"Kamu kirim baju ini ke kamar yang tertera di notes ini," ujar seorang wanita pada seorang gadis muda di depannya.
"Jika kau sudah selesai maka cepat kembali kesini, kau akan menyusul temanmu yang sekarang sudah ada di ruang laundry. Kalian akan diajari bagaimana cara menggosok baju dengan setrika uap."
"Baik Bu," sahut gadis itu sangat bersemangat, akhirnya keinginannya untuk bekerja paruh waktu bisa terwujud. Akhirnya ia bisa membantu meringankan beban orang tuanya yang ingin dirinya melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.
Dinar Paramita, gadis berusia tujuh belas tahun yang merupakan siswi kelas dua belas. Sekitar satu bulan lagi gadis itu akan menyelesaikan pendidikannya di jenjang sekolah menengah atas.
Siang ini setelah pulang sekolah ia bersama satu temannya menemukan pamflet berisi pengumuman lowongan pekerjaan paruh waktu. Dan tanpa berpikir mereka segera datang untuk melamar pekerjaan. Mereka hanya tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa bekerja. Mereka ingin membantu biaya kuliah yang pasti sangatlah mahal.
Keluarga Dinar bukanlah keluarga yang berada. Bapaknya adalah seorang pensiunan guru sedangkan ibunya kadang membuat pesanan kue jika ada pesanan dari tetangga. Tapi dalam semua keterbatasan itu hidup keluarganya tetap bahagia.
"Dan aku peringatkan untuk tidak campur tangan urusan tamu, apalagi mencuri barang tamu! Kau hanya akan masuk ke kamar dan menaruh baju baju itu.Tidak ada maaf untuk satu kesalahan pun!"
"Saya mengerti," sahut Dinar segera pergi membawa troli berisi baju baju yang harus ia kirim ke kamar para tamu hotel.
Kali ini dia harus bisa melakukan pekerjaan dengan sebaik baiknya karena ini akan menjadi tolak ukur kinerjanya.
Gadis itu sengaja mengurutkan baju baju yang ia antar dari lantai terbawah ke lantai teratas. Dia berpikir itu akan menghemat tenaga dan waktunya. Dan semua berjalan dengan baik, sampai akhirnya ia harus mengantar baju terakhir yang ada di trolinya.
Entah, tapi Dinar merasa lantai terakhir yang sekarang ia datangi ini sangat sepi. Dan tamu yang ia datangi ini sepertinya tamu istimewa, sang manager bahkan sudah memberinya kartu untuk membuka pintu kamar.
Sang manajer mengatakan jika tamu yang ini paling tidak suka jika kegiatannya terganggu karena hal hal kecil.
CEKLEKKK...
Berapa terkejutnya Ririn ketika baru saja melangkah masuk kamar terlihat begitu gelap. Setahunya untuk kamar hotel berbintang seperti ini lampu akan otomatis menyala ketika seseorang masuk ke dalam.
"Emmpptthhh...."
Dan baru satu langkah masuk ke dalam ia merasa seseorang menarik tangan dan membekapnya, selanjutnya semua terasa gelap untuknya.
"Bawa gadis ini ke atas ranjang!" seru seorang pria berseragam hitam pada satu teman yang sedang berdiri memapah gadis yang baru saja mereka bius dengan menggunakan sapu tangan.
"Apa kau yakin Tuan Muda akan menyukai ide kita setelah sadar nanti?"
"Terpaksa....ini demi keselamatannya, wanita licik itu sudah membayar pelayan restoran untuk 'meracuni' makanan dan minuman Tuan Muda. Aku rasa kali ini dosisnya terlalu berlebihan, kalian panggil dokter Thomas dan aku berjaga di depan!"
"Baik, setelah ini kita harus bersiap menerima murka dari Tuan Besar."
Dua pria berseragam hitam meletakkan tubuh Dinar disamping seorang pria muda yang berbaring dengan baju yang sudah berantakan. Wajah pria itu memerah, terlihat gelisah dan seperti sedang menahan sesuatu.
"Brengsek! Bawa dia pergi....apa kalian ingin aku menjadi bajingan yang merusak kehormatan seorang wanita!" ujar pria muda itu berusaha bangkit dan menjauh dari tubuh yang semakin mengibarkan hasratnya.
"lni adalah jalan satu satunya untuk membebaskan rasa sakit yang Tuan Muda rasakan. Kami mohon...setelah ini kita bisa selesaikan semuanya."
"Sampai mati pun aku tidak akan merusaknya, arrgghhh...."
"Tuan Muda!!!"
