NovelToon NovelToon

MY HOT AND SEXY HUBBY

Bab 1 : kecurigaan yang terbukti

Hari ini Jingga ingin menangkap basah kekasihnya, yang tega berselingkuh di belakangnya dengan orang terdekatnya. Dengan alasan sakit kepala, Randy kekasihnya absen dari pekerjaannya. Mereka memang bekerja dalam satu tim pemasaran, di perusahaan yang sama milik Bara Aditya.

Karena pekerjaannya tidak terlalu sibuk hari ini, Jingga memilih pergi ke kost-an Randy. Di jam istirahat yang harusnya dia pergunakan untuk mengisi perutnya, malah menengok lelaki yang sudah setahun jadi pacarnya.

Bukan tanpa sebab Jingga nekat pergi, tetapi ada sebuah pesan nyasar yang masuk ke dalam nomornya. Rasa penasaran yang membuatnya harus membuktikan kebenaran, dari pesan WhatsApp tersebut. Sambil menunggu ojol yang dia pesan, Jingga duduk di lobi perusahaan.

Santi sang resepsionis, terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Dia hanya melambaikan tangannya, ketika Jingga menyapa. Tanpa perlu berbasa-basi, Jingga memilih menjatuhkan bokongnya di kursi ruang tunggu.

Ada beberapa tamu yang hendak bertemu dengan Bara Aditya, tapi mereka harus sabar menunggu sang bos. Seperti di ketahui perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan apartemen dan hunian mewah itu, memang memiliki reputasi yang baik.

Ojek online pesanan Jingga sudah tiba, dia gegas berlari menghampiri. Sang security kantor tersenyum, menerima sapaan dari karyawati perusahaan yang berkepribadian jutek. Memang Jingga terkenal di kalangan karyawan pria, sebagai wanita yang sulit di dekati. Apalagi dia statusnya sebagai kekasih Randy, seorang manager pemasaran yang cukup di segani di perusahaan.

Terik matahari yang menyengat kulit, tak menyurutkan semangat Jingga untuk membuktikan kecurigaannya. Laju sepeda motor terasa lambat, membuatnya sedikit naik darah.

"Bang, bisa gak agak ngebut sedikit!" ucap Jingga keras.

"Wah, gak bisa non" balas kang ojek tegas.

"Saya tambahin ongkosnya, deh" lanjut Jingga.

"Beneran non!?"

"Iyalah, masa bohong sih. Wanita secantik saya, gak ada tampang penipu" ujar Jingga narsis.

"Oke non!" kata kang ojol, langsung semangat. Dia segera memacu kendaraan roda duanya, dengan cepat dan gesit. Meliuk-liuk diantara kendaraan, yang silih berganti saling menyalip. Sehingga tak terasa, sudah tiba di tempat tujuan. Jingga segera turun dari boncengan motor, serta menyerahkan helm yang di pakainya. Kemudian mengeluarkan gawainya, dan mengetikkan sejumlah nominal uang serta mentransfernya ke nomor rekening kang ojol.

"Bang, udah saya tambahin ongkosnya" ucap Jingga, sambil memasukkan kembali hapenya.

"Makasih non, sering-sering aja pesan ojek saya" ucapnya sumringah, ketika melihat sejumlah rupiah mampir di rekeningnya.

"Yeay, maunya situ! Saya yang jebol duitnya" kata Jingga dengan wajah judes.

"Tapi kan bukan salah saya, non yang menjanjikannya" sangkal kang ojol senewen.

Jingga malas membalas ocehan yang gak penting itu, dia berbalik dan berjalan menuju gerbang kost-an milik kekasihnya. Kost-kostan elit yang di huni Randy terlihat sepi, mungkin karena penghuninya sebagian besar adalah karyawan. Jadi di jam-jam sibuk seperti ini, tentunya mereka tengah mengais rejeki.

