Terlebih dahulu Author ingatkan, jika Novel ini bukan novel kultivasi murni, tetapi novel silat yang berlatar belakang kultivasi, sehingga kultivasi hanya sebagai sandaran latar belakang saja, yang di tonjolkan di sini adalah jurus jurus silat nya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kota Argapura adalah Kota Raja negeri Hindi Pura, yang sangat besar dan makmur, yang di pimpin oleh seorang Ratu bernama Ratu Nalina, dibantu oleh Patih Anupram dan panglima jendral Janu Ram yang perkasa.
Komplek istana negeri Hindi Pura berada di bagian Utara Kota Raja Argapura,menghadap keselatan dengan sebuah alun alun kota yang sangat besar di depan nya.
Komplek istana ini saking besar nya, mirip sebuah perkampungan kecil di tengah Kota Raja Argapura.
Istana Negeri Hindi Pura ini di kelilingi oleh benteng istana yang tinggi dan sangat kokoh.
Jauh beberapa lie di belakang istana, ada tempat kuda kuda kerajaan di pelihara.
Disini ada beberapa pekerja yang ditugaskan menjaga, memandikan dan memberi makan kuda kuda milik Ratu Nalina.
Tidak seperti biasa nya, pagi ini tempat itu terdengar suara keributan dari umpatan, cacian hingga hinaan dari mulut seorang anak laki laki berusia sembilan tahun kepada seorang anak laki laki lain nya yang baru berusia enam tahun.
"Ctar!" ....
Terdengar suara Sambaran cambuk yang mendera belakang seorang anak laki laki berusia enam tahunan itu hingga baju putih nya kotor oleh tanah.
"Manusia sampah yang hina dina, kau tidak layak menjadi putra mahkota, kau hanya sampah yang tidak ada guna nya, ayah mu adalah penjahat negeri ini, kau tidak layak hidup di dalam istana ini!" teriak anak laki laki usia sembilan tahun yang bernama Pangeran Gumantri itu sambil melecutkan cambuk nya kearah seorang anak laki laki berusia enam tahun yang bernama pangeran Xiao Yuen.
Pangeran Xiao Yuen adalah putra Ratu Nalina dengan seorang pendekar dari tanah seberang, sebelum sang Ratu menikah dengan Pangeran Yurendra dari negeri Madia yang kebetulan seorang duda beranak satu, yaitu pangeran Gumantri.
Saat Ratu Nalina menikah dengan pangeran Yurendra dari negeri Madia ini, usia pangeran Xiao Yuen baru satu tahun dan pangeran Gumantri tiga tahun.
Dari pernikahan itu, Ratu Nalina dikaruniai seorang putri bernama Putri Candrani yang berselisih usia satu tahun dengan Xiao Yuen.
Semenjak kecil, para pangeran ini di latih dan di didik oleh jendral Janu Ram yang perkasa. Namun malang nya, pangeran Xiao Yuen justru diketahui memiliki kecacatan Dantian yang parah dan tidak mungkin bisa di perbaiki lagi, sehingga dia jadi ocehan dan cemoohan oleh para pangeran yang lain nya.
Meskipun deraan hampir setiap hari diterima oleh Xiao Yuen, namun tak seorangpun petugas di tempat itu yang berani melaporkan nya kepada sang Ratu Nalina, karena mereka semua, bahkan pangeran Xiao Yuen sendiri diancam oleh pangeran Gumantri.
Apalagi sang jendral Janu Ram, seperti nya berpihak kepada pangeran Gumantri yang jauh lebih pandai dari Xiao Yuen sendiri.
Segala apapun pertikaian antara kedua orang pangeran ini, selalu yang disalahkan serta mendapat hukuman pasti Xiao Yuen.
Yang paling hebat nya adalah, meskipun mendapat deraan dan cambukan luar biasa dari pangeran Gumantri, Xiao Yuen tidak pernah berteriak atau mengeluarkan jeritan sedikit pun juga, segala deraan, dia terima tanpa mengeluh.
