🍃🍃🍃🍃
Elingang nenten wenten sane langgeng ring jagate, taler pikewuh sane wenten ring sajeroning kahuripan iraga. (Ingatlah bahwa tak ada yang abadi di dunia ini, termasuk masalah yang ada dalam hidup kita).
Kata-kata nasihat itu selalu terngiang oleh Ni Komang Ratri, wanita cantik dan periang yang akrab disapa Komang, kata-kata motivasi yang selalu sang biang(ibu) katakan saat dulu ia merasa putus asa menghadapi segala masalah.
Dulu kata-kata itu selalu membuat Komang kembali bersemangat karena sang biang mengatakan sambil memeluknya penuh kasih sayang, namun semua itu kini hanya tinggal kenangan, karena sang biang telah tiada.
Semua orang yang ia sayangi telah tiada, kedua orang tuanya dan kedua kakak laki-laki nya telah meninggal dalam kecelakaan mobil sepuluh tahun yang Lalu, hanya Komang dan adiknya yang paling kecil yaitu Ni Ketut Sweta yang selamat.
Sejak saat itulah Komang membiasakan diri menghadapi segala persoalan hidup sendiri, ia harus bisa menjadi kuat, ia harus bisa mengayomi Sweta, karena hanya ia satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Sweta.
Memang tidak mudah bagi Komang menjalani semuanya selama sepuluh tahun ini, semenjak ia berusia lima belas tahun, hingga kini ia berusia dua puluh lima tahun.
Kata-kata nasihat biang memang seakan menjadi sihir dalam pikiran Komang, kata-kata nasihat itu yang selama ini membuat Komang berani melewati segala persoalan, dan membuat Komang berani mengambil sebuah keputusan.
Dengan tekad yang kuat Komang menyulap tempat tinggal peninggalan orang tuanya menjadi sebuah Home-stay Canggu Asri, sebuah penginapan agar ia dan Sweta bisa bertahan hidup.
Letak tempat tinggal Komang yang begitu tenang dengan pemandangan indah dan dekat dengan pantai Canggu yang terkenal dengan pecahan ombaknya yang menantang, surga bagi para peselancar itu memiliki cakrawala yang indah dengan pemandangan laut serta matahari terbenam.
Sungguh itu sebuah peluang bagi Komang untuk membuat sebuah Home-stay dan itu memang benar-benar menjadi peluang bisnis yang sangat menguntungkan bagi Komang pada awalnya.
Namun setahun belakangan ini bisnis yang Komang jalani itu selalu menurun, banyaknya persaingan, seperti hotel-hotel, dan penginapan lain yang jauh lebih ber inovatif mampu membuat Homestay yang Komang dirikan bertahun-tahun nyaris tenggelam dan bangkrut.
Hanya di hari-hari libur Komang kedatangan tamu, itupun karena penginapan dan hotel-hotel disekitarnya telah penuh oleh pengunjung hingga tak memungkinkan untuk menerima tamu lagi.
Namun tiga bulan belakangan ini, homestay Komang benar-benar sepi oleh pengunjung, padahal homestay itu adalah satu-satunya penghasilan Komang, hingga Komang terpaksa harus berhutang demi bertahan hidup.
Komang masih termenung sambil menatap amplop coklat yang diantar oleh para penagih hutang dua hari yang lalu, ia sungguh tak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini, pikirannya sudah buntu, sudah tiga bulan ini ia mendapatkan amplop yang sama, namun kali ini isinya sungguh berbeda.
Jika bulan-bulan sebelumnya ia hanya mendapat surat peringatan, namun kali ini isinya lebih mengerikan, jika dalam dua Minggu ini ia tak bisa membayar cicilan hutangnya, maka dengan terpaksa homestay yang juga tempat tinggal Komang itu akan di sita oleh lembaga pengawas bangunan.
Entahlah kali ini kata-kata bijak biang seakan tak mampu membuat pikirannya menjadi tenang, bagaimana caranya ia bisa mendapatkan cukup uang untuk membayar hutang-hutangnya, sedangkan untuk makan sehari-hari saja ia harus berhemat.
"Ate(panggilan untuk kakak perempuan dalam bahasa Bali)" Komang terkejut dan tersadar dalam lamunannya. "Kau sedang melamun?" Sweta tiba-tiba sudah berada di ruang tamu.
