"Akhirnya kita bisa menyingkirkan Amira dari rumah ini," ucap Bu Rianti. Dia tampak puas setelah kepergian Amira.
"Iya Ma, kakak ku yang bodoh itu, percaya saja apa yang kita ucapkan. Dia tidak tahu saja, kalau Amira sebenarnya tidak berselingkuh. Apalagi hamil sama orang lain," ucap Desti.
"Mama kan memang sengaja melakukan ini, karena mama sebel banget sama Amira. Sejak menikah dengan Amira, kakak kamu lebih peduli pada Amira dari pada sama kita. Dan sejak awal dia masuk ke rumah ini, Mama juga sudah tidak suka sama wanita kampung itu."
Reifan terkejut saat mendengar percakapan diantara ibu dan adiknya. Gara-gara mereka, rumah tangga Reifan dengan Amira hancur. Dan sudah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi sekarang.
Dulu Reifan mengira, Amira berselingkuh dengan lelaki lain dan dia juga sempat mengira kalau anak yang ada bersama Amira bukanlah anaknya melainkan anak lelaki lain. Dan ternyata semua itu hanyalah jebakan ibu dan adiknya sendiri yang tidak menginginkan Amira bersama Reifan.
Reifan tidak tinggal diam. Dia buru-buru menghampiri ibunya.
"Oh, jadi selama ini kalian yang sudah memfitnah Amira. Kalian yang sudah menjebak Amira?" Reifan menatap Bu Rianti dan Desti bergantian. Dia tampak sangat marah pada mereka.
Bu Rianti dan Desti terkejut saat melihat Reifan.
"Re...Reifan. Kenapa kamu belum berangkat ke kantor," ucap Bu Rianti tampak gugup.
"Ma, kalau aku tidak kembali ke sini, aku tidak akan mendengar percakapan kalian. Aku benar-benar kecewa sama kalian. Tega sekali kalian memfitnah Amira seperti ini. Aku tidak akan pernah memaafkan kesalahan kalian," ucap Reifan
Reifan buru-buru keluar dari rumahnya. Dia masuk ke dalam mobilnya dan meluncur pergi meninggalkan rumah.
Bu Rianti dan Desti saling menatap.
"Ma, gimana ini. Kak Rei kayaknya marah banget sama kita," ucap Desti.
"Sudahlah, biarin saja dia. Nanti kita fikirkan lagi cara untuk membujuk kakak kamu."
Bu Rianti dan Desti selama ini memang tidak pernah menyukai Amira. Sudah sepuluh tahun sejak Amira tinggal bersama mereka, mereka selalu mencari cara untuk memisahkan Amira dari Reifan. Dan mereka sudah berhasil membuat Reifan mentalak Amira sampai ke tiga kalinya.
Setelah tahu kejahatan ibu dan adiknya, Reifan tidak tinggal diam. Dia buru-buru pergi mencari Amira dan anaknya. Reifan tidak tahu ke mana Amira pergi.
Sejak Amira dan anaknya pergi, Reifan sama sekali tidak ingin mencarinya. Namun setelah dia tahu kejahatan yang ibunya lakukan, dia ingin menemui Amira untuk meminta maaf padanya.
"Ah, sial! kenapa aku nggak percaya sama Amira. Kenapa aku lebih percaya sama Mama. Seandainya aku tahu kalau ini semua rencana Mama..."ucap Reifan di sela-sela menyetirnya.
Reifan mengambil ponselnya untuk menelpon asistennya.
"Halo Pak Reifan."
"Saya ada tugas untuk kamu Dit. Cari keberadaan Amira sekarang juga."
"Untuk apa mencari Bu Amira. Bukannya Pak Reifan sudah bercerai dengan Bu Amira."
"Tidak usah banyak protes. Cepat temukan Amira sekarang juga!"
"Baik Pak, baik!"
Setelah menelepon asistennya, Reifan kembali fokus menyetir. Hari ini Reifan tidak akan pergi ke kantor, melainkan ingin fokus mencari Amira.
