Bab 1: Pitcher dari Bayangan
Hari itu, langit mendung menggantung di atas SMA Seikou. Lapangan baseball sekolah terlihat sepi, hanya terdengar suara lembut angin yang menerpa dedaunan. Di sudut lapangan, seorang pemuda berdiri dengan tangan memegang bola baseball. Wajahnya tenang, tetapi matanya memancarkan tekad.
“Jadi ini SMA Seikou,” gumamnya pelan. Pemuda itu adalah Riku Asahina, siswa pindahan yang baru saja bergabung ke sekolah tersebut. Ia mengenakan seragam olahraga yang masih baru, dengan logo Seikou yang tercetak jelas di dadanya.
Lapangan yang terlihat lusuh ini adalah cerminan dari reputasi tim baseball SMA Seikou. Tim ini dulunya pernah berjaya, namun kini hanya menjadi bayang-bayang masa lalunya. Tahun lalu, mereka bahkan gagal melewati babak penyisihan regional. Kini, mereka dikenal sebagai tim pecundang yang tidak diperhitungkan.
Namun, bagi Riku, inilah awal dari sesuatu yang baru.
---
Panggilan ke Lapangan
Di ruang ganti, suara pelatih tim, Kenji Tsubaki, terdengar menggema. Pria berusia 40-an dengan tubuh tegap itu memandang para pemain dengan sorot mata tajam. Meski rambutnya mulai beruban, ia tetap terlihat seperti seseorang yang pernah merasakan tekanan lapangan profesional.
“Dengar baik-baik!” seru Tsubaki. “Hari ini kita kedatangan anggota baru. Dia akan menjalani seleksi untuk masuk tim utama.”
Riku melangkah masuk. Pandangan seluruh anggota tim tertuju padanya. Kebanyakan dari mereka terlihat skeptis.
“Itu anak pindahan, ya?” bisik salah satu pemain.
“Dia kurus sekali. Apa dia bisa main?” sahut yang lain.
Namun, Tsubaki mengabaikan bisik-bisik tersebut. Ia hanya memberikan bola kepada Riku dan berkata, “Lemparkan bola ke arah catcher. Tunjukkan apa yang bisa kau lakukan.”
---
Lemparan yang Tidak Terlihat
Riku mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia berjalan ke gundukan pitcher dan bersiap. Catcher tim, Takeshi Suda, berdiri di belakang home plate dengan sarung tangannya terangkat.
“Baiklah, anak baru,” ujar Takeshi dengan nada mengejek. “Berikan lemparan terbaikmu.”
Riku mengambil posisi. Ia mengamati sarung tangan Takeshi, lalu menarik napas dalam. Dalam sekejap, ia melempar bola dengan gerakan halus namun cepat.
Woosh!
Bola meluncur seperti angin, tetapi Takeshi tidak bergerak. Sebaliknya, ia terdiam, seolah-olah tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Suara bola yang masuk ke dalam sarung tangannya baru terdengar sepersekian detik kemudian.
“Apa?!” Takeshi melompat mundur. “Aku… tidak melihat bola itu.”
Seluruh anggota tim terdiam. Mereka saling pandang, seolah meminta penjelasan. Bahkan pelatih Tsubaki tampak sedikit terkejut, meski ia berusaha menyembunyikannya.
“Lempar sekali lagi,” kata Tsubaki.
Riku mengangguk. Ia mengambil bola lain, bersiap, dan melempar lagi. Kali ini, Takeshi mencoba lebih fokus, tetapi hasilnya tetap sama. Bola meluncur tanpa bisa dilihat arahnya.
“Bagaimana mungkin…” Takeshi menggelengkan kepala.
---
Awal dari Perubahan
Setelah sesi latihan selesai, para pemain berkumpul di bangku panjang. Banyak dari mereka masih membicarakan lemparan Riku.
“Anak itu aneh,” komentar Haruto Kageyama, kapten tim. “Tapi dia punya sesuatu yang tidak dimiliki orang lain.”
Haruto mendekati Riku, yang sedang duduk sendirian di sudut lapangan. “Hei, anak baru,” panggilnya.
Riku menoleh, menatap Haruto dengan mata tenang.
“Lemparanmu tadi… apa itu semacam trik?” tanya Haruto langsung.
