NovelToon NovelToon

Dipaksa Menikahi CEO Dingin Itu

Bab 1

"Jadi, kamu masih perawan?"

 Jantung Lily berdegup kencang karena mendengar suara maskulin yang mampu menggetarkan seluruh tubuhnya, memunculkan rasa takut yang mulai menyeruak di dadanya.

Lily mendongak pelan, berusaha mencari sosok pemilik suara. Meski sayang, ruangan yang terlalu temaram, membuatnya hanya mampu menangkup sesosok pria yang berdiri di kejauhan.

Ia tidak bisa melihat dengan jelas, dan hanya mampu mendengar suara yang berhasil membuat bulu kuduknya merinding. Membayangkan apa yang mungkin pria tersebut lakukan padanya.

Gadis bercadar tipis itu tahu kalau pria yang kini berdiri tak jauh darinya itu adalah pria yang membeli kesuciannya dari sosok pria yang sudah dia anggap sebagai ayah.

 Lily meratapi hidupnya yang hancur lebur malam itu.

Gadis itu terpaksa merelakan kesucian yang sudah ia jaga selama ini, demi tuntutan hidup yang membuntutinya.

Ayah tirinya sudah dengan tega menjual kesuciannya itu kepada seorang muncikari.

 Pria itu berdalih bahwa semua uang yang didapatkan nantinya adalah demi ibunya.

Ya, uang itu nantinya akan digunakan untuk membayar hutang yang menumpuk akibat biaya pengobatan ibunya yang sakit keras.Lily jelas rela melakukan apa pun demi wanita itu.

Sebagai sekretaris yang bekerja di salah satu perusahaan ternama, gajinya masih tidak mampu menutupi biaya pengobatan sang ibu. Sebulan gaji Lily hanya setara dengan satu hari biaya perawatan ibunya.

 Fakta tersebut membuat Lily begitu frustasi dan putus asa. Hingga pada akhirnya, ia menyetujui saran gila dari ayah tirinya sendiri untuk menjual diri pada lelaki antah berantah.

Lilyan Anastasya sejak dulu sudah begitu populer. Dia memiliki paras yang cantik dengan tubuh indah yang terpahat sempurna. Tidak sedikit pria mendekat, berlomba-lomba, menginginkannya sebagai kekasih hati.

 Kehidupan Lily pernah begitu bahagia dan makmur. Kedua orang tuanya kaya raya. Semua kebutuhannya selalu tercukupi. Berbanding terbalik dengan keadaannya sekarang, yang serba kekurangan.

Semua berubah ketika perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan. Kehidupan Lily berbalik seketika, bagai roda yang berputar. Kini ia harus bekerja banting tulang, menjadi tulang punggung keluarga.

Sudah jatuh tertimpa tangga, maka itu juga yang terjadi pada Lily saat ibunya jatuh sakit. Bahkan pernikahan dengan suami barunya pun tidak membawa perubahan berarti.

 Ayah sambung yang dulunya begitu hangat dan lembut, kini menampak kan tabiat aslinya. Pria itu kerap kali menyiksa batin dan fisik Lily yang sering memberontak atas perbuatan buruk yang gadis itu terima.

 Akhirnya, setelah semua intimidasi dan kekerasan yang didapatkan, Lily hanya bisa pasrah dan menuruti keinginan sang ayah tiri yang benar-benar membuatnya muak.

 "Bisu kamu, hmm?"

Suara dingin dan ketus itu kembali membuat Lily terperanjat. Menyadarkannya dari lamunan akan kepedihan perjalanan hidup yang dijalani. Lily hanya bisa meremas ujung gaun tidur tipis yang dikenakannya.

Sekuat tenaga Lily menghalau buliran air mata yang ingin meluncur dari pelupuk matanya. Sedangkan debaran jantungnya semakin kencang berdegup.

Dadanya sesak dan tenggorokannya tercekat. Tidak ada satu kalimat pun yang bisa ia lontarkan sebagai jawaban. Dia malah meratapi dirinya sendiri. Gadis murahan yang sama sekali tidak berharga.

