..."Terlihat dari kata 'biasanya' belum tentu sesuai dengan kenyataannya."...
...–Zidan Alvano Putra...
...ΩΩΩΩΩ...
Seorang lelaki turun dari tangga karena dipanggil oleh orang tuanya. Lelaki berumur 15 tahun itu baru menduduki bangku SMA di salah satu kota Jakarta.
"Ada apa, Pah?" tanyanya duduk di sofa ruang keluarga.
Saat ini lelaki bernama Zidan Alvano Putra tersebut akan mengobrol serius dengan kedua orangtuanya. Dan tentu menyangkut tentang diri lelaki itu.
Pria paruh baya yang sudah berpakaian layaknya orang kantoran, duduk di sofa personal sambil menatap putra pertamanya.
"Papah udah berapa kali bilang sama kamu? Jangan jadi anak motor! Jangan suka beli motor sport apa kayak gitu? Kamu pikir itu murah? Papah tau itu uang hasil kamu mengumpulkan uang jajan selama bertahun-tahun, tapi tidak harus untuk membeli itu." tegas sang ayah bernama Reza.
Seorang wanita memakai hijab dengan baju gamisnya berusaha menengahi suami dan anaknya. "Udah, Mas. Gak papa dia beli apa yang dia mau, lagipula Abang kan belinya pakai uangnya sendiri. Lebih bagus dia beli sesuatu yang dia mau dengan usahanya mengumpulkan bertahun-tahun. Diluar sana banyak anak-anak remaja yang mendapatkan apa yang mereka inginkan tapi dari orang tuanya." sahut wanita itu.
Risa Anggraini, wanita yang merupakan ibu dari Zidan itu membela putranya. Reza berdecak kurang suka, "tapi gak harus motor itu, Mah. Papa kan sudah belikan dia dua motor untuk sekolah dan bepergian kemana-mana."
Zidan melihat perdebatan kedua orang tuanya dengan menghela nafas lelah. "Zidan cuma pengen ngebuktiin kalau anak motor gak selalu tentang tawuran atau bikin kerusuhan. Aku cuma mau ngebangun suatu anggota yang dimana kita taat sama peraturan dan gak berkarakter seperti anak motor yang ugal-ugalan. Aku punya visi dan misi sendiri, Pah, Mah."
Seusai mengatakan hal itu, Zidan kembali beranjak ke kamar. Membiarkan kedua orang tuanya yang pasti bergumam tak habis pikir dengan dirinya.
Namun, ia tetaplah Zidan yang akan membuktikan kepada orang tuanya sekaligus orang-orang yang menilai anak motor tidak baik.
Sementara itu ada seorang gadis desa yang akan pindah ke kota untuk bersekolah di bangku SMA. Tepatnya di SMA Putra Bangsa, sesuai dengan kabar dan berita diketahui ada beberapa murid dalam sekolah tersebut yang termasuk anak geng motor.
Hal itu membuat gadis bernama Salshabilla Chalysta Putri kurang setuju dengan keputusan orang tuanya.
"Salsha gak mau sekolah di situ, Pah." ucap gadis itu sambil menonton sebuah drama anak motor di layar televisinya.
Sang ayah bernama Andra itu berlalu ke ruang tamu. "Sekolah itu yang terbaik untuk kamu, lagian kakak kamu juga lulusan SMA Putra Bangsa dua tahun yang lalu. Sekarang dia bisa kuliah di Australia karena prestasinya." ujar Andra.
"Tapi kan Salsha kan sepinter Bang Haikal, mana bisa aku kuliah di luar negri kayak dia. Lagian aku nya juga gak mau kuliah jauh-jauh." sahut Salsha kesal.
Seorang wanita memakai baju potongan lengan panjang baru pulang dari pasar setelah memberi beberapa bahan untuk makan sore dan malam.
"Udah masak nasi belum, Sal? Mama baru beli bahan buat masak sayur nanti." tanya mama nya Salsha.
Gadis itu menyaut cemilan kacang panggang di meja depannya. "Udah, mama beli chikken gak?"
"Beli, oh iya ini ada susu kedelai kamu mau gak?"