" Pak apa ini tidak terlalu cepat? Anak kita masih terlalu muda untuk menikah. Sayang kalau pendidikannya terputus. Dia anak kita satu satunya!"
Sri Widowati, saat ini dia sedang duduk disisi suaminya untuk membicarakan tentang rencana pernikahan putrinya yang memang di laksanakan secara mendadak. Padahal dia ingin sekali putrinya kuliah demi masa depannya.
Dan Daryono suaminya tampak berkali kali menghela nafas dengan mimik wajah yang sulit di artikan.
Satu minggu yang lalu putri mereka secara tiba tiba pingsan saat pulang sekolah. Mereka awalnya hanya mengira jika gadis itu terlalu kelelahan karena kegiatan sekolahnya pasca selesainya ujian kelulusan.
Saat itu mereka sangat panik, dan untuk memastikan keadaan Dinar segera dibawa ke bidan desa yang kebetulan rumahnya tak jauh dari rumah mereka.
Seperti petir disiang bolong, mereka benar benar tak percaya ketika bidan desa itu mengatakan jika putri mereka mengalami kekerasan, atau kemungkinan besar pelecehan. Yang mereka tahu Dinar adalah gadis pendiam yang bahkan selalu tertutup pada lawan jenisnya.
Bu Atin sang bidan desa menemukan banyak tanda kekerasan secara fisik di bagian tubuh Dinar, dan gadis itu tidak menampiknya. Dan gadis itu juga sudah menceritakan semua hal yang terjadi padanya.
Selama ini gadis itu diam karena ketakutan, dan apa yang mengejutkan adalah bahkan Dinar sendiri tidak begitu tahu dengan apa yang terjadi ataupun siapa yang melakukan hal keji itu padanya.
Atin pernah menyarankan agar Dinar di bawa ke polisi atau rumah sakit untuk melakukan visum, tapi tentu saja Daryono menolaknya karena baginya ini adalah aib putrinya...aib keluarganya.
"Jadi apa yang kau harapkan? Dia sudah ternoda! Kau sangat tahu apa yang akan terjadi jika masyarakat tahu hal ini. Mereka akan menghakimi putri kita Bu! Kelak tak ada seorang pun pria yang akan menyuntingnya, tak ada pria yang menginginkan wanita kotor untuk menjadi istrinya!" ujar Daryono dengan intonasi yang meninggi.
Pria parubaya itu sebenarnya sedang kecewa pada dirinya sendiri karena merasa gagal menjaga putri mereka satu satunya. Dia marah, tapi tidak tahu kepada siapa dia akan meluapkannya.
Tapi keberuntungan sepertinya masih ada di pihak mereka karena Akbar, putra dari bidan desa yang tak sengaja mengetahui keadaan Dinar bersedia menyunting putrinya. Pria muda itu bersedia bertanggung jawab hanya untuk menjaga nama baik keluarganya di mata masyarakat
"Maafkan Dinar Pak..."
Seorang gadis muda datang ke arah mereka, gadis itu duduk dengan wajah tertunduk. Andai saja siang itu dia tidak datang ke hotel XX maka semuanya tak akan terjadi.
Waktu itu dia dan temannya sangat senang karena langsung diterima bekerja. Dan untuk mengenalkan seperti apa pekerjaannya sang mentor memintanya untuk mengantar baju milik tamu tamu hotel. Sedangkan satu temannya di antar ke ruang laundry.
Saat sampai ke kamar terakhir yang tertulis di buku daftar tugas tanpa pikir panjang ia masuk. Dan apa yang terjadi kemudian adalah... gelap.
Dinar tak ingat apa yang terjadi padanya, tapi ketika bangun ia sudah tidur di atas ranjang dengan pakaian yang masih utuh ia kenakan. Tubuhnya terasa remuk redam, banyak sekali tanda kemerahan ia temukan di area dada atasnya, dan samar ia juga merasakan sedikit nyeri di pusat tubuhnya.
Waktu itu dia benar benar takut, gadis itu tahu jika sesuatu yang buruk telah terjadi pada dirinya.
Dia sudah berusaha menanyakan kepada pihak hotel tentang siapa tamu yang menginap di kamar itu. Tapi yang terjadi malah dia di usir dan batal bekerja disana. Pihak hotel malah melontarkan tuduhan jika dia adalah wanita murahan yang berusaha menjebak tamu mereka.
"Itu bukan salahmu Nduk (panggilan anak perempuan di Jawa). Ini ujian untuk kita semua, ibu yakin semua sudah menjadi garisNya. Apapun yang menjadi rencanaNya adalah yang terbaik untuk kita...untukmu Nduk."
