obrolan ringan seperti perkenalan lebih dalam di sela-sela jam pelajaran membuat mereka menemukan banyak informasi yang menarik satu sama lain. Mereka memiliki kesamaan menyukai dunia olahraga.Mereka berbagi cerita tentang hobi, keluarga, bahkan mimpi-mimpi mereka di masa depan. Widy yang tadinya pemalu, perlahan mulai berani mengungkapkan pendapatnya. Sementara Naidim, dengan sifatnya yang ceria, selalu berhasil membuat suasana menjadi lebih hidup.
Ketiganya bergabung ekstrakurikuler di sekolah tetapi Widy sendiri bergabung di badminton sedangkan Naidim dan Grady mengambil di bola volly.Walaupun di bidang yang berbeda, tetapi mereka tetap menjadi teman yang solid. Setiap selesai latihan, mereka selalu menyempatkan diri untuk bertemu dan berbagi cerita. Widy akan bercerita tentang teknik-teknik baru yang ia pelajari dalam badminton, sementara Naidim dan Grady akan bersemangat menceritakan strategi permainan bola voli mereka. Sungguh kombinasi yang bagus bukan?
Berawal dari kegiatan ekstrakurikuler, tak lama kemudian, sekolah mereka mendapatkan undangan untuk mengikuti turnamen bola voli antar SMA. Tentu saja, Naidim dan Grady sangat antusias. Mereka melihat ini sebagai kesempatan bagus untuk menguji kemampuan tim mereka dan berkompetisi dengan pemain-pemain dari sekolah lain.
Widy, yang selalu mendukung teman-temannya, berjanji akan datang untuk memberikan dukungan penuh di pertandingan.
Hari pertandingan pun tiba. Suasana di GOR (Gedung Olahraga) sangat meriah. Semua tim peserta sudah siap bertanding, termasuk tim Naidim dan Grady. Widy duduk di tribun penonton bersama teman-teman sekelasnya, sambil membawa spanduk besar bertuliskan nama tim bola voli sekolah mereka.
Widy sesekali melirik ke lapangan. Para pemain sedang melakukan pemanasan, otot-otot mereka meregang dan keringat mulai bercucuran. Sorakan penonton semakin menggema saat wasit meniup peluit tanda pertandingan akan dimulai.
Pertandingan pertama berjalan dengan cukup ketat. Tim Naidim dan Grady harus bekerja keras untuk bisa meraih kemenangan. Namun, berkat kerja sama tim yang solid dan semangat juang yang tinggi, mereka berhasil mengatasi perlawanan lawan.Setelah pertandingan selesai, terlepas dari hasil akhir, Naidim dan Grady terlihat murung. Widy yang memperhatikan hal ini langsung menghampiri mereka. "Ada apa, guys? Kalian terlihat sedih," tanya Widy dengan nada khawatir.
Naidim dan Grady saling pandang, lalu menceritakan tentang perselisihan mereka mengenai strategi permainan. Widy mendengarkan dengan seksama. Ia tahu bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam sebuah tim, namun ia juga tahu bahwa hal ini bisa menghambat kinerja tim jika tidak segera diselesaikan.Akhirnya, setelah berdiskusi panjang, Naidim dan Grady berhasil menemukan titik tengah. Mereka sepakat untuk menggabungkan kedua strategi mereka. Naidim akan tetap bermain agresif, namun ia akan lebih memperhatikan posisi rekan satu timnya. Sementara itu, Grady akan tetap bermain sabar, namun ia juga akan lebih berani mengambil inisiatif untuk menyerang.
Menjalani hari seperti biasa disekolah diwarnai dengan pertemanan yang masih hangat hangatnya karena masih semester awal.
Tepat di hari Sabtu,Naidim dan Grady kelihatan sangat bersemangat sekali,Widy tidak tahu apa penyebabnya.
Mereka tiba tiba nyeletuk "Wid hari ini kami mau pulang ke rumah"Widy terlihat kebingungan dan tidak tahu apa maksud dari kalimat itu.Dan tenyata selama ini mereka tinggal di asrama sekolah karena jarak dari rumah yang begitu jauh.Selama ini mereka tidak pernah memberi tahu pada Widy bahwa mereka itu sebenarnya tinggal di asrama sekolah.
Hah? Kalian tinggal di asrama?" tanya Widy dengan mata membulat tak percaya. "Kok aku enggak pernah tahu sih?"
Naidim dan Grady tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Widy. "Hehe, kita sengaja enggak bilang. Mau kasih kejutan aja," ujar Grady sambil mengacak rambut Widy.