Salsha menoleh pada mama yang berdiri di belakangnya. "Mau dong, kok siang-siang gini masih ada susu kedelai? Biasanya kalo lagi pagi doang kan?"
"Tadi gak terlalu ramai, jadi mama borong deh ini ada susu kedelai sama sate ayam."
...ΩΩΩΩΩ...
Suasana di warung kopi Babeh Jaki sedang ramai remaja lelaki yang biasa nongkrong di sana. Ada sekitar sepuluh orang terbagi menjadi dua meja pelanggan.
Satu meja ada yang menjadi tempat favorit tujuh orang lelaki asli anak Jakarta. Sedangkan tiga lelaki lagi yang sama-sama orang sana memiliki tempat khusus di pojok belakang di area warkop tersebut.
Tiga orang itu adalah Zidan dan teman-temannya.
"Kita bentuk tim aja gak sih?" Usul Andi.
Erlangga yang sedang menyeruput kopi susu seketika memukul meja secara tiba-tiba.
"Nah, itu! Setuju gue!"
"Yaudah, lo berdua sebut nama panggilan yang biasa dari orang lain."
Andi dan Erlangga saling menatap satu sama lain. Dua detik kemudian mereka kompak menyebut.
"And,"
"Ar,"
"Gue An,"
Andi terkekeh begitu mendengar nama panggilan mereka masing-masing.
"Jadinya Andaran." sebut Zidan.
Sejak itulah, tempat warung kopi Babeh Jaki menjadi saksi awal mula terbuatnya geng motor Andaran. Awalnya mereka hanya bertiga, namun seiring berjalannya waktu sampai masuk ke SMA, anggota mereka bertambah tiga anggota lagi.
"Oh iya, Zid. Berita tentang lo kasar sama Monica gimana?" tanya Erlangga.
Mendengar itu Zidan mendongak dan terdiam beberapa saat. "Gak tau gue, gue harus tutup semua akun media sosial. Semua berita yang ada cuma hoax, gue gak tau siapa yang rekam saat itu." kata Zidan yang sedang menghadapi isu tidak benar tentang dirinya bersikap kasar terhadap perempuan yang bernama Monica Angelina.
"Gue bakal cari cctv buat bukti kalo lo gak salah." ujar Erlangga.
"Dan gue bakal suruh takedown video gak bener itu, atau gue akan bantu dengan cara serius bawa masalah lo ke bokapnya Erlan."
"Udah gak usah, biar gue urus masalah ini sendiri. Lagian gue sama Monica juga baik-baik aja." Final Zidan.
"Tapi, gue bakal tetap cari bukti buat lo, Zid. Pelakunya harus dapat sesuai dengan apa yang lo rasain."
Erlangga berdecak. "Ck, santai aja lah, Bro. Pasti gue bakal bantu kasus lo ini. Dan yang pasti pelakunya langsung kapok."
Sang ketua dari Andaran itu meraup wajahnya sedikit kasar.
"Udahlah, gak perlu dibahas serius. Nanti juga kelar sendiri. Yang terpenting sekarang kita udah jadi kayak keluarga di sini. Dan gue juga butuh banyak teman lagi buat ikut gabung ke Andaran."
Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba Andi menggebrak meja. Namun, yang terkejut justru si Babeh Jaki pemilik warung kopi.
"Weh! Lo pada ngapain hah gebrakin meja?! Euh ... Lo pikir meja di sini murah? Awas aja lo ya, sekali lagi gebrak-gebrak meja warung gue, gue usir lo dari sini!" ketus Babeh Jaki memarahi Andi.
Yang mendapat peringatan keras malah terkekeh sambil merapatkan kedua tangannya.
"Oh iya, maap, Beh. Andi gak sengaja, Beh, beneran dah. Maap yak, jangan diusir ya, nanti Andi gimana dong."
Rayuan Andi tak mampu mengubah ekspresi Babeh Jaki yang kesal. Sementara Erlangga tak henti-hentinya ingin tertawa ngakak.
Berbeda dengan Zidan, ia terus saja memasang wajah datar bak manusia yang tak dapat diganggu maupun digoda.
"Udah, lo gebrak meja ada apaan, Di." ucap Zidan dingin.