"Ke mana aku harus mencari Amira. Amira itu kan yatim piatu. Sejak kecil dia sudah hidup di panti asuhan. Tidak ada orang tua ataupun saudara. Haruskah aku mencarinya di panti asuhan," gumam Reifan.
***
Reifan sudah sampai di sebuah panti asuhan di mana pertama kalinya dia dan Amira bertemu. Reifan buru-buru turun dari mobilnya. Dia melangkah sampai ke teras rumah panti itu.
Reifan mengetuk pintu. Seorang wanita tua terkejut saat melihat Reifan.
"Nak Reifan. Ada apa?"
"Saya mau mencari Amira."
"Amira tidak tinggal di sini. Saya dengar, kalian sudah bercerai?" tanya Bu Lekha wanita tua yang tak lain adalah ibu panti.
Reifan mengangguk.
"Apa ibu tahu di mana dia tinggal sekarang? apakah dia pernah datang ke sini sebelumnya?"
"Masuk dulu Nak. Kita bicara di dalam saja."
Reifan mengangguk. Setelah itu dia masuk mengikuti Bu Lekha.
"Duduk dulu Nak."
"Iya Bu."
Reifan kemudian duduk. Begitu juga dengan Bu Lekha. Dia juga ikut duduk di dekat Reifan.
Bu Lekha menghela nafas dalam.
"Sudah dua tahun, kamu dan Amira tidak pernah berkunjung ke panti ini. Kemarin Amira ke sini. Dan ibu terkejut waktu Amira bilang kalau kamu sudah menceraikan Amira."
Reifan diam. Matanya berkaca-kaca saat Bu Lekha menceritakan tentang Amira.
"Semua ini memang salah aku Bu. Selama ini aku tidak pernah percaya sama dia. Aku lebih percaya sama ibu dan adik aku. Aku benar-benar menyesal sekarang karena sudah menceraikan Amira," ucap Reifan penuh penyesalan.
"Apa yang sebenarnya terjadi Nak? Selama ini, Amira tidak pernah cerita apa-apa sama ibu. Cuma kemarin dia bilang kalau dia sudah bercerai dari kamu dan sudah tidak bersama lagi. Tapi dia juga tidak pernah cerita tentang masalahnya."
"Amira memang wanita yang baik. Dia tidak pernah membuka aib keluarga. Aku yang sudah salah menilainya. Selama sepuluh tahun, aku tidak pernah mengenali istriku sendiri. Aku lebih percaya pada ibu dan adikku yang jahat."
"Maksud Nak Reifan apa?"
"Cuma ayahku yang menyayangi Amira. Ibu dan adikku, mereka tidak pernah menyukainya. Sejak ayah meninggal, ibu dan adikku selalu berusaha menyingkirkan Amira. Dia selalu membuat masalah dan membuat kesalahpahaman di antara kami. Dan mereka sudah berhasil memisahkan aku dan Amira."
Bu Lekha menghela nafas dalam. Walau dia tidak pernah tahu duduk permasalahan antara Reifan dan Amira, namun dia bisa menangkap maksud ucapan Reifan.
"Aku cerai dengan Amira hanya karena kesalahpahaman Bu. Seharusnya aku bersyukur punya istri sebaik Amira. Dia tidak pernah menyimpan dendam, dia selalu memaafkan kesalahanku dan selalu memberi aku kesempatan. Tapi, aku yang sudah menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku tidak tahu, apakah sekarang Amira akan memaafkanku dan mau memberikan aku kesempatan atau tidak."
"Sabar ya Nak. Ini semua cobaan untuk kamu dan Amira. Apakah kamu masih mencintai Amira?" tanya Bu Lekha.
"Iya Bu. Aku masih sangat mencintai Amira."
"Kalau kamu masih mencintai Amira, kejar Amira. Dapatkan hatinya kembali. Jangan sampai kamu menyesal seumur hidup kamu setelah Amira dimiliki orang lain."
Reifan tersenyum. Kata-kata Bu Lekha membuatnya sadar, kalau cinta itu memang harus dia perjuangkan. Sebenarnya Reifan masih ragu, dia takut Amira tidak akan memaafkannya dan Amira tidak mau memberikan kesempatan untuknya. Namun apa salahnya mencoba.