Xiao Yuen tahu, jika tidak ada siapapun di dalam istana itu yang bisa menolong diri nya.
Ayah tiri nya, yang semula dia kira ayah kandung nya itu, jelas jelas sangat tidak menyukai diri nya.
Bahkan Ibunda nya Ratu Nalina, semenjak kelahiran putri Candrani, sudah tidak memperhatikan Xiao Yuen lagi. Hingga pertumbuhan Xiao Yuen di serahkan kepada para inang dan dayang.
Untung saja, di tempat kandang kuda, ada seorang pria tua bernama kakek Ranu yang bersimpati kepada nya, mau memperhatikan kehidupan putra mahkota yang tersingkir itu.
Seperti hari ini, hanya karena mendengar sang Ratu memberikan untuk Xiao Yuen sebuah cincin kecil, cincin ruang kelas tiga yang tidak berharga, pangeran Gumantri ini bersikeras ingin mengambil cincin itu. Namun karena pesan dari sang ibunda agar menjaga cincin itu jangan sampai jatuh ketangan siapa pun, Xiao Yuen tidak memberikan cincin itu.
"Serahkan cincin yang dikasih ibunda Ratu kepada ku!" bentak pangeran Gumantri marah.
"Kakak!, aku tidak akan menyerahkan nya kepada mu, ini pemberian ibunda untuk ku!" bantah Xiao Yuen.
"Ctar!" ....
"Ctar!" ....
Dua kali lecutan cambuk mendarat di tubuh pangeran Xiao Yuen hingga membuat pakaian nya robek.
"Serahkan tidak!" teriak pangeran Gumantri marah.
"Jangan kakak!, ini milik ku, pemberian ibunda untuk ku" ucap Xiao Yuen.
"Ctar!" ....
"Ctar!" ....
Kembali dua kali lecutan cambuk menghantam tubuh Xiao Yuen hingga berdarah.
Tanpa ada yang menyadari nya, seorang pertapa tua, duduk diatas tembok benteng istana, memperhatikan kelakuan pangeran Gumantri pada pangeran Xiao Yuen.
"Serahkan tidak!" teriak pangeran Gumantri marah.
"Tidak!, aku tidak akan menyerahkan nya kepada siapapun juga, itu pesan ibunda kepada ku!" sahut pangeran Xiao Yuen bersikeras mempertahan kan hak milik nya.
"Hmm!, hebat sekali pendirian anak kecil ini, meskipun tubuh nya luka luka, dia masih tetap bertahan, hebat, hebat, hebat!" gumam kakek tua berjubah pertapa itu sambil terus memperhatikan kelakuan pangeran Gumantri pada pangeran Xiao Yuen.
Kini tubuh Xiao Yuen sudah luka luka disana sini, karena terkena lecutan cambuk milik pangeran Gumantri, kehabisan tenaga untuk mempertahan kan hak milik nya.
Sambil tertawa senang, pangeran Gumantri merebut cincin dari jari tangan Xiao Yuen yang tidak berdaya.
Tetapi karena cincin itu disegel dengan darah Xiao Yuen, sehingga cincin itu tidak bisa dibuka oleh siapa pun selain Xiao Yuen sendiri.
"Dasar anak setan!, ku bunuh saja kau sekarang!" teriak pangeran Gumantri sambil melilitkan cambuk nya di leher Xiao Yuen.
Melihat keadaan genting itu, mulut pria tua berjubah pertapa yang duduk diatas tembok benteng istana itu berkomat Kamit membaca japa mantra.
"Puh!" pria tua itu meludah kearah Xiao Yuen.
Sungguh ajaib, ludah pria tua itu berupa cahaya putih yang melesat masuk kedalam tubuh Xiao Yuen.
"Heya!"
Tiba tiba tubuh Xiao Yuen bergetar menegang, dan cambuk yang tadi melilit di leher nya, tiba tiba putus semua.
"Buk!" ....
"Buk!" ....
