''Kami sudah memutuskan untuk tidak meratakan bangunan ini. " ucap seorang laki-laki paruh baya.
Muncul sebuah senyum di bibir ibu kepala panti yang menjadi lawan bicara laki-laki tersebut, ''terimakasih karena anda masih berwelas asih pada orang seperti kami tuan.'' ucapnya.
"Tapi kami memiliki sebuah permintaan." ucap seorang wanita anggun nan elegan yang datang bersama laki-laki paruh baya itu.
"Selama permintaan itu bisa kami penuhi, pasti akan kami lakukan nyonya." jawab ibu kepala panti dengan tulus.
"Saya yakin anda bisa melakukannya.'' ucap wanita itu dengan tenang. Mendengar apa yang diucapkan wanita itu sedikit membuat kerutan-kerutan kekhawatiran hilang dari wajah ibu kepala panti.
''Nadia Clara, kami memintanya untuk ikut bersama kami," tambah laki-laki paruh baya tersebut dengan tegas.
Perkataan laki-laki paruh baya sungguh membuat hatinya terhenyak, "Apakah anda ingin mengambil hak asuh atas Nadia tuan?'' tanya ibu kepala panti.
''Bukan hak asuh, bisa dibilang sebuah kompensasi.'' Jawab wanita tersebut dengan tetap mempertahankan senyum di bibirnya.
Ibu kepala panti masih bingung dengan maksud yang baru saja diutarakan oleh kedua tamunya, "kompensasi atas rumah ini, " tebaknya kemudian.
"Saya rasa anda sudah faham dengan apa yang kami inginkan, berikan Nadia pada kami dan kami akan memberikan sertifikat dan jaminan atas bangunan ini kepada Anda." Tegas pria paruh baya.
"Kenapa Nadia? " tanya ibu kepala panti lagi.
"Itu bukan sesuatu yang perlu Anda ketahui." Jawab tamu wanita dengan tetap mempertahankan senyum itu lagi.
"Saya butuh waktu untuk berfikir dan membicarakan ini dengan Nadia," tambahnya dengan nada masih menghormati lawan bicaranya.
"Saya rasa hal itu tidak di perlukan karena Nadia sudah mendengar pembicaraan kita," ucap laki-laki paruh baya yang kemudian mengarahkan kornea matanya tepat dimana Nadia berdiri.
Nadia masih tidak bergerak dari tempatnya, "kami akan memberi waktu hingga tiga hari dari sekarang, mohon untuk dipertimbangkan dengan baik apa yang kami tawarkan." ucap laki-laki paruh baya.
"Kami harus pergi sekarang, semakin cepat kalian mengambil keputusan, semakin sedikit bangunan ini akan hancur, waktu masih terus berjalan," tambahnya kemudian melangkahkan kaki menuju pintu panti.
***
Di tempat lain dengan nuansa biru silver memenuhi seluruh ruangan, ada seorang laki-laki berusia 31 tahun sedang meremas handphone miliknya dengan tatapan seakan ingin membunuh siapapun di dekatnya.
"Apa lagi yang di rencanakan tua bangka itu kali ini? apa yang mereka lakukan sekarang" tanya laki-laki yang bernama Ibra kepada Sakti sekretarisnya setelah menerima sebuah panggilan melalui handphone.
"Mereka sedang menyelesaikan bangunan sengketa yang masih berdiri di lahan yang akan menjadi proyek pembangunan wisata taman bermain anak-anak yang baru tuan." Jelas Sakti.
"Bullshit!!!"
"Maafkan saya tuan."
"Jika hanya perkara lahan sengketa dua tua bangka itu tidak mungkin langsung turun lapangan.'' ucap Ibra sambil memijit kepalanya yang mendadak merasa pusing.
"Kecuali ada yang mereka inginkan," tambah Sakti
"Segera cari tau apa maksud dan tujuan mereka sebenarnya. Tidak mungkin daddy memintaku pulang tanpa alasan setelah dua tua bangka itu berkeliaran." Ucap Ibra dengan sedikit keras.
"Baik tuan."
Lokasi ini tidak strategis untuk dijadikan sebuah tempat wisata, apa yang membuat mereka berdua turun tangan menyisir tempat itu secara langsung. Ucap Ibra dalam hati dengan bolpoint yang masih dimainkan di tangan kanannya.
"Kunci lokasinya, saya tidak ingin kalah dari para tua bangka itu kali ini, " tambahnya lagi.