Riku menggeleng. “Tidak ada trik. Itu hanya teknik yang kupelajari sendiri.”
“Teknik?” Haruto mengangkat alis.
Riku berdiri. “Aku menyebutnya Phantom Pitch. Lemparan ini membuat bola tampak menghilang karena sudut putaran dan kecepatan tertentu. Itu semua tentang presisi.”
Haruto terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Kau cukup percaya diri, ya? Tapi di sini, kami tidak hanya butuh pitcher yang bisa melempar. Kami butuh seseorang yang bisa membawa tim ini keluar dari keterpurukan.”
Riku menatap lurus ke mata Haruto. “Aku tidak datang ke sini hanya untuk bermain. Aku datang untuk menang.”
---
Pertandingan Latihan
Sebagai ujian terakhir, pelatih Tsubaki memutuskan untuk mengadakan pertandingan latihan antar pemain tim. Riku ditempatkan sebagai pitcher tim B, melawan Haruto dan tim A.
“Ini akan menarik,” ujar Takeshi sambil memasang perlengkapannya. “Kita lihat apakah lemparannya bisa melawan pukulan Haruto.”
Haruto berdiri di depan home plate, mengayunkan tongkat pemukulnya dengan penuh percaya diri. “Ayo, lempar bola itu, Phantom Boy.”
Riku mengambil bola dan bersiap. Dengan gerakan yang sama seperti sebelumnya, ia melempar bola ke arah Haruto.
Woosh!
Haruto mengayunkan tongkatnya dengan kekuatan penuh, tetapi hanya memukul angin. Bola sudah masuk ke sarung tangan Takeshi sebelum Haruto menyadarinya.
“Strike satu!” teriak wasit.
Haruto menyipitkan matanya, mulai serius. “Oke, jadi kau punya trik. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menang dua kali.”
Riku tersenyum tipis. Ia tahu, ini baru awal dari perjalanan panjangnya.
Bab 2: Di Balik Phantom Pitch
Pertandingan latihan masih berlangsung dengan intensitas tinggi. Semua mata tertuju pada pitcher baru, Riku Asahina, yang berhasil mencuri perhatian dengan lemparan Phantom Pitch-nya. Kini, ia harus menghadapi pemukul terbaik tim, Haruto Kageyama, yang tidak akan menyerah begitu saja.
---
Pertarungan Sengit
Haruto kembali mengambil posisi di home plate. Ia mengayunkan tongkatnya ke belakang, memusatkan seluruh perhatian pada Riku. Suasana tegang menyelimuti lapangan. Pemain lain yang menonton di bangku cadangan menahan napas.
“Lemparkan lagi, Riku!” seru Haruto, suaranya penuh tantangan.
Riku berdiri di atas gundukan pitcher. Tatapannya tajam, fokus tertuju pada sarung tangan catcher. Ia memutar bola di tangannya, merasakan teksturnya sebelum melakukan lemparan. Dengan gerakan yang cepat dan halus, ia mengayunkan lengannya.
Woosh!
Bola meluncur seperti kilat, nyaris tak terlihat. Haruto, dengan refleksnya yang tajam, mengayunkan tongkatnya. Namun sekali lagi, ia hanya mengenai udara kosong.
“Strike dua!” teriak wasit.
Haruto menggeram pelan. Keringat mulai mengalir di dahinya, meski udara cukup dingin. “Apa-apaan bola itu?” pikirnya. Ia tidak bisa membaca lintasan bola, seolah-olah bola menghilang di tengah jalan.
Dari bangku cadangan, pemain lain mulai berbisik.
“Haruto tidak bisa memukulnya?”
“Anak baru ini benar-benar berbeda…”
Namun, Riku tetap tenang. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan kembali fokusnya. Ia tahu lemparan berikutnya akan menjadi penentu.
---
Pukulan Haruto
Pada lemparan ketiga, Haruto menggenggam tongkatnya lebih erat. Ia memutuskan untuk mengubah strategi. Daripada mencoba membaca lintasan bola, ia akan mempercayai instingnya.
Riku melempar bola lagi. Kali ini, Haruto mengayunkan tongkatnya lebih awal.
Crack!
Suara kayu bertemu bola terdengar nyaring. Bola meluncur ke udara, tinggi dan jauh. Para pemain tim B langsung bergerak mengejar bola.
