Seorang wanita berpakaian minim berjalan menyusuri trotoar jalan, hari sudah sangat menjelang malam. Udara dingin terasa sangat dingin dan menusuk setiap pori-pori kulit.
Telinganya mendengar suara gaduh dari gang yang gelap dengan bau busuk sampah, ia ingin mengabaikan namun suara itu semakin menganggu telinganya. Tangannya mengeluarkan sebuah ponsel iPhone keluaran terbaru dan menyalakan senter, ia berjalan memasuki gang dengan sampah dimana-mana.
Matanya dan telinganya saling bekerja sama untuk mencari darimana asal suara gaduh itu, hingga ia melihat sesuatu yang bergerak. Jantungnya berdetak kencang, entah kenapa ia takut jika ada hantu yang tiba-tiba muncul dan membuat nya kaget.
Hingga langkahnya berusaha mendekat dengan nyali yang ia kumpulkan dengan susah payah.
Tangan putihnya menyingkapkan sebuah kain kotor yang menutupi sesuatu yang terus bergerak dari tadi, hingga akhirnya kain itu tersingkirkan.
Mata hitamnya menatap sosok seorang anak laki-laki yang duduk di atas tanah dengan wajah yang lusuh, anak itu menatap ke arahnya dengan tatapan takut.
"Rupanya cuman anak kecil." Pikir wanita itu yang langsung sedikit menghela nafas.
Ia hendak berbalik pergi, namun terdengar suara batuk anak itu yang membuatnya melihat ke arah anak itu lagi.
Mawar menatap sosok anak kecil di depannya, ia berjalan mendekat dan menatap anak laki-laki yang tengah duduk dengan wajah yang sedikit lusuh.
Tangan Mawar menyentuh kening anak itu, dan rupanya anak itu tengah demam. Dengan perasaan bingung dan kasihan, pada akhirnya Mawar memangku anak itu dan membawanya pulang ke rumah.
Kaki mawar berjalan dengan perlahan menyusuri rusun perusahaan yang cukup padat, ia tidak ingin kembali menjadi gosip orang-orang terlebih dengan pekerjaannya dan sekarang ia malah membawa seorang anak di tangannya.
Tok.. Tok.. Tok..
Pintu rumah tiba-tiba terbuka secara perlahan, menampilkan sosok wanita paruh baya yang sudah cukup tua dengan keriput di wajahnya.
"Mawar, kamu sudah pulang." Sambut nya dengan nada sedikit rendah.
Mawar segera masuk ke dalam rumah, ia menempatkan anak yang baru ia temukan di atas sofa kecil yang ada di ruang tamu.
Dewi menatap sosok anak kecil yang baru saja Mawar bawa, "Siapa anak ini?" Tanya Dewi dengan sedikit heran.
Mawar tersenyum tipis, ia menuntun ibunya untuk duduk. "Ini anak teman mawar..." Jelas Mawar dengan nada lembut.
Ibunya hanya mengganggukkan kepalanya dengan pelan, mawar perlahan berjalan ke arah pinggir dan langsung menutup pintu kontrakan nya dengan perlahan.
Semua tembok di rusun ini memiliki telinga, muncul saja satu gosip maka satu rusun akan tahu semuanya. Dan Mawar malas menjadi bahan gunjingan orang-orang satu rusun.
Mawar menyimpan tas miliknya dan melihat anak laki-laki yang terbaring dengan tubuh yang mengginggil kedinginan. Mawar membuka satu persatu pakaian anak itu dan mengelap nya secara perlahan, dan memakaikan kembali pakaian anak kecil yang seukuran dengan anak itu.
Anak itu kini terbaring di atas ranjang tua dan kusam, dengan sebuah kain di atas jidat nya. Mawar berjalan keluar dari kamarnya dengan menggunakan sebuah t-shirt berwarna hitam dengan celana senada.
Ia mengambil air dan minum secara perlahan, efek alkohol masih belum hilang sepenuhnya. Mawar duduk dengan tubuh yang lemas, ia lalu mengeluarkan handphone nya dan hanya mengecek pesan-pesan yang tidak penting.
"Mawar..." Terdengar suara panggilan dari ibunya dengan nada lembut.
Mawar berbalik sejenak dan melihat ibunya datang dengan bubur ayam yang wanita itu buat.
"Ibu membuat kan bubur untuk mu, kau makanlah sedikit agar tidak jatuh sakit." Jelas Dewi yang menyimpan mangkuk berisikan bubur di depan Mawar.
Mawar tersenyum dan langsung memakannya dengan lahap, meski hanya seadanya tapi mawar tersenyum penuh rasa puas.
"Berhentilah dari pekerjaan mu." Jelas Dewi dengan nada sendu.