"Saya akan mendapatkan terlebih dahulu jika benar ada yang mereka inginkan tuan." Ucap Sakti.
"Jangan membuatku kecewa," ucap Ibra penuh penekanan.
***
Panti Asuhan Sejahtera
Nadia Clara, gadis berusia 18 tahun dengan kulit putih, cantik, dan tubuh mungilnya itu selalu ceria, dan menenangkan hati orang yang melihatnya. Dengan sedikit memperbaiki letak kaca matanya, gadis itu menghampiri ibu kepala panti yang sedang duduk di ruang tengah.
"Ibu memikirkan apa yang dikatakan kedua orang yang datang tadi?" tanyanha lembut.
"Tidak nak, ibu hanya mengkhawatirkan mu," jawab ibu kepala panti dengan mengelus punggung tangan Nadia. "Jangan terlalu dipikirkan, ini bukan hanya menjadi tanggung jawabmu," jelas ibu kepala panti.
Bagaimana tidak dipikirkan, melihat wajah ibu saja sudah jelas terlihat. Ucap Nadia dalam hati.
"Pergilah makan, kamu pasti belum makan siang tadi"
"Baiklah bu, Nadia pergi makan terlebih dahulu."
Nadia berjalan menuju dapur memikirkan kedua orang yang datang memintanya untuk ikut bersama mereka sebagai kompensasi. Ahhh apa aku hanya senilai dengan sebuah bangunan, mereka benar-benar membuatku gila, apa yang sebenarnya mereka inginkan dariku. gumam Nadia.
Nadia mulai mengambil nasi yang hendak ia makan, namun kegiatannya terhenti ketika ada seorang anak datang mendekatinya.
"Kak tadi ada olang titip ini buat kakak," ucap anak perempuan berusia lima tahun yang tiba-tiba menyodorkan sebuah amplop putih.
Dahi Nadia berkerut, siapa lagi yang hendak bermain dengannya, "orang yang mana Va ?" tanya Nadia dengan mensejajarkan tingginya dengan tinggi anak tersebut.
"Olang yang tadi kelual dali luangan ibu kepala panti, meleka ngasih Eva pelmen," ucap gadis kecil cadel tersebut sambil tersenyum dengan menggemaskan.
"Terimakasih ya, Eva bisa lanjut main lagi," gadis kecil itu mengangguk dan berlari pergi menemui teman-temannya. "Jangan lari-lari Eva," teriak Nadia yang tetap tidak mendapat respon dari Eva, gadis kecil itu masih saja tetap berlari, lirih nya sambil menggelengkan kepala.
Nadia kembali menatap surat yang dia terima dari Eva, dia mengambil sebuah kursi dan meletakkan tubuhnya di sana sembari tangannya mulai membuka surat yang sudah dilem tersebut.
Pukul 19.00
Restoran pesona food
jangan melibatkan orang lain.
Dahi Nadia berkerut beberapa kali membaca baris kata yang tidak banyak itu. Apa yang kalian inginkan?, batinnya.
***
"Kau sudah menemukannya ?" tanya Ibra pada Sakti yang saat ini sudah berada di hadapannya.
"Sudah tuan. " Jawabnya singkat.
"Katakan"
"Tuan dan Nyonya besar berkeinginan untuk membuat Anda menikah. " Jawab Sakti.
Jawaban tersebut sontak membuat Ibra tertawa dengan keras, "Hahaha, lagi ???" tanyanya dengan masih tertawa.
"Iya tuan"
"Mereka tidak pernah berhenti untuk menjodohkan ku, wanita seperti apa kali ini? " tanya Ibra lagi.
"Wanita itu adalah seorang gadis yatim piatu di panti asuhan sejahtera yang menempati lahan sengketa tempat perusahaan induk hendak membangun kawasan wisata tuan. " Jelas Sakti pada tuannya.
"Dan kau percaya? sepertinya itu hanya akal-akalan mereka saja, Daddy tidak akan sebodoh itu membangun objek wisata di area yang tidak menguntungkan." tambah Ibra.
Kenapa anda tersenyum dengan menakutkan lagi tuan muda, batin Sakti.
"Waktunya bermain, " Imbuhnya dengan senyuman yang sama.
.
.
.
Jika kalian menyukai karya author jangan lupa beri dukungan like dan vote melalui koin atau poin ya.
Jangan lupa juga untuk klik favorit agar kalian bisa tau update cerita selanjutnya.
Terimakasih atas dukungan dan komentar positif teman-teman.