Kamar Randy terletak di lantai dua, pintu paling ujung. Semua kamar tertutup rapat, hanya satu yang terbuka dan penghuninya sedang merokok sambil melamun. Jingga menatap sesaat, pria yang duduk menikmati kepulan asap rokoknya. Dia hanya mengangguk, diiringi senyum kecil di bibirnya. Sedangkan si pria dewasa itu tampak agak terkejut, melihat kemunculan Jingga. Namun dia kembali pada kegiatan semula, menghisap dan mengepulkan asap rokoknya ke udara membentuk lingkaran-lingkaran kecil.

Begitu tiba di depan kamar Randy, terlihat sepatu kerjanya berada di atas rak penyimpanan sepatu dan sandal. Tetapi ada sebuah wedges nyasar, diantara benda-benda milik kekasihnya. Apa mungkin? ada saudara perempuannya yang sedang berkunjung ke tempat kost Randy. Karena setahu dia, kekasihnya itu memiliki adik perempuan yang kuliah di kota yang sama.

Perlahan di ketuknya pintu berwarna coklat itu, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Jingga takut terjadi sesuatu dengan kekasihnya itu, hingga dia mengeluarkan kunci duplikat. Segera Jingga memasukkan anak kunci dan memutarnya, lalu mendorong pintu dengan hati-hati. Ruang tamu dalam keadaan berantakan, minuman kaleng juga beberapa bungkus makanan bekas berada di atas meja. Jingga mengabaikannya, ia malah berjalan kearah kamar tidur yang tertutup rapat. Dengan hati-hati di bukanya pintu tersebut, tampaklah sepasang pria dan wanita tengah tidur saling berpelukan.

Seketika hati Jingga memanas, menyaksikan pemandangan yang membuat matanya ternoda. Dengan penuh amarah, ia menarik paksa selimut yang menutupi keduanya. Sampai sepasang manusia laknat itu terbangun, dan buru-buru mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh telanjang mereka.

Mungkin wanita lain akan syok dan mencaci maki kekasihnya, yang kedapatan tidur dengan perempuan lain. Tetapi Jingga mencoba menguatkan hati, walaupun isi dalam dadanya ingin keluar dan mengobrak-abrik apapun yang ada di dekatnya. Namun dengan dagu terangkat dan langkah kaki yang hampir saja ambruk, ia malah dengan santainya memaki pasangan laknat itu. Mendudukkan bokongnya di sofa yang ada di kamar Randy, sambil menyilangkan kakinya

"Bagus Randy! Jadi, ini yang di sebut sakit kepala! ternyata kepala bawah yang sakit, dan butuh pelampiasan" ucap Jingga menggebu. "Dan kamu Putri, tega banget nusuk gue dari belakang" lanjutnya lagi. "Segitu gak lakunya lo, sampai pacar sahabat sendiri diembat!"

"Sayang, jangan ngomong gitu" bujuk Randy, setelah memakai celana boksernya. Ia segera menghampiri Jingga, yang tengah duduk dengan tenang sambil melipat kedua tangannya.

"Tolong, jauhkan tangan kotor mu dari tubuh ku!" ujar Jingga, menepis tangan yang hendak meraih telapak kakinya. Karena lelaki itu dengan tidak tau malunya, bersimpuh di bawah kakinya. "Aku jijik menerima sentuhan dari mu, yang pernah bertukar peluh dengan perempuan lain." lanjutnya, sembari bangkit dari duduknya.

"Maafkan aku, Jingga" dengan tertunduk Randy, mengucapkan permohonan maaf. "Aku menyesal mengkhianati mu, tapi Putri lah yang pertama kali mengajak ku berselingkuh."

"Bohong!" teriak Putri emosi. "Randy yang memohon-mohon sama gue, untuk diam-diam menduakan lo." ucap Putri, turun dari ranjang dengan tubuh tertutup selimut yang tadi di campakkan Jingga.

"Jangan dengarkan ucapan dia, Jingga. Perempuan itu iri pada mu, karena berhasil merebut perhatian ku" ujar Randy, tak kalah emosi.

