Di sebuah kota kecil yang terlupakan oleh waktu, Laila menemukan sebuah buku tua yang tergeletak di loteng rumah peninggalan neneknya. Buku itu tampak biasa saja, dengan sampul kulit yang sudah mengelupas dan halaman yang kuno. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatian Laila—sebuah pesan yang tertulis di halaman pertama, seolah sengaja tersembunyi dari pandangan.
Laila duduk di meja makan tua yang berdebu, memandangi buku yang baru saja ia temukan di loteng rumah peninggalan neneknya. Tangannya terasa canggung, seolah-olah ia tidak ingin menyentuhnya terlalu lama. Buku itu tampak biasa saja, dengan sampul kulit yang mengelupas dan halaman yang kuno, namun ada sesuatu yang tak bisa ia jelaskan, sesuatu yang menarik perhatian.
"Kenapa ini ada di sini?" Laila bergumam, membuka halaman pertama dengan hati-hati. Di sana, tertulis sebuah pesan yang seolah sengaja disembunyikan: "Temukan angka yang hilang, dan kamu akan menemukan kebenaran."
Laila membaca ulang kalimat itu beberapa kali, mencoba mencerna maknanya. "Angka yang hilang? Maksudnya apa?" tanyanya, terkejut dengan kata-kata yang begitu misterius. "Ini pasti cuma lelucon nenek," ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, meskipun rasa penasaran terus menggelitik.
Ia melanjutkan membuka halaman berikutnya, dan seperti yang ia duga, tak ada penjelasan lebih lanjut. Namun, di halaman terakhir, sebuah angka tertulis dengan tinta merah pudar: 17-24-3.
"Ini... angka?" Laila bertanya pada dirinya sendiri, merasa ada yang janggal. Ia menatap angka itu sejenak, memutar otaknya mencoba mencari arti di baliknya. "Tapi apa maksudnya? Kenapa angka ini ada di sini?"
Laila mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang makan yang sunyi, mencoba mencari petunjuk lain. "Kenapa nenek menyembunyikan sesuatu seperti ini? Dan kenapa hanya aku yang menemukannya?" Ia menghela napas, merasa ada sesuatu yang lebih besar di balik buku ini. Sesuatu yang lebih penting dari sekadar kenangan nenek yang sudah lama hilang.
Tiba-tiba, sebuah ingatan lama muncul di pikirannya. "Nenek... dulu dia pernah ngomong tentang kode-kode aneh, tentang rahasia yang harus disembunyikan," gumam Laila, matanya terfokus pada angka tersebut. "Mungkin ini bukan kebetulan."
Ia mulai mencari di dalam pikirannya tentang apa yang bisa dilakukan dengan angka tersebut. Menggunakan logika dan ingatan tentang buku-buku yang pernah dibaca, ia bertanya, "Apa kalau ini adalah sandi? Sandi apa yang bisa mengubah angka ini jadi sesuatu yang lebih?"
Namun, jawaban tak kunjung datang. Laila menyadari bahwa ia harus mencari tahu lebih banyak, dan hanya buku ini yang bisa membantunya. Ia tak bisa berhenti di sini. Ia ingin tahu lebih banyak, ingin memecahkan misteri yang ada.
Laila menatap angka 17-24-3 sekali lagi dan berkata, "Aku harus tahu apa yang terjadi. Aku tidak bisa hanya diam."
Dengan tekad yang baru, ia menutup buku itu dan bergegas menuju ruang bawah tanah rumah neneknya, tempat yang dulu sering ia singgahi saat masih kecil. Dulu, ruang itu terasa menyeramkan, penuh dengan barang-barang tua yang berdebu. Namun sekarang, ia merasa harus melihatnya sekali lagi. Mungkin, hanya mungkin, ada sesuatu yang lebih di sana yang bisa memberi jawaban.
"Sampai kapan aku harus bertahan dengan ketidakpastian ini?" Laila berkata pada dirinya sendiri, sambil membuka pintu ruang bawah tanah yang sudah lama tertutup.