Komang nampak kikuk, amplop coklat langsung Komang sembunyikan dibalik bantal kursi, ia tak ingin Sweta mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, apa yang menjadi pikirannya saat ini adalah masalahnya, dia tak ingin membawa Sweta dalam persoalan yang cukup pelik ini.
"Apa ada masalah?" sekali lagi Sweta bertanya sambil menghampiri Komang. "Semenjak upacara Malesti(Upacara penyucian yang dilakukan menjelang hari raya Nyepi)tadi kau terlihat murung dan tak bersemangat, jika Ate ada masalah ceritakan padaku," ucap Sweta dengan sungguh-sungguh.
"Tidak ada masalah, Ate hanya rindu pada mereka," ucap Komang sambil menunjuk ke foto keluarga yang tertempel di dinding, Sweta hanya mengedikkan bahu, tak mengerti apa yang kakaknya itu rasakan.
Setiap tahun saat perayaan Nyepi Komang tak pernah semurung ini meski rasa rindu selalu hadir, mungkinkah ada hal yang sengaja Komang sembunyikan dari dirinya, batin Sweta.
Semenjak tragedi kecelakaan yang menewaskan orang tua dan kedua kakaknya sepuluh tahun yang lalu, saat itu Sweta baru berumur tujuh tahun, Sweta begitu trauma dan merasakan kesedihan yang mendalam, hanya Komang yang selalu menjadi penyemangat hidupnya.
Bahkan ia juga merasakan bagaimana dulu mereka berjuang bersama demi bertahan hidup, Komang rela putus sekolah agar ia bisa bekerja di sebuah hotel sebagai tukang cuci piring, agar Sweta tetap bisa bersekolah.
Bagaimana tidak setelah kematian orangtuanya, semua sanak saudara tak ada yang memperdulikan mereka, hingga kakak beradik itu hidupnya terlunta-lunta.
Selama tiga tahun Komang bekerja jadi buruh cuci di hotel, akhirnya ia memiliki tekad untuk mendirikan sebuah homestay, dengan mengambil sebagian tabungannya ia merenovasi tempat tinggalnya itu.
Dengan menambahkan beberapa kamar dan kamar mandi, memperluas dapur serta ruang makan, mempercantik taman depan dengan menambahkan banyak tanaman serta menambahkan beberapa ornamen untuk mempercantik taman itu.
Aliran tamu yang stabil pada beberapa tahun yang lalu melambungkan harapan Komang waktu itu, namun perlahan-lahan, aliran tamu mulai surut setahun belakangan ini dan Komang terlambat menyadari selera masyarakat dan tourist-tourist itu kini telah berubah.
Kebanyakan dari mereka memilih hotel murah yang mereka dapat dari pemesanan online sebelumnya, dan juga pub yang menyediakan ber botol-botol minuman alkohol dan itu sungguh jauh dari pemikiran Komang, ia tak mungkin menyediakan hal itu di Homestay nya, karena ia ingin menciptakan lingkungan yang sehat di penginapan nya.
Bisnis penginapan Komang memang jauh dari peradaban sehingga tak menarik para pengunjung namun Komang masih berharap mendapatkan tamu dari para pelancong yang kebetulan melintas ataupun para tourist yang kebetulan berjalan kaki.
Tapi sebagian besar dari mereka memilih pulang di penghujung hari ataupun tidur di tenda, resesi yang terjadi baru-baru ini menyebabkan pemesanan kamar sangat langka.
Sekali lagi Komang menahan gemuruh di dadanya yang tiba-tiba sesak, ia ingin sekali mencurahkan segala keluh kesahnya pada Sweta, karena bagaimanapun, mau dia sembunyikan sampai kapanpun, semua persoalan ini pasti akan diketahui oleh Sweta.
Namun Komang tak tahu harus bagaimana cara menyampaikannya pada sang adik dan harus ia mulai dari mana, hingga setitik air itu akhirnya jatuh ke pipi mulus Komang, tak ingin Sweta mengetahuinya akhirnya Komang pun dengan cepat mengusapnya.
Sesungguhnya ia hanya belum siap mengatakan apapun pada sang adik, ia hanya menunggu waktu dan kesiapan hatinya untuk menyampaikannya pada Sweta, Komang berharap saat Nyepi nanti ia mendapatkan petunjuk jalan dari sang hyang.
❤️❤️❤️
Boleh kasih cinta kalian dengan cara likom yuukkkk🥰🥰🥰🥰
...Edgar Marvelo...