"Tapi aku nggak enak sama Mas Akbar Bu, dia berhak mendapat yang lebih baik. Aku tidak lagi utuh, aku...."
"Hanya Allah yang sempurna Din," suara seorang pria terdengar dari arah pintu depan.
"Nak Akbar..." Daryono dan Sri menoleh hampir bersamaan ketika mendengar suara dari arah pintu depan..Seorang pemuda datang dengan membawa rantang susun ditangannya.
"Assalamualaikum semua, maaf kalau saya main nyelonong. Saya mengantar lauk dari bunda, ada rendang jengkol sama lodeh labu."
Pria muda bernama Akbar itu menyerahkan rantang yang ia bawa pada Dinar yang sudah berdiri di depannya. Tatapan pria itu seperti terkunci pada makhluk cantik yang saat ini menundukkan pandangannya.
Daryono menatap istrinya, dan seperti otomatis Sri mengerti apa yang di inginkan suaminya.
"Ibu saja yang bawa rantangnya ke dalam Nak Akbar. Sampaikan terima kasih kami pada Bu Atin ya! O iya pak bukankan tadi Bapak bilang mau nonton timnas ya? Ayo, sepertinya sudah mulai ini."
"Nak Akbar, Bapak tinggal ke dalam dulu ya!" ujar Daryono yang kemudian pergi mengikuti langkah istrinya. Dia dan istrinya hanya memberi kesempatan dua muda itu untuk berbicara, karena selama ini mereka bahkan sangat jarang berbicara.
"O nggih Pak, monggo (silahkan)...." sahut Akbar.
Atin Sukesih adalah bidan pindahan dari kota, baru dua tahun dia dan putranya tinggal desa ini. Sejak awal Akbar sudah tertarik dengan sosok Dinar, hanya saja gadis itu sangat sulit untuk di dekati.
Gadis itu seperti membangun tembok tinggi untuk lawan jenisnya, bahkan tak sekalipun Dinar mengangkat pandangan jika bertemu dengannya.
Untuk beberapa saat mereka duduk dalam diam, suasana terasa sangat kikuk. Hingga akhirnya mereka saling menyapa hampir bersamaan.
"Din...."
"Mas Akbar...."
"Kamu mau ngomong apa Din?"
"Ehhh enggak, Mas Akbar duluan aja yang ngomong," cicit Dinar salah tingkah, dia tahu pria muda di depannya terus saja menatap dirinya intens.
Akbar tersenyum melihat Dinar yang semakin menundukkan kepalanya. Pria itu benar benar tak habis pikir, masih ada orang yang tega memanfaatkan ketidakberdayaan sosok cantik dan ramah itu.
"Kamu nggak keberatan kan kalau kita secepatnya menikah? Mas masih kuliah, tapi Mas sudah punya sumber penghasilan sendiri. Ya memang hanya bengkel motor kecil kecilan tapi aku rasa jika dikembangkan akan cukup untuk menghidupi keluarga kita nanti. Aku akan bertanggung jawab penuh padamu dan anakmu, itu jika kau memang benar benar hamil" ujar Akbar mantap.
Dia yakin pilihannya tidak salah, tak masalah jika nantinya dia harus mengurus anak yang bukan darah dagingnya. Bukankah seorang anak adalah sebuah anugerah terlepas dari bagaimana anak itu dihadirkan. Calon istrinya hanyalah korban.
"Mas Akbar ingin jawaban yang jujur?" tanya Ririn, dia sebenarnya kecewa dengan kata 'anakmu' yang diucapkan Akbar. Pria itu seolah sudah membangun tembok tinggi untuk anak yang belum tentu ada di rahimnya.
Dia sempat membeli test pack untuk memastikan keadaannya, waktu itu hasilnya negatif. Tapi bidan Atin mengatakan jika hal itu wajar karena kejadian baru terjadi seminggu yang lalu.
"Tentu saja," sahut Akbar menegakkan punggungnya, bersiap mendengar jawaban yang tidak ia inginkan.
"Tak ada pilihan lain selain menerima pernikahan ini Mas, ini adalah jalan terbaik untukku," Dinar mengelus lembut perutnya yang masih rata.
Dia merasa jika mungkin dirinya adalah gadis terbodoh di dunia karena tak mengetahui apakah dirinya 'ternoda' atau tidak. Tapi malam itu dia ingat ada sedikit nyeri di pusat tubuhnya, dan dia browsing di internet jika kemungkinan besar rasa nyeri itu disebabkan karena sebuah hubungan intim yang terjadi tanpa sepengetahuannya.