"Gue baru inget soal Haikal, lo serius pernah nongkrong sama anak geng motor itu?" tanya Andi penasaran.
Erlan hanya menyimak. "Ngapain juga gue boong. Biarpun dia anak motor, karakter sama sikapnya ya biasa aja, malah berbanding terbalik sama anak-anak remaja zaman sekarang. Anggotanya kalo nongkrong malah pada belajar, ngerjain tugas bareng di markas."
Kali ini Erlan dan Andi terkejut bukan main.
"Emangnya ada anak motor kerjaannya gitu?!"
Seorang gadis anak SMA berlari kencang malam-malam usai dikejar oleh seorang laki-laki seperti preman. Salshabilla Chalysta Putri atau biasa disapa Salsha itu begitu amat ketakutan ketika pulang sekolah pukul 7 malam karena menunggu angkutan dari pukul 5 sore.
Tepat sampai di perempatan jalan yang sedikit jauh dari sekolahnya, Salsha berhenti melangkah saat melihat kumpulan anak geng motor tengah ramai di tepi jalan.
"Aduh, gimana ini ... Gue takut ... Mana preman tadi masih ngejar lagi. Gue gak mau kenapa-napa." lirih Salsha terus berlari sampai akhirnya didatangi oleh salah satu anggota geng motor tersebut.
Salsha pun semakin ketakutan. Ia berlari melewati kumpulan anak laki-laki itu, namun sialnya ia berhasil dicegat oleh salah satu lelaki memakai jaket motornya. Terlihat di leher lelaki yang mencegatnya ada sebuah slayer berwarna hitam dengan corak bintang-bintang kecil.
"Eh, kenapa lari-lari? Terus kenapa masih pake seragam sekolah? Anak SMA Putra Bangsa lagi." ucap si cowok yang memakai slayer tersebut.
Salsha takut, ia melihat preman itu melihat dirinya. Salsha pun seketika orang yang mengejarnya hingga laki-laki tersebut mengerti.
"Oh, oke. Kamu tenang aja, aku sama teman-teman yang lain gak jahat kok. Meskipun kita lagi nongkrong gini, tapi kita bukan geng berandalan." ucap lelaki itu sambil memperhatikan tangan Salsha.
Preman berandalan yang sering mencari korban tersebut menghampiri Salsha. Karena merasa terancam, teman-teman lelaki yang masih duduk di atas motor sport mereka pun seketika turun.
"Dia mau kasar ke aku." adu Salsha pada lelaki yang menjaganya.
Sekitar sepuluh lelaki, maju menghadapi preman itu dengan tatapan datar. "Kamu tenang aja, gak papa biar mereka yang lawan." ujar lelaki tersebut.
"Nama kamu siapa?" tanya Salsha di sela-sela keributan yang ricuh.
"Zidan. Kalau kamu sendiri?"
"Salsha."
"Oke, salam kenal. Sekarang aku antar ke rumah kamu, mau?" tanya lelaki bernama Zidan.
Salsha terdiam sejenak. "Hp aku mati, gimana ya." Melihat Salsha menunduk, Zidan langsung mengeluarkan ponselnya.
"Nih, kamu tulis nomor hp kamu. Terus kamu tulis nomor orangtua kamu, inget gak?" Zidan menyodorkan ponsel mahalnya pada Salsha.
Salsha yang belum pernah membeli ataupun memiliki ponsel seharga mobil itu pun menolak. "Gak usah deh kayaknya, takut ngerepotin. Gini aja udah bersyukur ditolongin, jadi premannya gak ngejar aku lagi." Seraya menunduk, Salsha cemas jika dirinya tak bisa pulang sampai rumah.
Zidan menghela nafas pelan. "Emang kenapa sih, hp aku juga bisa mati bisa rusak. Gak papa ini kamu pegang, buka kontak dan WhatsApp nya terus tulis nomor kamu, jangan lupa di chat sama telpon mama atau papa kamu."
Salsha tetap menggeleng. "Itu privasi kamu." Zidan semakin gemas dan tak habis pikir pada Salsha. "Kamu itu baik banget, jangan sungkan kalo udah diperintah. Kecuali kalo gak disuruh tiba-tiba minjem dan buka-buka aplikasi itu baru kurang sopan." kata Zidan tersenyum.