Edgar Marvelo adalah pengusaha asal Prancis dan seorang taipan bisnis yang sangat ditakuti, dengan santai menyandarkan tubuh besarnya ke kursi kulit dikantornya, saat ini ia sedang bersama dengan kedua sahabatnya yang juga sebagai partner bisnisnya, Mikhail dan Peter.
Mereka saat ini sedang membicarakan tentang persiapan untuk berjumpa dengan para kolega dari luar negeri tepatnya dari Indonesia untuk merencanakan sebuah proyek baru.
"Kita akan melakukan perjamuan di atas yacht sambil hiking?" tanya Mikhail bersemangat. "Apa kau bercanda? Selama sebulan kita di Indonesia, dan perjamuan hanya dilakukan selama satu Minggu, itu berarti..." Mikhail menatap takjub pada Edgar dan Edgar hanya mengangkat alisnya, wajah penuh karisma itu tersenyum.
"Wow..! Kau memang seorang bos yang baik hati, kau memberi kami waktu liburan yang sangat panjang." ucap Mikhail, sebagai partner bisnis dan juga sahabat baik Edgar sejak masa kuliah ia memahami Edgar adalah seorang pekerja keras, maka tak heran kini ia telah memiliki perusahaan raksasa bernama Edgar Enterprise.
Edgar Enterprise juga banyak memiliki jaringan bisnis, seperti Hotel, rumah sakit, restoran, casino dan diskotik. Hotel-hotel mewah yang tersebar di kota Paris, seperti Le Grand Palais, La Tour Eiffel dan Le Luxe Lumiere, adalah bagian dari jaringan bisnis Edgar Enterprise.
Dan yang pasti apa yang Edgar miliki saat ini bukanlah sesuatu yang instan, ataupun ia dapatkan dari warisan turun temurun dari keluarganya, melainkan Edgar mendapatkannya murni dari kerja kerasnya.
Sejak usia remaja ia memang sudah tidak memiliki orang tua, bahkan ia juga memiliki trauma masa kecil, trauma yang kini membuat perangainya sedikit melenceng.
Edgar Marvelo memang dikenal sebagai pebisnis yang sukses dan begitu bijaksana hingga ia begitu disegani oleh semua relasinya, namun disisi lain, Edgar Marvelo adalah pria yang dikenal sebagai Casanova.
Edgar yang selalu dikelilingi oleh banyak wanita cantik dan sexy, wanita mana yang bisa menolak pesona Edgar Marvelo, bahkan mereka rela bersaing agar bisa mendapat perhatian dari Edgar.
Edgar suka bersenang-senang dengan para wanita cantik itu, bergonta-ganti pasangan namun ia tak ingin memiliki komitmen dengan wanita manapun.
"Apakah nantinya akan banyak wanita cantik disana?" tanya Mikhail yang notabene adalah pria yang sedikit genit dan playboy, namun tidak menutup kemungkinan jika suatu hari ia akan berkomitmen dengan seorang wanita, entah kapan hal itu akan terjadi.
Hal yang berbanding terbalik dengan Peter, ia sudah menemukan wanita yang cocok untuknya, dan ia berjanji untuk selalu setia padanya. "Apakah boleh aku mengajak Marie?" tanya Peter dengan serius yang justru mengundang tawa dari kedua rekannya itu.
"Hey, ayolah kapan lagi kita bisa bersenang-senang? Kau akan menyukai Indonesia, terlebih pulau Bali." ucap Mikhail dengan bersemangat.
"Kau tak tahu bagaimana Marie, dia pasti akan berfikir macam-macam terhadapku jika aku harus pergi selama sebulan." ucap Peter begitu frustasi.
Hal itu sungguh membuat Edgar ingin mual mendengarnya, sebagai pria maskulin Edgar tidak akan pernah mengubah jati dirinya untuk menyenangkan hati wanita dengan berkomitmen seperti itu, bagi Edgar apa yang saat ini dirasakan oleh Peter bukanlah hal normal ataupun naluriah seorang pria.
Sebagai pria ia bisa bersama dengan wanita manapun yang ia suka dan senangi, tanpa harus memikirkan perasaan wanita lain yang hanya akan membuat hidupnya penuh drama.
Kini di usianya yang telah menginjak tiga puluh tahun, tidak ada sedikitpun sifat cengeng pada tubuh kokoh Edgar dengan tinggi 195 Senti itu, selain kebengisan yang mengantarnya pada kesuksesan atau seleranya yang terkenal terhadap para wanita.