"Aku tidak tahu Bu, Amira masih mau atau tidak memaafkan aku. Karena kesalahan aku itu tidak pantas untuk di maafkan. Dia sudah memberikan kesempatan padaku berkali-kali. Namun aku selalu menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku memang lelaki brengsek yang tidak pantas untuk Amira."
Setetes air mata Reifan membasahi pipinya. Reifan buru-buru menyekanya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang lain. Walau sebenarnya hatinya sudah rapuh. Dia takut akan kehilangan wanita baik seperti Amira.
"Ibu tahu wanita seperti apa Amira. Sudah sejak kecil dia bersama ibu. Dia wanita yang mudah tersentuh hatinya. Dia wanita yang berhati lembut dan penyayang. Dia pasti akan memaafkan kamu Nak Reifan."
"Bu, apakah ibu tahu di mana Amira sekarang tinggal?" tanya Reifan.
"Ibu kurang tahu Nak. Tapi ibu punya nomernya Amira. Siapa tahu kamu mau menelponnya."
Reifan tersenyum. Setelah bercerai dengan Amira, Reifan memang sudah tidak menyimpan nomer Amira lagi. Dia sudah memblokir semua yang berkaitan tentang Amira. Dan sekarang, Reifan akan menebus semua kesalahannya pada Amira.
"Kalau begitu, berikan aku nomernya Amira Bu."
"Iya."
Bu Lekha mengabil secarik kertas dan mencatat nomer Amira. Setelah itu dia memberikan nomer itu pada Reifan.
"Kamu bisa hubungi nomer ini. Ini nomer barunya Amira. Siapa tahu, Amira mau bertemu sama kamu."
"Terimakasih ya Bu. Kalau begitu, saya pergi dulu."
"Iya. Hati-hati ya Nak Reifan."
"Iya Bu."
****
Pagi ini, mentari sudah bersinar cerah. Cahayanya sudah menembus masuk sampai ke sela-sela jendela kamar. Amira pagi ini masih berada di dalam kamarnya. Sejak tadi dia masih menemani Kayla anaknya yang masih tidur nyenyak di atas tempat tidur.
Amira melangkah ke arah jendela kamar. Dia dengan perlahan membuka korden jendela kamarnya. Amira kemudian menatap Kayla yang masih terlelap.
"Kamu nyenyak banget tidurnya sayang. Mama nggak akan ganggu tidur kamu," ucap Amira.
Amira menghampiri Kayla. Dia kemudian memegang kening Kayla.
"Syukurlah panas kamu sudah turun. Mama sangat mengkhawatirkan kamu sayang. Tadi malam badan kamu panas banget. Mama takut kamu kenapa-kenapa. Mama belum punya uang untuk memeriksakan kamu ke dokter. Mama hanya bisa mengompres kamu setiap malam, maafkan Mama sayang karena Mama belum bisa membahagiakan kamu," gumam Amira.
Amira sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya. Sudah dua hari, Kayla demam. Dia juga selalu mengiggau dan menyebut-nyebut ayahnya.
Ring ring ring
Tiba-tiba suara ponsel Amira berdering. Amira buru-buru mengambil ponselnya yang ada di atas tempat tidur.
"Nomer siapa ini," ucap Amira. Dia tidak mengenali nomer siapa yang menelponnya.
"Halo..."
"Halo Amira..."
Amira terkejut saat mendengar suara Reifan dari balik telpon.
Mas Reifan, kenapa dia bisa tahu nomer aku, batin Amira.
Sejenak Amira diam.
"Halo Amira... kamu masih di sana?"
"Halo..."
"Halo Amira. Izinkan aku bicara sama kamu Amira."
Amira kembali mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Halo. Dari mana kamu tahu nomer aku?"
"Kamu tidak perlu tahu aku dapat nomer kamu dari mana. Aku cuma pengin bicara sebentar sama kamu Amira."
"Sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi Mas. Kita sudah bercerai. Kita sudah bukan siapa-siapa lagi. Lebih baik, kamu tidak usah ganggu aku dan Kayla lagi Mas."