Langkah kaki Laila bergema pelan saat ia membuka pintu ruang bawah tanah yang berdebu. Bau apek dan tanah lembab langsung menyerbu hidungnya, mengingatkannya pada masa kecilnya yang sering mengunjungi tempat ini bersama neneknya. Dulu, ruang ini terasa seperti dunia yang terpisah, penuh dengan barang-barang misterius yang tidak pernah dijelaskan.
Laila melangkah hati-hati, matanya memindai setiap sudut ruangan yang gelap. Ada banyak kotak kayu tua, buku-buku yang dilapisi debu, dan perabotan zaman dulu yang terkesan tak terjamah bertahun-tahun lamanya. "Ini pasti tempat yang nenek maksud," pikirnya, menyadari bahwa ruang ini selalu menyimpan rahasia yang belum pernah ia ketahui.
"Harus ada sesuatu di sini," Laila bergumam pada dirinya sendiri, berusaha membangkitkan semangat. Ia melangkah lebih dalam ke ruangan itu, mencari-cari sesuatu yang bisa memberikan petunjuk lebih lanjut tentang angka 17-24-3 yang ia temukan di buku.
Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah meja kayu besar di sudut ruangan. Di atas meja itu, terdapat sebuah kotak kecil yang terlihat sangat tua. Laila mendekat, meraba permukaan kotak tersebut dengan hati-hati. "Apakah ini?" tanyanya dalam hati. Dengan gemetar, ia membuka kotak itu. Di dalamnya, terdapat sebuah kertas yang sudah menguning, tertulis sesuatu yang tidak bisa ia baca dengan jelas.
Laila menarik napas dalam-dalam. "Apa ini?" katanya pelan, berusaha menerjemahkan tulisan yang hampir pudar. Perlahan-lahan, ia membaca kata demi kata.
"Untuk menemukan yang hilang, kamu harus mencari di tempat yang tak terlihat. Angka pertama adalah petunjuk. Jangan takut, Laila. Semua ini sudah ditentukan."
Laila membaca ulang pesan itu beberapa kali, mencoba menenangkan dirinya. "Jadi... ini lebih dari sekadar buku tadi," gumamnya. "Apakah ini semua memang sudah direncanakan untukku?"
Dia berusaha mencari tahu lebih lanjut, meraba di dalam kotak. Tiba-tiba, sebuah benda keras terjatuh dari dalam kotak tersebut. Laila segera memungutnya dan melihatnya dengan saksama. Itu adalah sebuah kunci tua, seperti yang biasa ditemukan di pintu-pintu lama.
"Ini... kunci untuk apa?" Laila bertanya, memegang kunci itu erat-erat. Ia merasa semakin bingung, namun ia tahu satu hal: sesuatu yang besar tengah menunggunya. Sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar angka-angka yang tertulis di buku atau pesan yang ia temukan di dalam kotak.
Laila memutuskan untuk membawa kunci itu bersama pesan yang baru saja ia temukan dan kembali ke ruang makan. Dengan langkah mantap, ia menutup pintu ruang bawah tanah dan berjalan ke atas. Pikiran Laila dipenuhi dengan berbagai pertanyaan: "Apa yang harus aku lakukan dengan kunci ini? Ke mana arahnya? Kenapa nenek memberiku petunjuk seperti ini?"
Saat kembali ke meja makan, Laila duduk dengan wajah serius. Ia membuka buku yang tadi ia temukan lagi dan memeriksa angka-angka tersebut. "17-24-3..." Ia berulang kali membaca angka itu, seolah ingin menemukan pola yang hilang. "Apa hubungannya angka ini dengan kunci?"
Namun, semakin ia berpikir, semakin ia merasa ada sesuatu yang lebih besar dari yang ia duga. Laila tahu bahwa untuk bisa mengungkapkan seluruh misteri ini, ia harus lebih berani dan lebih cerdas. "Aku akan memecahkan ini," bisiknya, menatap kunci tua itu dengan tekad yang baru.