 Lily sama sekali tidak percaya, dia akhirnya akan menyerahkan mahkota yang paling berharga pada sesosok pria asing yang bahkan tidak bisa dia lihat sama sekali.

Pria asing yang tidak dikenalnya sama sekali, dan bahkan baru bisa dia dengar suaranya saat itu. Lily tidak tahu harus berharap apa pada sosok pria misterius itu.

Apakah dia pria yang muda atau tua, apakah dia buruk rupa atau tampan rupawan? Dan apa pun itu, Lily setidaknya perlu tahu wajah pria yang sudah berhasil membelinya itu.

Lampu temaram sialan yang selalu menyorot padanya itu, membuat pria di seberang sana bisa mengamatinya dengan leluasa, tapi tidak dengan dirinya.

"Tidak mau menjawab?" tanya pria itu, ketus. "Baiklah, aku yang akan membuat bibirmu yang tertutup cadar itu berbicara."

Suara ketukan sepatu di lantai semakin terdengar jelas, mendekat ke arah Lily. Sedangkan gadis itu masih membeku, terlalu kelu untuk menjawab. Dia hanya belum bisa mencerna apa yang dialaminya saat ini.

"Agrhh!"

Lily memekik kencang karena terkejut saat tubuhnya ditarik kuat hingga membentur dada bidang pria yang ternyata mengenakan topeng tersebut.

Tubuh Lily melemah seketika. Perasaannya begitu campur aduk. Antara takut, malu, khawatir, sedih, marah, dan perasaan lain yang tidak bisa dia ungkapkan.

"Aku sudah membeli mu dengan harga yang sangat mahal, Nona. Ini yang aku dapatkan? Wanita bisu, hah? Jangan salahkan aku kalau aku berubah jadi kasar," ucap pria asing tersebut, tepat di depan wajah Lily.

"Perlu kamu ingat, aku bukan jenis pria yang suka menunggu. Dan aku memiliki batas kesabaran yang sangat tipis. Jadi, jawab aku kalau aku bertanya. Karena itu artinya, aku masih memberikan kesempatan padamu," katanya, semakin mengeratkan cengkraman.

"Aku hanya harus memastikan bahwa calon ibu dari anakku adalah wanita yang bersih."

Semakin bergetar tubuh Lily ketika mendengar peryataan pria misterius itu.

"A-apa maksud Anda, Tuan? Bukankah tugasku hanya melayani Anda malam ini? Lalu, kenapa aku harus menjadi ibu dari anak Anda?"

Alunan rendah suara Lily yang berbalut ketakutan, terasa lembut menyapa telinga pria itu untuk pertama kalinya. Pria asing itu semakin didera penasaran terhadap sosok wanita di depannya.

Inilah kali pertama dalam hidupnya, Xander, sang pria bertopeng itu, tertarik pada wanita selain gadis dari masa lalunya yang entah berada di mana saat ini.

"Sayangnya, situasinya tidak sesederhana itu, Nona. Kamu harus menjadi istri kontrakku dan melahirkan anak laki-laki untukku."

Xander mulai paham bahwa gadis itu tidak menyadari bahwa seluruh hidupnya telah terjual. Bukan hanya untuk sehari, tapi untuk beberapa tahun ke depan, bahkan mungkin seumur hidup.

"A-apa maksud Anda, Tuan?" tanya Lily, panik.

"Selama kamu belum bisa memberikan anak laki-laki, maka aku akan terus membuahi mu sampai kita mendapatkan anak yang aku inginkan. Aku butuh seorang anak laki-laki sebagai penerus. Pewaris ku!" ucap pria itu

"Aku sudah membayar jutaan dollar untuk seluruh hidupmu, dan semua sudah tertulis jelas juga. Bukankah kamu sendiri yang sudah menandatangani kontrak itu?"

Lily menggelengkan kepala sebagai jawaban. Dia ingat, ayah tirinya menjebaknya.Memintanya menandatangani dan memberikan cap pada sebuah kertas yang dikatakan berasal dari rumah sakit.

Pria paruh baya itu mengatakan kalau Lily tidak perlu membaca isinya karena pihak rumah sakit sudah menunggu persetujuannya untuk melakukan tindakan medis pada sang ibu.