"Amira. Aku mohon Amira. Maafkan semua kesalahan aku. Aku nelpon kamu, karena aku hanya ingin tahu kabar kamu dan anak kita saja."
"Anak kita? sejak kapan kamu menganggap Kayla anak kamu. Bukankah kamu bilang waktu itu, kalau Kayla bukan anak kandung kamu. Tapi anak selingkuhan aku."
"Amira. Dengarkan aku Amira. Waktu itu aku emosi. Aku tidak bermaksud untuk bicara seperti itu. Aku juga tidak bermaksud untuk mentalak kamu Amira. Aku hanya terpengaruh oleh ibu dan adik aku saja. Sekarang aku tahu, kamu itu tidak bersalah. Ibu ku lah yang salah."
"Sudah terlambat untuk membicarakan soal ini Mas. Tolong, mulai sekarang jangan pernah ganggu hidup aku lagi Mas."
Tut Tut Tut.
Amira buru-buru mematikan ponselnya. Dia sama sekali tidak ingin bicara dengan mantan suaminya.
Amira menatap Kayla lekat. Kayla tampak nyenyak tidur. Sudah dua hari dia demam. Dan Amira belum sempat membawa Kayla ke dokter. Amira sama sekali tidak punya uang untuk membawa Kayla ke dokter. Dia hanya memberikan Kayla obat warung untuk meringankan demamnya.
Sejak bercerai dengan Reifan, hidup Amira berubah drastis. Dia hidup dengan ekonomi yang sangat memprihatikan. Setelah bercerai, Amira masih terus berjuang untuk mencari nafkah demi Kayla. Saat ini dia menghidupi Kayla dengan berjualan keliling. Dengan berjualan dia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya walau hanya pas-pasan saja untuk makan, bayar kontrakan, dan membayar sekolah Kayla.
"Papa... Papa..." Amira terkejut saat melihat Kayla mengiggau dan menyebut-nyebut ayahnya.
Sudah dua hari ini semenjak demam, dia selalu menyebut-nyebut ayahnya.
"Sayang, sabar ya sayang. Ini Mama sayang. Mama janji, mama akan mencari uang yang banyak untuk membawa kamu periksa ke dokter," ucap Amira sembari mencoba menenangkan anaknya.
Amira bangkit dari duduknya. Setelah itu dia mendekati jendela kamarnya. Amira menatap ke luar jendela.
"Aku mau jualan hari ini. Mudah-mudahan, kuenya laku semua agar aku bisa mendapatkan banyak uang. Nanti sore, aku akan membawa Kayla periksa ke dokter," gumam Amira.
Hari ini, Amira akan pergi berjualan dan berencana untuk menitipkan Kayla ke tetangga dekat rumahnya. Sebelum Amira pergi, Amira memasak dan menyiapkan makanan untuk Kayla. Setelah makanan siap, Amira kemudian bersiap-siap untuk pergi berjualan.
"Kayla belum bangun, tapi aku harus pergi sekarang," ucap Amira.
Amira keluar dari rumahnya. Setelah itu dia ke rumah Bu Ani tetangga yang biasa Amira menitipkan anaknya.
"Bu Ani, saya mau titip Kayla. Dia sedang sakit. Saya sudah menyiapkan sarapan untuk Kayla di meja makan. Tapi sekarang dia belum bangun," ucap Amira.
"Kamu mau berangkat jualan sekarang?"
"Iya Bu."
"Ya sudah kalau mau pergi. Pergi saja. biar Kayla sama saya."
"Makasih banyak ya Bu."
"Iya. Hati-hati ya."
Setelah menitipkan anaknya pada Bu Ani, Amira kemudian pergi meninggalkan rumahnya untuk berjualan.
Amira berjalan menyusuri jalanan untuk menjual kuenya. Sudah sejak tadi, Amira berjualan. Namun, belum ada satu pun kue yang terjual.
"Bu Amira," ucap seseorang dari belakang Amira.
Amira menoleh ke belakang. Dia terkejut saat melihat Aditya sudah berada di belakangnya.