"Baiklah, aku cukup baik untuk saat ini, kau boleh membawa tunanganmu itu ikut, tapi aku tidak mau jika sampai ada drama di atas kapal pesiar ku nanti." ucap Edgar dengan tegas namun jauh dalam lubuk hati Edgar dia adalah seorang yang begitu pengertian terhadap sahabatnya.
Sebuah ketukan di pintu mendahului kemunculan wanita cantik bertubuh tinggi berusia dua puluhan dengan rambut pirang pucat. Wanita itu mengarahkan mata biru cerahnya kepada sang atasan dan berkata dengan nada menyesal, "Jadwal Anda yang berikutnya sudah menunggu, Sir."
"Terima kasih, Katrin. Aku akan menelepon saat sudah siap." Edgar tersenyum manis pada Katrin dan Katrin terlihat menyukainya.
Mikhail dan Peter menatap Katrin ketika si asisten pribadi Edgar itu meninggalkan ruangan, pinggulnya yang ramping ber- ayun menggoda dalam balutan rok pensil ketat. "Dia kelihatan seperti Miss World. Apa kau tidak pernah tergoda olehnya?" tanya Mikhail.
Mulut Edgar yang lebar dan sensual melengkung dengan ekspresi geli. "Tidak akan pernah di kantor ini."
"Tapi dia cantik," komentar Peter.
Mikhail tersenyum. "Apakah cengkeraman Marie mulai mengendur?" seketika wajah Peter merah padam.
"Tentu saja tidak, seorang pria boleh saja memperhatikan wanita tanpa merasa tergoda." ucap Peter dengan gemas.
Edgar menikmati fakta ia masih bisa memandang wanita mana pun dan merasa tergoda, keadaan yang menurutnya jauh lebih sehat daripada pendapat Peter, pikirnya muram.
Peter jelas sekali dipaksa untuk menahan kecenderungan alaminya sebagai pria demi alasan suci: kesetiaan. Apakah teman lamanya ini begitu yakin telah menemukan cinta abadi?
Atau haruskah Edgar memanfaatkan perjalanan hiking mereka untuk mengecek apakah Peter masih tertarik membuat pengorbanan yang diharuskan dengan menjadi suami?
Apakah kesadaran Peter terhadap daya tarik Katrin merupakan petunjuk bahwa dia tidak lagi terlalu berkomitmen terhadap calon istrinya?
Berjanji setia... dalam sakit maupun sehat? Bukan untuk pertama kali Edgar nyaris tidak bisa menahan rasa jijiknya, meyakini bahwa membuat janji semacam itu kepada wanita mana pun adalah hal yang tidak alami dan tidak jantan bagi pria.
Sedangkan bagian milikku-adalah-milikmu yang mengikuti janji tersebut Edgar akan segera membakar kekayaannya daripada menempatkan dirinya dalam kondisi keuangan yang begitu rapuh.
"Kita lihat saja nanti ketika kita sudah berada di Indonesia, aku dengar wanita Bali sangat cantik-cantik." ucap Mikhail sambil menerawang bahwa ia akan bersenang-senang saat hiking nanti.
"Aku akan bersenang-senang dengan Marie," ucap Peter dengan penuh percaya diri.
"Apa yang kau suka dari Marie hingga kau begitu tak ingin melepaskannya?" tanya Edgar begitu penasaran dan takjub dengan keteguhan hati sahabatnya itu.
"Ya seperti yang kalian tahu, aku pernah berada di titik nol dalam usahaku, bahkan pernah nyaris bangkrut, namun Marie adalah wanita satu-satunya yang selalu mensupport aku hingga aku menjadi bangkit kembali." ucap Peter menerawang.
Semua itu memang bukan omong kosong, Marie adalah kekasih Peter sejak mereka sama-sama kuliah di university de lyon Perancis. Namun yang Edgar pertanyakan, masih adakah wanita yang seperti Marie, yang rela menemani saat pasangannya bangkrut?
Bahkan ibunya sendiri dulu pergi meninggalkan ayahnya yang sedang sakit parah dan juga bangkrut, mengingat itu dada Edgar menjadi panas, dan ia menarik kesimpulan bahwa wanita diseluruh dunia ini hanya menginginkan uangnya saja, tak lebih dari itu, mungkin wanita seperti Marie hanya ada satu dan itu adalah kekasih sahabatnya.
Bersambung.....
🛬🛬🛬🛬
.
.