Pagi itu, Laila merasa hatinya lebih ringan. Meski misteri yang ia hadapi semakin rumit, ada sesuatu yang menarik dan menantang tentang pencarian ini. Ia sudah menemukan beberapa petunjuk, namun jawaban yang sebenarnya masih jauh dari jangkauannya. Sambil berjalan menuju sekolah, pikirannya melayang pada kunci dan pesan yang ia temukan kemarin. "Apa yang sebenarnya nenek sembunyikan?" tanyanya dalam hati.
Setibanya di sekolah, Laila segera bertemu dengan teman-temannya. Ada Keysha, sahabatnya sejak kecil, yang selalu ceria dan penuh energi. Keysha adalah tipe teman yang selalu bisa membuat Laila tertawa, meskipun kadang ia merasa Keysha sedikit terlalu ceroboh. "Laila, kamu kelihatan lelah, ada apa?" tanya Keysha dengan nada cemas saat melihat wajah Laila yang tampak serius.
"Aku... cuma banyak pikiran," jawab Laila sambil tersenyum tipis. Ia tidak ingin membebani Keysha dengan masalah besar yang sedang ia hadapi. "Kamu tahu, sama seperti biasa, tugas-tugas sekolah dan lainnya.”
Keysha mengangguk, meski ia tidak sepenuhnya percaya. "Kamu nggak boleh terlalu banyak mikirin hal lain. Santai aja. Oiya, besok ada ujian, kamu siap?" Keysha menggoda.
"Siap-siap aja," Laila menjawab sambil tertawa kecil, berusaha mengalihkan perhatian dari masalah yang sebenarnya sedang menghantuinya.
Tak jauh dari mereka, Rio, teman sekelas mereka yang agak pendiam, sedang berdiri dekat pintu kelas. Rio berbeda dari Keysha, ia lebih serius dan jarang berbicara banyak. Namun, meskipun pendiam, Rio selalu bisa diandalkan. Terkadang, meski Laila tidak banyak berbicara dengannya, ia merasa nyaman berada di dekat Rio.
Rio mendekat dan menyapa mereka dengan suara rendah, "Laila, ada yang aneh, ya?" Ia langsung merasakan ada yang berbeda dari Laila hari ini.
"Enggak, Rio. Cuma lagi banyak tugas," jawab Laila sambil berusaha terlihat santai. Ia tidak ingin memberitahukan Rio tentang buku misterius itu atau kode-kode yang telah ia temukan.
Namun, Rio tidak mudah dibohongi. "Kamu kelihatan seperti baru saja menemukan sesuatu yang besar," katanya, menatap Laila dengan serius. "Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja. Aku bisa bantu."
Laila terdiam sejenak. Rio memang selalu tahu bagaimana membaca perasaannya. Namun, ia tidak yakin apakah ia siap untuk menceritakan semua yang ia temukan. "Mungkin nanti, Rio," jawab Laila, masih ragu.
Keysha, yang mendengar percakapan mereka, mengalihkan perhatian Laila dengan candaan, "Laila, jangan tegang gitu. Kalau ada masalah, kita semua bisa bantu kok!"
"Benar, kita kan teman, Laila," Rio menambahkan dengan suara pelan, seolah ingin meyakinkan Laila bahwa ia tidak perlu menyembunyikan apa pun.
Laila tersenyum sedikit, merasa lega bisa bersama teman-temannya, meskipun ia tahu bahwa masalah besar masih menunggunya. "Makasih, guys. Tapi aku cuma butuh waktu sendiri dulu," kata Laila, lalu berjalan menuju kelas dengan pikiran yang masih terfokus pada pesan dan kunci yang ia temukan.
Namun, saat ia duduk di bangkunya, Laila merasakan ketegangan yang tidak biasa. Entah mengapa, angka 17-24-3 dan kunci tua itu terus menghantuinya. Apakah ia harus melibatkan teman-temannya dalam pencarian ini? Laila tahu bahwa ia tidak bisa melakukannya sendiri, tapi ada rasa takut yang menyelimuti dirinya. "Kalau aku beri tahu mereka, apakah mereka akan percaya?" pikir Laila.
