3 tahun yang lalu dimana malam yang dingin tengah diguyur hujan lebat, langkah kecil nya sambil menutupi kepalanya dengan tangannya, padahal tubuhnya sudah klebes basah karena air hujan. Tubuh kecil itu menerobos ditengah hujan malam tak perduli tubuhnya sudah basah bahkan penglihatannya rabun karena air hujan terus mengenai wajahnya membuat matanya memerah.
Sesampai langkahnya digang kecil terakhir untuk sampai rumahnya, sebelum ia meraih gagang pintu rumahnya yang kecil itu terbuka dari dalam, terlihatlah wanita itu ibu nya.
"Ibu?" Panggil remaja wanita yang berpakaian sekolah tersebut.
Tanpa bicara ibunya hanya melihatnya, ditangan ibunya terdapat koper, dan payung untuk bersiap pergi, bahkan tidak lagi memandang putri semata wayangnya melengos pergi.
"Ibu mau pergi kemana?" Sahut nya sambil mengejar ibunya meski hujan.
"Kembalilah! Ibumu sudah tidak tahan dengan sikap ayahmu" bentak ibunya yang menatap tegas kepada anak perempuannya.
Tangannya meraih tangan sang ibu seakan mengatakan jangan tinggalkan aku.
"Lalu..bagaimana dengan ku?" Tanpa sadar air mata mengalir tanpa pamrih menyaru dengan tetesan air hujan.
Tanpa membalas lagi sangat ibu pun melepaskan tangan putrinya dan melengos pergi tanpa menoleh ke belakang seakan tekadnya sudah bulat.
Gadis itu kembali ke rumahnya dengan basah kuyup, bahkan tetesan dari seragam sekolahnya membasahi lantai.
Terlihat ayahnya yang memasukkan banyak uang ke dalam tas besar, ayah nya yang gemar judi, menipu, dan mabuk bahkan ia memasukkan uang tersebut dalam keadaan sudah minum-minum.
"Ayah.. Ibu telah pergi" suara getir gadis tersebut bahkan air matanya telah deras mengalir.
Perkataan gadis remaja malang itu sama sekali tidak digubris, ayahnya asik memasukan benda berharga itu dibandingkan keadaan putrinya.
"Eishhh.. Pembawa sial" umpat ayah nya yang sebelum pergi dengan membawa tas melewati putrinya itu.
Gadis kelas 3 SMA itu hanya bisa diam melihat nanar pintu tertutup, tak menyerah lalu kakinya melangkah keluar.
Tak lama kembali badan nya mulai menggigil pun merosot ke bawah, akhirnya ia pun nangis terisak semalam.
Melihat keadaan rumah telah sepi, tapi apakah ini pantas disebut rumah? Rumah seharusnya nyaman dan penuh kehangatan, kini hampa yang terlihat hanya kekosongan.
Akibat orang tua nya pergi meninggalkan nya, gadis remaja itu melakukan banyak pekerjaan paruh waktu, ia bertekad untuk kuliah, meski mengandalkan otak pintarnya untuk mendapatkan beasiswa.
Mulai dari jaga toko, jaga PC bang, bahkan mengajarkan les privat, pagi mengantar susu, menjadi kurir paket, makanan, dan pelayanan cafe ia lakukan.
Gadis itu tidak menyerah hidup, ia pindah dari rumah dan mengambil ruang belajar yang lebarnya hanya seukuran kamar mandi kecil, itu lebih menghemat biaya bahkan kalau mandi ia hanya pergi ke tempat mandi umum.
Tanpa ia sadari ada pria wajah dengan bekas luka menghitam di samping bibirnya, serta berjas didalam mobil hitam yang sedang mengamati.
Gadis itu bernama Hana, yang ia lakukan sekarang serba sendiri, bahkan dihari kelulusan SMA nya.
Setelah ia berjuang untuk mendapatkan beasiswa, ia telah mengumpulkan uang untuk keperluan kuliahnya, namun ia terkejut saat berada di administrasi.
"Apa? Sudah dibayar?" Bingung Hana.
"Iya.. Ini sudah dibayar, bahkan sampai anda lulus" jelas staff.