Dua kali hantaman tangan Xiao Yuen, berhasil mendarat di mulut pangeran Gumantri, yang membuat empat buah gigi depan atas dan bawah nya patah.
Dengan santai nya, Xiao Yuen menarik cincin nya kembali dari tangan pangeran Gumantri, lalu mengenakan di tangan nya kembali.
Pangeran Gumantri yang pingsan, segera di bawa oleh para petugas perawat kuda, ke istana ke pangeran.
Setelah mengambil kembali cincin yang diambil oleh pangeran Gumantri tadi, tiba tiba Xiao Yuen menjadi linglung, dan bingung melihat ke sekeliling nya.
"Tap!" ....
Tiba tiba seorang kakek tua melayang ringan dari atas tembok benteng istana, dan mendarat diatas rerumputan di dekat Xiao Yuen.
"Si… siapa kah kakek ini?" tanya Xiao Yuen gugup.
"Nama kakek adalah Guru Darma, kakek ini guru dari kakek pangeran, yaitu Raja Dyandra, beliau meminta hamba menjemput tuan ku pangeran!" ucap kakek Guru Darma.
"Tetapi saya harus minta ijin ibunda terlebih dahulu kek!" ujar Xiao Yuen.
"Ayolah kita ke istana, ibunda pangeran pasti masih mengenal hamba!" ujar kakek guru Darma membimbing tangan Xiao Yuen menuju kearah istana.
Di sana ternyata sudah terjadi keributan besar, pangeran Gumantri pingsan di pukul oleh pangeran Xiao Yuen.
Semua orang tentu saja tidak ada yang percaya jika pangeran Xiao Yuen yang tidak memiliki kultivasi itu, mampu membuat pangeran Gumantri yang berada di tingkat Alam Taruna awal itu bisa di buat semaput.
Tentu saja pangeran Yurendra menjadi murka melihat putra nya semaput karena ulah Xiao Yuen.
"Ratu! Lihat kelakuan putra tak berguna mu itu, putra ku pingsan karena ulah nya!, kau harus memberikan hukuman berat kepada putra mu itu!" cap pangeran Yurendra pada ratu Nalina.
Belum lagi Ratu Nalina memberikan tanggapan nya, dari kejauhan terlihat seorang pria tua menggandeng tangan pangeran Xiao Yuen, berjalan menuju kearah mereka.
"Anak kurang ajar!, berani sekali kau membuat putra ku seperti ini, akan ku buat kau lebih sakit dari pada dia!" teriak pangeran Yurendra marah.
Baru saja pangeran Yurendra berniat maju mendekati Xiao Yuen, namun saat mata nya menatap mata kakek tua disamping Xiao Yuen itu, tiba tiba tenaga nya seperti hilang entah kemana.
...****************...
Baru saja pangeran Yurendra berniat maju mendekati Xiao Yuen, namun saat mata nya menatap mata kakek tua di samping Xiao Yuen itu, tiba tiba tenaga nya seperti hilang entah kemana.
"kakek Guru Darma!, apa yang terjadi sebenar nya?" tanya Ratu Nalina heran melihat guru spiritual ayahanda nya itu datang tiba tiba.
"Aku diutus ayahanda mu, untuk menjemput putra mu, ayahanda mu beberapa waktu yang lalu, mendapat bisikan bahwa di tanah seberang, ada seorang murid Sian Wu yang berkepandaian tinggi, yang bisa mengobati penyakit putra mu ini, namun saat aku tiba di belakang Istana, aku melihat pangeran yang lebih tua itu sedang mencambuki tubuh putra mu secara sadis, hanya karena ingin menguasai cincin kecil yang kau berikan pada putra mu itu, tidak salah kan bila aku sedikit memberi pelajaran adab kepada nya!" ujar guru Darma.
"Kau!, kau pasti berbohong, selama ini putra ku anak yang baik, yang penurut kata kata orang tua nya!" bantah pangeran Yurendra.