Sebuah Jet pribadi bertuliskan Edgar Enterprise telah mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali. Beberapa orang pria dengan pakaian serba hitam turun terlebih dahulu dari jet tersebut, kemudian seorang pria penuh karismatik dengan pakaian casual dan kaca mata hitamnya turun.
Edgar terlihat begitu mempesona, seorang gadis cantik dengan rambut pirang pucat dan berpakaian sexy turut mengikuti langkah Edgar sambil membawa beberapa berkas ditangannya. Dia adalah Katrin, asisten pribadi Edgar yang selalu perhatian terhadap tuannya itu.
Kedatangan rombongan pengusaha kaya itu disambut baik oleh dinas pariwisata Bali, dan mereka mengalungkan bunga selamat datang pada Edgar, sebagai bentuk penghormatan. Siapa yang tak mengenal Edgar Marvelo, pengusaha kaya yang jaringan bisnisnya dimana-mana bahkan hingga jaringan luar negri, walau kebanyakan bisnisnya lebih ke perhotelan.
Di Bali Edgar memiliki dua hotel mewah yang berada di daerah jantung kota yaitu Denpasar dan juga di daerah Kuta Utara tepatnya di Canggu.
Di canggu, hotel milik Edgar berdekatan dengan kafe motor legendaris Deus ex Machina, dengan suasana Bohemian yg kental Membuat siapapun yang menginap disana merasa seperti bagian dari komunitas surfer yang penuh semangat dan merasakan sisi lain dari pulau Dewata yg lebih autentik.
Setelah itu rombongan Edgar langsung menaiki helikopter pribadi, menuju ke kabupaten Badung, Kuta Utara tepatnya di sebuah desa Canggu, disana ada sebuah villa mewah milik Edgar, karena setelah melakukan perjalanan jauh, tentunya semua rombongan akan beristirahat sebelum besok mereka akan melakukan aktivitas.
"Sir, kita masih punya waktu selama lima hari sebelum acara perjamuan pertama kita," ucap Katrin yang saat ini duduk disebelah Edgar.
"Ya, kau bisa bebas dari pekerjaan mu untuk lima hari kedepan," ucap Edgar sambil tersenyum pada Katrin.
"Tapi, sir. Jika kau membutuhkan diriku saat hari libur, kau bisa memanggilku," Katrin mengucapkannya dengan sedikit berbisik.
"Tentu." Edgar membalas sambil menyentuh dagu Katrin dan membuat wanita itu tersipu.
Helikopter yang mereka tumpangi kini akan segera mendarat di sebuah lapangan rumput yang sebelumnya sudah disterilkan dari warga, biasanya tempat itu adalah tempat yang biasa dipakai anak-anak kecil bermain bola.
"Fiuuhhhh..... Aku tak percaya, Bali sungguh keren dan indah!" ucap Mikhail dengan takjub, rata-rata para rombongan Edgar terlihat tertarik dan antusias melihat keindahan pulau Dewata itu, hanya Peter yang terlihat murung, karena tunangannya, Marie tak bisa turut serta dengan alasan ia tak bisa meninggalkan pekerjaannya, sebagai seorang administrator disebuah perusahaan di Perancis.
Sungguh disayangkan, ketika semua orang sedang menikmati Pulau Dewata dengan semua keindahannya, Peter tampak tak bergairah, dan hal itu membuat Mikhail memiliki rencana gila untuk membuat perjalanan hiking nya kali ini menjadi perjalanan hiking yang luar biasa, menurutnya.
"Bukankah kita masih ada waktu lima hari untuk bersantai?" ucap Mikhail saat mereka sedang duduk di sebuah kursi panjang di dekat kolam renang yang ada di villa mewah Edgar.
Beberapa pria dan wanita tengah berenang di kolam itu termasuk Katrin, semua wanita itu nampak terlihat tebar pesona kepada para pria yang ada disana, bahkan ada pula beberapa wanita sexy yang khusus di sewa untuk melayani para pria disana termasuk untuk melayani Edgar, namun Edgar pun nampak malas untuk bersenang-senang hari ini.
"Bagaimana jika kita melakukan perjalanan backpacker di daerah sini?" ucap Mikhail dengan antusias.
"Sepertinya menarik." tanggap Edgar, ia merasa jika ingin menjajal sesuatu yang berbeda.
"Ide yang gila," keluh Peter.
"Ayolah, selama sebulan kita di Bali, lambat laun kau pasti akan menyukai surga dunia ini" ucap Mikhail begitu bersemangat.