"Itu tidak mungkin, aku bahkan belum menyetor uang nya" protes Hana.
"Tunggu sebentar. Aku sudah mengecek nya berkali-kali, memang sudah dibayar" ucap staff tersebut.
"Apa ada kemungkinan salah transfer" tanya lagi Hana untuk memastikan.
"Tidak, disini Agustd nama pengirim nya, bahkan orang nya kesini sendiri dan membayar ke ruang kepala Rektor" terang staff tersebut.
"Kepala Rektor??" Kaget Hana, jelas dia punya kedudukan sangat tinggi.
"Iya.." Jawab staff tersebut.
"Tapi..Agustd?? Itu siapa?" Malah tanya balik.
"Saya bahkan tidak tahu" geleng staff nya.
"Baiklah" angguk Hana yang pergi dari sana.
Sepulang dari sana Hana berada ditaman dan sedang berpikir siapa kah seseorang dengan nama Agustd yang sudah membayar kuliahnya. Hana menerka-nerka yang membantu bayaran kuliahnya, apakah orang tuanya, dan itu sangat tidak mungkin ia sudah lama tidak komunikasi.
"Hey.." Sahut pria memakai pakaian jaket hitam stylish dengan wajah imut, dibaliknya ada lengan berototnya.
"Kenapa melamun?" Tanya pria bernama Jey dia adalah senior Hana yang selalu peduli dengan nya, bahkan ia tahu betul dengan kondisi Hana, Jey sudah menganggap nya Hana adalah adik nya.
"Ada yang aneh, ada yang membayar kuliah ku, terlebih dia membayar sendiri, di ruang kepala Rektor" jelas Hana.
"Apa?" Jey kaget juga.
"Agustd, itu namanya" terang Hana.
"Apa mungkin, pamanmu?" Tanya Jey.
"Kak Jey tahu kan, orang tua ku tidak pernah bercerita keluarga lain nya" jawab Hana. Diangguk oleh Jey.
"Tau betul, untuk sekarang pakai dulu, selesaikan kuliahmu, nanti aku bantu mencari nama itu" nasihat Jey.
"Baiklah, tapi.. Semakin lama ototmu sangat keras, kau sudah sangat banyak olahraga" tutur Hana meraba lengan berotot Jey.
"Olahraga untuk menjaga kesehatan tubuh, lain kali aku akan mengajakmu joging pagi hari" tutur Jey.
"Tidak" tolak Hana.
"Sesekali boleh, oh iya.. Aku sudah mendapat kamar studio, tidak terlalu besar, dan kecil, pindah lah" ucap Jey.
"Aku memang sudah memikirkan itu, sekali lagi, Terima kasih Kak Jey ☺" senyum Hana.
"Ayo, ku antar kesana" ajak Jey.
Jey adalah putra orang kaya, namun ia hidup sederhana, ia mengambil jurusan manajemen bisnis tentu untuk membantu perusahaan keluarga. Dan Hana pun sangat berterima kasih dengan Jey yang mau berteman dengan nya.
....
Masa kini. Hana telah menyelesaikan kuliah, bahkan sudah bekerja di perusahaan Real estate, namun ia bekerja sebagai sekretaris Direktur, tentu meski sudah memiliki gaji tetap ia masih tetap memilih tinggal di studio kecil nya.
Di pagi hari ia sudah bersiap berangkat, bahkan matahari belum terbit ia berangkat pagi, untuk menghindari kemacetan jalan kota Seoul.
Mulai dari menyiapkan berkas, kopi untuk direktur, bahkan perlengkapan seperti dasi, jas, sepatu untuk pertemuan berbeda-beda.
Direktur nya bernama James yang berumur 40 an terbilang muda bahkan sudah berkeluarga.
Disana Hana sangat cekatan, dan pintar menangani berkas sangat membantu direktur.
Dilantai dasar, seorang pria berjas hitam dengan model rambut badas turun dari mobil. Ia merapihkan jasnya, warna kulit seputih susu itu terlihat sangat bersinar karena sinar matahari.