"Stop! Kalian berdua sama bejatnya, aku gak pernah mempercayai ucapan para penghianat" pekik Jingga. "Dan lo Putri, gimana rasanya tidur dengan pacar orang?" tanyanya, dengan jari telunjuk teracung. "Apakah merasakan sensasi yang luar biasa? Ataukah, hanya biasa-biasa aja? Seperti cowok lainnya, yang biasa tidur sama lo."

Mata Putri membelalak sempurna mendengar penuturan Jingga, ia lantas menatap wajah Randy terlihat yang syok. Raut mukanya berubah masam dan tak bersahabat, lalu dengan langkah lebar menyingkir dari kamar.

"Jangan percaya omongan Jingga, Ran. Gue cuman tidur sama lo, bukan dengan cowok lain" ujar Putri mengejar Randy, yang keluar dari dalam kamar.

Jingga tersenyum smirk, menyaksikan pasangan selingkuh itu saling beradu kata. Ia puas menampar wajah Putri, dengan kelakuan buruk perempuan yang jadi sahabatnya itu. Sambil melenggang keluar dari kamar, Jingga melirik sekilas Randy yang berdiri membelakangi Putri. Mantan sahabatnya itu, memeluk punggung kekasihnya yang kini akan menjadi mantan.

"Mulai detik ini kita putus, Ran" ujar Jingga, sebelum keluar dari kamar kost Randy.

"Enggak bisa, Jingga" tolak Randy, sembari melepaskan diri dari belitan tangan Putri. "Beri aku kesempatan sekali lagi, untuk memperbaiki hubungan kita."

"In your dream!"

...     ****...

Bab 2 : Hati yang terkoyak

Jingga dengan wajah kusut keluar dari tempat kost Randy, langkah kakinya terseok karena menahan amarah. Ingin hatinya menjerit keras, untuk melampiaskan segenap perasaan marahnya. Walau terlihat tegar di permukaan, nyatanya hatinya tetap rapuh. Ia hanyalah wanita yang mencoba bertahan untuk tidak menangis, tapi penghianatan yang dilakukan kekasihnya membuatnya tergugu menangis, meratapi nasibnya yang di selingkuhi. Dan yang paling dia benci adalah sahabatnya sendiri, yang jadi duri dalam hubungannya dengan Randy. Kurang apa dirinya? Sampai kekasihnya, tega bermain api di belakangnya.

Dengan langkah gontai seperti prajurit yang kalah perang, Jingga kembali menyusuri jalan keluar dari kost-an Randy. Hampir saja kakinya tergelincir dari tangga, karena tak kuat menopang tubuhnya ketika turun dari lantai dua. Untungnya ada sepasang tangan kokoh, yang menahan dirinya agar tak terjatuh.

"Hati-hati Nona!" ucapnya agak keras.

Jingga segera tersadar, serta melepaskan diri dari tangan yang mencekalnya. "Terimakasih" ucapnya pada sang penolong, ia melirik sekilas dan menemukan seraut wajah dengan sorotan mata tajam menatapnya.

"Apa perlu saya bantu anda untuk berjalan?" tanyanya, ketika melihat Jingga terdiam di undakan tangga terakhir.

"Enggak perlu, Mas" jawab Jingga tersipu.

"Perkenalkan, nama saya Bima Adiswara" cowok itu, mengulurkan tangannya.

"Saya Jingga Permata Dewi" balas Jingga menerima uluran tangan pria bernama Bima. "Maaf, saya harus pergi" lanjutnya.

"Oh ya , silahkan" ujar Bima mempersilahkan. "Tapi, tunggu dulu!" cegahnya.

"Iya, ada apa ya?" tanya Jingga heran.

"Ini bawalah, untuk menghapus airmata mu" Bima menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna biru, pada gadis yang hendak pergi.

"Enggak usah, Mas. Saya hanya perlu pergi jauh dari sini."