Guru Darma menarik tubuh Xiao Yuen dan melepaskan pakaian nya, sehingga balur balur merah kebiruan beserta luka luka terlihat jelas di tubuh pangeran Xiao Yuen.
Ratu Nalina sampai terpekik melihat keadaan sang putra nya itu.
"Biadab!, putra mu benar benar biadab!, apa kesalahan putra ku sehingga dia disiksa seperti ini, panggil penjaga kuda semua nya kesini sekarang juga!" teriak Ratu Nalina murka.
Tidak berapa lama, seluruh penjaga kuda istana datang menghadap, termasuk kakek Ranu.
"Apa yang kalian ketahui tentang penyiksaan putra mahkota oleh pangeran Gumantri heh?" tanya Ratu Nalina murka.
Semua tertunduk tanpa ada yang berani menjawab atau bercerita tentang kejadian yang sebenar nya.
"Ka!… kami tidak melihat ada penyiksaan yang mulia Ratu!" sahut salah seorang dari mereka.
"Pengawal!, bawa tukang kuda ini keluar, dan pancung kepala nya, karena telah bersekongkol dengan orang lain untuk menyiksa putra mahkota!" teriak sang Ratu dengan sangat murka sekali.
Beberapa orang pengawal segera menyeret pria itu ke halaman istana, dan melakukan hukuman yang di titahkan oleh sang Ratu.
Meskipun pria itu menangis memohon ampunan, tetapi murka ratu Nalina sudah benar benar mencapai titik batas kesabaran nya.
"Sekali lagi aku bertanya, apa yang dilakukan pangeran Gumantri kepada putra mahkota heh?, jawab lah, kalian mengetahui nya atau tidak, aku tidak sayang memancing seluruh tukang kuda di istana ku ini, bila aku tahu berkomplot dengan orang lain, menyiksa putra ku, jawab!" teriak Ratu Nalina.
Semua terdiam dalam dilema, berbicara jujur, mati, berdusta juga mati.
"Ampun Ratu Nalina!, nama saya kakek Ranu, saya sudah tua, bila harus mati, maka biarlah saya mati membela kebenaran, sepengetahuan saya, hampir setiap hari pangeran Gumantri menyiksa putra mahkota dengan mencambuki nya, mereka tidak berani bicara karena keluarga mereka akan di bantai habis bila mengatakan nya, dan mengenai penyakit pangeran Xiao Yuen, bukanlah cacat bawaan dari lahir, tetapi Dantian beliau dirusak oleh jendral Janu Ram dengan racun khusus yang bisa membuat Dantian cacat, saya punya bukti, tabib Ludra yang meracik racun itu , sedangkan yang memberikan nya adalah pangeran Gumantri sewaktu usia pangeran Xiao Yuen empat tahun!" ujar kakek Ranu menceritakan kisah sesungguh nya.
"Pengawal! Panggil Patih Anupram dan panglima jendral Janu Ram kesini sekarang juga, cepat!" teriak Ratu Nalina sangat murka sekali.
beberapa orang prajurit segera berlari ke luar istana, menuju kediaman Patih Anupram dan panglima jendral Janu Ram.
"Kalian!, panggil tabib Ludra kesini sekarang juga, kalau dia tidak mau, seret dia!" teriak Ratu Nalina lagi.
Dua orang prajurit segera berlari menuju kediaman tabib Ludra.
Beberapa saat kemudian, Patih Anupram, panglima jendral Janu Ram dan tabib Ludra telah hadir di hadapan Ratu Nalina.
"Ampun yang mulia Ratu, ada apa gerangan kau berkenan memanggil kami secara mendadak?" tanya Patih Anupram.
"Kakek Ranu, ceritakan lagi apa yang kau ketahui!" titah ratu Nalina.
Kakek Ranu segera mengulangi kembali cerita nya dari awal.
Awal nya Jendral Janu Ram membantah semua keterangan dari kakek Ranu. Tetapi setelah di konfirmasi dengan tabib Ludra serta keterangan para tukang kuda yang berbalik membela pihak istana , membuat Jendral Janu Ram mati kutu.