"Jawab! Jangan diam saja!" Xander menjepit dagu Lily yang masih berbalut cadar. "Apa kamu masih suci?!"

Pria itu berujar tepat di telinga Lily, mengulangi pertanyaan yang sama. Lily meneguk ludahnya kelat. Rasanya, kesadaran itu sudah siap melayang pergi dari tubuhnya.

"A-aku akan menjawabnya, Tuan. Tapi dengan satu syarat."

"Cih! Seharusnya kamu tidak berhak mengajukan syarat karena aku sudah punya hak penuh atas dirimu. Tapi kalau itu yang kamu mau, maka tidak masalah. Katakan saja syarat itu. Anggap ini sebagai kesepakatan sebelum pernikahan kita.

" Gadis yang semakin goyah setelah mendengar kata pernikahan itu menguatkan diri untuk bicara, "A-aku ingin melihat wajah Anda, Tuan."

**

Bab 2

"A-aku ingin melihat wajah Anda, Tuan.

" Entah keberanian dari mana hingga Lily berani mengutarakan rasa penasarannya pada wajah di balik topeng itu. Dia ingin mengetahui rupa pria yang akan menjadi suami kontraknya tersebut.

Walau jelas hubungan mereka tidak akan bertahan selamanya, tapi tetap saja sebagai seorang wanita, dia mengharapkan pernikahan dan juga suami yang setidaknya memenuhi sedikit impiannya.

Namun bukannya jawaban yang Lily dapatkan, pria misterius itu justru bungkam, masih memeluknya erat dan memandangnya lekat. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan sebenarnya?

Lily bertanya-tanya dalam hati, apakah maksud dari diamnya pria bertopeng itu? Apakah pria itu akan menolak permintaannya? Apakah dia akan mengabaikannya seumur hidupnya nanti?

"T-tuan?" ucap Lily, takut-takut.

Xander bersikap seolah tuli. Sepasang manik indah milik Lily rasanya sudah mampu menghipnotisnya saat itu. Ditambah lagi sentuhan tubuh keduanya yang masih mengalun dalam pelukan.

Xander sempat memikirkan dua pasang mata cantik dari seorang wanita pujaan yang telah menjadi obsesinya selama beberapa tahun ke belakang.

"T-tuan? Apakah Anda baik-baik saja?" tanya Lily lagi.

Xander memejamkan mata dan kini berusaha memikirkan permintaan gadis yang ada dalam dekapannya itu. Dia sangat yakin kalau Lily tidak jauh berbeda dengan perempuan lain.

Perempuan yang akan tergila-gila dengan wajah aslinya yang tampan dan rupawan. Bahkan tidak ragu untuk bertekuk lutut demi memohon sedikit saja belas kasihnya.

Dia yakin, Lily juga pada akhirnya akan secara suka rela menyerahkan diri padanya. Tidak berbeda dengan wanita murahan di luar sana yang akan menghalalkan segala cara agar bisa bersamanya.

"Sayangnya aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu, Nona. Nanti ketika kamu sudah menandatangani kesepakatan baru yang aku buat ini, kamu boleh melihat wajahku. Begitu juga aku yang akan membuka cadarmu itu untuk melihat wajah aslimu. Bukankah itu adil?

" Xander begitu percaya dengan perkataan Dario yang mengatakan bahwa wanita bayaran itu bersih dan juga suci.Namun, tetap saja dia perlu memastikan sendiri dengan caranya.

Apalagi nanti ketika mereka benar menikah, Xander jelas akan bisa membedakan apakah Lily berkata jujur atau tidak mengenai status kesuciannya.

"T-tapi, Tuan-"

"Tidak ada tawar-menawar lagi atau aku akan menuntut mu dengan pasal penipuan! Ditambah lagi kamu sudah menerima dana dalam jumlah besar dan semua juga sudah atas sepengetahuan mu," ucap Xander dengan tenang nan tegas.

"Tuan...-"

"Aku ingatkan kamu untuk jangan mencoba berkelit dariku. Aku tidak pernah suka seseorang yang bahkan tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Isi kesepakatan itu sudah sangat jelas." Xander kembali mengingatkan.

