Wiu-wiu-wiu-wiu-wiu-wiu-wiu-wiu-wiu-wiu.
Suara Ambulance yang terdengar begitu menakutkan yang berhenti di depan rumah sakit Fatmawati. Pintu Ambulance yang langsung terbuka dengan beberapa perawat yang turun dari dalam memindahkan pasien dari dalam tersebut ke atas bangkar yang dibawa beberapa suster.
Tampak seorang bocah laki-laki yang terus mengeluarkan darah dari hidungnya. Laki-laki itu ditemani seorang wanita yang tampak begitu cemas. Pakaiannya yang kucel yang seolah sudah tidak peduli lagi dengan seperti apa dirinya atau bagaimana tanggapan orang-orang lain terhadapnya.
"Nando, kamu harus bertahan!" ucapnya terisak dengan terus menggenggam tangan adiknya itu dengan tubuhnya yang bergetar hebat.
Langkah wanita yang bernama Adara itu sama cepatnya dengan para suster yang langsung membawa pasien ke ruang UGD untuk mendapatkan pertolongan.
"Maaf, Nona! silakan untuk menunggu di luar!" Suster menghalang Adara masuk dan ingin menutup pintu.
"Tapi! Suster adik saya bagaimana?" tanya Adara panik.
"Kami akan memeriksanya. Jadi tolong berikan akses untuk kami dan silahkan menunggu di luar!" jawab Suster sembari menutup pintu dan Adara tidak bisa masuk yang hanya menggenggam kedua tangannya yang terlihat semakin cemas.
"Kamu pasti kuat Nando! Kamu akan kuat," ucapnya dengan linangan air matanya yang semakin membanjiri pipi putih mulus itu.
Setelah beberapa menit Dokter keluar dari ruang UGD.
"Adik saya bagaimana?" tanya Adara panik.
"Nona Adara kondisi adik Anda semakin memburuk. Kami harus melakukan operasi sumsum tulang belakang secepatnya."
Ucapan Dokter membuat gadis berpakaian kucel itu lemas seketika. Air mata jatuh membasahi pipinya yang tampak pucat. Jantungnya yang ingin melompat dari tempatnya.
Sesaat yang lalu, adiknya mengalami kecelakaan hingga langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Masih jelas dalam benak Adara bagaimana tubuh Nando—adiknya yang berusia 10 tahun—berlumuran darah dan tidak sadarkan diri.
Adara yang saat itu masih bekerja harus meninggalkan pekerjaannya yang ingin mengetahui kondisi adiknya.
"O-operasi, Dokter?" sahut Adara terbata. Pikirannya langsung kalut. "kalau memang operasi bisa menyelamatkan nyawa adik saya, maka lakukan saja, Dokter!”
Namun, pria berjubah putih itu menggeleng samar. “Anda harus menyelesaikan biayanya terlebih dahulu, Nona.”
“Biaya…” ujar Adara membeku.
"Operasi baru bisa dilaksanakan, ketika seluruh administrasi telah diselesaikan!" Dokter berkacamata memberikan penjelasan singkat yang memang sudah menjadi ketentuan di rumah sakit itu.
Matanya yang berair mengerjap beberapa kali. “Be-berapa banyak biaya yang dibutuhkan, Dokter?" tanyanya harap-harap cemas. Ia tak memiliki banyak uang dalam tabungannya saat ini.
"Untuk donor sendiri kami masih harus mencari yang cocok dan pasti dengan biaya yang cukup mahal. Untuk operasi pasien membutuhkan biaya 130 juta. Tapi itu baru operasi saja, belum yang lainnya. Nona Adara bisa tanyakan pada kasir, berapa jumlah kelengkapan semua biaya yang dibutuhkan," jawab Dokter.
Deg!
Bagai disambar petir, tubuh Adara seketika menjadi kaku. Kakinya gemetar kehilangan daya. Jumlah uang sebanyak itu … dari mana ia mendapatkannya?
"Nona Adara, jika kita tidak melakukan operasi secepatnya, saya khawatir kondisi adik Anda tidak bisa diselamatkan," ujar Dokter, menarik atensi gadis muda di hadapannya.
"Dokter, kalau begitu cepat lakukan operasi pada adik saya. Saya berjanji akan membayar biaya pengobatan itu secepatnya!" ucap Adara dengan bibir bergetar.
Terbayang dalam benak kondisi adiknya yang sedang sekarat, berjuang untuk tetap hidup. Adara tidak sanggup membayangkan kehilangan satu-satunya keluarga tersisa yang dia punya.