"Tapi kan, gue gak boleh minjem-minjem ke orang kaya." lirih Salsha mengingat ucapan kakaknya.
Zidan yang mendengar pun terkekeh. "Gue bukan orang kaya, Sal. Ya ucapan lo gak sepenuhnya salah juga sih, tapi yang kaya itu orang tua gue bukan gue. Ini juga hasil gue kerja."
Mampus. Salsha merutuki dirinya sendiri. Salah siapa coba ngomong gak di setting pake kedengaran lagi. "Ah, anu ... Maaf ya, gue bukan maksud gimana gitu tapi-" Belum sempat Salsha menyelesaikan penjelasannya, tiba-tiba dari belakang ada yang ingin menyerang Salsha.
Sontak Zidan mengambil tindakan secepatnya.
Bugh!
Sebuah balok kayu tepat mengenai punggung Zidan yang melindungi Salsha. Anak-anak lain terkejut begitu melihat salah satu preman lolos dari kepungan mereka.
"Zid!" teriak lelaki temannya Zidan.
Merasa berhasil, preman itu tertawa puas menatap Zidan dan Salsha dengan senyuman jahat.
"Urusan kita belum selesai, cantik. Besok aku akan menjemputmu." ucap preman sialan tersebut menyeringai.
Sementara Salsha ketakutan sekaligus merasa geli dengan gelagat laki-laki stres itu.
"Sekali mulut lo ngucapin itu lagi, gue gak segan-segan bikin lo kapok." sarkas Zidan penuh penekanan.
Sang preman hanya cekikikan gila pada Zidan. "Gak perlu sekali lagi, Zid. Kesempatan kedua itu gak ada di kita, sekali berani ngajak ribut harus terima resikonya." sahut lelaki bernama Erlangga Ardian tersenyum tipis namun terlihat ngeri.
Salsha masih kepikiran soal ucapan preman tersebut, jika benar manusia gila itu mengejar dirinya lagi bagaimana?
"Tenang aja, Sal. Dia bakal jinak kalo kebutuhan dia udah terpenuhi." ujar Zidan berdiri di depan Salsha.
"Lo butuh ini kan, Bang? Kalo lo mau, ada syaratnya. Gampang kok, lo tinggal ikutin cara main kita." kata cowok bernama Jordi Arkana sambil senyum penuh sandiwara.
Si preman mulai berpikir dan mempertimbangkan pilihannya. Lalu teman Zidan yang lain ikut mendorong preman itu agar menerima permainan dari mereka. "Lima juta buat lo, Bang. Sana mau buat apa aja bebas. Asalkan lo gak ngejar cewek ini lagi." ucap lelaki bernama Andi Saputra.
Dua orang teman Zidan yang lain tersenyum tipis. "Ketemu sama anak motor kok gak minta apa-apa sih, Bang. Rugi lah kata gue, mending minta duit pake main bentar sama kita udah gitu langsung dikasih duitnya." sambung Farel Rizky Aldiano.
Satu lelaki lagi bersidekap menatap sang preman. "Awas aja kalian, gue gak bisa dipermainkan. Dasar bocah ingusan!" bentaknya seraya melototkan matanya.
"Duitnya udah ada, tinggal orang yang butuh nih belum percaya. Ya gak?" ujar Eza Alvian tertawa.
Salsha menatap jam tangannya, rupanya ia sudah kelewat malam. Hari menunjukkan pukul 9 malam, bisa gawat kalau ia pulang terlalu larut. Apalagi ponselnya mati total akibat lupa tidak mengisi daya.
"Zid, gue boleh minta tolong anterin gak?" Kala Zidan sedang menonton drama temannya dengan si preman, begitu mendengar suara Salsha ia langsung menoleh.
"Oh iya, ayo, kan gue udah ngajak dari tadi." jawab Zidan kemudian menaiki motor dan memakai helmnya.
Saat hendak naik ternyata Salsha kesulitan, sudah tiga kali ia mencoba naik namun selalu gagal. Hal itu membuat Zidan menoleh ke belakang.