Dengan mata merah karena marah nya, Patih Anupram menatap kearah Jendral Janu Ram.
"Jendral!, apa yang sudah kau lakukan dengan putra mahkota heh?, ada hal apa sehingga kau melakukan perbuatan yang sangat keji seperti itu?" tanya Patih Anupram bergetar menahan amarah nya.
Dengan wajah tertunduk lesu, Jendral Janu Ram terbata bata bicara, "ma… maaf kan hamba Ratu, hamba khilaf, hamba terbawa dendam dengan ayah dari putra mahkota itu, dia dan istri nya Pek Hoat Sian Li yang pernah mempermalukan hamba dahulu di hutan" ucap nya.
Dahulu Jendral Janu Ram pernah bentrok dengan Cin Hai dan Pek Hoat Sian Li (Dewi penyihir putih) atau Dewi Anote *baca seri Dendam sang Rajawali* .
Ratu Nalina menatap kearah sang Jendral, "akal mu sungguh picik jendral, hanya karena ayah nya pernah bentrok dan mempermalukan diri mu, dengan tega nya kau hancurkan masa depan putra ku, putra mahkota negeri Hindi Pura, harapan ayahanda Raja Dyandra sebagai penerus beliau, kau sangat tega sekali Jendral!" ucap Ratu Nalina menahan sesak di dada nya.
"Sriing!" ....
Patih Anupram menghunuskan pedang pusaka nya, menatap kearah Jendral Janu Ram dengan sangat murka sekali.
"Kau tahu jika jiwa dan raga ku hanya untuk Hindi Pura?, aku rela mengorbankan lebih dari separo hidupku demi membebaskan Hindi Pura, kau dengan tega nya menghancurkan masa depan Hindi Pura tercinta, apa kesalahan anak kecil itu sehingga hidup nya kau rusak?, biadab kau Janu Ram!" ....
"A… a… ampun!" ....
"Tras!" ....
Dengan kecepatan luar biasa, pria tua itu menebas leher Jendral Janu Ram hingga kepala nya menggelinding di tanah.
"Dengarlah Pangeran Yurendra, karena kau tidak bisa menempatkan diri mu sebagai ayah dari putra ku, kau justru dengan kekuasaan mu yang ku berikan, dengan tega nya menindas putra ku, yang sesungguh nya putra mahkota negeri Hindi Pura, maka mulai sekarang, kau tidak ada ikatan apa apa baik dengan ku, maupun dengan negeri Hindi Pura, pergilah sejauh mungkin dan jangan tampakan batang hidung mu di negeri ini, jika itu kau langgar, maka siapa pun yang berhasil membunuh mu, akan kuberikan hadiah emas dan permata, bawa putra tersayang mu itu bersama mu!" titah Ratu Nalina ber maklumat.
Dengan wajah tertunduk lesu, siang itu juga, pangeran Yurendra dan putra nya pangeran Gumantri pergi meninggalkan Kota Raja Argapura dan negeri Hindi Pura dengan di kawal oleh sepasukan prajurit khusus menuju perbatasan negeri Hindi Pura.
Sesungguhnya pangeran Yurendra ini di negeri Madia adalah pangeran terbuang karena melakukan kejahatan serupa.
Awal nya dia adalah pangeran dari selir, namun menginginkan kedudukan putra mahkota, sehingga menggunakan cara yang sama untuk menyingkirkan putra mahkota.
Bekerja sama dengan istri nya Ratri, dia meracuni putra mahkota, namun sebelum hal itu kesampaian, istri nya keburu tertangkap dan dijatuhi hukuman mati, serta pangeran dan putra nya di usir dari negeri Madia.
Adapun niat awal pangeran mempersunting Ratu Nalina adalah untuk memperalat ratu nan cantik itu agar mau menyerang dan menaklukan negeri Madia.
Namun Ratu Nalina tidak menyetujui usulan dari pangeran Yurendra, karena semenjak dahulu, negeri mereka bersahabat dengan negeri Madia.
