Miko membuka laptopnya. Ia mengetik sebuah nama di program internet untuk pencarian data. Ia menuliskan nama ‘Morino Stenell, pengacara’.
Beberapa jam sebelumnya, Miko mendapat telepon dari seseorang yang ingin berkonsultasi tentang penyakit kejiwaan yang di derita istrinya belakangan ini.
Nama si penelpon ternyata adalah Morino Stenell. Miko tidak asing dengan nama itu. Ternyata memang ia adalah Pengacara terkenal.
Beberapa teman-teman wanita Miko pernah membicarakannya. Karena ketampanan dan kharisma pria itu membuat wanita berkhayal untuk sekedar melihatnya dari jarak dekat.
Di layar laptop Miko, sebuah artikel terbuka tentang seorang pengacara yang sudah menangani banyak kasus. Morino juga menjabat sebagai pemilik beberapa perusahaan besar.
‘Ternyata istrinya memiliki gangguan mental?’ batin Miko masih di depan laptopnya.
Pria sukses ini hampir memiliki segalanya. Kesuksesannya di karir sebagai Pengacara terkenal dan juga pengusaha beberapa perusahaan membuat semua orang memandangnya sebagai pria paling beruntung.
Tetapi ada yang orang lain tidak tahu tentang salah satu sisi dirinya. Salah satu yang orang lain bahkan tidak membayangkan sebelumnya,
Anabella, Istrinya saat ini tengah mengalami gangguan mental.
Di dalam mobil.
“A-apa kita perlu kesini?” tanya wanita berkulit putih kemerahan pada pria di sebelahnya yang memegang kemudi.
Pria itu, wajahnya dingin. Tak ada senyum sedikitpun di parasnya yang tampan.
“Ya” jawab Morino singkat sambil terus memandangi rumah-rumah yang dilaluinya. Sesekali pria itu melihat ponselnya yang berisi alamat seorang psikiater.
Akhirnya mereka berhenti di depan sebuah rumah. Tidak terlalu besar atau kecil. Hanya ada pagar kayu yang membatasi jalan dan halaman rumah. Terlihat sederhana namun asri, dengan beberapa tanaman gantung yang membuat sejuk. Catnya berwarna cream dengan jendela agak besar di sisi dindingnya.
Mereka berdua turun dari mobil sedan mewahnya. Membuat beberapa anak di kota itu tercengang. Sebagiannya sangat ingin menyentuh mobil ‘mentereng’ berwarna merah itu barang sedikit saja.
Tapi tatapan pria si pemilik mobil berhasil membuat anak-anak polos itu berlari menghindar.
Setelah keduanya melewati pagar kayu, memencet bell, dan menunggu. Akhirnya seorang wanita keluar dari balik pintu.
Anabella melebarkan senyum menatap wanita paruh baya di bibir pintu. “Maaf, kami ingin bertemu Nyonya Miko. Aku Anabella dan ini suamiku. Kami sudah membuat janji dengan Nyonya Miko” katanya sopan.
“Ah, Tuan dan Nyonya Stenell, Silakan masuk. Nyonya Miko sudah menunggu di dalam” sapa wanita setengah tua dengan badan gempal dan tubuh tidak terlalu tinggi, kemudian menuntun mereka berdua memasuki rumah tersebut.
Tak lama berselang, seorang wanita berparas manis, berkulit putih menghampiri mereka. Penampilannya menandakan ia seorang wanita cerdas dan terpelajar.
“Anda pasti Tuan dan Nyonya Stenell?” Miko langsung menjulurkan tangan untuk berjabat. Wajahnya semakin menarik seiring wajahnya yang tertarik senyum.
“Morino Stenell, dan ini istriku Anabella” sapa suara berat pria bertubuh tegap itu, tatapannya agak dalam dan misterius.
‘Yah, dia memang tampan. Andai saja teman-temanku tahu, bahwa pria ini ada di depanku. Mungkin mereka akan membully-ku karena iri’ batin Miko.
Naluri wanitanya menguap melihat penampakan Morino, tapi ia harus menutupinya dengan sikap profesional seorang Dokter.