"Susah ya? Maafin motor gue ya, ketinggian jadi bikin ribet." katanya terkekeh.
Salsha sendiri merasa maklum walaupun dirinya akui menaiki motor sport seperti itu memang sedikit sulit. "Emang motornya yang salah ya? Bukan yang beli?" Pertanyaan Salsha lolos membuat Zidan tertawa.
"Aduh, ya maksud gue maafin motornya juga. Siapa tau gegara susah naiknya lo jadi gak mau naik motor gue." balas Zidan sembari mengulurkan satu tangan kirinya pada Salsha.
Perempuan itu bingung. "Apa nih?"
Selain pintar berbicara, ternyata Salsha juga tidak mudah peka. Dan lagi-lagi Zidan dibuat tertawa.
"Ya buat pegangan, Salsha ... biar lo gak kesusahan lagi. Emang harus ya gue ngejelasin sama kasih langkah-langkahnya biar lo peka?"
"Siapa tau minta ongkos. Soalnya cowok zaman sekarang suka modus." cibir Salsha dengan entengnya.
Zidan menghela nafas sabar. "Modus apalagi sih, Sal? Gue cowok baik-baik, gak pernah modusin cewek. Pacaran aja belum pernah." katanya jelas.
"Siapa yang nyuruh lo curhat? Gue juga gak nanya perasaan." celetuk Salsha membuat Zidan menyengir.
Merasa tangannya tidak disentuh, justru bahunya yang tiba-tiba terasa berat. Zidan curiga dengan kelakuan Salsha.
"Nah, udah deh. Yuk, anter gue pulang jangan diturunin di jalan." seru Salsha.
"Lah? Itu bisa naik sendiri?"
"Kan emang bisa,"
Zidan kali ini hanya bisa tepuk jidat. Pusing kalau ia bersama Salsha setiap hari.
"Lepas! Woi! Brengsek kalian! Lepas!" teriak preman tadi tiba-tiba sudah ditangkap polisi.
Salsha menoleh mengernyitkan keningnya, "Kok ada polisi? Premannya langsung ditangkap?"
"Bokapnya Erlan polisi. Temen-temen gue cuma drama buat mainin preman itu." jawab Zidan seadanya kemudian ia menancap gas motornya.
Sesampainya ke rumah Salsha, Zidan ingin segera pulang namun dicegah oleh kedua orangtua Salsha. Lelaki itu hanya mengantarkan sampai pintu gerbang rumah Salsha.
"Mas nya mampir dulu sini, mau diajak ngobrol sama ayahnya Salsha." ucap ibunda nya Salsha.
Perempuan yang masih memakai seragam identitas sekolah SMA Putra Bangsa itu pun tersenyum pada Zidan.
"Tuh, diajak masuk loh. Yakin gak nurut? Warga sini serem kalo liat ada anak motor bawa anak orang." ujar Salsha sambil cekikikan senang.
Zidan menatap wanita yang masih berdiri di ambang pintu menunggu anak dan dirinya untuk masuk ke rumahnya. "Iya, gue masuk. Tapi gak lama ya, gak enak main ke rumah cewek tanpa bawa apa-apa." jawab Zidan kemudian menancap gas motornya masuk ke pekarangan rumah Salsha.
"Iya juga sih, ntar dikira pacar gue. Padahal mah ketemu juga baru, mana kenalan juga di jalan. Bisa mampus gue kalo jadi bahan gosip terhangat." gumam Salsha terdengar oleh Zidan.
Lelaki berjaket tulisan Andaran itu tersenyum. "Emang warga sini kalo ada informasi nyebarnya cepet? Sekalipun cuma sekedar temen?" tanya Zidan sembari turun dan melepas helmnya.
Salsha mengangkat bahunya tidak tahu, "kalo menurut penelusuran gue sih gitu, apalagi kalo cewek pulang malem dianterin sama cowok bukan warga sini." balas Salsha berjalan menghampiri bundanya.
Zidan mengikuti langkah Salsha. "Apa ada sanksinya? Atau wajib lapor gitu?" Lelaki tersebut semakin tertarik dengan topik pembicaraan mereka.