"Aditya. Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Amira pada Aditya yang tak lain adalah asisten mantan suaminya.
Aditya tersenyum.
"Bu Amira, Pak Reifan yang menyuruh saya untuk mencari ibu. Akhirnya saya bisa menemukan Bu Amira di sini."
"Jangan panggil saya Ibu. Saya sudah bukan istri atasan kamu lagi. Panggil saja saya Amira. Lagian, saya juga sudah tidak punya hubungan apa-apa dengan Reifan."
Aditya diam. Dia menatap Amira lekat. Dia merasa prihatin dengan kondisi Amira saat ini. Padahal sebelum bercerai dengan Reifan, Amira punya segalanya. Karena Reifan adalah seorang pengusaha. Dia bisa memberikan segalanya untuk istrinya termasuk mobil dan rumah mewah. Namun semua sudah berubah semenjak Amira diusir oleh Reifan dari rumahnya.
Amira pergi hanya membawa Kayla dan baju-bajunya saja. Dia tidak membawa uang sepeserpun. Dan Reifan pun tidak memberikan harta gono-gini ke Amira dan Kayla. Karena Reifan fikir, Kayla bukan darah dagingnya.
"Amira, aku sudah lama ikut dengan Pak Reifan. Aku tahu segalanya tentang hubungan kamu dan Pak Reifan. Sekarang bagaimana kabar kamu dan Kayla anak kamu? apakah kalian baik-baik saja? dan sekarang kamu tinggal di mana Amira ?" tanya Aditya.
"Seperti ini lah keadaan aku sekarang Dit. Aku jualan keliling untuk memenuhi kebutuhan hidup aku dan Kayla. Aku tinggal di rumah kontrakan kecil di sekitar sini."
Aditya menatap sekeliling.
"Boleh aku mampir ke rumah kontrakan kamu?" tanya Aditya.
"Maaf, bukannya aku nggak membolehkan kamu mampir ke rumah aku. Tapi aku nggak mau sampai Reifan tahu rumah aku. Aku belum bisa memaafkan dia. Sudah terlalu sakit hati aku Dit. Aku tidak mau ketemu dia."
Amira terkejut saat Aditya meraih tangannya.
"Amira, aku tidak akan memberi tahu keberadaan kamu pada siapapun termasuk Pak Reifan. Mulai sekarang, anggaplah aku sahabat kamu. Aku akan membantu semua kesulitan kamu Amira."
"Maaf, aku harus kembali berjualan," ucap Amira sembari menghempaskan tangan Aditya.
Amira buru-buru pergi meninggalkan Aditya. Dia tidak mau menghiraukan Aditya. Karena Amira tahu, kalau Aditya adalah kaki tangan mantan suaminya. Dan Amira sudah tidak mau berurusan lagi dengan Reifan dan orang-orangnya Reifan termasuk Aditya.
Aditya tidak mau kehilangan jejak Amira lagi. Dia diam-diam mengikuti kemana Amira pergi. Sampai akhirnya, dia menemukan tempat tinggal Amira.
"Oh, jadi Amira tinggal di sini," ucap Aditya.
Siang ini, Reifan berada di ruang kerjanya. Sejak tadi, dia masih menatap foto Amira wanita yang sudah sepuluh tahun di cintainya. Rasa penyesalan saat ini selalu menghantuinya. Rasanya sebelum bertemu Amira langsung, Reifan tidak akan bisa tenang.
"Amira, di mana kamu sekarang. Aku rindu Amira. Aku rindu sama kamu dan anak kita," gumam Reifan.
Tok tok tok...
Seseorang mengetuk pintu ruangan Reifan.
"Masuk...!" seru Reifan.
Aditya masuk ke dalam ruangan Reifan.
"Pak Reifan, saya membawa berkas-berkas yang kemarin anda minta," ucap Aditya sembari meletakan berkas-berkas di atas meja kerja Reifan.
"Terimakasih,"
"Kalau begitu, saya permisi dulu Pak," ucap Aditya.
Sebelum Aditya pergi, Reifan menghentikan langkahnya.
"Tunggu."
Aditya memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Reifan.
"Ada apa Pak?"