Dibelakangnya ada beberapa anak buah selalu mengikuti nya, hingga sampai di lift bahkan hanya beberapa anak buahnya ikut sisanya dilantai bawah.
Dilantai atas Hana kesana kemari untuk mengambil yang dibutuhkan direktur.
"Dasi mana yang lebih bagus? Ini atau yang ini?" Tutur James yang membandingkan karena ingin bertemu dengan orang penting.
Dengan cepat memakai, Hana datang membawa sepatu warna coklat.
"Tidak warna itu, ambil yang hitam saja" tolak James, Hana langsung kembali untuk membawakan sepatu hitamnya.
Setelah selesai, mereka keluar dan menunggu depan lift, karena ini dilantai 62 lumayan memakan waktu lama untuk sampai.
Hana menyingkir karena disana ada banyak orang penting lainnya yang menyambut, dari manajer, wakil manajer dan sampai seterusnya.
Bahkan ia juga menunggu lift di seberang untuk turun ke lantai 61 untuk mengambil berkas.
Ting
Pintu lift terbuka, terlihatlah pria berjas didepan Hana, dengan tatapan dingin dari mata sipitnya, tangannya ia masukkan satu ke celana dengan tampilan cool nya.
Di Seberang ditempat direktur menunggu ternyata bukanlah orang yang mereka tunggu.
Pria didalam lift berdecak pelan, sedangkan Hana hanya menatap pria tersebut sambil berkedip beberapa kali.
Pria tersebut melihat wanita didepannya lalu melihat atas, memang benar lantai yang ia tuju.
Hana tersadar dan menoleh, direkturnya pun juga tersadar dan langsung menuju ke tempat Hana berdiri, Hana yang pengertian ia memundurkan langkahnya, disaat orang penting berjas itu ke luar dari lift.
Dan Direktur serta pengikutnya langsung membungkuk memberi hormat.
"Selamat datang.. Pimpinan" sapa Direktur.
'Pimpinan?' Ucap dalam hati Hana.
Mereka sedang membicarakan sesuatu diruangan yang sudah disiapkan, begitu juga dengan Hana yang akan masuk ke dalam ia sedang menata berkasnya.
Saat masuk ia bekerja seperti biasa, Hana tetap tenang memberikan berkas satu persatu pada yang hadir, ia berusaha agar tidak perhatiannya tertuju pria yang disebut pimpinan itu.
Bahkan suara berat nya terdengar sangat cool, kulitnya sangat putih, mata sipitnya sampai detik ini ia tidak terlihat pernah tersenyum, sangat dingin.
Saat Hana sibuk mondar mandir memberikan berkas, pimpinan muda itu nampak menjaga pandangan nya sembari mendengarkan sesekali mengangguk.
Setelah selesai Hana standby berdiri disudut ruang, kupingnya juga mendengar kan jika butuh sesuatu. Namun mata Hana sesekali melirik pimpinan nya itu.
'Benar, orang itu' batin Hana mengalihkan lirik kan nya setelah melihat pimpinan tersebut.
Hana yakin pernah melihat pimpinan nya itu disuatu tempat, karena dia sangat unik Hana ingat itu.
Karena pimpinan nya itu baru pertama kali kesini, jadi Hana baru tahu wajahnya. Namun disaat Hana menunduk dengan smooth pimpinan nya itu melirik Hana sekilas, meski Hana tidak menyadari itu.
Pimpinan itu, adalah Leon mafia sekaligus pelobi, real estate, senjata, bandar nark*ba namun ia berhasil menyembunyikan statusnya menjadi sangat bersih.
Hana mengingat orang itu.
Flashback ON
Sewaktu masih menjalani kuliah, Hana bekerja apapun, menjadi pelayan bar, cleaning di bar, bahkan pernah menjadi bandar di sebuah kasino terkenal.
Saat itu, Hana bekerja malam hari sebagai bandar kasino, dan pria itu berjalan dengan tangan dikedua sakunya melihat-lihat isi kasino yang ramai.
Ia mendekati salah satu meja kasino, ada salah satu pemain yang raut wajahnya kesal ia bangkit dan pergi, disana lah ia duduk, masih dengan wajah dingin nya.