Dan tiba-tiba, KLIK!

Seluruh ruangan yang tadinya gelap, berubah menjadi terang. Mata Lily harus mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

Lily sontak terkejut setelah melihat jelas sosok pria yang ada di depannya kini. Pria dengan tubuh tinggi dan proporsional yang tampak sangat perkasa.

Lily yang sadar dengan penampilannya sendiri, segera menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Dia teringat kalau saat ini masih mengenakan pakaian tipis yang samar mempertontonkan lekuk tubuhnya.

Sedangkan Lily semakin panik dan takut, melihat postur tubuh pria misterius itu saja sudah berhasil membuatnya bergidik ngeri. Dia jadi semakin penasaran dengan wajah di balik topeng itu.

Pikiran Lily dengan segera melanglang buana. Apakah tubuh mungilnya akan mampu menerima milik pria itu? Mungkinkah tubuh kecilnya remuk akibat tubuh yang begitu kokoh itu?

Apalagi Lily ingat kalau dia dituntut untuk memberi pria itu keturunan laki-laki. Lalu bagaimana kalau dia terus melahirkan anak perempuan? Apakah ini berarti dia harus menjadi mesin?

'Ah! Aku masih tidak menyangka nasibku begitu malang. Bahkan kini dijebak oleh ayah tiriku sendiri. Sekarang aku harus hidup bersama pria misterius itu,' batin Lily kala itu.

Lily tahu dia akan kalah di depan hukum kalaupun dia berusaha melawan. Tanda tangan dan cap jari itu memang benar adalah miliknya. Bahkan dia yang akan masuk penjara kalau pria itu melaporkannya ke polisi.

Ketakutan terbesarnya adalah tidak akan pernah bisa melihat dan merawat ibunya yang kini tengah terbaring di rumah sakit dalam waktu yang sangat lama.

Di sisi lain, Lily sangat membutuhkan uang untuk biaya perawatan ibunya. Seperti buah simalakama, wanita itu dibuat bimbang luar biasa dalam ketakutan dan hanya bisa menjalani jalan yang telah dipilih.

Lily hanya bisa tertunduk lesu merasakan presensi pria yang terus menatapnya itu. Aura yang begitu mendominasi, jelas membuat Lily yang biasanya pemberani, seketika patuh.

Lama berperang dengan isi kepalanya sendiri, tanpa sadar ada sebuah kain besar yang kini melindungi tubuhnya. Lily mengangkat wajahnya dan melihat pria bertopeng itu memberikan jas padanya.

Jas hitam yang sebelumnya dikenakan, kini sudah berpindah ke pundaknya. Hal yang membuat Lily begitu bingung dengan sikap yang tiba-tiba begitu lembut dan hangat.

"Aku tidak akan menyentuhmu sebelum kita resmi menikah. Lupakan soal pertanyaanku tadi. Aku bisa mendapatkan jawaban sendiri nantinya. Hanya saja kamu perlu ingat, kalau ternyata kamu dan muncikari itu berbohong, maka aku tidak akan pernah berpikir dua kali untuk menjebloskan kalian ke dalam penjara," ucap Xander, membuat Lily berdebar.

"Aku sangat tidak suka dengan kebohongan. Kalau kamu mau jujur dan mengatakan kalau sebenarnya kamu sudah tidak suci lagi, maka sekarang adalah saatnya. Kalau kamu tetap diam, maka aku anggap semua tidak ada masalah, walau kamu juga harus mengingat konsekuensinya," kata Xander kemudian.

Lily sangat bingung. Jelas dia sebetulnya punya kesempatan untuk melepaskan diri dari belenggu perjanjian gila itu, tapi dia tidak bisa menanggung konsekuensi yang mungkin didapatnya.

"Baiklah, karena kamu tetap diam, aku akan menganggap kamu jujur," ucap Xander saat melihat sikap Lily. Sekarang, ada beberapa surat perjanjian lain yang harus kamu tanda tangani.