"Kakek guru!, kalau kakek ingin membawa Xiao Yuen ke tanah seberang, cari Fu Cin Hai ayah kandung dari Xiao Yuen, sebagai bukti dia benar benar putra Cin Hai, di dalam cincin Xiao Yuen itu ada sebuah seruling sakti bernama Shin Toat Siaw pemberian dari Cin Hai, perlihatkan seruling itu, maka dia akan tahu siapa Xiao Yuen sesungguh nya, semoga Cin Hai dapat mengusahakan kan penyembuhan bagi putra ku!" ucap ratu Nalina.
"Tentu saja Ratu, saya akan membawa pangeran ke tanah seberang, mencari keberadaan murid Sian Wu itu, sekaligus mencari keberadaan ayahanda sang pangeran Xiao Yuen!" sahut pertapa Guru Darma.
"Ada lagi Guru, didalam cincin ruang ditangan putra ku itu ada sebuah Cupu yang bernama Cupu sakti manikara, cupu ini setara dengan seratus cincin ruang kelas satu, ada sejumlah keping emas disana sebagai bekal putra ku merantau, dia bisa mempergunakan nya kelak bila dibutuhkan, terakhir, tolong jaga putra ku baik baik Guru Darma!" pesan dari Ratu Nalina seraya memeluk Xiao Yuen dengan linangan air mata nya.
Tidak jauh dari mereka, nampak seorang gadis kecil, menatap kearah Xiao Yuen dengan tatapan sayu.
...****************...
Tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri, nampak seorang gadis kecil, menatap kearah Xiao Yuen dengan tatapan mata yang sayu.
Xiao Yuen menoleh kearah gadis kecil berusia lima tahun itu, lalu berjalan menghampiri nya, "adik Rani!, jaga ibunda baik baik ya" ucap nya seraya memeluk dara kecil bernama Putri Candrani itu dengan sangat erat.
"Kakek Guru!, satu hal lagi, karena ayah Xiao Yuen adalah pendekar terkenal yang berjuluk Pek Tiauw Kong Hiap yang mungkin saja selain banyak yang menyukai nya, sudah pasti banyak pula yang membenci nya, tolong rahasiakan mengenai jati diri nya baik baik, saya takut keselamatan nya terancam, apa lagi dengan keadaan yang sekarang ini, jangan katakan she nya bila tidak terpaksa sekali!" pesan dari Ratu Nalina.
Siang itu juga, kakek tua yang bernama Guru Darma itu membawa Xiao Yuen ke gunung Kriya menemui kakek kandung dari Xiao Yuen, raja Dyandra yang kini sudah menjadi seorang pertapa bernama Jaya Darma dan mengasingkan diri nya di puncak gunung Kriya di selatan Kota Raja Argapura.
Untuk menghindari kejaran orang orang yang ingin membinasakan putra mahkota, maka kini Guru Darma menyamar menjadi seorang petualang bernama Guru Darma beserta cucu nya Xiao Yuen.
Lenyap sudah atribut kerajaan dari tubuh Xiao Yuen, berganti dengan orang jelata biasa yang hidup mengembara bersama kakek nya sang Guru Darma.
Sambil mengadakan perjalanan, Guru Darma mulai mengajarkan Xiao Yuen tentang Darma kemanusian dan masalah ilmu ilmu kebatinan, ilmu yang tidak memerlukan tingkat kultivasi, hanya perlu batin yang bersih dari nafsu Angkara murka saja.
Setelah berhari hari perjalanan, akhirnya mereka tiba juga di puncak gunung Kriya.
Tepat dipuncak gunung Kriya itu, ada sebuah tanah datar yang cukup luas, dan sebuah pondok yang cukup besar berdiri disana.
Tepat diatas sebongkah batu besar, seorang pria tua nampak duduk bersila dengan tenang nya.
Saat Guru Darma datang mendekat dengan menggendong tubuh Xiao Yuen di belakang nya, pria tua itu membuka mata nya kembali.