Hana melihat pria tersebut, tanpa bertanya pria tersebut ikut main dan bahkan mengeluarkan banyak bitcoin.
Game dimulai, Hana melihat pria tersebut tetap datar melihat permainan, bahkan saat angka muncul yang dipilihnya ke luar, tanda nya ia menang, bisa dapat 2 kali lipat.
"Anda menang" tutur Hana memberikan bitcoin pada pria tersebut.
Pemain yang lain juga terkagum melihat dia jago menebak, tapi ekspresinya tetap sama dingin dan terlihat cuek hanya melihat permainan kasino tersebut.
"Anda pasang berapa?" Tanya Hana sebelum memulai game kedua.
Pria tersebut menaruh ke depan lima tumpuk bitcoin untuk taruhan kali ini, Hana yang melihatnya hanya terkagum dalam hatinya, ia tidak boleh bereaksi karena pemain akan membaca pergerakannya.
"Silahkan pilih nomornya" tawar Hana kembali.
Tangan pria tersebut saling bertaut renggang, siku nya bahkan berada di meja kasino. Pria tersebut melihat ke arah Hana dengan mata sipitnya masih dengan tatapan dingin.
"7" singkatnya.
Game dimainkan, dan kali ini jawabannya benar lagi, dia mendapat angka 7, pemain lain kaget karena dia dengan benar menebak.
Namun si pemenang tidak ada reaksi sama sekali, tetap diam dengan tenang, Hana curiga apa dia curang? Tapi ia tidak bisa melihat sisi curang darinya.
Biasanya orang berjudi akan sangat senang jika menang, namun dia tetap diam tak bergeming. Hanya satu yang ia lakukan yaitu mengambil satu batang rokoknya dengan santai ia merokok disana.
Tanpa takut pria tersebut menaruh 10 tumpuk bitcoin dimeja didepan bandar, sedangkan rokoknya berada di mulutnya.
Asap rokoknya membumbung ke atas, bahkan mereka ada yang sambil minum.
Hana menerima taruhan tersebut dan memulai game nya.
"9" ucapnya singkat lagi sembari sesekali menghisap rokoknya.
Dan benar hasilnya adalah angka 9, dia memenangkan jackpot, yang tidak ikut main lah yang berseru senang, kagum, bahkan tak percaya.
Pria itu bangkit, tatapan sipitnya menatap Hana yang menjadi bandar.
"Membosankan" pungkasnya dengan nada rendahnya lalu mengambil bitcoin nya dan ia menyebarnya begitu saja ke seisi kasino.
Srraaaa
Bitcoin berjatuhan, pemain disana langsung melihat bawah menunduk untuk mengambil bitcoin gratis tersebut, pria tersebut menghamburkan semua bitcoin miliknya.
Hanya Hana yang terpaku melihat pria didepannya dan hanya dirinya yang tidak tertarik dengan bitcoin tersebut bahkan ia tidak memungutnya.
Ingatan itu kembali, karena dia sangat misterius, tampilannya saja membuat Hana terus mengingatnya.
Flashback OFF
Sekarang ia tahu dia orang kaya yang menghamburkan semua uang nya secara percuma. Hanya berpikir menjadi cuek dan cool apa memang konsepnya. Ia juga khawatir takutnya pimpinan nya itu mengenali nya, meski pertemuan singkat itu tiada arti.
Setelah mengadakan rapat, pimpinan berada di ruang direktur bersama nya, Hana memberanikan dirinya untuk masuk karena adha beberapa dokumen penting yang harus ditanda tangani.
Tok Tok
Hana masuk dan membungkuk menyapa.
"Pak Direktur, ada dokumen yang harus anda tanda tangani" ucap Hana.
"Taruh di meja" sahutnya dan melanjutkan mengobrol.
"Tapi.. Ini harus diserahkan ke tim, agar segera diproses" tambah Hana.
Direkturnya pun mengalah tanda tangan dahulu, Hana menunggu dengan sabar.
Setelah Hana pergi, karena ruang direktur ada jendela besar, terlihat semi terbuka ruangan nya.