Seperti sebuah keputusan yang harus segera diambil, Laila memutuskan untuk menceritakan segalanya pada Keysha dan Rio. Tapi bagaimana memulai? Apa yang harus ia katakan untuk membuat mereka mengerti tanpa merasa khawatir?
Sambil menatap papan tulis kosong di depan kelas, Laila menyadari satu hal penting: ia tidak bisa lagi menghindar dari kenyataan ini. Misteri yang dimulai dari sebuah buku tua dan angka yang tampaknya tak berarti, kini mengarah pada sesuatu yang lebih besar dari apa pun yang bisa ia bayangkan.
Laila duduk di kursinya, tangan memegang kunci tua yang masih terasa dingin di tangannya. Angka-angka yang terukir di kunci itu, 17-24-3, terus berputar-putar di pikirannya. Apa sebenarnya arti angka-angka itu? Dan bagaimana hubungannya dengan buku yang ia temukan di rumah nenek? Ada sesuatu yang terasa begitu dekat, namun masih sulit untuk dijangkau.
Saat bel berbunyi, menandakan waktu untuk istirahat, Laila memutuskan untuk mencari Keysha dan Rio. Ia tidak bisa terus menyembunyikan rasa cemasnya. Keysha sudah cukup lama mendekatkan diri pada Laila, dan meskipun Rio terlihat lebih diam, Laila merasa mereka berdua mungkin bisa membantu. Mungkin saja mereka memiliki perspektif yang berbeda yang bisa memberinya petunjuk lebih lanjut.
Di luar kelas, mereka bertiga berkumpul di tempat biasa, di bawah pohon besar yang sering mereka jadikan tempat ngobrol. Keysha duduk di atas rumput, memerhatikan Laila yang tampak berpikir keras.
"Ada yang lagi kamu pikirin, Lail?" Keysha bertanya sambil tersenyum. "Jangan bilang aku harus ngajarin kamu pelajaran matematika, ya. Itu benar-benar momen terburuk dalam hidupku."
Laila tertawa kecil, namun segera mengalihkan pandangannya ke Rio yang sedang duduk di dekatnya, lebih tenang dari biasanya. "Kalian... pernah dengar tentang sebuah kunci dan angka-angka yang tampaknya tak punya arti?" tanya Laila, mencoba membuka percakapan tanpa langsung menunjukkan kecemasan yang mendalam.
Rio menatap Laila dengan tajam. "Angka-angka? Apa maksudmu?" Ia mengernyitkan dahi, seolah mencoba menyusun kata-kata yang tepat. Keysha yang mendengarnya langsung tertarik.
"Ah, pasti ada cerita seru nih," Keysha berseru, lalu duduk tegak. "Ayo cerita, Lail!"
Laila menarik napas dalam-dalam. "Aku menemukan sebuah kunci tua, dan di atasnya ada angka-angka ini: 17-24-3. Aku pikir itu cuma angka biasa, tapi... ada sesuatu yang terasa tidak biasa dengan kunci ini. Aku merasa seperti ada sesuatu yang sedang disembunyikan, sesuatu yang penting."
Keysha dan Rio saling pandang, ada rasa penasaran yang terpancar dari mata mereka. Rio akhirnya berbicara. "Kalau menurutku, angka-angka itu bisa jadi kode. Mungkin itu adalah petunjuk untuk menemukan sesuatu yang lain, entah itu lokasi atau bahkan sesuatu yang lebih besar."
"Betul," Keysha menambahkan. "Kunci itu pasti nggak sembarangan. Kalau ada kode, berarti kita harus cari tahu apa hubungannya dengan sesuatu yang ada di sekitar sini."
Laila mengangguk pelan. "Aku rasa ini semua ada kaitannya dengan buku yang aku temukan di rumah nenek. Buku itu berisi pesan-pesan aneh yang mungkin bisa menjelaskan lebih banyak."