“Kejar!” teriak seseorang dari tim B.
Bola hampir mencapai pagar luar lapangan ketika Hiroto Yamazaki, pemain outfield tim B, melompat setinggi mungkin. Dengan satu tangan, ia berhasil menangkap bola sebelum melewati pagar.
“Out!” teriak wasit.
Suasana lapangan langsung riuh. Haruto berdiri di tempatnya, tertegun. Ia akhirnya memukul bola, tetapi pertahanan tim B berhasil menghentikannya.
Riku menghela napas lega. Ia tahu, lemparan Phantom Pitch-nya bukanlah senjata sempurna. Lawannya bisa beradaptasi jika diberi cukup waktu.
---
Diskusi di Bangku Cadangan
Setelah pertandingan latihan selesai, Riku duduk di bangku cadangan, menghapus keringat dari wajahnya. Meski tubuhnya lelah, ia merasa puas karena berhasil menunjukkan kemampuannya.
Haruto mendekatinya, membawa dua botol air mineral. Ia menyerahkan satu kepada Riku.
“Kau hebat,” kata Haruto sambil duduk di sampingnya. “Tapi lemparanmu punya kelemahan.”
Riku menoleh, sedikit terkejut. “Kelemahan?”
Haruto mengangguk. “Ya. Lemparan itu memang sulit dibaca, tapi jika lawan cukup sabar, mereka akan bisa memukulnya. Seperti yang kulakukan tadi.”
Riku terdiam sejenak. Ia tahu Haruto benar. Phantom Pitch-nya bukan teknik yang tak terkalahkan.
“Tapi aku harus akui,” lanjut Haruto, “kau membawa sesuatu yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Tim ini butuh pitcher sepertimu.”
Kata-kata Haruto membuat Riku tersenyum kecil. Meski dia baru di tim ini, ia merasa mulai diterima.
---
Percakapan dengan Pelatih
Setelah pertandingan, pelatih Kenji Tsubaki memanggil Riku ke ruangannya. Ruangan itu kecil, dengan berbagai foto dan piala tim baseball Seikou yang kini dipenuhi debu.
“Riku,” kata Tsubaki sambil melipat tangan di dada. “Aku ingin tahu, dari mana kau belajar lemparan itu?”
Riku menunduk, merenung sejenak sebelum menjawab. “Aku mengembangkannya sendiri. Sejak kecil, aku selalu tertarik pada cara bola bergerak. Aku mencoba berbagai teknik sampai menemukan cara untuk membuat bola terlihat ‘menghilang’.”
Tsubaki mengangguk, terkesan dengan dedikasi Riku. “Kau punya potensi besar, Riku. Tapi ingat, baseball adalah permainan tim. Kemampuan individumu tidak akan cukup untuk membawa tim ini menang.”
“Aku mengerti, Pelatih,” jawab Riku.
“Bagus.” Tsubaki tersenyum tipis. “Latihan besok akan lebih berat. Bersiaplah.”
---
Masa Lalu yang Terungkap
Malam harinya, Riku duduk di balkon apartemen kecil tempat ia tinggal. Ia memandangi bola baseball yang ia bawa sejak kecil. Bola itu penuh dengan tanda-tanda usang, tetapi baginya, bola itu adalah pengingat akan masa lalu yang tak ingin ia lupakan.
“Riku!” Suara seorang anak kecil bergema di pikirannya. “Ayo main lagi!”
Bayangan wajah ceria seorang anak laki-laki muncul di benaknya. Anak itu adalah Ren, adiknya yang selalu bermain baseball dengannya. Namun, Ren sudah tiada karena kecelakaan yang terjadi dua tahun lalu.
“Ren,” bisik Riku pelan. “Aku akan mewujudkan mimpi kita. Aku akan menjadi pitcher terbaik dan membawa tim ini ke puncak.”
Dengan tekad baru, Riku mengepalkan tangan. Ia tahu jalannya tidak akan mudah, tetapi ia siap menghadapi segala rintangan.
---
Panggilan Menuju Turnamen
Keesokan harinya, saat latihan berlangsung, pelatih Tsubaki mengumumkan sesuatu yang mengejutkan.
“Perhatian semua!” serunya. “Turnamen regional akan dimulai dalam tiga minggu. Kita harus mempersiapkan diri untuk itu.”