" Dada Lily semakin menggebu tidak karuan saat suara dalam itu menyapa gendang telinganya. Pria itu bicara dengan tenang, tapi sangat mengintimidasi, membuatnya tunduk patuh. Gadis itu dengan segera memasukkan tangannya ke dalam dua jas kebesaran itu lalu mengancingkan nya. Dia kemudian segera berkonsentrasi pada dokumen di hadapannya.

"Kamu boleh membaca isinya, Nona. Tapi kamu sama sekali tidak bisa menolak untuk menandatanganinya," kata Xander kala itu.

Lily meraih kertas tersebut dengan tangan gemetar dan segera membaca isinya. Dia semakin gugup, membaca tiap poin yang tertulis di sana. Sulit sekali bahkan untuk menelan ludahnya sendiri.

"T-tuan, bagaimana kalau sampai anak ke 10 yang aku lahirkan berjenis kelamin perempuan?" tanya Lily, polos.

"Maka kita bisa melakukannya hingga kamu melahirkan anak ke 11 dan seterusnya. Aku tahu kalau jenis kelamin seorang bayi adalah tergantung dari pihak laki-laki sebagai penyumbang. Kalaupun kita memiliki anak perempuan, maka itu bukan salahmu sebagai penerima. Hanya saja, kamu harus memastikan tubuhmu selalu prima. Aku tidak mau calon ibu dari anak-anakku sakit-sakitan ," jelas Xander tanpa basa-basi.

Lily merasa cukup lega karena pria di depannya itu ternyata sudah mengetahui informasi semacam itu. Hal tersebut menandakan dia memang serius dengan ucapannya, memiliki anak lelaki.

"Kalau aku sudah berhasil memberi Tuan anak laki-laki, a-apa selanjutnya yang akan terjadi pada saya, Tuan?" tanya Lily dengan gugup. Tujuan Xander mencari wanita sebetulnya adalah untuk menuruti keinginan sang kakek yang begitu ingin melihatnya memiliki istri dan keturunan. Walau tentu saja tidak seharusnya dia mengabulkannya dengan cara seperti ini.

Oleh karena itu, Xander hanya membutuhkan wanita itu untuk memberinya keturunan dan bukan benar-benar menciptakan rumah tangga yang harmonis. Bila suatu saat dia memiliki anak laki-laki dari rahim Lily, maka dia akan melepaskannya.Xander akan menceraikannya, agar mereka bisa menjalani kehidupan masing-masing.

Lagipula sampai saat ini, pikiran Xander masih terpatri pada seorang gadis yang dia temui saat remaja. Gadis yang sangat dia benci, tapi juga sangat dia inginkan.

"Tidak perlu khawatir, karena kita akan berpisah. Aku hanya menginginkan anak darimu dan selanjutnya kamu bisa bebas mendapatkan kembali hidupmu."

**

Bab 3

"T-tapi, bagaimana bisa seperti itu, Tuan?Bagaimana Anda bisa memisahkan seorang anak dan ibunya begitu saja, Tuan? Bagaimana kalau mereka sudah besar dan bertanya tentang di mana ibunya? Jawaban apa yang akan Anda berikan pada anak-anakku?" tanya Lily begitu saja.

Membayangkan harus berpisah dengan anak-anak yang akan lahir dari rahimnya, membuat perasaan Lily tidak menentu. Walau hal itu bahkan belum terjadi.

Lily tahu, di luar sana, begitu banyak pasangan mendamba kelahiran seorang anak. Maka, bagaimana dia bisa melepaskannya begitu saja kalau dia memilikinya nanti walau bayi itu hadir melalui hubungan yang tidak diinginkan. Xander menatap dalam kedua pasang mata gadis yang terlihat sangat indah itu, yang kini memancarkan kekhawatiran yang dalam. Pria itu jadi memikirkan kemungkinannya.

Dia juga penasaran dengan apa yang harus dia lakukan pada pertanyaan-pertanyaan yang mungkin datang dari calon buah hati mereka nantinya.

"T-tuan...," panggil Lily, membuyarkan lamunan Xander.

"Soal itu biar menjadi urusanku. Tugasmu hanya menjadi istri kontrak dan memberiku anak laki-laki. Setelah itu, urusan kita selesai, Nona. Kamu bahkan tidak berhak bertanya mengenai hal ini dan itu padaku. Jalankan saja semua tugasmu dengan baik," kata Xander saat itu.