"Rencananya kita akan melakukan perjalanan backpacker di mana?" tanya Edgar turut bersemangat.
"Aku melihat ada bukit kecil di dekat sini, aku ingin menjajal trek disana, kita akan berangkat esok pagi, lalu kita bisa berkemah di bukit itu semalam dan kembali di penghujung hari untuk menikmati matahari terbenam di pantai, sepertinya ini lebih menyenangkan jika kita membawa salah satu wanita sexy dari sini." ucap Mikhail sambil tertawa dan menyenggol lengan Peter.
"Jika seperti itu rencananya, aku tidak akan ikut," sungut Peter, membuat Mikhail dan Edgar tertawa seketika, mereka sungguh percaya bahwa Peter bukanlah tipikal pria bren*sek namun ia adalah pria setia. Tapi apapun itu tetap saja hal itu bukanlah sesuatu yang maskulin bagi Edgar.
"Ayolah, aku hanya bercanda, aku tahu kau adalah pria setia, dan Marie beruntung memiliki kekasih seperti dirimu." ucap Mikhail yang masih tidak bisa menyembunyikan tawanya.
"Kita akan melakukan perjalanan backpacker ini hanya bertiga, bagaimana?" ucap Mikhail, namun kali ini Edgar terkejut mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Apa maksudmu kita hanya bertiga?"
"Yes, kita bertiga. Aku, Peter dan kau saja."
"Tidak mungkin." ucap Edgar.
"Mengapa tidak mungkin? Apa kau takut jika kau pergi tanpa pasukan pengawal mu itu?"
"Bukan soal takut, tapi bagaimana aku bisa meyakinkan mereka bahwa aku akan baik-baik saja tanpa mereka?" ungkap Edgar, ia jelas tak akan bisa meyakinkan Roger, kepala pengawalnya itu.
"Yakinkan saja Roger, bahwa kau akan berkemah semalam dan pasti akan kembali, kapan lagi kita bisa merasakan hiking yang menyenangkan di pulau Dewata ini."
"Kali ini aku sepakat dengan Peter bahwa idemu memang gila."
"Aku pikir kita memang harus mencobanya, bayangkan saja kita berpetualang, dan itu sangat menyenangkan."
Edgar tak menepis jika semua itu memang terdengar menyenangkan, namun Edgar tidak pernah pergi kemanapun tanpa tim pengawalnya. Ia mengernyit, bukan karena prospek bertahan hidup tanpa kemewahan, melainkan karena membayangkan harus meyakinkan tim pengawalnya bahwa ia tidak membutuhkan mereka selama kurang lebih empat puluh delapan jam.
Roger lelaki lima puluh tahun, kepala pengawalnya yang sangat protektif, telah menjaga Edgar sejak ia masih remaja pasti tidak akan mudah melepaskan pandangannya barang sejenak pada Edgar.
"Baiklah, aku akan melakukannya," jawab Edgar penuh keyakinan. "Dan sedikit kesukaran mungkin menjadi tantangan bagiku." lanjut Edgar, ia yakin bahwa ia bisa membuat Roger bisa percaya bahwa ia akan baik-baik saja.
"Kita juga akan meninggalkan semua ponsel kita." tantang Mikhail, membuat Edgar maupun Peter kecewa.
"Kenapa?" tanya Peter gelisah.
"Kau tidak akan berhenti menelpon Marie jika masih memegang ponsel," ucap Mikhail menjelaskan, ia tahu bahwa temannya itu pasti tidak akan berhenti menelpon tunangannya.
"Lalu bagaimana aku menjelaskan kepada Marie...."
"Ayolah, kau bisa beri alasan terbaikmu nanti, hanya empat puluh delapan jam saja kita tak memegang ponsel, aku yakin Marie akan memahami mu." Mikhail kali ini mencoba meyakinkan Peter.
Peter masih menimbang-nimbang ucapan Mikhail, meski Peter sangat jarang melewati waktu liburan sendiri karena ia selalu bersama Marie, namun sebuah tantangan fisik cukup menarik baginya.
"Baiklah, jika itu memang yang kau inginkan, aku akan mempertimbangkannya," ucap Peter menyerah walau sambil menggerutu.
"Yeahhh!!! Aku benar-benar tak sabar menunggu hari esok." Mikhail sangat puas karena kedua sahabatnya akhirnya setuju dengan rencananya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!