Restoran Pesona Food
Sore itu Nadia pamit kepada ibu kepala panti untuk pulang terlambat. Ia tidak membicarakan perihal surat pendek dan alasannya pergi.
"Nadia akan belajar kelompok di rumah Ririn bu, mungkin akan pulang sedikit malam jadi Nadia akan bawa kunci panti. " Ucapnya ketika berpamitan dengan Fatimah si ibu kepala panti.
"Hati-hati nak, jika pulang terlalu malam menginap saja di sana, ibu khawatir jika kamu pulang sendirian di malam hari. " Ucapnya menenangkan.
"Ibu tidak perlu khawatir dan menunggu, jika pulang terlalu malam Nadia akan menginap di sana. Nadia pamit Assalamu'alaikum, " pamit Nadia sambil mencium punggung tangan Fatimah.
"Wa'alaikumussalam, " Fatimah mengantarkan Nadia hingga di depan pintu panti, ekor matanya tetap menatap kepergian Nadia dengan sepeda pancal miliknya hingga gadis kecil itu tak terlihat.
"Gadis itu sudah semakin dewasa, saat pertama kali dia di temukan di depan pintu panti ini tubuhnya masih sangat merah, tak terasa waktu berlalu begitu cepat, " lirih bu Fatimah sendu memikirkan nasib Nadia kedepannya.
***
Nadia menyusuri jalanan yang cukup jauh untuk sampai di tempat tujuannya, ini juga menjadi salah satu alasan dia berangkat di sore hari. Dia bersenandung kecil sambil mengayuh sepedanya. Tanpa ia sadari ada sebuah mobil mewah berwarna hitam sedang mengikutinya.
Mobil itu mulai mengikuti sejak Nadia keluar dari pintu panti. Namun Nadia sama sekali tidak menyadarinya, hingga satu setengah jam lamanya sepeda pancal yang di kendarai Nadia tetap melaju dengan nyaman, sesekali dia berhenti untuk melakukan sholat maghrib dan beristirahat. Berbeda dengan seseorang yang sedari tadi mengikutinya.
"Kemana tujuan dia sebenernya? sejak tadi hanya mengayuh sepeda dengan hanya sesekali berhenti, lihat wajahnya itu seperti tidak merasakan lelah sama sekali. " Kesal seseorang yang kini semakin emosi melihat tawa dan senyum gadis di atas sepeda itu.
"Bagaimana mungkin dia masih bisa tertawa seperti itu ketika dia hendak mengantarkan nyawanya padaku. " Cibir laki-laki itu masih dengan emosinya karena merasa dipermainkan karena sudah mengikuti gadis cilik itu pergi.
"Apa aku terlihat seperti seorang pedofil sampai mommy dan daddy ingin menjodohkan ku dengan gadis cilik itu, " tanyanya pada seseorang yang ada disampingnya yang bahkan sedikitpun tidak merespon apa yang ia ucapkan.
Merasa tidak mendapat jawaban dari lawan bicaranya. Laki-laki itu mencari dimana objek yang sedang lawan bicaranya itu perhatikan hingga tidak menghiraukannya.
"Berani kau tidak mendengarkan aku hanya untuk fokus melihat gadis cilik itu Sakti!!! " ucapnya geram.
Sakti yang mendengar ucapan tuannya itu langsung menoleh kepada tuannya yang sedang di selimuti amarah. "Maaf tuan saya hanya sedang berfikir. " ucapnya jujur.
"Apa yang kau fikirkan hingga tidak mendengarkan aku, " balasnya dengan ketus.
"Saya hanya merasa aneh tuan muda, gadis itu masih sangat kecil untuk dijodohkan dengan anda, dan dia yatim piatu, otomatis tidak akan ada kerjasama bisnis di atas perjodohan seperti yang tuan dan nyonya besar lakukan sebelumnya. "
Ibra terlihat berfikir mendengar logika masuk akal asistennya. "Hmm, kamu benar juga. " ucapnya dengan masih menatap Nadia yang mulai menaiki sepedanya kembali.
''Ikuti dia lagi" ucap Ibra pada Sakti yang berada di balik kemudi.
10 menit kemudian
Nampak sebuah restoran yang menjadi tujuan Nadia. Nadia memarkir sepedanya kemudian masuk kedalam. Sakti sedang bersiap di dalam mobil, sebelumnya dia sudah mengerahkan bawahannya untuk memasang alat penyadap suara di dalam restoran itu.