"Saranku, jangan menggunakan hatimu untuk urusan ini kalau kamu tidak ingin terluka. Pikirkan saja tentang bagaimana kita saling menguntungkan di sini. Aku mendapatkan anak dan kamu mendapatkan uang. Selama pernikahan, kita bisa menjalani hidup kita masing-masing. Aku tidak akan mencampuri semua urusanmu, dan kamu juga harus sebaliknya. Tidak perlu saling peduli karena kita bukan suami-istri sungguhan. Mengerti?" tanya Xander dengan sangat jelas.

"Jadi, sebaiknya kamu baca semua isi dokumen itu, dan tanda tangani dengan cepat, Nona. Malam sudah terlalu sangat larut. Tentunya kamu ingin pulang ke rumah dengan selamat, bukan? Untuk itu, jangan mengulur waktu lebih lama lagi!" Xander menekankan setiap ucapannya.

Lily tertegun dengan rangkaian kalimat dingin yang keluar dari bibir pria itu. Dia segera menyimpulkan bagaimana pria di depannya ini memang tidak suka basa-basi.Merasa tidak punya banyak pilihan, Lily pun kembali melihat poin demi poin perjanjian itu. Tentu saja semua poinnya tidak menguntungkannya sebagai seorang wanita.

Hingga dia melihat salah satu poin perjanjian yang mengatakan kalau mereka dilarang untuk saling jatuh cinta. Batin Lily langsung menertawakan poin tersebut, yang baginya sangat lucu.

Bahkan kalau tidak ada pria lain di dunia ini, dia jelas tidak akan jatuh cinta pada pria yang bahkan tidak dia ketahui namanya itu. Siapa juga yang akan tertarik pada pria dingin dan kaku sepertinya.

Lily selalu mendambakan sosok yang hangat dan lembut untuk menjadi pendamping hidupnya. Dan pria yang terlintas di benaknya saat itu adalah Andrew, yang merupakan pimpinan perusahaan tempatnya bekerja.

Walau rasanya impian itu terlalu tinggi baginya karena bukan hanya pria itu baik hati, tapi dia juga tampan dan kaya raya. Lily yang hanya seorang sekretaris dari keluarga miskin hanya bisa berangan.

Tentu saja dia hanya bisa berangan karena sebetulnya, hatinya telah dimiliki oleh sebuah nama. Axton, yang merupakan kakak dari sahabat dekatnya.

Axton dan Lily memiliki selisih umur yang cukup jauh, yaitu 15 tahun. Lily pertama kali bertemu pria dengan nama tengah Axton, saat sahabatnya -Selena mengajaknya untuk main ke rumahnya.

Axton adalah sosok pria dewasa yang kala itu sudah berusia 27 tahun. Sedangkan Lily sendiri masih berusia 12 tahun kala itu. Pesona pria matang itulah yang justru sulit sekali Lily tolak.

Sejak tertarik pada pria itulah, Lily selalu mencoba berbagai cara untuk menarik perhatiannya, walau tentunya Axton mengabaikannya. Bagaimana tidak, dia hanya gadis ingusan saat itu.

Axton terlihat seperti seorang pria yang menyenangkan. Hal itu tampak dari caranya bersenda gurau dengan Selena. Namun di lain kali, dia terlihat penuh kharisma dan juga dewasa.

Sekarang mungkin Axton sudah berkeluarga. Memiliki istri yang cantik dan anak yang lucu. Lily sudah tidak pernah mendengar lagi kabar pria tersebut.

Meskipun 10 tahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhirnya, Lily entah bagaimana masih memikirkan Axton dan gurat wajah tampannya yang dia rindukan.

Namun, lamunan Lily teralihkan ketika mendengar deheman dari Xander. Dia segera ingat alasannya berada di sana dan itu adalah karena ibunya. Tanpa pikir panjang lagi, Lily menandatangani dokumen tersebut.

Lily yakin, dia bisa mematuhi semua poin yang dituliskan dalam perjanjian. Lagipula, dia juga diburu waktu. Ibunya harus diselamatkan dari uang yang akan dia terima dari pria bertopeng itu.