Wanita di sebelah Morino tampak sedikit putih atau lebih tepatnya pucat. Wajahnya menyiratkan sesuatu kepedihan yang tengah di simpannya. Tapi ia tetap memaksakan senyumnya ketika memperkenalkan diri pada Dokter ahli jiwa di depannya.
“Silahkan duduk” ajak Miko.
Mereka duduk di sofa kulit berwarna coklat muda. Miko duduk sopan dengan kaki menyilang dan tumpukan kertas note book diatas pahanya seolah siap dengan pekerjaannya.
“Seperti kesepakatan kemarin. Aku akan bertanya pada anda berdua hari ini. Tapi mulai besok aku akan mengajukan pertanyaan pada Nyonya Anabella kemudian pada Tuan Morino di hari setelahnya” dengan senyum lebar sang psikiater menjelaskan.
Mereka menjelaskan perkara yang dialami Anabella. Wanita itu kerap berhalusinasi. Emosinya juga terkadang di luar kendali. Sempat beberapa kali mencoba menyakiti dirinya sendiri.
Miko mencoba menanyakan tentang masa lalu Anabella, dengan pendekatan yang benar-benar hati-hati.
Namun penjelasan Anabella justru membuat Miko sedikit memicingkan matanya. Karena masa lalu Anabella sangat menyenangkan dan bahagia.
Kasus ini menjadi unik dan membuat Miko sedikit tertarik. Ia memang menyukai sedikit tantangan.
Miko beralih ke Morino. Pria dengan wajah dinginnya.
“Maaf Tuan Morino. Kalau boleh aku tahu. Berapa lama usia pernikahan kalian?”
“Hampir satu tahun” jawab Morino tenang dengan menyender di sandaran sofa.
Kaki pria itu juga menyilang, dengan sebelah tangan bertumpu pada lengan sofa dan jemari yang berada di dagunya sedikit menghalangi bibirnya. Tapi tatapannya begitu tegas dan agak tajam.
“Maaf, Dok. Keberatan jika aku merokok?” tanya Morino yang sudah mengeluarkan rokok dari saku jasnya.
“Ah, silakan saja. Buat diri anda nyaman” ucap Miko.
“Um, bagaimana dengan anak?” tanya Miko lagi.
“Justru itu. Aku khawatir istriku mengalami depresi karena belum memiliki keturunan hingga saat ini” ungkap pria itu sambil mengepulkan asap tipis dari sela bibirnya.
Anabella hanya melirik kearah suaminya.
Akhirnya setelah hampir dua jam kurang. Sesi konsultasi berakhir.
Tidak banyak yang bisa Miko simpulkan di hari pertama konseling dengan pasangan tersebut. Tetapi kemungkinan besar kesimpulan sementara yang bisa diambil Miko secara garis besar adalah, Anabella mengidap depresi berat dan khawatir mengarah ke skizofrenia. Tetapi instingnya mengatakan depresi itu bukan karena Anabella belum memiliki anak. Ada sesuatu hal lain yang membuat wanita itu mengalami tekanan.
Hari kedua, Miko hanya mendapati sedikit keluhan dari sang pasien. Anabella lebih sering menangis dan diam. Wanita itu memang tengah mengalami depresi. Tetapi Miko belum dapat menguak apa penyebab depresi wanita itu. Karena ia sering bimbang antara halusinasi dengan kenyataan.
Anabella sering merasa takut pada seseorang. Ia ingin menghindari orang tersebut tapi sepertinya orang yang ditakuti Anabella terus mengejarnya.
Akhirnya hari ketiga sesi konsultasi mereka. Miko juga tidak mendapat banyak hasil dari pertanyaan-pertanyaannya pada Morino. Yang ia dapat, Anabella masih sering berada di dalam halusinasinya.
Justru Morino lebih banyak berbincang mengenai hal lain ketika berdiskusi dengan Miko.
“Dokter, apa anda tinggal sendiri?” tanya Morino di sesi konselingnya. Pria itu duduk bersandar dengan tangan bertumpu pada lengan sofa. Sebagian jemarinya hampir menutup bibirnya.