"Apa yang ingin anda bicarakan nyonya? " ucap Nadia langsung pada intinya.
"Silahkan makan terlebih dahulu nona, kami sama sekali tidak memiliki niat jahat. " ucap wanita yang datang ke panti hari ini, dia hanya datang seorang diri hari ini.
"Mohon segera jelaskan maksud nyonya meminta kedatangan saya kesini, karena saya harus segera pulang, "
"Baiklah, ini" ucap wanita itu sambil menyodorkan sebuah foto.
Nadia melihat foto seorang laki-laki, "kenapa dengan laki-laki ini? "
"Tinggalkan kehidupan anda saat ini dan menikah dengannya. "
Deg. Mata Nadia membulat sepenuhnya mendengar apa yang di ucapkan wanita itu. "Maaf saya sama Sekali tidak berniat untuk menikah saat ini." Jelasnya kemudian beranjak dari tempat duduknya.
"Panti itu berdiri di atas tanah kami, kami bisa menggusur nya kapanpun kami ingin, saya rasa sepadan jika anda berkorban demi kebahagiaan belasan adik anda yang tinggal di sana. "
"Keputusan tetap pada anda nona, saya berharap anda lebih bijak dalam menentukan, saya permisi" ucap wanita itu kemudian pergi meninggalkan Nadia yang tetap berdiri ditempatnya.
Di Dalam Mobil
"Dia masih kejam seperti biasanya tuan muda. "
"Kita masuk , aku harus bicara dengannya"
"Baik tuan muda"
"Kau sudah bawa surat perjanjian yang tadi kita bicarakan? " tanya Ibra.
"Sudah tuan, saya akan membawanya. "
Sakti membuka pintu mobil Ibra dan mengikuti langkahnya dari belakang.
Ibra melihat Nadia sedang terduduk lemas di kursi sambil memandangi fotonya.
"Apa aku kurang tampan hingga kau sangat tidak ingin menikah denganku? " ucap Ibra yang langsung duduk di hadapan Nadia dengan Sakti yang masih setia berdiri di belakang nya.
"Anda? " Nadia sedang membandingkan foto yang di tinggalkan wanita tadi dengan laki-laki yang kini ada di hadapannya.
"Laki-laki yang ada di foto itu" ucapnya lagi sambil menunjuk foto dirinya.
"Saya sudah punya kekasih, saya juga tidak berniat dengan pernikahan ini. Tapi.." Ibra berhenti untuk menelisik reaksi Nadia. Gadis itu hanya terdiam mendengarkan.
"Tapi orang tua saya juga tidak akan berhenti sampai disini, kedepannya juga ada wanita-wanita lain yang di jodohkan dengan saya. " Imbuhnya.
"Lalu? " tanya Nadia.
"Simbiosis mutualisme"
"Dengan menikah tuan muda akan berhenti dijodohkan dan anda bisa menyelamatkan panti asuhan anda nona. " jelas Sakti.
"Saya masih sangat muda, ada hal yang ingin saya raih, saya masih ingin melanjutkan pendidikan saya tuan. " tatap nya dengan penuh kebingungan.
"Ini.. " Ibra menyodorkan sebuah map
Nadia perlahan membuka map tersebut, Degg Perjanjian pra nikah. Nadia menatap Ibra seakan meminta jawaban.
"Kita tidak saling menginginkan pernikahan ini, setelah menikah tidak ada yang berubah. Tidak boleh mencampuri urusan masing-masing, terlihat mesra di hadapan keluarga besar, tidak boleh menuntut dan yang terakhir kita akan resmi bercerai setelah lima tahun usia pernikahan. Lebih jelasnya kamu bisa baca sendiri di surat perjanjian itu." Jelas Ibra.
Nadia masih menatap laki-laki yang ada di hadapannya itu. Apalagi ini ya Allah, langkahku rasanya semakin berat. batinnya.
"Setelah lima tahun anda seharusnya sudah lulus dari Universitas nona, tuan muda akan menjamin kehidupan anda lebih baik kedepannya bahkan setelah perceraian. " tambah Sakti berusaha meyakinkan Nadia
Ini bukan masalah keuntungan yang akan aku terima, tapi lebih dari itu. Hidupku kedepannya akan berpengaruh pada keputusan yang aku ambil sekarang.
"Maaf.. " ucap Nadia.
.
.
.
Jika kalian menyukai karya author jangan lupa beri dukungan like dan vote melalui koin atau poin ya.