"Gak ada sanksi, palingan dikeroyok warga terus diwawancara. Layaknya kayak orang asing mendadak terkenal. Karena gosip terhangat dan panas." kata Salsha membuat Zidan terdiam dan melangkah berjabat tangan dengan ibundanya Salsha.
"Assalamualaikum, Bu." ucap Zidan lembut seraya tersenyum.
"Waalaikumsalam, siapanya Salsha, ya?" tanya Mira-ibunda Salsha.
Zidan melihat ayahnya Salsha keluar dan menatapnya serius. "Assalamualaikum, Pak. Saya Zidan, baru kenal Salsha tadi di jalan."
Kedua orang tua Salsha tiba-tiba masuk ke dalam meninggalkan Zidan yang terdiam.
Saat berada di ruang tamu, seorang gadis kecil berumur enam tahun dan baru bersekolah TK berdiri dibalik pintu ke ruang tamu. Gadis itu adalah adiknya Salsha yang bernama Reyva Arunika Putri. Memakai baju bergambar bintang dan planet, Reyva mengintip dibalik gorden dengan rasa penasarannya yang lucu.
Namun, ternyata Salsha melihatnya. Remaja SMA kelas 11 IPS tersebut memanggil adiknya saat Zidan tengah duduk di sampingnya sambil membuka ponselnya.
"Ngapain sih kepo banget, pake ngintip segala dibalik gorden pintu." Celetuk Salsha menyindir adiknya.
Zidan yang mendengar seketika mendongak menatap gorden di pintu tengah. Ia melihat seperti ada anak kecil sedang mengintip. Lelaki tersebut hanya memperhatikan wajah sebal Salsha dengan sosok anak kecil dibalik gorden itu.
"Udah, sini kalau pengen kenalan. Gak usah pake ngumpet kayak orang gak ketahuan aja. Suka banget ngurusin hidup kakaknya." cibir Salsha membuat Zidan tersenyum lucu.
Si gadis itu akhirnya keluar dari persembunyiannya, seolah seperti maling yang ketangkap basah sedang kepo.
Dengan langkah kecilnya, Reyva mendekat hingga berdiri di depan meja tamu yang ada Zidan dan Salsha. "Mau dibuatin apa, Kak?" tanya Reyva pada kakaknya.
Salsha langsung malu sendiri melihat adiknya yang selalu membuatnya gemas ingin mencubit pipinya.
"Ngomongnya bukan ke kakak, Reyvaa ..." Sepertinya Salsha hampir kehilangan kesabaran hanya untuk menanggapi tingkah menyebalkan adiknya.
Reyva cekikikan dengan tampang tak berdosanya. "Oh iya, kakak mau mi-"
"Salim dulu kek," Potong Salsha kesal.
"Oh iya, salim dulu. Kenalin nama aku Leyva Alunika Putli. Adik mungilnya Kak Sasha yang paling imut dan putih." cerocos Reyva dengan tingkah sok imutnya.
Salsha semakin geram sekaligus malu. Sementara Zidan masih menyalami tangan Reyva yang belum dilepas oleh anak kecil berponi itu.
"Gak usah sok cadel, Reyy ... Udah sana tidur udah malem juga masih melek aja kamu." ucap Salsha.
"Kan besok aku libur, wlee! Lagian orang aku belum kenalan sama kakaknya kok." Reyva masih belum melepas tangan Zidan.
"Kak, namanya siapa?" tanya Reyva.
Zidan meletakkan ponselnya di meja. "Nama kakak Zidan Alvano Putra. Dipanggilnya Zidan, kenapa Reyva belum tidur?" tanya lelaki itu lembut.
Adik Salsha terlihat salting sedangkan Salsha merinding sendiri melihat adiknya centil pada Zidan. Padahal selama ini ketika ada lelaki bertamu Reyva tidak pernah bersikap seperti itu.
Dasar bocil sudah tahu cowok ganteng!
"Belum, Kak. Soalnya denger dari bunda kalo ada cowok ganteng tapi anak motor. Terus kata ayah mau dikasih jarak sedikit karena kakak orang kaya, kan?" cerocos Reyva membuat Salsha mendelik sebab tidak enak pada Zidan.