“Ya, aku tinggal sendiri”
“Apa kau tidak kesepian?” tanya pria itu lagi. Kini ia menyingkirkan jemari itu. Bibir tipis pria itu terlihat jelas sekarang.
“Um. Maaf Tuan Morino, tapi bukankah kita sedang membahas istri anda?”
“Ya, aku tahu. Tapi apa berarti tidak boleh sama sekali keluar dari pembicaraan itu?”
Miko menghela nafas. Ia tak sanggup menatap lama-lama wajah pria itu. Entah karena tampannya atau aura yang sedikit mengerikan. Tatapannya begitu dalam dan jeli.
“Bukan begitu maksudku. Maaf, tapi bisakah kita fokus dulu di masalah ini?”
Akhirnya Morino menyetujui Miko.
Sisa hari selanjutnya hanya Anabella yang akan berkonsultasi dengan Miko.
“Nyonya Anabella. Jika ada yang ingin anda ungkapkan. Maka sekaranglah waktunya anda mengungkapkan semuanya. Bicaralah, Nyonya”
“A-aku, tidak bisa, Dokter!” tiba-tiba Anabella menangis lagi.
“Nyonya, dengarkan aku. Coba tutuplah mata anda. Hirup udara perlahan, kemudian hembuskan pelan. Sampai anda benar-benar tenang, anda bisa menceritakan semua hal padaku dengan mata tertutup” bujuk Miko sambil menggenggam jemari Anabella yang agak dingin.
Anabella mengikuti instruksi terapisnya. Setelah hembusan nafas yang kedua,
“Dia-dia akan menyiksaku!” ucapnya disela isak tangisnya dengan mata terpejam.
“Dia itu siapa?” Miko mendekatkan tubuhnya ke Anabella.
...* * *...
...Alow para reader yang selalu membuat othor semangat....
...Ini cerita othor selanjutnya. Mudah2an para reader suka yah. ...
...Othor minta dukungannya ya biar tetep semangat....Saran, kritik dan masukan yang membangun selalu othor terima dengan terbuka. ...
Salam hangat dari Othor...
“Dia, pria itu. Dia terus mengejar ku. Dia mengancam akan menyiksaku jika aku menceritakan semua. Dia akan membunuh orang-orang jika aku bersuara” Ada aura ketakutan di wajah Anabella.
“Apa yang dia inginkan dari anda?” desak Miko.
“Dia, dia tidak menginginkan apa-apa. Dia hanya senang menyiksaku” ungkap Anabella dengan mata semakin keras terpejam.
“Aku, aku mencoba melawan, tapi …”
Kini nafasnya tidak teratur. Ketakutan sedang menghampirinya.
“Dia mendekatiku! Lalu, lalu dia mencekik ku hingga aku sulit bernafas. Aku lari darinya. Kemudian dia mengambil pisau kecil, kemudian… ia mengejar ku dengan tawanya yang menyeramkan. Aku, aku tidak bisa sembunyi dimanapun. Dia menemukanku! Menggenggam ku!, hah, hah, haah …” Nafas Anabella semakin kuat, hingga pundaknya naik turun berguncang hebat. Keringatnya sudah berhamburan di keningnya.
“Nyonya, Nyonya Anabella!” Miko membangunkan Anabella.
Anabella membuka matanya cepat. Nafasnya terengah-engah, seolah ia barus saja berlari maraton.
Miko cepat-cepat mengambil minum di atas meja. Anabella meminumnya hingga habis.
“Maaf, Dok” ujar Anabella yang masih menyisakan sedikit nafas terengahnya.
“Tidak apa-apa, Nyonya. Ada sedikit progres dari usaha anda barusan. Anda sudah mulai bisa mengeluarkan sesuatu yang selama ini mengganjal”
Setelah beberapa saat, dan Anabella sudah sedikit tenang. Ia seperti kelelahan.
“Anda boleh istirahat. Besok lusa kita bertemu lagi” ucap Miko yang melihat kondisi Anabella sedikit lelah.