"Jingga tunggu!" teriakkan itu, datangnya dari atas tangga. Randy yang sudah memakai kaosnya, berusaha mengejar kekasihnya. Di belakangnya menyusul Putri, dengan daster tipis bertali spaghetti.

Gegas Jingga melesat meninggalkan kost-kostan, ia berusaha menghindari kejaran. Namun langkah lebar Randy, berhasil menghentikan pergerakan Jingga.

"Sayang, please dengerin aku dulu" pinta Randy memohon.

"Sudahlah Ran, bukti sudah di depan mata. Untuk apa mengelak?" Jingga melepaskan dengan paksa, tangan yang memegangnya.

"Aku gak mau putus sama kamu, Jingga!" ucap Randy keras.

"Tapi kamu harus memutuskan dia, Randy" imbuh Putri, yang berdiri diantara keduanya.

"Jangan ikut campur urusan ku, dengan Jingga" ucap Randy ketus, pada Putri. "Kamu hanyalah salah satu perempuan, tempat ku melampiaskan hasrat."

Mendengar pengakuan Randy yang begitu terus terang, membuat hati Jingga seketika mencelos. Ia tidak menyangka, kelakuan lelaki yang pernah jadi tambatan hatinya demikian rusak. Meniduri banyak perempuan dengan bangganya, tanpa memikirkan akibatnya.

"Aku hamil anak mu, Ran!" pekik Putri. "Aku harus meminta pertanggungjawaban dari mu, terlepas dari status ku yang hanya objek pelampiasan." lanjutnya lantang.

Kembali Jingga terhenyak, kalimat Putri yang terlontar jelas membuatnya semakin membenci Randy.

"Dengarkan Put!" teriak Randy tak kalah keras. "Aku selalu menggunakan pengaman, jadi mustahil kamu hamil. Kalau pun sampai kamu hamil, itu bukan berasal dari benih ku. Waktu pertama kali kita tidur bersama, kamu sudah bukan perawan."

Jingga meninggalkan sepasang manusia tak berakhlak itu, dengan penuh perasaan marah. Untuk apa, mendengarkan pertengkaran mereka? Bukan sesuatu hal yang baik, yang mereka lakukan.

Begitu tiba di cafe yang berada di seberang jalan kost-an Randy, Jingga mengirim pesan pada Mela sahabatnya. Ia berharap Mela bisa menghiburnya, dan memberi solusi terbaiknya. Hubungannya dengan Randy sudah tidak sehat lagi, dan ia ingin segera lepas dari ikatan cinta lelaki itu.

Dimasukinya cafe yang sudah sepi, hanya beberapa pengunjung masih duduk-duduk santai di sana. Sebuah pesan masuk dari Mela, yang mengabarkan bahwa dia sudah dekat dengan tujuan. Seorang waiters menghampiri Jingga, dan memberikan daftar menu makanan. Setelah membuka-buka sejenak, di putuskan untuk memesan dua cappucino cincau gula aren serta roti bakar. Sambil menunggu pesanan datang, Jingga memandang sekeliling. Tangannya menopang dagu, dan raut wajahnya terlihat murung. Pupus sudah harapan indah yang di rancang bersama, untuk membangun mass depan bahagia. Pantas saja akhir-akhir ini, Putri selalu saja ingin tau hubungannya dengan Randy.

Ternyata Putri selain jadi sahabatnya, juga merangkap sebagai perusak hubungannya dengan Randy. Tetapi bukan salah Putri semata, tentunya ada campur tangan Randy yang ikut membuat hancurnya ikatan mereka. Ah, andai dulu dia tidak membalas perhatian Randy, tentunya rasa sakit itu tak akan pernah hadir. Tetapi hidup tak semata tentang bahagia saja, tentunya ada cobaan di dalamnya. Dan Tuhan menghadirkan Putri, sebagai racun dalam kehidupan percintaannya.

"Duh yang lagi ngelamun, anteng banget!" ujar suara lembut wanita, yang datang langsung duduk di depannya.