Rio menyandarkan punggungnya ke pohon. "Maksud kamu, buku itu bisa jadi petunjuk lebih lanjut? Kalau begitu, kita perlu mencarinya. Kamu nggak bisa sendirian dalam hal ini."
Keysha menggeliat, sudah siap untuk bergabung dalam pencarian. "Ayo, kita coba cari jawaban bareng-bareng. Aku nggak sabar melihat apa yang akan kita temukan!"
Laila merasa sedikit lebih tenang mendengar dukungan dari teman-temannya. Meskipun ketegangan di dalam dirinya belum sepenuhnya hilang, ada perasaan lega bahwa ia tidak sendirian. Untuk pertama kalinya, misteri yang ia hadapi tidak lagi terasa menakutkan.
"Baiklah," kata Laila dengan suara lebih yakin. "Kita akan mulai mencari petunjuk dari buku itu dan angka-angka ini. Tapi, kita harus hati-hati. Ada sesuatu yang besar di balik semua ini, dan aku yakin kita belum tahu seluruhnya."
Dengan semangat yang baru, mereka bertiga pun memutuskan untuk melakukan pencarian. Laila tahu, semakin mereka menyelidiki, semakin banyak rahasia yang akan terungkap. Namun, satu hal yang ia yakini—dalam pencarian ini, ia tidak sendirian lagi. Keysha dan Rio, meskipun dengan cara mereka sendiri, adalah bagian dari perjalanan ini. Dan bersama-sama, mereka akan menemukan jawaban yang selama ini tersembunyi.
Hari-hari berlalu, dan setiap detik yang Laila habiskan bersama Keysha dan Rio semakin menegangkan. Mereka berusaha memecahkan kode angka 17-24-3 yang masih belum jelas artinya, tetapi semakin banyak teka-teki yang muncul, semakin rumit pula pencarian mereka. Setiap hari sepulang sekolah, mereka bertiga berkumpul di perpustakaan, membuka buku-buku lama, dan mencoba mencari petunjuk baru. Namun, semakin mereka mencari, semakin gelap bayangan yang muncul.
Pada suatu sore yang cerah, ketika mereka bertiga duduk di sudut perpustakaan sekolah yang sunyi, Keysha membuka sebuah buku tebal yang berdebu dari rak tertinggi. Di dalamnya ada catatan-catatan yang tampaknya tak terpakai, tetapi beberapa halaman terlihat lebih baru daripada yang lain. Keysha mengerutkan dahi, lalu membaca catatan yang ada di halaman itu.
"Ada yang aneh," kata Keysha perlahan, menarik perhatian Laila dan Rio. "Ini mungkin bisa jadi petunjuk. Tulisannya agak buram, tapi ada kata-kata yang aku bisa baca. 'Tangan yang terkunci, angka yang mengikat.' Apa maksudnya?"
Laila mendekat, mencoba membaca dengan seksama. "Tangan yang terkunci? Itu bisa jadi petunjuk tentang kunci yang aku temukan. Tapi, angka yang mengikat—aku rasa ini bukan hanya soal angka yang ada di kunci itu. Mungkin ada hubungan dengan angka lainnya?”
Rio duduk lebih tegak. "Kunci itu pasti bukan sekadar kunci biasa. Kalau ada catatan seperti ini, berarti ini jauh lebih rumit dari yang kita kira. Kita harus mencari tahu lebih dalam."
Keysha menambahkan, "Tapi, untuk itu, kita perlu tahu siapa yang menulis catatan ini. Ini sepertinya bukan buku biasa. Ada banyak kode dan petunjuk tersembunyi."
Laila memandang catatan itu dengan rasa khawatir yang semakin dalam. Apa yang mereka temukan di buku ini benar-benar mengarah ke sesuatu yang lebih besar, lebih berbahaya, dan semakin sulit untuk dipahami.
Pada hari berikutnya, mereka bertiga memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang sejarah buku yang ditemukan Laila di rumah neneknya. Laila ingat bahwa di sampul buku itu ada sebuah lambang yang aneh, berbentuk segitiga dengan mata di tengahnya, mirip dengan simbol yang pernah dilihatnya di beberapa tempat yang tak terlalu dikenalnya.