"Anda tau, dengan pria bernama Robby?" Tanya Direktur.
"Oh.. Pria itu.. Uangku" ingat Leon.
"Iyaa.. 500 dollar. Dia punya putri" jelas Direktur.
"Yaa.. Putri siapa?" Leon yang selesai menyeruput kopi espresso.
"Itu.. Anda yang menyuruhku membayarkan kuliahnya" tutur Direktur.
Leon tidak menjawab menunggu penjelasan hanya menatap Direktur yaitu hanya anak buahnya.
"Wanita tadi.. Adalah putrinya, itu alasanku memperkejakan nya supaya Robby datang" tutur Direktur.
Dengan mata sipit Leon ia melirik tempat dimana Hana bekerja dibalik mejanya.
"Pantas.." Leon membuat smirk khasnya memperlihatkan gigi kecilnya, meski tak lama.
"Ada apa? Anda mengenalinya?" Tanya Direktur.
"Tidak terlalu buruk, tidak sia-sia menghamburkan uang untuk nya" jawab Leon yang melirik lagi tempat dimana Hana asik bekerja, Leon memperhatikannya cukup lama 1 menit.
...
Saat waktu istirahat Hana bukan ke kantin melainkan di lantai 15 ada sebuah taman kantor yang cukup luas. Disana ada beberapa orang yang mengobrol, dan Hana mencari tempat yang sepi untuk melihat pemandangan melepas rasa penatnya.
Hana juga melihat beberapa orang disana yang mengobrol, ia tetap memandang pemandangan sendirian.
Sampai ia tidak sadari orang berjas anak buah pimpinan nya itu menghimbau karyawannya untuk pergi dari taman, semuanya kecuali Hana sendiri.
Hana tersadar kenapa jadi sepi, ia menoleh kesamping kanan kiri tidak ada orang, saat membalik tubuhnya ia melihat pimpinan nya itu berjalan ke arahnya dengan tatapan dingin itu namun disertai maskulin bersamaan.
Sampai langkah nya berhenti didepan Hana yang bingung, kenapa? Pimpinan nya termasuk orang yang memiliki posisi tinggi berada didepan nya.
"Apa anda yang melakukannya?" Tanya hati-hati Hana.
"Apanya?" Jawab Leon.
"Semua orang, anda mengusirnya?" Tanya lagi Hana.
"Aa.. Aku ingin bicara padamu, jangan bilang kau tidak ingat padaku" pungkas Leon yang berbicara menatap mata Hana.
Bola mata Hana bergerak-gerak, apa maksudnya dari perkataannya? Apa dia ingat waktu di kasino. Ini kah pertanda kalau karirnya akan berhenti disini.
"Kurasa anda salah paham pak, saya baru--"
"Tidak mungkin, aku ingat dengan jelas tatapan ini" pungkas Leon yang menyela perkataan Hana.
Mereka saling bertatap lama, kemudian Hana tersadar, Leon menunjukkan smrik nya.
"500 juta dollar, ada di depanku" terang Leon membuat Hana bertanya-tanya apa maksud dari perkataan nya.
"Apa?" Bingung Hana.
"Akan ku pastikan kita akan bertemu lagi, karena kau menarik" tutur Leon yang merogoh kantong jas mengambil ponselnya yang bergetar.
Leon mengangkat ponselnya lalu pergi dari sana begitu saja.
"Apa dia sudah tidak waras??" Tutur Hana.
Beberapa jam kemudian, Hana yang selalu bersiap untuk membantu direktur ia selalu disampingnya bahkan berada di lift yang sama dengan para petinggi lain nya.
Hana terdiam didalam lift yang bergerak turun hanya memandang lurus ke depan, pantulan kaca lift yang nampak jelas membuat Leon melihat pantulan terlihat Hana sedang diam.
"Anda ingin makan siang?" Tanya Direktur James.
"Entahlah.. Apa sekertaris mu punya rekomendasi restaurant bagus?" Tanya Leon tiba-tiba.
Direktur James langsung menoleh ke arah Hana berdiri. Hana langsung kikuk kemudian mengangguk.