"Ish, ngagetin aja!" balas Jingga, sambil memukul tangan sahabatnya.

"Ada apa lo, nyuruh gue kemari?" tanya Mela. "Pasti ada hubungannya sama si Randy, kan!?" tebaknya jitu.

"Heum! Dia tidur dengan Putri, Mel" ucap Jingga pada intinya.

"Apa!" teriak Mela, dengan bola mata hampir keluar. "Enggak salah, Randy sama Putri. Bukannya, mereka saling membenci?"

"Sepertinya itu cuman sandiwara mereka, hanya akting supaya gue gak curiga."

"Bisa jadi! tapi gue benar-benar gak ngerti, tega banget Putri berbuat begitu sama lo. Padahal kurang apa lo, membela Putri ketika dia hampir di keluarin Bara dari kerjaan" ucap Mela berang.

"Entahlah! Gue gak habis pikir, si Putri yang pendiam ternyata adalah musuh dalam selimut" ujar Jingga. "Sebenernya gue ikhlas, kalo Randy emang udah gak cinta. Tinggal ngomong kalo pengen lepas dari gue, pastinya bakal gue kabulin permintaannya." lanjutnya, sembari memijat-mijat pelipisnya.

"Sekarang apa rencana, lo?" tanya Mela.

"Gue pengen resign dari kantor, cari kerjaan baru..."

"Enggak semudah itu, Jingga. Jaman sekarang, susah cari kerja" potong Mela cepat.

"Daripada gue liat kemesraan mereka di kantor, mendingan jadi pengangguran" bantah Jingga tegas.

"Gimana kalo gue bilang sama Bara?" tanya Mela.

"Buat apa? Ini urusan asmara, gak ada hubungannya dengan bos" tolak Jingga. "Yang ada gue bakalan malu, secara lo tau kan? Bara Mahendra si kulkas dua pintu, pria paling arogan yang pernah gue kenal seumur hidup."

"Maksud gue, lo mau gak di jodohin sama Bara."

"What! Enggak mau, gue nolak dengan tegas" ujar Jingga terkejut dengan usulan sahabatnya itu. "Yang ada, gue menderita seumur hidup."

"Lo belum coba, jangan nolak rejeki. Bara lagi cari calon istri, buat mendampinginya dan melahirkan seorang anak sebagai penerusnya."

"Gue gak mau! Cari aja wanita lain, yang mau jadi istrinya. Lagipula, kenapa lo yang repot? Bara udah dewasa, bisa mencari calon istri sendiri."

"Eh, lo lupa! Bara itu sepupu ku gue, jadi tau kriteria dia dalam mencari pasangan."

"Tetep gue nolak! Gue gak mau memenuhi ambisi dia. Emangnya, gue cewek apaan? Mau-maunya di jodohin, dengan cowok model Bara yang angkuh. Gue masih bisa cari sendiri, tampang gue juga gak jelek-jelek amat" ungkap Jingga geram pada sahabatnya Mela.

...****...

Bab 3 : Menolak kerjasama

Mela keukeuh dengan pendiriannya, begitu pun Jingga yang mempertahankan keinginannya.

"Kenapa sih lo, nolak maksud baik gue?" tanya Mela, tak habis pikir dengan alasan sahabatnya. "Bara itu orangnya baik juga humble, pas untuk di jadikan calon suami di bandingkan dengan Randy."

"Baik apanya?" tanya Jingga, menyangkal penilaian Mela. "Gue kalo di kantor, habis di marahin dia. Padahal salah gue gak fatal, cuma suka sedikit telat kalo buat laporan aja."

"Wajarlah Bara marah, lo gak profesional. Mentang-mentang kerja di perusahaan milik sepupu gue, lo seenak jidat bikin laporan."

"Hehe!" Jingga terkekeh, melupakan kesedihannya. "Tapi gue tetep gak mau berhubungan dengan cowok, yang namanya Bara Mahendra. Meskipun, dia sepupu tersayang lo" ucap Jingga to the poin. "Lagipula, kenapa lo yang bernafsu jodohin gue dengan dia?"