“B-baiklah. Terimakasih Dok”
Malamnya. Di meja kerja,
Miko masih memikirkan siapa yang berada dalam halusinasi Anabella. Apa yang sebenarnya membuat wanita itu begitu menderita.
Tiba-tiba jemarinya menggenggam ponsel. Ia melihat nomer kontak suami Anabella. ‘Sepertinya aku harus gali lebih dalam. Apa dia memiliki informasi lain mengenai sosok pria yang dimaksud Anabella’.
Tiga hari kemudian.
Di pagi yang sejuk, di sebuah taman kota Wellton. Miko dengan pakaian kasualnya, menunggu seseorang di bangku taman. Namun ia lebih suka menunggu dengan membaca atau mengerjakan sesuatu dengan tulisannya.
Ia tidak terganggu dengan lalu lalang orang yang berolah raga di sekitaran taman, atau para pejalan kaki dengan kudapan ringan pagi hari mereka.
Dua puluh menit yang lalu, ia menelpon dan mengirim pesan singkat pada Anabella, tetapi wanita itu tidak membalas pesannya. Akhirnya Miko menghubungi Morino.
“Maaf, Tuan Morino. Aku menghubungi istri anda, tetapi dia tidak menjawab. Ada yang ingin ku sampaikan padanya”
“Istriku sedang tidur sepertinya, Dokter. Aku berangkat dia juga belum bangun tadi” jawab Morino.
“Oh, baiklah”
“Apa ada hal penting yang ingin disampaikan, Dok?” tanya Morino di sebrang telepon.
“Tidak terlalu penting. Mungkin nanti bisa ku kirim pesan lagi padanya. Ohya, Tuan. Maaf jika anda punya waktu luang, bisakah aku bertanya pada anda beberapa hal tentang Nyonya Anabella. Mungkin menunggu waktu kosong anda”
“Posisi anda dimana, Dok?” tanya Morino cepat.
“Aku di taman Kota”
“Kebetulan aku agak santai pagi ini, posisiku juga dekat dengan taman Kota. Aku akan segera kesana”
“Eh, tapi-”
“Aku akan sampai dalam lima belas menit”
Morino langsung menutup teleponnya.
Miko memandangi ponsel di genggamannya. ‘Maksudku tidak harus sekarang …’ batinnya.
Mata Miko tetap fokus pada jurnal yang tengah di bacanya.
“Ehm!” deheman berat seorang pria baru mampu membuatnya menoleh.
Miko buru-buru berdiri dan tersenyum ramah. Sangat sejuk melihat senyumnya yang mengembang.
“Ah, Tuan Morino. Maaf membuat anda jadi kesini”
“Tidak apa, Dok. Kebetulan aku ada waktu luang pagi ini”
Mereka berjabat tangan.
Morino mengenakan jas jubah panjang berwarna abu-abu. Pria itu tampak sangat berkelas.
Miko kemudian duduk kembali diikuti pria itu.
“Apa ada yang bisa ku bantu, Dokter?” tanya Morino.
“Maaf, tapi aku hanya ingin menanyakan sedikit tentang masalah istri anda”
“Apa, ini termasuk konsultasi?” tanya pria itu dengan alis mengangkat dengan senyum tipisnya.
‘Baru kali ini kulihat senyum di wajah pria ini’ batin Miko.
“Ah, tidak. Bukan bukan. Maaf, tapi ini hanya obrolan ringan. Tapi apa anda keberatan, Tuan? Kalau anda merasa tidak nyaman, tidak masalah. Aku akan bertanya di waktu konsul-”
“Tidak. Tidak masalah sama sekali. Aku hanya bercanda. Apa yang ingin anda tanyakan?” tanya Morino lagi dengan senyumannya.
‘Sepertinya dia lebih ramah dari yang kemarin-kemarin’ gumam Miko lagi.
“Um, apa anda tahu seseorang yang berada di dalam halusinasi istri anda?
Morino diam sejenak. Dia menghempaskan nafas kecil.