"Selamat datang Guru Darma, selamat datang Xiao Yuen cucu ku!, kakek prihatin sekali dengan musibah yang menimpa mu sekarang, tetapi percayalah, semua harus melewati proses nya masing masing, dan pada ujung nya nanti, kebaikan pasti akan jadi pemenang nya!" ucap Jaya Darma atau raja Dyandra.
"Jaya Darma!, besok aku akan membawa Xiao Yuen ke tanah seberang, berharap bertemu dengan murid dari Sian Wu, semoga nasib baik menyertai langkah kami berdua!" ucap Guru Darma.
"Iya Guru, doa saya menyertai guru dan Xiao Yuen cucu ku, semoga Dewata menyertai langkah kalian, Xiao Yuen cucu ku, maafkan kakek mu ini yang tidak mampu melindungi diri mu, terlalu banyak dosa kakek mu ini, hingga kakek Haris menyucikan hati kakek dengan bersemedi di puncak gunung Kriya ini nak!" ucap Jaya Darma dengan perasaan hati yang rawan.
Ke esokan hari nya, pagi pagi sekali, Guru Darma dan Xiao Yuen yang kini menjadi cucu nya itu, memulai perjalanan menuju tanah seberang.
Untuk berlayar kenegeri seberang lautan, di perlukan waktu enam purnama lama nya dengan naik kapal api bertenaga batu bara.
Pelabuhan Samudra hanya ada di kota Sapoa saja, sebuah kota besar di tepi timur benua besar ini.
Dan untuk mencapai kota Sapoa, mereka harus berjalan melewati kota besar bernama kota Yoda.
Kini Xiao Yuen merubah penampilan nya dengan menjadi pertapa kecil berjubah putih.
Sebagai seorang Punadarma (orang yang menebar kebaikan), kakek Guru Darma hanya berjalan kaki menuju ke kota Yoda, seraya mengajarkan kebaikan sepanjang perjalanan mereka.
Disetiap desa yang mereka lewati, Guru Darma bermalam satu malam, sekedar mengajak orang orang untuk senantiasa berbuat kebaikan sesama manusia.
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa purnama dari yang seharus nya cuma beberapa Minggu dengan mengendarai kereta kuda, akhirnya kakek Guru Darma dan cucu nya Xiao Yuen tiba juga di kota Sapoa yang berada di tepi laut.
Setelah bermalam selama satu hari, maka ke esokan hari nya, mereka naik keatas kapal besar yang akan berlayar ke tanah seberang.
Tidak lah terlalu lama setelah mereka naik ke atas kapal, desis suara mesin uap pun mulai terdengar semakin nyaring.
Kapal tidak menunggu lama, karena barang muatan sudah dinaikan sedari kemarin siang.
Setelah membunyikan Pluit beberapa kali, kapal pun mulai bergerak secara perlahan, meninggalkan dermaga dengan semua kesedihan hati Xiao Yuen karena harus berpisah dengan ibunda Ratu Nalina dan adik nya Putri Candrani entah untuk berapa lama nya.
Kakek Guru Darma mengajak Xiao Yuen keluar dari kamar mereka, berjalan menuju buritan kapal, melihat kota Sapoa yang semakin menjauh dari pandangan, hingga Benua besar inipun lenyap di balik cakrawala, menyisakan biru lautan nan tak bertepi.
Beberapa ekor burung elang laut, bertengger di atas tiang layar, membuang penat sejenak, lalu terbang kembali.
Perlahan, beberapa bulir air mata, bergulir di pipi Xiao Yuen, ada rasa pilu menyelimuti hati nya.
"Kek!, seperti apakah rupa ayah kek?" tanya Xiao Yuen lugu.
"Menurut ibunda Ratu, wajah nya persis dengan Xiao Yuen, muda, tampan dan gagah!" sahut kakek Guru Darma.
"Apakah Xiao Yuen bisa bertemu ayah?" ....