"Tentu.. Anda menyukai daging?" Tanya Hana.
"Bosan" singkat Leon.
"Kalau begitu, rasa otentik tradisional tempat yang bagus" terang Hana.
"Baiklah, tapi.. Anda harus ikut" jawab Leon yang langsung ke luar saat pintu lift terbuka.
"Apa? Aku?" Hana kaget sambil keluar dari lift, lalu melihat direkturnya dan atasan nya itu mengangguk artinya ia disuruh mengikuti perintahnya.
Saat diluar, didepan sudah ada mobil terparkir, Hana melihat Jey sudah menunggunya dengan motor sport, tatapan nya sudah menunggu Hana, namun Hana menggeleng memberi sinyal untuk pergi.
Namun bukan itu jadi perhatian Jey ia melihat pria dengan tampilan rapihnya, yaitu pimpinan Hana ternyata mereka saling melempar tatapan tajam. Meski hanya beberapa detik Leon menunjukkan smirk nya lalu menyuruh Hana duduk didalam samping penumpang.
Hana hanya menurut dan masuk dalam mobil, disamping nya Leon juga duduk tenang dengan seatbelt yang terpasang di bahu nya.
Diperjalanan Leon meminta Hana menjelaskan proyek terbaru real estate nya.
Hana mengeluarkan tablet seukuran buku, dan mulai menjelaskan setiap detail rencana proyek.
Bahkan pandangan Leon lurus tidak memperhatikan setiap Hana menjelaskan, namun kupingnya selalu mendengarkan.
"Proyeknya bagus, memang tim perencanaan sudah sangat bekerja keras" puji Leon namun wajahnya tetap datar.
Hana menutup tabletnya dan mengangguk.
"Tapi.. Kau yakin restoran ini bagus?" Tanya Leon.
"Ya.. Biasanya banyak pejabat yang datang makan disana, dan mengadakan rapat disana" terang Hana.
Wajah Leon tetap datar namun mengangguk kecil.
"Tadi.. Apa teman mu?" Tanya Leon.
"Siapa?" Pura-pura tidak mengerti.
"Ku lihat sepertinya kau sangat dekat" terang Leon.
"Aaa.. Itu.. Hanya teman" terang Hana yang berusaha tidak menoleh ke arah pimpinannya itu.
Semenit tidak ada yang bicara tiba-tiba.
Ciiittttt...
Mobil berhenti hingga menimbulkan suara decitan ban, tangan Leon sigap memblokir tubuh Hana agar tidak membentur kursi depan saat terjadi rem mendadak karena ada mobil hitam menghadang laju mobil mereka.
"Maaf bos, ada mobil didepan" ucap sopir yang nampaknya anak buah nya.
Terlihat lah pria keluar dari mobil yang menghadang dengan membawa pisau lipat.
"Kita harus bagaimana bos?" Tanya lagi anak buah Leon.
"Tidak perlu, biar aku yang turun" ucap Leon yang membuka seatbelt dan keluar dari mobil.
Hana tercengang terlebih pria di luar itu memegang pisau, Hana mengambil ponselnya dan memencet dial polisi.
"Bukankah kita harus lapor?" Panik Hana.
"Diam lah, jangan berbuat apapun" perintah pria yang duduk di kursi supir. Sedangkan di luar Leon sedang membicarakan sesuatu dengan pria yang menodongkan pisau lipat pada Leon.
"Kau hanya diam? Pimpinan bisa ter-"
Krrraaakk
Leon memelintir tangan pria tersebut membuat nya kesakitan bahkan membuat pisau ditangannya jatuh.
Duuuakk
Leon membenturkan kepala pria tersebut, di dasbor mobil di luar membuat pipi pria tersebut menempel pada dasbor panas. Sembari tangannya memelintir ke belakang tubuh pria tersebut.
Dengan tatapan nya ia melihat raut wajah terperangah Hana didalam mobil.
Leon pun melepaskan pria itu yang kesakitan.
"Ini bukan lelucon" ucap Leon dengan tatapan dingin pada pria yang habis dihajar olehnya. Pria tersebut langsung bangkit dan membungkuk 90° pada Leon.