Jangan lupa juga untuk klik favorit agar kalian bisa tau update cerita selanjutnya.
Terimakasih atas dukungan dan komentar positif teman-teman.
Nadia menatap kekhawatiran di wajah bu Fatimah yang sedang berjalan mondar-mandir sembari menatap pagar yang sebentar lagi akan di rubuhkan. Laki-laki dan wanita paruh baya itu benar-benar melakukan apa yang mereka katakan. Nadia minta maaf karena tidak bisa memberitahu ibu sekarang, pikir Nadia dengan manik mata yang tetap mengikuti langkah kaki bu Fatimah.
Nadia merogoh saku mencari handphone miliknya dan mencari nama Sakti asisten pribadi Ibra.
Tutt Tutt Tutt
Masih tidak ada jawaban dari Sakti, hingga Nadia menekan tombol call di layar handphone nya sebanyak empat kali. HIngga, "Halo .. ?" suara Sakti terdengar keluar dari handphone itu..
"Saya Nadia tuan."
"Oh iya nona, apa yang anda butuhkan."
"Apakah saya sudah bisa menelfon wanita itu sekarang ?" tanya Nadia dengan hati-hati.
"Sebaiknya menunggu paling tidak sampai besok nona, agar kerjasama kita terlihat natural."
"Jika sampai besok, mungkin panti ini sudah tidak berbentuk lagi tuan," ucapnya sedih.
"Anda tidak perlu khawatir nona, semua kerugian akan di bayar oleh tuan muda, mohon untuk tidak membuat kekacauan dan melakukannya sesuai dengan kesepakatan yang sudah anda tandatangani kemaren,"
"Baiklah."
Flasback On
"Kita tidak saling menginginkan pernikahan ini, setelah menikah tidak ada yang berubah. Tidak boleh mencampuri urusan masing-masing, terlihat mesra di hadapan keluarga besar, tidak boleh menuntut dan yang terakhir kita akan resmi bercerai setelah lima tahun usia pernikahan. Lebih jelasnya kamu bisa baca sendiri di surat perjanjian itu." Jelas Ibra.
Nadia masih menatap laki-laki yang ada di hadapannya itu. Apalagi ini ya Allah, langkahku rasanya semakin berat. batinnya.
"Setelah lima tahun anda seharusnya sudah lulus dari Universitas nona, tuan muda akan menjamin kehidupan anda lebih baik kedepannya bahkan setelah perceraian. " tambah Sakti berusaha meyakinkan Nadia
Ini bukan masalah keuntungan yang akan aku terima, tapi lebih dari itu. Hidupku kedepannya akan berpengaruh pada keputusan yang aku ambil sekarang.
"Maaf, Aku tidak tertarik dengan jaminan yang kalian janjikan" ucap Nadia.
Ibra masih menatap lekat gadis itu, Sombong sekali dia. pikir Ibra.
"Apa yang nona inginkan ?" tanya Sakti.
"Aku tidak menginginkan apapun, hanya saja pernikahan dengan cara seperti ini bukan pernikahan yang aku inginkan,"
"Lalu apa yang kau inginkan gadis kecil, aku ? apa itu aku yang kau inginkan ?" ucap Ibra dengan tertawa sinis pada Nadia.
"Mohon tidak bermimpi untuk menginginkan tuan muda nona. karena ..."
Belum sempat sakti menyelesaikan pembicaraanya, "Karena dia sudah mencintai orang lain." sanggahnya.
Kedua laki-laki itu menatap heran ke arah Nadia, Wanita seperti apa dia, apa yang sebenarnya dia inginkan, ujar mereka dalam hati.
"Aku hanya ingin sebuah alasan, kenapa aku dibuang 18 tahun lalu." ucapnya jelas.
Sekali lagi Ibra dan Sakti dibat melongo oleh ucapan Nadia. Kita lihat saja gadis kecil, pada akhirnya kamu pasti akan membuka topeng lugu dan polos itu ketika sudah mengetahui apa yang bisa kuberikan untukmu. batin Ibra.
Gadis pilihan tuan dan nyonya besar kali ini sangat sempurna, dia sangat berbeda dengan wanita-wanita sebelumnya. Aku harus membantu tuan dan nyonya besar kali ini, mungkin akan lebih baik jika gadis ini yang akan menjadi nona muda, pikir Sakti sambil manggut-manggut.
"Sakti, segera selidiki masalah delapan belas tahun lalu yang gadis ini inginkan," ucap Ibra dengan nada otoriternya.