Para pemain saling memandang dengan campuran antusiasme dan kekhawatiran. Mereka tahu bahwa tim ini belum pernah menang dalam turnamen selama lima tahun terakhir.
“Riku,” kata Tsubaki, menatap pitcher barunya. “Kau akan menjadi pitcher utama kita.”
Mendengar itu, semua pemain terdiam.
“Pelatih, apa tidak terlalu cepat?” tanya Haruto. “Dia baru saja bergabung.”
Tsubaki mengangguk. “Aku tahu, tapi kita butuh kejutan untuk mengalahkan tim-tim besar. Dan aku yakin Riku punya sesuatu yang bisa mengubah permainan.”
Riku merasa beban berat menimpanya, tetapi ia tidak mundur. “Aku tidak akan mengecewakan Anda, Pelatih,” katanya dengan yakin.
Bab 3: Tekanan dan Harapan
Turnamen regional semakin dekat. Setiap pemain tim Seikou High kini berada di bawah bayang-bayang ekspektasi besar. Bagi Riku Asahina, menjadi pitcher utama bukan hanya tanggung jawab, tetapi juga tantangan untuk membuktikan dirinya.
---
Latihan yang Tak Kenal Ampun
Hari itu, pelatih Kenji Tsubaki memimpin sesi latihan dengan intensitas tinggi. Para pemain dikerahkan untuk meningkatkan kecepatan, kekuatan, dan daya tahan.
“Latihan ini bukan sekadar persiapan,” seru Tsubaki. “Ini adalah fondasi kalian untuk menghadapi lawan-lawan tangguh!”
Riku berdiri di gundukan pitcher, melempar bola demi bola ke arah catcher. Setiap lemparan Phantom Pitch-nya membuat bola tampak menghilang sebelum mencapai sarung tangan catcher. Namun, kali ini ada masalah. Akurasi lemparannya mulai menurun.
“Strike!” teriak catcher Takeshi, yang mulai frustrasi. “Tapi itu terlalu rendah, Riku. Kalau seperti ini, kita akan kalah!”
Riku mengangguk pelan. Keringat membasahi wajahnya. Ia mencoba memperbaiki lemparannya, tetapi bayangan masa lalu terus menghantui pikirannya.
“Fokus, Riku!” teriak Haruto dari sisi lapangan. “Kau tak bisa membuat kesalahan di turnamen nanti!”
Riku menarik napas panjang. Ia tahu tekanan ini adalah sesuatu yang harus ia hadapi. Namun, semakin ia berusaha, semakin berat beban itu terasa.
---
Diskusi Malam Hari
Malam itu, setelah latihan selesai, Riku duduk di ruang ganti yang sepi. Ia memandangi bola di tangannya, mencoba memahami mengapa akurasinya menurun.
“Masih di sini?” suara Haruto memecah kesunyian. Ia berjalan masuk dengan sebotol air di tangan.
“Aku harus memperbaiki akurasi lemparanku,” gumam Riku tanpa menoleh.
Haruto duduk di bangku di sebelahnya. “Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, Riku. Kadang-kadang, istirahat juga penting.”
Riku menoleh, tatapannya penuh kebimbangan. “Tapi aku tidak bisa gagal. Aku sudah kehilangan terlalu banyak dalam hidupku. Aku harus berhasil, Haruto.”
Haruto menatapnya dengan serius. “Mungkin kau perlu mengubah sudut pandangmu. Baseball adalah permainan tim. Kau bukan satu-satunya yang memikul beban ini.”
Riku terdiam. Kata-kata Haruto membuatnya berpikir. Selama ini, ia selalu merasa harus mengandalkan dirinya sendiri.
---
Sparring Internal
Dua hari kemudian, pelatih Tsubaki mengadakan sparring internal antara tim utama dan tim cadangan. Tujuannya adalah mengukur kesiapan tim sebelum turnamen.
“Riku, kau akan menjadi pitcher tim utama,” kata Tsubaki tegas.
Riku berdiri di gundukan, memutar bola di tangannya. Tim cadangan siap di posisi mereka, dipimpin oleh pemain-pemain muda yang ingin membuktikan diri.
Batter pertama dari tim cadangan mengambil posisi di home plate. Riku mengambil ancang-ancang dan melempar bola pertamanya.