"Kita akan mencari nya, yang utama kita mencari murid Sian Wu itu untuk mengobati diri mu nak" sahut kakek Guru Darma.
Sian Wu (Tabib Dewa) hidup ratusan tahun yang lalu, (*baca jiwa Naga sejati*), namun nama nya tiba tiba lenyap begitu saja, dan beberapa waktu yang lalu, Jaya Darma atau Raja Dyandra, mendapat bisikan gaib saat ber siulian (bersemedi), bahwa di tanah seberang, ada seorang tabib sakti, murid dari Sian Wu yang dapat mengobati penyakit pangeran putra mahkota itu.
Xiao Yuen masih berdiri menatap Benua besar yang semakin lama, semakin terlihat mengecil.
"Kek!, tempat kita itu semakin menjauhi kita ya kek, sedang kita tetap diam di tempat ini!" ucap Xiao Yuen lugu, mengira benua besar itu yang bergerak menjauhi mereka, sedang mereka diam tak bergerak.
"Kau salah nak!, benua besar itu diam di tempat nya, kita lah yang bergerak menjauhi nya, hanya karena kita berada di tengah Samudra, maka nya kita tidak merasa jika kita bergerak!" ujar kakek Guru Darma menjelaskan.
Setelah beberapa hari perjalanan, kini tidak ada apapun yang tampak di sisi cakrawala, yang ada hanya air di sekeliling, seluas mata memandang.
Disela sela waktu mereka, kakek Guru Darma mengisi nya dengan membaca Sutra dan mengajarkan ilmu kebatinan kepada Xiao Yuen.
Dua purnama pun berlalu tanpa terasa, masih saja kapal yang mereka tumpangi terasa terkatung katung tak bergerak di tengah Samudra luas.
Hari ini seperti biasa nya, Xiao Yuen berdiri dekat buritan kapal, sendirian menatap arah Benua besar yang sudah tidak lagi tampak.
Kakek Guru Darma sedang bersiulian di kamar mereka, dan kesempatan itu dipergunakan oleh Xiao Yuen untuk berjalan ke buritan kapal untuk menatap sisi cakrawala, di mana Benua besar itu lenyap, bersama semua kenangan Xiao Yuen pada tanah kelahiran nya itu.
Di langit, nampak sebuah benda hitam besar mengejar kapal mereka dengan kecepatan penuh.
Tak ada seorang pun yang memperhatikan benda hitam yang semakin lama menjadi semakin besar itu.
Laksana seekor naga hitam besar, benda hitam itu segera menelan kapal mereka dengan suara bergemuruh dahsyat.
Gumpalan besar itu biasa nya dinamakan Tunggul badai, yang paling ditakuti oleh para kelasi kapal yang sedang berlayar di tengah lautan.
Laksana di sergap hantu besar, kapal mulai terombang ambing ke kiri dan ke kanan sambil kilatan petir mulai terdengar mengerikan sekali.
Seketika akan mulai gelap, dan hujan pun mulai turun disertai badai besar.
Xiao Yuen terpaku meringkuk ketakutan di sudut kapal, duduk sambil memeluk kedua lutut nya, wajah nya di benamkan nya di atas dengkul nya.
"Jderrrrrr!" .....
Petir berdentum seolah olah ingin memecahkan kapal besar itu.
Kakek Guru Darma segera membuka mata nya, mencari keberadaan Xiao Yuen sambil berteriak panik memanggil nama bocah kecil itu.
Namun suaranya hilang ditelan suara gemuruh badai dan terpaan gelombang besar.
"Jderrrrrr!" .....
Sekali lagi petir berdentum dekat sekali hingga kapal terasa bergetar karena nya.
"Xiao Yuen!, dimana kau!" teriakan kakek Guru Darma hilang ditelan suara petir dan hempasan gelombang.
Dalam kegelapan, kakek Guru Darma menjadi panik sekali, dia berlari ke buritan kapal sambil berteriak memanggil nama Xiao Yuen.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!