"Ketua, selamat datang" ucapnya lalu bangkit dari membungkuk dan tersenyum.
Leon yang enggan menjawab, hanya memasukkan tangan nya ke saku celana nya.
"Bagaimana dengan sambutan menegangkan ini? Tuan??" Tanya yang ternyata adalah anak buahnya.
"Bisnis berjalan lancar kan? Aku mau ke suatu tempat dulu, nanti aku akan mampir" singkat Leon yang langsung menuju pintu mobil.
"Ya! Tuan, saya mengerti, Hati-hati dijalan" jawab pria tersebut lagi-lagi membungkuk.
Yang didalam Hana yang banyak pertanyaan apa yang barusan yang ia lihat? Bahkan ia sudah memegang ponselnya sejak tadi, di layarnya pun sudah terketik 112, nomor yang tertuju adalah kepolisian. Mereka saling mengenal? Sebenarnya siapa pria ini??
Saat didalam mereka melanjutkan laju mobilnya, bahkan suasana menjadi hening kembali.
"Kondisi anda bagaimana?" Tanya tiba-tiba Hana.
Leon hanya mendelik dan menatap lurus.
"Apanya?" Singkat Leon.
"5 menit yang lalu aku hampir saja menghubungi polisi, dan barusan itu apa? Anda mengenal orang itu? Mereka gangster" itu terucap begitu saja bahkan Hana mengigit bibir dalamnya.
"Mereka tetap manusia, kenapa?" Jawab Leon yang singkat dan memang masuk akal.
"Tentu saja, jika terjadi sesuatu aku yang akan disalahkan" bela Hana.
"Aku tidak perlu perlindungan dari manapun, khawatirkan dirimu sendiri" jawab Leon yang raut wajah nya tetap sama bahkan tidak melihat ke arah Hana yang menjadi lawan bicara nya.
'Apa-apaan pria ini? Sangat tidak sopan' batin Hana yang kekesalannya ia pendam.
Hana masih belum paham dengan karakter pimpinan nya ini, Hana pun hanya diam sampai tujuan nya yaitu sebuah restaurant.
Restaurant khas dengan rumah hanok, meja privat adalah pilihannya, duduk di lantai dengan bantalan duduk menambah kesan korean tradisional style.
Leon hanya diam sambil satu persatu makanan disajikan dimeja. Setelah semuanya selesai ia mulai mengambil sumpit dan mengambil salah satu hidangan.
Tanpa bicara ia makan bahkan saking serius nya makan, Hana hanya diam melihat pimpinan nya itu makan bahkan tidak menawarkan sama sekali.
"Kenapa kau tidak makan? Kau menemaniku hanya ingin melihatku makan?" Tutur Leon yang makanan sudah hampir setengah.
Hana hanya mendengus kesal pelan dan mengambil sumpitnya dan mulai makan juga. Namun saat ia ingin mengambil sepotong galbi, Leon sudah menghadangnya bahkan menjauhkan sumpit Hana dengan sumpitnya ia mengambil galbi nya.
Mengalah Hana pun menaruh sumpitnya.
"Makanlah yang banyak" ucap Hana lalu menenggak air putihnya.
Setelah selesai Leon ia mengelap bibir tipis nya dengan lap, lalu menatap Hana yang sedang melakukan sesuatu dengan tablet nya.
"Maaf Tuan, kapan tugas ku selesai?" Tanya Hana yang menaruh tab nya.
Belum menjawab, Leon melihat jam tangan nya memang waktu sudah menunjukkan jam 6 sore namun langit masih terlihat terang.
"Apa ini waktu mu pulang?" Tanya Leon.
"Iya" angguk Hana, berharap pimpinan nya pengertian.
"Aku akan membayar mu lebih, untuk menemaniku mengunjungi tempat bagus malam ini" lugas Leon.
"Denganku?" Tanya Hana untuk memastikan.
"Lantas dengan siapa aku bicara??" Singkat Leon yang bangkit dari duduk dan segera keluar dari ruang makan resto.
Hana yang terperangah pun langsung bangkit mengikuti pimpinan nya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!