Mawar terdiam sejenak saat mendengar hal itu, "Aku akan berhenti, jika sudah waktunya." Jelas Mawar dengan tegas.
"maafkan ibu.." Ucap Dewi dengan suara yang berubah serak.
Mawar sama sekali tidak menggubris ucapan ibunya, ia lalu memilih untuk bangkit dan segera berjalan ke arah sudut rumah dan menggelar tikar dengan kasur di atasnya lalu tidur begitu saja.
Keesokan harinya, mawar bangun dan membantu pekerjaan rumah. Tapi matanya tertuju pada sosok anak kecil yang berdiri tak jauh darinya dengan tatapan takut.
"Kau sudah sadar?" Tanya Mawar dengan senyuman halus.
Anak kecil itu hanya diam dengan tatapan takut dan bingung, mawar tersenyum tipis dan berjalan ke arah anak kecil yang ia temui tadi malam.
"Jangan takut, aku bukan orang jahat. Aku menemukan mu di tempat sampah, lalu aku membawa mu pulang." Jelas Mawar dengan senyuman di wajahnya.
Dewi berjalan mendekati Mawar yang tengah mengobrol bersama dengan anak kecil itu, "Dia sudah sadar? Syukurlah, ajak anak itu untuk makan." Ucap Dewi dengan senyuman hangat, ia menyiapkan makanan yang ada di dapur lalu meletakkannya di atas tikar yang sudah di siapkan.
Mawar lalu kembali menatap anak di depannya, "Siapa nama mu?" Tanya Mawar dengan tatapan hangat.
Anak itu menatap mawar dengan tatapan serius, "Rangga." Jelasnya dengan nada yang tegas dan jelas.
Mawar lalu mengajak Rangga untuk makan bersama, mawar duduk di atas tikar dan begitu juga dengan Dewi. Kini ketiganya makan bersama dengan makanan yang ala kadarnya.
Mawar menatap Rangga yang nampak tidak nyaman dengan kondisinya saat ini, anak itu seakan terlihat tidak biasa makan seraya duduk di atas tikar.
"Makanlah yang banyak." Ucap Mawar dengan tegas seraya menikmati makanannya.
Rangga yang mendengar hal itu, lalu makan secara perlahan. Anak itu nampak sangat tampan dengan kulit yang putih bersih dan hidung yang mancung, seakan ia adalah benih dari seorang pria tampan.
"Rangga, apa kau punya keluarga?" Tanya Mawar penasaran, melihat tampilan Rangga yang seperti ini membuat Mawar merasa jika anak itu bukanlah seorang pengemis.
Rangga terdiam sejenak, anak yang baru berusia 7 tahun itu dengan cermat mencerna pertanyaan dari Mawar.
"Punya." Jawab nya dengan senyuman di wajahnya.
Mawar tidak lagi bertanya dan memilih untuk kembali makan makanannya, setelah makan Dewi dan Mawar merapikan semua peralatan makan dan juga membersihkannya.
Dewi duduk di atas sofa bersama dengan Rangga, wanita paruh baya itu dengan lembut menghibur dan bertanya banyak hal tentang Rangga.
Rangga pun nampak sangat senang dengan sikap Dewi dan juga Mawar yang memperlakukannya dengan lembut.
"Jadi kau tidak punya Mama?" Tanya Dewi saat mendengarkan cerita Rangga tentang keluarga nya.
Rangga mengganggukkan kepalanya dengan pelan, Dewi dengan lembut memeluk anak itu.
"Mawar sebaiknya kau antarkan Rangga ke rumah orang tuanya, aku yakin jika orang tuanya pasti mengkhawatirkan nya." Jelas Dewi dengan lembut.
Tapi saat mendengar hal itu Rangga menolak untuk pulang, dan malah menangis dengan kencang. Mawar seketika panik dan bingung, ia mendekati Rangga dan memangku anak itu dan mengelus punggungnya.
"Sut... Jangan menangis." Ucap Mawar menenangkan.
Rangga seketika tenang, ia memeluk Mawar dengan erat.
"Sebaiknya sekarang kau mandi." Ucap Mawar dengan lembut.
Mendengar hal itu Rangga tersenyum tipis dan menuruti perkataan Mawar, Rangga langsung mandi sendiri tanpa di temani. Mawar merasa takjub dengan sikap dewasa dari anak kecil itu.
Setelah selesai mandi, Mawar menyiapkan satu set pakaian yang sudah usang. Meski pakaiannya sangat usang, tapi tetap terlihat bagus jika di pakai oleh Rangga.
"Tante Mawar." Ucap Rangga dengan senyuman.
"Ada apa?" Tanya Mawar yang duduk di atas sofa.
Rangga lalu berjalan mendekat dan duduk di samping Mawar, "Tante orangnya baik." Jelas Rangga dengan senyuman khas anak kecil.