"Bagaimana penyelidikan kamu? apakah kamu sudah menemukan keberadaan Amira?"
Aditya diam. Sebenarnya dia sudah tahu di mana Amira tinggal. Namun dia tidak ingin mengatakan keberadaan Amira pada Reifan. Aditya ingin menjaga perasaan Amira. Selama ini Aditya merasa iba pada Amira, karena Reifan selalu saja menyakiti wanita itu. Bahkan Reifan sudah dua kali menceraikan Amira dan dua kali merujuknya. Dan sepertinya untuk kali ini, Reifan tidak akan bisa merujuk Amira lagi karena Reifan sudah menjatuhkan talak tiga pada Amira.
"Maaf Pak Reifan, belum ada kabar soal Bu Amira. Kalau sudah ada kabar, saya pasti akan memberitahu anda."
"Cepat! dapatkan informasi tentang Amira. Karena kemarin aku cari dia di panti, dia tidak ada."
"Baik Pak."
Aditya kemudian pergi meninggalkan Reifan di ruangannya.
Maafkan aku Pak Reifan. Aku sudah berbohong. Sebenarnya aku sudah tahu keberadaan Amira. Tapi aku tidak mau memberi tahukan hal ini padamu. Karena aku tidak mau Amira semakin terluka, batin Aditya.
Ring ring ring...
Deringan ponsel Reifan membangunkan Reifan dari lamunannya. Dia mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan dari ibunya..
"Halo Ma."
"Reifan, kamu ada di mana?"
"Aku masih di kantor."
"Kamu mau pulang jam berapa?"
"Nggak tahu Ma. Kerjaan aku masih banyak."
"Reifan. Jangan bilang kamu mau lembur lagi. Sekali-kali Reifan, kamu makan malam di rumah. Malam ini, kita mau kedatangan tamu penting. Dan kamu harus pulang sebelum makan malam. Biar kita bisa makan malam bareng di rumah"
"Iya Ma. Nanti aku usahain pulang cepat."
"Ya udah, mama tunggu ya."
Setelah menutup telponnya, Reifan menatap sekeliling. Hari ternyata sudah sore. Reifan mematikan komputernya dan membereskan barang-barangnya untuk bersiap pulang.
Setelah itu, Reifan pergi meninggalkan ruangannya. Dia melangkah sampai ke parkiran mobil. Reifan masuk ke dalam mobil dan meluncur pergi meninggalkan kantornya.
Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya mobil Reifan sampai di depan rumahnya. Reifan turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumahnya.
Reifan menatap sekeliling.
"Ke mana orang-orang. Kenapa rumah sepi banget," ucap Reifan.
Reifan kemudian melangkah sampai ke kamarnya.Reifan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Tiba-tiba dia teringat dengan Amira.
Biasanya setiap pulang kerja, Amira selalu menyambut kepulangan Reifan dengan hangat. Begitu juga si kecil Kayla. Tanpa mereka, hidup Reifan seakan sangat hampa. Reifan benar-benar menyesali semua perbuatannya yang telah mengusir Amira dan Kayla dari rumah.
Setetes air mata Reifan membasahi pipinya.
"Maafkan aku Amira, Kayla. Aku sudah mengusir kalian dari rumah ini. Kesalahanku, memang tidak pantas untuk dimaafkan,"gumam Reifan.
Tok tok tok....
Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar Reifan. Reifan buru-buru mengusap air matanya.
"Siapa?"
"Pak Reifan, ini bibik Pak."
Reifan bangkit dari duduknya. Setelah itu dia membuka pintu kamarnya. Seorang wanita paruh baya sudah berdiri di depan pintu. Dia Bik Ijah asisten rumah tangga di rumah Reifan.
"Ada apa Bi?" tanya Reifan.
"Pak Reifan di tunggu ibu di bawah."
"Aku baru sampai Bi. Aku mau mandi dulu."
"Oh iya Pak Reifan."
Bik Ijah kemudian pergi meninggalkan kamar Reifan. Setelah itu Reifan menutup pintu kamarnya dan pergi untuk mandi.