"Seriusan? Selama ini kalian di asrama ?" tanya Widy lagi, masih tidak percaya.
Naidim mengangguk. "Iya, setiap akhir pekan kita baru pulang. Jaraknya lumayan jauh, makanya kita memutuskan untuk tinggal di asrama biar lebih praktis."Widy semakin penasaran. "Terus, kenapa kalian baru ngomong sekarang?"
"Karena kita mau ngasih kejutan yang spesial buat kamu," jawab Grady. "Kita mau lihat reaksi kamu kalau tahu kita tinggal di asrama."
Widy tersenyum lebar. "Wah, kalian jahat banget sih ngerjain aku! Tapi seru juga sih."
Mereka bertiga kemudian menghabiskan waktu bersama dengan bercerita tentang pengalaman seru mereka di asrama. Widy sangat tertarik mendengar cerita tentang kehidupan di asrama, mulai dari kegiatan sehari-hari, pertemanan baru, hingga kejadian-kejadian lucu yang pernah mereka alami.
"Kalian pasti punya banyak cerita seru ya di asrama," ujar Widy sambil berbinar.
"Banyak banget, Wid," sahut Naidim. "Nanti kalau kamu mau, kita ceritain satu-satu ya."Iya, boleh,tapi sekarang aja gimana?!" jawab Widy antusias.
Grady dan Naidim mulai bercerita tentang kehidupan di asrama,aturan aturannya,dan hal hal lucu yang mereka alami
Jadi, setiap hari di asrama itu dimulai dengan suara bel yang bangunin di jam 5 pagi.Kami harus segera berlari ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap untuk sarapan. Setelah sarapan, biasanya pamitan sama penjaga asrama habis itu berangkat ke kelas bersama-sama kalau memang sekelas kalau enggak ya sampai tangga sekolah aja.
Setelah pulang sekolah, kami punya waktu luang untuk mengerjakan tugas, bermain bersama teman-teman, atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Ya seperti yang udah kamu tau aku sama Naidim ngambilnya di ektra bola volly.Semua orang tuh wajib ngikutin minimal satu ekstrakurikuler.
Nah kalo di asrama, ada banyak aturan yang haruskita patuhi. Salah satu aturan yang paling sering dilanggar adalah larangan main ponsel di malam hari. Namun,untuk menghindari kehidupan yang membosankan kami selalu menemukan cara untuk tetap terhubung dengan teman-teman yang lain misalnya dengan bercerita atau sekedar bermain ular tangga.
"Inget nggak waktu itu kita ketahuan lagi main ponsel di bawah selimut?" tanya Grady sambil tertawa.
"Hampir aja ketahuan sama penjaga asrama!" jawab Naidim sambil menggelengkan kepala.
Selain melanggar aturan tentang ponsel, kami juga seringkali mencoba berbagai cara untuk menghindari tugas piket. "Waktu itu kita pura-pura sakit biar nggak piket," kenang Naidim. "Tapi ketahuan juga sama petugas kebersihan asrama."
"Iya, kita kena marah habis-habisan," tambah Grady. "Sejak saat itu kita jadi lebih rajin piket."
Meskipun kita sering ngelanggar aturan, aku sama Naidim tetap merasa nyaman tinggal di asrama.Sesekali mereka juga suka menonton tv bersama sama.
"pokoknya banyak deh"ucap Grady.
"Wihh seru juga tuh,jadi pengen tinggal di asrama juga tapi rumah aku kan dekat" tambah widy
"Tapi kalo dipikir pikir lagi masih lebih enakan tinggal di rumah sendiri Wid,kita bebas mau ngelakuin apa aja,bisa ketemu orangtua setiap hari,bisa ngerasain masakan orangtua yang pastinya selalu enak.
Jadi semuanya tuh udah ada porsi masing masing ada enak sama nggak enaknya,kita cuma tinggal jalanin aja" ucap Naidim .
Iya juga ya, Naidim," sahut Widy sambil mengangguk-angguk. "Tapi seru juga sih kalau bisa ngalamin tinggal di asrama. Kayak di film-film gitu, rame-rame sama teman."
"Bener banget," timpal Grady. "Tapi ya itu tadi, ada enak dan enggak enaknya masing-masing. Kalau di asrama kita jadi lebih mandiri, tapi kalau di rumah kita bisa lebih santai."
Mereka bertiga pun terdiam sejenak, masing-masing merenungkan apa yang baru saja mereka bicarakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!