Mereka memutuskan untuk menemui seorang guru sejarah di sekolah yang sering berbicara tentang mitos dan legenda lama. Pak Budi, guru yang mereka temui, menyimak cerita mereka dengan serius. Setelah mendengar penjelasan mereka, Pak Budi mengangguk pelan.
"Simbol yang kalian maksud itu... saya pernah mendengar cerita tentangnya," kata Pak Budi. "Itu simbol dari sebuah organisasi rahasia yang sudah lama hilang. Mereka dikenal dengan nama Sons of Silence. Organisasi ini dipercaya mengumpulkan informasi yang sangat berharga, tetapi mereka hanya membagikannya kepada orang-orang tertentu. Dan, jika kalian memegang salah satu benda mereka... itu bukan kebetulan."
Keysha, Rio, dan Laila saling pandang. Apa yang baru saja mereka dengar terasa seperti bagian dari sebuah dunia yang sama sekali berbeda—sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Sons of Silence, sebuah organisasi yang mungkin menjadi kunci dari semua misteri yang mereka hadapi.
Laila menatap Pak Budi dengan penuh harap. "Apa yang bisa kami lakukan untuk mencari tahu lebih lanjut?"
Pak Budi terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. "Kalian harus berhati-hati. Jika benar organisasi itu terlibat, tidak mudah untuk menemukan jawaban yang kalian cari. Tapi, saya akan memberikan petunjuk tambahan. Coba periksa lebih dalam di rumah kalian, mungkin ada benda lain yang tersembunyi. Buku ini... mungkin hanya bagian dari teka-teki yang lebih besar."
Dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, mereka bertiga pun melanjutkan pencarian mereka, meskipun semakin banyak bahaya yang mengintai. Mereka tahu, jalan yang akan mereka lalui penuh dengan rahasia yang tak terduga dan kemungkinan yang menakutkan.
Namun, satu hal yang pasti—Laila tidak akan mundur. Dengan teman-temannya, dia merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang, bahkan jika itu berarti menggali lebih dalam ke dalam dunia yang penuh dengan misteri dan bahaya yang tak terduga.
Hari itu terasa berat bagi Laila. Teka-teki yang semakin rumit membuat kepalanya pusing. Setiap petunjuk baru yang mereka temukan seolah hanya membuka lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Namun, satu hal yang pasti—misteri ini tidak akan berhenti hanya dengan satu buku atau satu kode. Laila tahu, mereka harus lebih banyak menggali, lebih dalam lagi, meskipun itu berarti menggali ke dalam kegelapan yang tak terduga.
Pagi itu, setelah berbincang panjang dengan Pak Budi, Laila kembali ke rumah dengan perasaan tidak tenang. Beberapa hal yang dikatakan Pak Budi terus terngiang di pikirannya. Sons of Silence. Organisasi rahasia yang telah hilang dari sejarah, yang mungkin telah menyentuh banyak bagian dari hidupnya, tanpa dia sadari.
Setelah pulang sekolah, dia langsung menuju ke ruang bawah tanah di rumah neneknya. Beberapa kali, Laila merasa ada sesuatu yang tersembunyi di sana, namun dia belum pernah berani untuk memeriksanya lebih jauh. Namun, hari itu, dia merasa waktunya telah tiba.
Ketika Laila turun ke bawah tanah, ruangan itu tampak berbeda dari sebelumnya. Ada rasa dingin yang menusuk, dan udara di sana terasa lebih berat. Di salah satu sudut ruangan, terdapat sebuah lemari kayu tua yang selama ini dia abaikan. Lemari itu tertutup rapat, seperti menyembunyikan sesuatu yang penting. Laila merasa bahwa itulah kunci yang mereka cari.