"Tapi itu kata bapak....," lanjut Dinar sambil menghela nafasnya.
"Aku tidak akan pernah memaksa siapapun untuk bertanggung jawab pada apa yang terjadi padaku. Kau masih punya waktu untuk berpikir Mas, dan aku tidak akan menyalahkan jika kau berubah pikiran."
"Tapi aku tidak terpaksa Din, dan aku tak akan pernah berubah pikiran!" kilah Akbar karena yakin keputusannya untuk menikahi gadis cantik di depannya adalah tepat.
"Aku tahu Mas, tapi suatu saat keadaanku sekarang pasti akan menjadi bumerang. Aku bukan lagi gadis sempurna ketika kau sunting nanti, akan sangat menyakitkan jika suatu saat kau akan mengungkit hal ini."
Akbar menghela nafasnya, apa yang dikatakan gadis disampingnya tidak sepenuhnya salah. Dia pun hanya manusia biasa, mungkin saja apa yang dikatakan Dinar akan menjadi kenyataan.
Mungkin saja suatu saat emosinya meledak dan mulutnya tak bisa terkontrol.
"Aku akan berusaha menjadi imam yang baik untuk keluarga kita nanti Din, hanya itu yang bisa aku janjikan."
*
Dan waktu seperti sangat cepat berlalu, beberapa hari setelah wisuda kelulusan dia keluarga segera menyiapkan acara pernikahan. Baik keluarga Daryono ataupun keluarga Akbar tetap tutup mulut walaupun mulai terdengar kabar slentingan yang sedikit mengganggu telinga mereka.
Banyak warga curiga jika Akbar dan Dinar sudah melakukan hal zina hingga dua muda itu cepat dinikahkan.
Mereka sepakat untuk menggelar acara pernikahan secara sederhana. Hanya tetangga dekat yang akan menyaksikan acara sakral itu.
"Kamu cantik banget Nduk," lirih Sri terharu melihat putrinya yang sudah mengenakan kebaya warna putih. Seperti baru kemarin anak perempuannya masih ada dalam gendongannya.
Jauh di lubuk hatinya dia belum rela jika putri satu satunya harus secepat ini mengakhiri masa lajangnya. Seharusnya Dinar masih menikmati masa mudanya, meraih semua mimpi yang belum tercapai.
"Jangan nangis Bu, bukannya lbu sendiri yang mengatakan jika dibalik semua ini pasti ada hikmahnya?" ujar Dinar yang sebenarnya sedang menguatkan dirinya sendiri.
Sungguh, jauh di lubuk hatinya dia masih ingin terbang bebas seperti teman temannya yang lain. Meraih semua asa yang telah ia rangkai dengan indahnya.
"Ibu tahu ini berat untukmu, tapi ibu dan bapak akan selalu ada bersamamu. Kita hadapi sama sama."
Dua wanita beda generasi itu terlihat saling memeluk, Sri mengelus lembut punggung putrinya yang mulai terisak.
"Lhohh kok malah nangis sih. Nanti ilang lho cantiknya, kan nggak bakal jauh jauhan nanti. Kalau kangen sama ibu dan bapak tinggal pulang kok...lima langkah juga udah nyampe," seorang wanita datang mendekat dan itu malah membuat isak Dinar semakin keras.
Wanita bernama Atin mendekat, dia adalah ibu dari Akbar. Wanita itu mengelus lembut bahu calon menantunya yang masih terguncang.
"Jangan nangis sayang, kan jadi luntur bedaknya. Bunda ingin kau jadi ibu yang kuat untuk anak anakmu kelak, untuk cucu cucu kami. Bukan begitu Bu Sri?"
Atin dan Sri tampak saling tersenyum, mereka memang dekat semenjak bidan desa itu datang pertama kali dan tinggal hanya bersebelahan rumah.
"Ayo semua sudah nunggu di depan, kita berangkat ke kantor catatan sipil sekarang. Jangan sampai kita telat! Akbar sama Pak Daryono sudah kesana duluan naik motor," ujar Atin setelah sempat touch up wajah calon menantunya.
Sudah ada satu mobil SUV yang akan mengantar sang pengantin dan satu angkot yang disewa untuk para pengantar. Tak berapa lama mereka segera berangkat, tapi setelah sekitar lima belas menit perjalanan mobil pengantin dihadang oleh dua mobil ranger berwarna hitam.
Beberapa pria bertubuh besar dengan seragam hitam turun dan menghampiri mobil mereka. Mereka berjengit kaget ketika salah satu pria itu menggebrak kap depan mobil.
BRAKKKK...
"Turun!!"
"Ya Allah ada apa ini..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!