“Aku kurang tahu. Tapi aku memang sering melihat dia kaget ketika aku datang, seolah dia sedang menghindari seseorang. Kadang di dalam mimpi juga sering dia mengigau dan berteriak, seperti ada orang yang sedang mengejarnya” jelasnya.
“Apa anda pernah mencurigai seseorang di masa lalu Nyonya Anabella? Maksudku, apakah ada seseorang yang pernah berhubungan langsung dengan istri anda sebelumnya dan mempengaruhi kehidupannya sampai sekarang?”
“Aku tidak menuduh. Tapi aku sedikit curiga tentang mendiang suaminya yang telah meninggal tiga tahun lalu”
“Suami?! Nyonya Anabella pernah memiliki suami sebelum anda?” Mata Miko sedikit membulat dan tersirat keheranan di wajahnya.
“Ya, pernah. Namanya Warlen. Dia adalah seorang Marinir angkatan darat. Dia meninggal ketika perjalanan pulang untuk menemui Anabella. Dia mengalami kecelakaan”
“Kenapa Nyonya Anabella tidak pernah menceritakan padaku selama konsultasi?”
“Mungkin dia takut”
“Takut?” alis Miko mengerut sambil menatap Morino.
“Aku tidak pernah membahasanya, karena khawatir membuat istriku trauma”
“Apa Warlen pernah menyakiti istri anda?”
“Mungkin. Anabella memang tidak pernah menceritakannya padaku. Tapi kakak perempuannya pernah bercerita padaku, bahwa Warlen pernah memukul wajah Anabella hingga lebam. Anabella mengadu pada kakaknya waktu itu”
“Sekarang, tinggal dimana kakak perempuan Nyonya Anabella?”
“Dia tinggal di Kota Lastrend, dekat Dermaga. Apa kau ada rencana ingin menemuinya?”
“Yah, mungkin. Aku harus menggali informasi di luar pasienku juga”
“Kau tahu Kota itu, Dok?”
“Ya, sepertinya aku pernah mendengarnya. Tapi aku belum pernah kesana”
“Jika kau perlu supir untuk mengantar, aku mungkin bersedia untuk mengantarmu” tawaran Morino membuat Miko sedikit terkesan namun membuatnya agak canggung.
“Aku rasa tidak perlu Tuan. Aku tahu anda orang yang sangat sibuk” senyum Miko membuat Morino sejenak memandang wanita itu tanpa jeda.
Miko langsung menunduk memalingkan wajahnya.
“Baiklah, Tuan Morino. Maaf sudah merepotkan mu. Aku rasa aku harus kembali ke Rumah Sakit”
“Yah, aku juga harus kembali ke kantorku. Oya, Dokter, maaf jika istriku meminta konsultasi dirumah anda dan bukan di Rumah Sakit. Karena memang dia tidak terlalu suka bau Rumah Sakit”
“Yah, tidak masalah Tuan. Aku bisa mengerti”
Mereka berpisah, masing-masing kembali ke aktifitasnya.
- Visual -
MIKO
MORINO
Di rumah Sakit,
Miko tak hentinya memikirkan tentang mendiang suami Anabella. Kenapa selama sesi konsultasi Anabella tidak pernah menyebut nama Warlen sekalipun.
‘Besok aku akan memastikan semua’ gumam Miko di batinnya.
Seorang wanita agak gemuk menyembulkan kepalanya di pintu memandang ke ruangan Miko.
“Dokter cantik, boleh masuk?” senyum wanita itu melebar di bibir pintu.
Miko tersenyum cerah. “Mell, masuklah!”
“Ada kabar apa?” tanya Miko sembari membereskan lembaran kertas di mejanya.
“Dokter Aldist memintamu menemaninya untuk kunjungan ke Rumah Sakit Jiwa di Lastrend dan Penjara di daerah situ juga, besok pagi. Kau bisa kan?”
Miko menepuk keningnya. “Kenapa aku bisa lupa jadwal itu. Dokter itu sudah memintaku sepekan yang lalu. Dia menyuruhmu menyampaikan padaku, Mell?” tanya Miko.