Woosh!
“Strike satu!” seru wasit.
Batter kedua mencoba lebih agresif, tetapi bola tetap tidak bisa disentuh. Riku terus menunjukkan kekuatan Phantom Pitch-nya, membuat pemain tim cadangan frustrasi.
Namun, pada inning keempat, kelemahan Riku mulai terlihat. Akurasinya menurun lagi, dan tim cadangan mulai memanfaatkan situasi.
Crack!
Bola berhasil dipukul ke arah outfield. Tim utama berusaha mengejar, tetapi tim cadangan mencetak dua poin dengan cepat.
“Riku, tenang!” teriak Tsubaki dari sisi lapangan.
Riku mencoba fokus, tetapi pikirannya semakin kacau. Lemparannya yang berikutnya terlalu tinggi, dan wasit memanggil “ball.”
---
Haruto Mengambil Alih
Melihat kondisi Riku yang goyah, Haruto melangkah maju. Ia memukul sarung tangannya keras-keras, menarik perhatian semua orang.
“Berikan lemparan terbaikmu, Riku!” serunya. “Aku di sini untuk mendukungmu.”
Kata-kata itu membuat Riku sedikit tenang. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba mengosongkan pikirannya. Kali ini, ia memusatkan seluruh fokusnya pada target.
Riku melempar bola dengan kecepatan dan ketepatan yang luar biasa. Bola meluncur seperti bayangan, dan batter dari tim cadangan hanya bisa terpaku.
“Strike out!” seru wasit.
Sorak-sorai kecil terdengar dari tim utama. Meskipun ada momen sulit, Riku berhasil kembali menguasai dirinya.
---
Percakapan dengan Pelatih
Setelah sparring selesai, pelatih Tsubaki memanggil Riku ke ruangannya lagi.
“Kau melakukan pekerjaan yang bagus hari ini, Riku,” kata Tsubaki. “Tapi aku bisa melihat bahwa tekanan mulai memengaruhimu.”
Riku mengangguk pelan. “Aku hanya tidak ingin mengecewakan tim ini.”
Tsubaki tersenyum tipis. “Aku mengerti. Tapi ingat, baseball adalah permainan yang membutuhkan ketenangan. Jika kau terlalu terbebani, kau tidak akan bisa memberikan yang terbaik.”
“Jadi, apa yang harus aku lakukan?” tanya Riku.
“Percayalah pada rekan-rekanmu,” jawab Tsubaki. “Mereka ada di sana untuk membantumu. Jika kau mencoba melakukannya sendirian, kau akan gagal.”
Kata-kata itu sekali lagi menyadarkan Riku. Ia tahu, untuk menghadapi turnamen ini, ia harus belajar mengandalkan timnya.
---
Pengumuman Kapten Baru
Beberapa hari kemudian, pelatih Tsubaki mengumumkan sesuatu yang mengejutkan semua pemain.
“Setelah mempertimbangkan dengan matang, aku telah memilih kapten baru untuk tim ini,” kata Tsubaki di hadapan semua pemain.
Semua orang menunggu dengan tegang. Siapa yang akan menjadi pemimpin mereka di turnamen?
“Kapten baru kita adalah Haruto Kageyama.”
Ruangan langsung dipenuhi suara tepuk tangan. Haruto tersenyum kecil, tetapi ia tampak serius.
“Sebagai kapten, aku hanya punya satu permintaan,” kata Haruto. “Kita harus bekerja sama sebagai tim. Tidak peduli seberapa berbakatnya seseorang, kita hanya bisa menang jika kita bersatu.”
Riku menatap Haruto dari kejauhan. Ia merasa lega sekaligus termotivasi. Dengan Haruto sebagai kapten, ia yakin tim ini bisa menghadapi apa pun.
---
Awal Perjalanan
Dengan turnamen regional hanya tinggal seminggu lagi, tim Seikou High terus berlatih tanpa henti. Tekanan semakin besar, tetapi semangat tim juga semakin tinggi.
Bagi Riku, ini bukan hanya tentang baseball. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan dirinya, mengejar mimpi yang ia dan Ren pernah bagikan, dan menemukan tempat di mana ia benar-benar merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
“Turnamen ini,” pikir Riku, “adalah awal dari segalanya.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!