Tagihan rumah sakit untuk pengobatan sang ibu terus membengkak, dan dia tidak bisa lagi menunda pembayaran atau rumah sakit akan menghentikan seluruh prosedur pengobatan.

Sedangkan pinjaman yang dia ambil dari rentenir juga terus membengkak jumlahnya karena bunga yang tidak masuk akal. Ditambah lagi Lily jengah dengan uberan para rentenir itu.

Ayah tirinya mengaku sudah menerima sebagian pembayaran dari hasil menjual Lily pada pria bertopeng itu. Dia mengatakan akan menggunakan uang itu untuk membayar sebagian pula hutang mereka. Sedangkan sebagian lagi akan dilunasi oleh pria bertopeng itu setelah mereka menikah. Uang itulah yang akan digunakan untuk pengobatan selanjutnya sang ibu yang harus segera dioperasi karena komplikasi penyakit dalam.

Lily menguatkan dirinya sendiri dalam setiap bubuhan tanda tangannya. Berpikir keras dalam hatinya kalau semua itu dia lakukan untuk sang ibu.

"S-sudah, Tuan. Apa saya bisa pulang sekarang?" tanya Lily, terbata-bata.

"Pulanglah! Besok tepat jam sepuluh pagi kita akan bertemu di kantor catatan sipil untuk mendaftarkan pernikahan kita. Bawa tanda pengenalmu dan semua berkas yang diperlukan. Jangan lupa memakai masker, karena aku tidak ingin melihat wajahmu sebelum malam pertama kita. Apa kamu paham?" tanya Xander dengan tegas.

Walau permintaan pria itu sebetulnya terdengar sangat aneh, tapi Lily tidak membantah semua permintaan calon suami kontraknya tersebut.

"Baik, Tuan. Saya mengerti. Kalau begitu, saya permisi dulu Lily mendorong kursinya ke belakang.

Gadis itu hendak membuka jas dan mengembalikan jas milik pria bertopeng itu yang cepat dihalangi.

"Jangan lepaskan jas itu sebelum kamu memakai pakaian yang layak!" tukasnya sambil memalingkan muka. Xander tidak akan bisa membohongi diri sendiri. Dia tidak siap melihat lekuk tubuh milik Lily. Apalagi dada yang menyembul indah dan juga pinggul yang melengkung seksi.

Lily yang polos tidak menyadari saja kalau sedari tadi tubuh Xander sudah panas dingin melihat dirinya. Ditambah lagi Lily hanya berbalut lingerie yang nyaris tidak menutupi apa pun.

Xander berusaha keras terus memikirkan gadis kecil yang berasal dari masa lalunya itu. Dia sama sekali tidak berharap kalau posisi gadis itu akan disingkirkan begitu saja oleh gadis baru dalam sekejap.

"M-maaf, Tuan. Saya akan segera berganti pakaian dan mengembalikan jas ini.

" Lily cepat berbalik dan pergi ke ruang ganti. Dia memakai lagi pakaian yang ia pakai sebelumnya.

'Benar-benar pria yang aneh. Kenapa dia bersikap seperti pria yang sangat amat sopan seperti itu? Tidak ingin melihat tubuhku? Bukankah, sekarang atau nanti setelah menikah akan sama saja? Pada akhirnya dia akan menyentuhku semaunya!' gerutu Lily dalam hati.

Setelah memastikan dirinya mengenakan pakaian rapi dan juga masker, Lily keluar dari ruang ganti itu. Tentu dia menggunakannya karena dia alergi debu.

Walau sebuah kebetulan karena sang calon suami rupanya memiliki permintaan aneh tentang tidak ingin melihat wajahnya sampai mereka resmi menikah nanti.

"Ini jasnya, Tuan. Terima kasih karena telah meminjamkannya padaku,” ucap Lily pada pria misterius yang masih duduk di tempat yang sama. "Hmm," respon pria itu singkat, kemudian menyambar jasnya dari tangan Lily dan keluar dari kamar hotel mewah tersebut terlebih dulu.

**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!