"Baik tuan muda," jawab Sakti.
"Kau bisa tanda tangan sekarang." perintah Ibra pada gadis itu.
Flashback Off
Langkah kaki Nadia rasanya semakin berat melangkah, namun ia masih tetap berjalan menemui bu Fatimah. "bu, maafkan Nadia. Jika saja Nadia ikut pergi bersama mereka kondisi kita tidak akan memprihatinkan seperti ini."
"Sudah tau yang mereka inginkan itu kamu, kenapa kamu tidak pergi saja dari panti ini." Ucap Nava salah seorang penghuni panti yang seumuran dengan Nadia.
"Nava kamu tidak boleh bicara seperti itu," ucap bu Fatimah.
"Kita akan tinggal dimana bu ? rumah ini bahkan sebentar lagi akan hancur. Kalo aja Nadia mau menerima tawaran mereka, kita nggak akan seperti ini." jawab Nava lagi.
Nadia semakin berkaca-kaca mendengar ucapan Nava, mereka memang tidak pernah dekat sejak awal, tapi dia tidak pernah menyangka Nava akan tega berbicara seperti itu padanya.
"Sudah cukup, kita tidak bisa mengorbankan satu orang untuk kebahagiaan kita semua, harusnya kita bekerja sama dikondisi seperti ini, menyalahkan orang lain bukanlah sebuah solusi." ucap bu Fatimah lagi sembari menatap keduanya.
"Tapi bu, kita seperti itu karena Nadia, jika mereka tidak menginginkan Nadia mereka tidak akan sampai berbuat seperti ini," tambah Nava.
"Nadia izin ke kamar dulu bu," ucapnya lalu pergi meninggalkan ruangan.
Nadia memasuki kamarnya yang sedang dalam keadaan kosong, kamar itu dihuni oleh enam orang dengan tiga ranjang susun, Nadia merebahkan diri di atas kasur, tanganya meraih sebuah benda yang ia sembunyikan di bawah bantal tidurnya. Nadia menatap benda itu lama hingga tanpa sadar bulir bening mengalir dari pelupuk matanya.
"Rasanya sangat berat untuk hidup seperti ini, lalu kenapa dulu aku dilahirkan, bahkan aku harus menikah tanpa diinginkan, semua tidak menginginkan kehadiranku, lalu kemana aku harus pergi." isaknya masih dengan menggengan benda itu.
Drrttt Drrrt
Getaran ponsel membuat Nadia mengalihkan perhatinnya pada benda elektronik berbentuk kecil itu, Tuan Sakti, gumamnya. Nadia segera menghapus air mata yang masih beranak dimatanya dan menerima panggilan telfon itu.
"Iya halo tuan, ada apa ?" tanyanya masih dengan suara seraknya.
"Kau menangis gadis kecil, aku sudah mendengar dari Sakti tentang apa yang kau khawatirkan, telfon saja tua bangka itu dan beritahu kamu bersedia menikah denganku." ucap Ibra yang langsung menutup telfonnya.
"Bagaimana mungkin aku bisa bertahan selama lima tahun bersama laki-laki kasar dan tidak berperasaan sepertinya."
Nadia segera menepis pikirannya itu, dia bergegas mengambil sebuah kartu nama yang ditinggalkan wanita paruh baya bersamaan dengan surat yang pernah ia titipkan kepada Eva. Nadia mengetik nomor yang tertulis pada kartu nama itu di handphonenya. Hingga berbunyi. " Haloo Nadia.." terdengar suara dari telfon genggamnya. bagaimana dia tau ini nomer milikku.
"Bagaimana ? kamu sudah mempertimbangkan tawaranku ?" tanya wanita bernama Lusy.
"Apa yang harus aku lakukan setelah menikah." tanya Nadia.
"Tidak ada"
"Tidak ada ?" Nadia semakin bingung dengan ucapan wanita itu, apa semua orang kaya memiliki tingkah aneh seperti ini. Begitu pikirnya.
"Lalu kenapa anda memaksaku sampai sejauh ini untuk mau menikah dengannya ?"tanya Nadia heran.
"Karena itu ujiannya." jawab wanita itu lagi yang semakin membuat Nadia heran.
.
.
.
Jika kalian menyukai karya author jangan lupa beri dukungan like dan vote melalui koin atau poin ya.
Jangan lupa juga untuk klik favorit agar kalian bisa tau update cerita selanjutnya.
Terimakasih atas dukungan dan komentar positif teman-teman.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!