"Karena gue gak ingin, Bara di miliki wanita lain" ucap Mela, sembari menundukkan kepalanya.

"Apa maksud lo, ngomong kayak gitu?" tanya Jingga semakin heran.

"Karena keluarga Bara berencana menjodohkan dia, dan gue gak setuju."

"Iya, tapi kenapa? Lo, jangan bikin gue mati penasaran."

"Sebab gue cinta sama Bara, kami saling mencintai!"

"Haha!" Jingga tertawa terbahak-bahak. Ia sungguh heran dengan sahabatnya itu, yang bisa-bisanya jatuh cinta dengan orang semacam Bara Mahendra. "Lo gak salah minum obat, kan!? Lo gak demam, atau menderita penyakit lainnya."

"Gue waras, Jingga!" geram Mela.

"Kalo lo memang sehat, gak mungkin jatuh cinta sama sepupu sendiri. Pikirin apa kata keluarga besar lo?"

"Itulah sebabnya, gue minta lo menikah dengan Bara. Supaya hubungan kami, gak terendus keluarga."

"Gue tetep ogah, nikah sama sepupu lo! Lebih baik resign dari kerjaan, daripada tiap hari ketemu dia. Di kantor aja gue males liat muka Bara, apalagi mesti dua puluh empat jam setiap hari natap wajahnya." tutur Jingga meledak-ledak.

"Lo, benar-benar gak setia kawan" keluh Mela frustasi.

"Udah gak jamannya setia kawan, buktinya kekasih gue juga di embat sahabat sendiri."

"Itu bukan gue, Jingga! Jangan samakan dengan si Putri, yang emang dasarnya pelakor."

"Dah, jangan bahas lagi dia! Mending kita nikmati dulu makanan, yang udah gue pesan" saran Jingga, ketika melihat pesanannya sudah datang.

Saat tengah menikmati minumannya, Randy datang tergopoh-gopoh. Ia sudah terlihat rapih, tidak seperti tadi yang hanya memakai kaos dan celana bokser.

"Jingga sayang, aku minta kamu percaya bahwa kejadian tadi akibat ulah Putri. Aku di beri minuman yang berisi obat kuat, hingga terjadilah peristiwa itu."

"Halah basi!" potong Mela keras. "Gue pernah liat lo berdua masuk hotel melati, sewaktu menemui klien yang berminat membeli salah satu apartemen milik Bara" lanjutnya, membuat wajah Randy memerah seketika.

"Bohong lo, Mela!" tangkis Randy. "Malah gue mergokin lo bersama Bara, liburan di bali tahun baru kemaren."

"Berisik kalian berdua! Emang dasar kalian manusia-manusia sampah, yang gak guna" ucap Jingga emosi. "Lo lagi Mel, laki bekas di kasihin gue."

Dengan langkah lebar, Jingga meninggalkan keduanya. Maksud hati ingin mencari solusi terbaik untuk hubungannya bersama Randy, tetapi malah mendapat permintaan yang tak masuk akal.

Di pintu menuju keluar wanita muda itu berpapasan dengan Putri, yang menyusul Randy ke cafe. Tatapan mereka saling bersirobok, memancar sinar kebencian dari keduanya. Jingga menabrakkan bahunya, pada tubuh berisi Putri yang menghalangi jalannya.

"Aww!" pekik Putri keras.

"Lebay lo!"

"Dasar cewek bar-bar, pantes aja Randy ninggalin lo" cibir Putri.

"Randy ninggalin gue itu, karena lo ngasih sesuatu yang gak boleh di miliki sebelum waktunya."

"Sok suci, banget!"

"Daripada lo, yang murahan!"

"Aargh, Jingga!"