"Maaf Nona, operasi akan dilanjutkan jika biayanya sudah dibayarkan dan semua prosedur sudah dijalankan," jelas Dokter yang membuat harapan itu pupus.
"Tolong beri saya waktu, Dokter, saya janji akan membayar secepatnya. Tolong selamatkan nyawa adik saya!" pinta Adara putus asa. Wajahnya sudah basah bersimbah air mata.
Dokter itu tampak bersimpati. Namun, ia tak bisa melakukan apapun. "Maaf Nona, kami tetap tidak bisa melakukannya karena itu sudah kebijakan di rumah sakit ini. Silakan urus biaya administrasi terlebih dahulu agar operasi bisa dijalankan," jelasnya sekali lagi, lalu pergi meninggalkan Adara yang tercengang di tempatnya berdiri.
"Dokter..." lirih Adara. Hatinya benar-benar nelangsa. Dari mana ia bisa mendapatkan uang ratusan juta dalam waktu singkat?!
Adara berlutut dengan menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Adara terisak-isak dalam tangisannya di tengah-tengah beberapa orang yang lewat yang memperhatikan dirinya. Adara sudah tidak peduli yang menjadi tontonan, dia hanya memikirkan kondisi Nando.
"Ya, Allah, apa yang harus aku lakukan?" tanyanya tampak putus asa yang jalan pikirannya sudah buntu dengan keadaan terdesak seperti itu. Tidak ada ide yang keluar dari pikirannya. Adara hanya bisa menangis terisak-isak, walau tangisnya tidak akan menghasilkan uang dengan jumlah yang banyak untuk biaya operasi.
******
Adara melihat wajahnya di cermin dengan mata sembab dan wajah yang tampak begitu berat. Dia berusaha merapikan diri yang terlihat seperti tidak terjadi apa-apa. Adara membuang nafas perlahan ke depan dan memegang kenopi pintu yang berbahan kayu itu. Adara membuka pintu rumah yang sangat kecil itu yang berada di tengah-tengah kampung kumuh dengan kepadatan penduduk.
Jika satu saja yang terkena api sudah dipastikan semua akan terbakar. Tetapi karena resiko yang seperti itu membuat warga yang tinggal di perumahan itu menjadi lebih hati-hati.
Uhuk-uhuk-uhuk-uhuk.
Adara menghentikan langkahnya ketika melihat di dekat jendela, punggung wanita paruh baya yang tampak menjahit dengan batuk-batuk.
"Assalamualaikum!" ucap Adara pelan.
"Walaikum salam," ucap wanita itu menoleh ke belakang. Wanita Itu tampak lemah sekali dengan wajahnya yang pucat dan memakai syal yang juga memakai pakaian berbahan rajut yang mengurangi rasa dingin.
"Ini sudah malam kenapa Ibu tidak beristirahat?" tanya Adara.
"Besok, Bu Marni akan mengambil jahitannya dan ibu harus menyelesaikannya malam ini. Ini hanya tinggal sedikit lagi, kalau ibu menunda-nunda, nanti tidak akan ada orang yang mempercayai Ibu lagi," jawab wanita itu yang tampak menahan sesuatu di tenggorokannya.
Sampai terdengar lagi suara batuk berdahak itu.
"Ibu istirahatlah, Adara akan menyelesaikannya," ucap Adara yang sudah berdiri di samping Ratih.
"Ibu saja," Ratih tetap kekeh. Adara yang tidak bisa memaksakan keinginan Ibunya dan padahal dia sangat khawatir dengan kondisi ibunya itu.
"Ibu mendengar dari anak ibu Ami. Kalau adik kamu tadi jatuh di sekolah. Kamu membawanya ke rumah sakit?" tanya Ratih.
"Iya. Nando ada di rumah sakit," jawab Adara jujur.
"Lalu bagaimana keadaannya? Kenapa Nando tidak ikut pulang bersama kamu. Apa Nando mengalami luka yang sangat parah?" tanya Ratih yang mulai khawatir.
"Tidak! Nando tidak apa-apa dan Dokter hanya menyarankan untuk beristirahat satu hari saja," jawab Adara yang terpaksa berbohong.
Melihat kondisi ibunya yang juga sakit-sakitan yang sangat tidak memungkinkan Adara memberitahu keadaan adiknya yang sebenarnya yang bisa mempengaruhi kondisi ibunya.
"Syukurlah kalau kondisinya tidak apa-apa ... lalu kamu tidak menemani adik kamu?" tanya Ratih.