Mawar menyipitkan matanya dan tersenyum mengejek, "Hei, kau baru bertemu dengan ku satu hari. Bagaimana bisa kau menyimpulkan begitu saja jika aku adalah orang baik? Bagaimana jika aku adalah orang yang jahat, dan malah menjual mu atau menjadikan mu sebagai pengemis di jalanan?" Tanya Mawar dengan senyuman di wajahnya.
Rangga tersenyum tipis, "Enggak akan, Tante Mawar adalah orang baik. Rangga tidak akan pernah salah dalam menilai orang." Jelas Rangga.
"Lalu jika aku adalah orang baik, menurut mu. Seperti apa orang jahat itu?" Tanya Mawar dengan senyuman di wajahnya.
Rangga terdiam sejenak, dan berpikir. "Orang jahat itu, orang yang mendekati Daddy.." Jelas Rangga dengan wajah yang serius.
Mawar tersenyum tipis saat mendengar hal itu, ia yakin ayah anak itu adalah pria tua kaya raya.
"Baiklah, bagaimana jika nanti siang. Aku mengantarmu pulang ke rumah.." Jelas Mawar dengan senyuman.
Rangga terdiam sejenak saat mendengar hal itu, wajah anak itu nampak sangat murung.
"Kenapa, kau tidak ingin pulang ke rumah?" Tanya Mawar dengan wajah yang sedikit penasaran.
Rangga hanya diam sejenak, Mawar sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada anak yang ia temui. Tapi mawar juga berpikir, mungkin cerita Rangga tentang keluarganya hanyalah sebuah kebohongan dan sebenarnya anak itu sama sekali tidak memiliki keluarga.
"Jika kau tidak ingin pulang, kau bisa tinggal di sini." Jelas Mawar dengan senyuman di wajahnya, ia tidak mungkin menyebut jika anak itu adalah seorang pembohong.
Mendengar hal itu Rangga tersebut senang, dan sama sekali tidak murung lagi.
Selama 1 bulan Rangga tinggal di rumah Mawar, wanita itu sudah mengganggap Rangga sebagai bagian dari keluarganya dan begitu juga Dewi yang menganggap Rangga sebagai cucu nya sendiri.
"Jika kau sudah menikah mungkin sekarang aku sudah memiliki seorang cucu." Ucap Dewi dengan senyuman di wajahnya, wanita paruh baya itu tengah menyiapkan makanan untuk Rangga.
Mendengar hal itu Mawar hanya tersenyum kecut, dengan pekerjaannya yang sebagian seorang pengantar minuman di bar terkenal di Jakarta. Tidak akan ada laki-laki yang mau menjalankan hubungan serius dengannya, yang ada hanya pria-pria hidung belang yang hanya ingin bermain-main.
"Mama.." Terdengar suara Rangga memanggil Mawar dengan panggilan Mama.
Mendengar hal itu Mawar berbalik dan tersenyum tipis, "Nenek sudah menyiapkan makanan untuk mu, sebagai kau cepat makan." Ucap Mawar.
Rangga melihat Mawar sudah berdandan cantik, "Apa Mama akan berangkat bekerja lagi?" Tanya Rangga dengan nada polos.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB, dan Mawar harus siap-siap untuk pergi bekerja.
"Ya begitulah." Jelas Mawar dengan senyuman di wajahnya.
Lalu mawar berjalan ke arah Rangga dan menyetarakan tinggi nya dengan anak itu, "Mama pergi dulu, ingat.. Jangan nakal dan jangan rewel." Jelas Mawar dengan senyuman di wajahnya.
Selama tinggal di rumahnya, Rangga terus merengek dan ingin memanggil Mawar dengan sebutan Mama.
Rangga mengganggukkan kepalanya dengan pelan, lalu Mawar mencium pipi Rangga dan langsung pergi bekerja.
Saat keluar dari pintu rumah, Mawar berjalan pelan menyusuri lorong di rumah susun. Ada beberapa ibu-ibu yang masih duduk dan melihat Mawar berjalan.
"Sial, kenapa sih mereka harus ada di sana." Gumam Mawar kesal saat melihat ibu-ibu yang tengah duduk dan menatap ke arahnya.
"Eh.. Mawar, mau kerja yah?" Sapa Bu Lina dengan senyuman di wajahnya.
"Iya." jawab Mawar singkat.
"Eh.. Di rumah mu ada anak kecil, itu anak haram mu? dengan pria mana lagi?" Tanya Bu Dina dengan senyuman di wajahnya.
Mendengar hal itu Mawar hanya tersenyum kesal, lalu berjalan melewati mereka. Terdengar makian yang ibu-ibu lontarkan kepada Mawar. Tapi wanita itu memilih untuk diam dan kembali berjalan menuju tempat kerjanya.