Dengan hati-hati, Laila membuka pintu lemari tersebut. Di dalamnya terdapat beberapa benda lama—kertas-kertas kuno, sebuah kotak kayu, dan beberapa benda lain yang tampaknya tak memiliki nilai. Namun, matanya tertuju pada sebuah benda yang berbeda dari yang lainnya. Sebuah lencana kecil dengan simbol yang sama seperti yang ada di buku—segitiga dengan mata di tengahnya.
Laila menggenggam lencana itu dengan gemetar. Apakah ini tanda bahwa mereka benar-benar berada di jalur yang tepat? Ataukah ini hanya kebetulan belaka?
Setelah beberapa saat, dia memutuskan untuk membawa lencana itu ke sekolah keesokan harinya. Mereka harus berbicara dengan Keysha dan Rio. Laila tahu, hanya mereka bertiga yang bisa menyelesaikan teka-teki ini.
Di sekolah, mereka segera berkumpul di perpustakaan. Laila mengeluarkan lencana itu dari tasnya dan meletakkannya di meja.
"Ini... Ini yang kita cari," kata Laila, suaranya sedikit bergetar. "Lencana ini ada di buku yang kutemukan di rumah nenekku. Ini pasti petunjuk."
Keysha memeriksa lencana itu dengan hati-hati. "Lencana ini... terlihat seperti simbol yang digunakan dalam organisasi Sons of Silence. Kamu yakin ini milik mereka?"
Laila mengangguk. "Pak Budi bilang, kalau kita menemukan sesuatu yang berhubungan dengan simbol ini, itu bukan kebetulan. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi."
Rio memandang lencana itu dengan rasa penasaran. "Kalau memang ini berhubungan dengan organisasi itu, berarti kita sudah terlalu dalam. Tidak ada jalan mundur sekarang."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari pintu perpustakaan. Mereka segera menyembunyikan lencana itu, takut ada seseorang yang mengawasi mereka. Namun, ternyata yang datang adalah Dika, teman sekelas Laila yang terlihat biasa saja, tanpa menyadari apa yang sedang mereka bicarakan.
Dika menghampiri mereka dan duduk di meja yang sama. "Apa yang kalian lakukan di sini? Seperti ada yang penting sekali," katanya dengan senyum tipis.
Laila hanya mengangkat bahu. "Hanya membaca buku. Tidak ada yang penting."
Namun, dalam hati Laila merasa waspada. Dika adalah teman yang cukup dekat dengan mereka, tetapi ada sesuatu dalam diri Dika yang terasa berbeda belakangan ini. Apa dia terlibat dalam semuanya ini?
"Jangan terlalu serius," lanjut Dika sambil melirik meja tempat mereka duduk. "Tapi kalau ada masalah, kabari aku. Aku bisa bantu."
Laila hanya tersenyum tipis, merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia tidak ingin mencurigai Dika begitu saja. Untuk sekarang, mereka harus tetap fokus pada pencarian mereka.
Ketika Dika pergi, Keysha dan Rio kembali memeriksa lencana itu. "Apa yang kita lakukan selanjutnya?" tanya Keysha dengan serius.
Laila menghela napas. "Kita harus menemukan lebih banyak tentang Sons of Silence. Mereka tidak hanya organisasi biasa. Mereka menyembunyikan sesuatu yang lebih besar—dan mungkin ini berhubungan dengan nenekku."
Rio mengangguk setuju. "Kita harus terus mencari. Tidak peduli seberapa berbahaya itu."
Malam itu, Laila tidak bisa tidur. Di dalam kepalanya, gambaran tentang Sons of Silence, simbol, dan kode-kode yang mereka temukan terus menghantui pikirannya. Dia tahu bahwa semakin mereka menggali, semakin banyak hal yang akan mereka temui, dan semakin dalam pula mereka terjerat dalam misteri yang tidak bisa mereka hindari.
Namun, satu hal yang pasti—Laila tidak akan mundur. Meskipun jalan yang mereka hadapi semakin gelap dan penuh bahaya, dia tahu mereka harus terus berjalan, mencari kebenaran yang tersembunyi di balik setiap petunjuk yang mereka temukan. Apa yang akan mereka temui selanjutnya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!