Selesai mandi, Reifan turun ke bawah. Di bawah, ibu dan adiknya sudah duduk di sofa ruang tengah.
"Reifan, sini duduk Nak!" pinta Bu Rianti.
Reifan kemudian duduk di dekat ibunya.
"Ada apa sih Ma?"
"Mama mau kenalin kamu sama seseorang. Sebentar lagi dia juga sampai."
"Siapa?"
"Nanti juga kamu kenal."
Beberapa saat kemudian, ketukan pintu dari luar rumah terdengar.
"Tunggu di sini ya, itu pasti dia," ucap Bu Rianti.
Bu Rianti buru-buru pergi ke depan untuk menyambut tamunya.
"Selamat malam Tante," ucap seorang wanita cantik yang saat ini sudah berdiri di depan pintu.
"Hana, ayo masuk!" Bu Rianti mempersilahkan Hana masuk.
Hana dan Bu Rianti kemudian masuk ke dalam. Sesampainya di ruang tengah, Bu Rianti dan Hana menghentikan langkahnya. Reifan terkejut saat melihat Hana.
"Reifan, lihat siapa yang datang," ucap Bu Rianti sembari merangkul bahu Hana.
"Siapa dia Ma?" tanya Reifan.
"Dia Hana anak teman Mama," jawab Bu Rianti.
Hana tersenyum menunjukkan gigi putihnya. Hana kemudian mengulurkan tangannya di depan Reifan.
"Hai, aku Hana," ucap Hana.
"Reifan," ucap Reifan sembari membalas uluran tangan Hana.
"Kamu tahu Reifan, Hana ini anak teman Mama. Dia lulusan luar negeri lho. Ayahnya seorang pengusaha dan ibunya seorang desainer terkenal. Dan mempunyai cabang butik di mana-mana," ucap Bu Rianti.
Dengan bangganya Bu Rianti mengenalkan Hana pada Reifan. Namun tampaknya Reifan tidak begitu memperdulikan keberadaan Hana. Sejak tadi Reifan hanya diam. Reifan sudah muak dengan sikap ibu dan adiknya yang selalu ingin menjodoh-jodohkannya dengan seorang wanita . Padahal, perceraiannya dengan Amira baru beberapa bulan. Dan Reifan juga belum bisa melupakan Amira walau dia sudah menceraikannya.
Desti bangkit dari duduknya dan menghampiri Hana.
"Kak Hana, ayo duduk Kak. Tunggu bibi, dia lagi nyiapin makan malam untuk kita," ucap Desti sembari merangkul Hana dan mengajaknya duduk.
Reifan yang sudah tidak tahan dengan sikap ibu dan adiknya bangkit dari duduknya.
"Kamu mau ke mana Reifan?" tanya Bu Rianti.
"Aku capek Ma. Aku mau ke kamar," jawab Reifan dingin.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Reifan kemudian pergi meninggalkan ruang tengah. Reifan kembali ke kamarnya dan duduk di sisi ranjang.
Reifan mengepalkan tangannya geram. Dia kemudian memukul-mukul kasur untuk melampiaskan emosinya.
"Mau sampai kapan sih mama mencampuri urusan pribadi aku. Seandainya, dia bukan ibu kandung aku, pasti sudah aku usir dia dari rumah ini," geram Reifan.
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu terdengar.
"Siapa?"
"Bibik Pak."
"Ada apa lagi bik...!" ucap Reifan dengan nada tinggi.
"Makan malam sudah siap Pak. Bapak di tunggu Bu Rianti di ruang makan."
"Aku nggak mau turun Bik. Suruh mereka makan duluan saja."
"Oh, baik Pak Reifan."
Bi Ijah kemudian pergi meninggalkan kamar Reifan. Sementara Reifan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Reifan menatap ke langit-langit kamar. Saat ini dia sangat merindukan mantan istri dan anaknya.
"Amira, Kayla, di mana kalian sekarang. Kenapa aku belum bisa menemukan kalian. Aku ingin minta maaf sama kalian. Aku benar-benar menyesal karena aku lebih percaya pada mama dari pada sama kamu Amira," gumam Reifan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!