Zidan mendengar itu tersenyum, "Yang orang kaya itu orang tua kakak, Dek. Bukan kakak, dan mungkin semua pandangan orang tentang anak motor itu terlihat gelandangan dan ugal-ugalan ya? Padahal kakak gak gitu, ya memang kakak keliatan kayak anak motor tapi bukan anak motor yang suka bikin rusuh di jalanan." jawab Zidan sambil mengusap puncak Reyva begitu lembut.
Perlakuan dan ucapan Zidan ternyata diperhatikan oleh kedua orang tuanya Salsha dibalik pintu tengah. "Kalo Reyva lagi kesepian di rumah, kakak bisa kok panggil teman-teman yang lain. Dan gak semuanya cowok, ada ceweknya juga. Jadi, Rey bisa bebas main sama kakak-kakak cantik." ucap Zidan.
Reyva mengangguk senang. "Cari aku atau teman-temanku di Jalan Merak 05, kalau ada tulisan The Cafe GEAN itu tempat kita kumpul. Oh iya, karena ini udah jam 9 malem, aku langsung pamit ya? Ibu sama ayah kamu mana, Sal? Mau pamitan."
Begitu Zidan berdiri, Mira dan Andra -kedua orang tua Salsha seketika berpura-pura masuk ke ruang tamu sambil memasang wajah datar.
Zidan melangkah menghampiri Mira serta Andra, "maaf, Bu, Pak, saya izin pamit karena sudah terlalu malam. Maaf juga apabila kehadiran saya di sini mengganggu waktu Ibu juga Bapak yang mungkin ingin istirahat." ucap Zidan sembari salim pada Mira lalu Andra.
Pria paruh baya bernama Andra Wirawan itu menyalami Zidan dengan bisikan datar. "Lain kali kalau bertamu jangan terlalu malam, tidak baik apalagi ke rumah seorang perempuan, sekalipun kamu teman anak saya." bisik pria tersebut kemudian Zidan mengangguk seraya tersenyum.
"Assalamualaikum," ucap Zidan keluar dari rumah Salsha.
"Waalaikumsalam."
Saat Zidan sudah pulang, Reyva kembali ke kamar bersama Mira juga Andra. Kini tersisa Salsha yang masih termenung di ruang tamu. Otak perempuan itu mengingat nama jalan Merak 05, tempat tongkrongan Zidan dan teman-temannya.
"The Cafe GEAN?" gumamnya lalu matanya tak sengaja melihat sebuah benda di meja.
Keningnya mengerut bingung. "Jam tangan siapa nih? Dari modelnya sih kayak punya cowok, apa punya Zidan?" Sambil mengambil dan membolak-balikkan jam tangan mahal itu, Salsha tak berpikir panjang untuk membawa ke kamar.
Di dalam kamar Salsha terus menerus mencium jam tangan yang diduga milik Zidan. "Uumm ... Wangi banget gila sih, itu cowok bener-bener kaya deh kayaknya. Berarti gue gak boleh terlalu deket sama dia, siapa tau baiknya karena emang dia baik bukan karena hal lain. Nanti kalo tiba-tiba ternyata dia udah ada cewek, gue mah ogah buat sakit hati. Jadi, buat hati gue nih, lo jangan suka sama dia. Karena dia baik ya sewajarnya dia manusia harus baik ke sesama." Cerocos Salsha menunjuk dadanya dengan posisi terlentang di atas kasur.
Kala mata hampir terpejam tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada notifikasi pesan.
...← Bang Haikal...
[sal, besok abang balik ke indo]
^^^[siap, bang! btw jgn lupa beliin chicken ya] ^^^
[adeh, iya-iya. eh, si Reyva udah tidur?]
^^^[udah tuh keknya] ^^^
[good girl, lo tidur gih. udah mlm, love u cantikk]
^^^[aaa gue salbrut><] ^^^
[wkwkwk]
^^^[bang , udah gue mau tidur] ^^^
//read
Seusai bertukar pesan dengan kakaknya, Salsha mendapat pesan lagi dari seseorang entah siapa.
"Siapa dah?"
...← 0824xxxxxxxx...
[Sal, ini gue Zidan.]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!