Sesampainya di tempat kerjanya, Mawar langsung mengganti pakaiannya dengan seragam kerja yang memang terlihat seksi. Terlebih Mawar memiliki tubuh yang ideal dengan kulit yang putih.
"Mawar." Terdengar seseorang memanggil namanya.
mawar melihat Hendrik menghampirinya, Hendrik adalah manager di bar tempat Mawar bekerja.
"Ada apa, Pak?" Tanya Mawar penasaran.
"Indah sedang sakit, jadi aku ingin kau menggantikannya untuk mengantarkan minuman ke ruang VIP." Jelas Hendrik.
Mawar sedikit terkejut, tidak biasanya Indah absen. Wanita itu terkenal dengan posisinya yang selalu mendapatkan tamu di ruangan VIP dan tidak ada yang bisa menggantikannya. Dan mawar hanya sebagai seorang pengantar minuman di ruangan kelas rendah dan pastinya sering mendapatkan pandangan tidak senonoh dari para pria.
"Kenapa aku, bukankah yang lain juga banyak?" Tanya Mawar, ia tahu pelanggan di ruangan VIP bukanlah orang-orang sembarangan dan ia tidak ingin berurusan dengan orang yang memiliki kekuasaan tinggi.
"Yang lain tidak cocok, sementara kau sangat cocok dan lebih cantik dari karyawan yang lain. Jadi cepat lakukan atau ku potong gaji mu." Jelas Hendrik.
Mendengar ancaman Hendrik, Mawar pun langsung merapikan kembali tampilannya dan dandanan nya. Ia lalu mengambil minuman pesanan pelanggan, baru kali ini Mawar membawa anggur dengan kualitas terbaik dan harganya yang sangat mahal.
"Ingat bawa dengan hati-hati, anggur ini sangat mahal. Bahkan satu tahun gaji mu tidak sanggup untuk membelinya." Jelas Tari yang bertugas untuk menyiapkan setiap minuman para pelanggan.
"Iya aku tahu." Jawab Mawar dengan sedikit kesal.
Mawar berjalan ke ruangan VIP dengan membawa 3 botol anggur dengan kualitas terbaik, Hendrik berdiri di ruangan VIP dengan wajah yang khawatir.
"Kenapa kau lama sekali, tamunya sudah menunggu." Jelas Hendrik dengan nada yang gusar.
"Iya maaf." Jawab Mawar, biasanya ia tidak pernah di marahi seperti ini.
"Memangnya siapa tamunya, sepertinya orang penting." Tanya Mawar yang melihat ekspresi kekhawatiran Hendrik.
"Dia adalah orang yang sangat-sangat penting dan berpengaruh, dan ingat. Jangan buat masalah.." Jelas Hendrik dengan tegas, biasanya yang menangani tamu VIP adalah Indah dan wanita itu adalah orang yang paling mengerti tentang para tamu VIP.
Sementara Mawar adalah orang yang kaku dan paling tidak bisa bersikap lemah lembut saat digoda oleh pria.
"Ah.. Baiklah, sekarang kita masuk." Ucap Hendrik, pria itu lalu membuka pintu ruangan VIP.
Mata Mawar menatap ruangan VIP yang jelas berbeda jauh dengan ruangan bar biasa pada umumnya yang terkesan sangat ramai dan bising.
Ruangan VIP seperti tempat minum khusus, dan hanya di isi oleh 3 orang pria dengan para wanita yang cantik dan seksi.
"Selama malam Pak Arga." Hendrik menyapa dengan sangat ramah.
Mawar yang bersikap profesional pun tersenyum dengan nampak di tangannya, "Ini adalah minuman berkualitas yang telah kami siapkan untuk anda." Ucap Hendrik dengan sangat sopan.
Lalu Hendrik memberikan instruksi pada Mawar untuk membuka satu botol anggur dan menuangkannya ke gelas para pria di depannya.
Dengan telaten mawar membuka satu botol Anggur, dan dengan perlahan menuangkan anggur itu pada gelas di depannya.
Mawar merasa jika ada seseorang yang terus menatapnya, tapi Mawar sama sekali tidak peduli. Bukankah setiap bekerja selalu ada tatapan para pria untuknya.
"Pak Hendrik, kami cukup puas dengan pelayanan mu ini. Tempat mu memang memiliki kualitas yang sangat bagus." Ucap Aldo yang merupakan pelanggan di tempat ini.
"Apa ku bilang, tempat ini sangat bagus bukan. Dan Arga, kau harus berterimakasih kepada ku." ucap Heri dengan senyuman di wajahnya.
Arga hanya diam dengan tatapan tajam dan dingin, seorang wanita itu bergelayut manja kepadanya. Dan begitu juga dengan para wanita yang menemani Heri dan Aldo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!