“Ya. Tadi aku sekalian ke ruangannya”
“Sebenarnya aku ada sesi konsultasi dengan pasienku besok. Tapi akan kuhubungi pasienku dan menunda waktunya”
Di sebuah kota yang agak padat. Lebih bising dari tempat tinggal Miko. Kota Lastrend, tepatnya di Rumah Sakit Jiwa Lastrend.
Miko dan Dokter bagian Forensik, Dokter Aldist. Mengadakan kunjungan rutin untuk observasi.
Seorang wanita dengan rambut berantakan mendadak menarik pakaian Miko. Dua orang penjaga berusaha melepaskan cengkraman wanita itu.
Miko yang sudah terbiasa berhadapan dengan orang yang memiliki gangguan mental, dengan tenang menyingkirkan tangan yang menjulur dari balik jeruji pembatas.
“Kau wanita itu! Akan ku buat kau menderita!” pekik wanita yang sudah diamankan oleh petugas.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Aldist, pria dengan perawakan kurus tinggi mengenakan kaca mata tanpa frame.
“Tidak apa-apa, Dok” jawab Miko.
Mereka melanjutkan observasinya di Rumah Sakit Jiwa hingga selesai, dan mereka keluar dari sana.
Kemudian kunjungan beralih ke Penjara Gilbosten, masih di kota yang sama.
Disana, Miko hanya sebagai pelengkap saja. Karena yang banyak menggali adalah Dokter Aldist yang bertugas sebagai Dokter spesialis jiwa di bidang Forensik, yang ada hubungannya dengan kondisi kejiwaan para narapidana. Ia menganalisa para narapidana yang ada kemungkinan terkena gangguan kejiwaan setelah beberapa lama menjalani hukuman di penjara.
Miko menghela nafas panjang. Sepertinya kunjungan kedua lebih mengerikan di banding yang pertama. Mereka harus menghadapi para kriminal yang bertampang sangar.
Mereka mulai memasuki koridor sel dengan para tahanan pria. Tiga orang sipir penjara dan satu kepala penjara menemani perjalanan menyeramkan bagi Miko.
Suara ricuh tiba-tiba menggaung. Para tahanan mulai mengeluarkan kata-kata untuk menggoda Miko. Tongkat sipir yang dipukulkan ke besi sel penjara agar para tahanan diam tak juga berpengaruh.
Suara gaduh masih saja terdengar menggema di lorong penjara tersebut.
Akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan agak kecil yang di huni satu orang. Pintu penjaranya pun berbeda, ia tidak berupa jeruji besi, tapi seperti besi yang tertutup dan hanya ada celah kecil di tengah pintu. Kemungkinan celah itu untuk memberi tahanan itu makanan.
Miko mengerutkan alisnya. ‘Kenapa diruangan ini hanya ada satu orang?’ batinnya penasaran.
“Ini ruang sel pria itu, Dokter” ujar kepala sipir pada Aldist.
“Tolong dibuka” pinta Aldist.
Sipir penjara membuka gembok yang mengunci pintu tersebut. Suara berdecit ketika pintu terbuka membuat telinga sedikit memekak.
Miko yang penasaran untuk apa Aldist menemui pria tahanan itu dan siapa dia, masih berupa pertanyaan yang menggelayut di benak Miko. Ia tidak punya waktu untuk bertanya.
“Jericho! Ada yang ingin bertemu denganmu!” ucap kepala sipir pada pria tahanan di ruangan tersebut.
Miko memiringkan sedikit kepalanya karena terhalang tubuh kepala sipir. Ia penasaran dengan tahanan yang sepertinya di bedakan dari tahanan yang lainnya. Seperti apa wujudnya.
Pria itu tengah melakukan pull-up di tiang yang berada di dalam sana. Dia menghadap belakang, membelakangi mereka yang berada di bibir pintu. Otot-ototnya membentuk kokoh. Pria itu bertelanjang dada sehingga terlihat tato di atas punggungnya yang kekar. Tato dilehernya yang bergambar naga juga tak kalah mengerikan.