Sambil melambaikan tangan dan menempelkan pada bibirnya, Jingga memberikan kiss bye sebagai isyarat perpisahan. Ia memang malas dan muak berurusan lagi dengan Putri maupun Randy, apa yang disaksikannya tadi secara live cukup membuat pertahanannya runtuh. Cita-cita membentuk keluarga samawa, pupus sudah. Yang tertinggal hanya sisa-sisa puing berserakan, tanpa dapat di satukan lagi.

Setelah memesan taksi online, Jingga meneruskan perjalanannya. Kali ini, ia akan mengunjungi makam orang tuanya. Mereka meninggal dunia ketika Jingga berusia tujuh tahun, dalam sebuah kecelakaan beruntun yang terjadi di malam tahun baru. Memang peristiwa itu terjadi sudah lama, tapi rasa kehilangannya seperti baru kemarin.

"Ma, Pa, aku datang" ucap Jingga, sambil mengelus batu nisan ke duanya satu persatu. "Ma, hati ku sakit sekali" isaknya tak tertahankan. "Lelaki yang dulu pernah aku bawa kehadapan kalian, telah mengingkari janji."

Walaupun berusaha bersikap tegar di hadapan sahabat juga mantan kekasihnya, tak urung begitu tiba di makan ke dua orangtuanya Jingga menangis tergugu. Menumpahkan segala keluh kesahnya, yang terasa menghimpit dadanya.

Angin sepoi-sepoi yang bertiup perlahan, seperti ikut merasakan kesedihannya. Membelai rambut hitamnya yang terurai, dan memberikan kesejukan di hatinya.

Jingga segera tersadar dari tangisnya, ia lalu membacakan untaian doa bagi kedua orangtuanya. Tidak seharusnya ia meratapi dirinya, lebih baik mengirimkan doa untuk mereka. Setelah selesai mengadukan nasibnya pada mendiang orangtuanya, Jingga beranjak meninggalkan pemakaman umum dengan langkah gontai.

Taksi online yang dipesannya masih terparkir, karena ia meminta sang sopir untuk menunggu. Begitu melihat Jingga, lelaki paruh baya itu kembali memasuki mobil dan menjalankannya tanpa bertanya.

"Pak, tolong antarkan saya ke panti asuhan kasih ibu" ucap Jingga memberitahu tujuan selanjutnya.

"Siap Non!"

Jingga menikmati pemandangan dari kaca jendela mobil yang tertutup, ia menatap keluar sambil menyandarkan kepalanya di kursi jok belakang. Hari ini begitu cepat berlalu, ia menyalakan gawainya yang tadi di stel mode silent. Banyak panggilan tak terjawab dari Randy, dan ada pop up WhatsApp dari Bara Aditya menanyakan keberadaannya. Ia mengabaikan semua pesan-pesan yang masuk, dan lebih senang menikmati lalu lintas di luar sana.

Tiba-tiba gawainya berbunyi nyaring, menjerit-jerit meminta perhatiannya. Jingga melihat nama Bara sebagai pemanggilnya, tapi dengan cepat ia me-reject panggilan. Lalu memasukkan kembali hapenya, setelah sebelumnya mematikan data. Jingga pikir Bara pasti akan menanyakan padanya, kenapa tidak hadir dalam meeting tadi siang dan menghilang tanpa kabar berita.

"Maaf Non, sudah sampai" suara Pak sopir menyadarkan Jingga, kalo mobil sudah berhenti tepat di depan tujuan.

"Oh ya, makasih Pak. Saya sudah transfer pembayarannya, dan sesuai kesepakatan ada tambahan biaya selama bapak menunggu." ucap Jingga, sambil memperlihatkan nominal angka yang tertera pada gawainya.

"Iya Non, ini sudah masuk" balas Pak sopir sumringah, mendapatkan bonus yang cukup lumayan besar.

"Terimakasih ya, pak!" ujar Jingga, membuka pintu mobil lalu keluar.

"Sama-sama, Non!"

Taksi yang ditumpanginya segera berlalu, meninggalkan kepulan asap dibelakangnya.

...****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!