Seketika itu ia menghentikan aktifitasnya. Kemudian berbalik badan dan menghadap Aldist, kepala sipir dan sipir penjaga.
Mata Miko membuat, pandangannya tak lepas dari wajah pria itu. Pria yang tadi di panggil Jericho itu walau tampak seperti berandalan, namun ia lumayan tampan untuk ukuran narapidana.
Jericho, rambutnya seperti Marinir, hanya tumbuh dua atau tiga senti di kepalanya. Tubuhnya tinggi dan tegap.
Tubuhnya yang berotot padat dan kekar, membuat Miko gugup dan menelan sesuatu di tenggorokannya. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya sekaligus kengeriannya dengan mengalihkan pandangan.
Miko mencuri pandang lagi ketika pria itu mengenakan pakaian penjara dan keluar ruangan tersebut. Sipir penjara memborgol kedua tangannya.
Dua sipir membawa Jericho, dan mereka melewati Miko. Miko yang masih memandang Jericho tersentak ketika tiba-tiba tatapan pria itu menuju tepat kearah kedua matanya. Tatapan yang begitu misterius. Wajahnya tanpa senyum sedikitpun.
Miko terdiam sejenak mengatur nafasnya.
“Miko?, hey! Dokter Miko?! Kau baik-baik saja?” tanya Aldist melihat wajah Miko yang berubah tegang.
“A, yah Dokter. Aku baik-baik saja” seolah baru tersadar, miko kemudian menghela nafas panjang.
“Kau tunggu di luar ruangan saja. Aku akan bicara padanya” perintah Aldist pada wanita itu.
Di dalam mobil, Aldist dan Miko duduk di kursi depan, bersebelahan. Miko diam dalam lamunannya sendiri.
“Hukumannya masih lima belas tahunan lagi. Dia adalah seorang Mafia papan atas. Di jebloskan ke penjara karena beberapa kasus pembunuhan yang dilakukannya dan terakhir ia membunuh seorang Kepala polisi” tiba-tiba Aldist membuka pembicaraan.
“Jericho maksudmu?” tanya Miko menoleh kearah pria di depan kemudi.
“Ya. Bukankah dia yang membuatmu melamun?” tanya Aldist dengan senyumnya tanpa menoleh kearah Miko.
“Jangan sok tahu, Dokter. Auranya sangat menakutkan dan suram” ujar Miko.
“Yah, siapapun tidak ingin berhadapan dengannya. Aku diminta keluarganya untuk melihat kondisi kejiwaannya. Tapi tadi itu serasa aku seperti sedang berhadapan dengan komandan pasukan musuh yang menangkapku dan menginterogasiku dengan siksaan”
Miko tertawa lepas. Aldist melirik Miko dengan wajah kecut.
“Ternyata kau juga takut, Dok” tawa Miko seolah puas melihat ketakutan di wajah pria disampingnya.
“Yang tidak takut padanya hanya orang yang serupa dengannya” tukas Aldist terlihat sedikit kesal.
“Apa benar begitu?” Miko masih menyisakan tertawanya.
Miko yang dari awal sudah meminta tolong pada Aldist untuk mampir sebentar kerumah kakak perempuan Anabella yang kebetulan berada di kota yang mereka lalui saat itu.
Mereka berhasil menemukan rumah yang berada di alamat yang dimiliki Miko.
“Aku tunggu disini saja. Mungkin aku tidur sebentar di mobil” ucap Aldist.
“Baiklah, maaf merepotkan, Dok”
Sesampainya di depan rumah kakak Anabella. Seorang pria keluar menemui Miko yang belum sempat mengetuk pintunya.
“Maaf Tuan, apa benar disini rumah Nyonya Anie?” tanya Miko pada pria tersebut.
“Ya, benar. Kau siapa?” tanya pria itu ketus.
“Aku Psikiater Nyonya Anabella, adik Nyonya Anie. Boleh aku bertemu dengan Nyonya Anie?”
“Boleh. Tapi percuma! Dia tidak akan bicara pada siapapun” ujar pria itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!