"Adara akan kembali ke rumah sakit. Adara hanya berganti baju sebentar," jawabnya.
"Kamu jaga adik kamu dengan baik," ucap Ratih! Adara menganggukkan kepala.
Ratih kembali melanjutkan jahitannya.
"Maafkan Adara Bu, Adara terpaksa harus berbohong. Adara tidak punya pilihan lain. Maafkan Adara!" ucap Adara dengan merasa bersalah.
Bersambung.....
...Saya tidak bosan-bosan dan tidak lelah, tidak menyerah untuk membuat novel terus-menerus. Saya kembali membuat novel baru....
...Jangan lupa untuk support karya terbaru dari saya. Jangan lupa tinggalkan like, komen, subscribe, dan vote yang banyak agar menjadi semangat dan motivasi bagi saya. Saya tunggu saran dan kritiknya. ...
Jam yang terus saja berputar dan Adara belum juga mendapatkan uang untuk biaya operasi Nando. Dia masih berada di pinggir jalan kota Jakarta yang dipenuhi dengan kendaraan yang melintas dan suara klakson yang cukup berisik.
Sejak tadi Adara terus saja mengingat perkataan Dokter bagaimana resiko jika adiknya tidak juga dioperasi.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi? pihak rumah sakit tidak memberikan kelonggaran untuk biaya operasi Nando yang tidak sedikit. Ya, Allah kenapa semua ini begitu berat. Apa yang harus anda lakukan lagi. Apa aku harus menonton keadaan Nando yang seperti ini?" Adara bertanya-tanya di dalam hati yang terus saja dipenuhi dengan rasa kesedihan, kecemasan yang bercampur aduk yang tidak bisa diungkapkan.
Situasi yang dia hadapi saat ini bukanlah main-main, ada nyawa yang harus diselamatkan, tetapi tidak ada cara untuk menyelamatkan nyawa itu.
Langkah Adara tiba-tiba saja terhenti.
"Hotel!" gumam Adara yang tiba-tiba kepikiran sesuatu.
"Kenapa tidak aku mencobanya!" batinnya yang menemukan ide yang merasa ada secerca harapan.
Adara tidak menunggu lama, ia langsung saja berlari dengan kencang yang mungkin saja ada jalan untuk mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk biaya operasi adiknya.
***
Hotel Himalaya.
Adara berdiri dengan kepala tertunduk di depan seorang pria berjas rapi yang berusia sekitar 50 tahun. Pria dengan perut yang sedikit membuncit itu menatapnya dengan ekspresi tak suka.
"Kamu bilang mau meminjam uang?" tanyanya dengan alis menungkik tajam.
"I-iya, Pak. Saya membutuhkan uang untuk biaya operasi adik saya.”
"Memang kamu butuh berapa?" tanya pria yang merupakan manager di hotel tersebut. Ia adalah atasan Adara. Pertanyaan itu seakan memberikan kesempatan yang banyak untuk Adara yang bisa menyelamatkan nyawa adiknya.
"150 juta, Pak," jawab Adara, masih dengan kepala tertunduk segan.
"150 juta?!" pekik pria itu. “Hahaha!” Suara tawanya langsung membahana, membuat Adara bingung sekaligus merasa terhina.
"Hey, Adara! Apa saya tidak salah dengar? Kamu pikir uang segitu nilainya tidak banyak, ha?!” Pria itu menatapnya dengan tatapan merendahkan. “Kamu itu hanya karyawan yang kerjanya bersih-bersih alias cleaning service! Kamu mau ganti pakai apa uang sebanyak itu? Kamu kerja 10 tahun saja belum tentu bisa membayar hutang itu!"
Air mata jatuh membasahi pipi gadis itu. Bukannya mendapatkan bantuan, dia malah mendapatkan hinaan. Memang orang kecil sepertinya sangat terbiasa mendengar kata-kata yang merendahkan seperti itu dan apa yang dikatakan manajer itu adalah benar. Mana mungkin Adara bisa mengganti uang itu. Tetapi apa salahnya jika berusaha.
“Tapi, Tuan, saya akan berusaha untuk mengembalikannya secepat mungkin!” ujar Adara masih berusaha untuk meyakinkan sang manager dan mengharap belas kasihan darinya.
"Hal itu sangat mustahil! Ck, kamu sudah membuang waktu saya!" ujar pria itu kesal, lalu berbalik dan langsung pergi sambil geleng-geleng kepala.
"Tuan, tunggu!" Adara mencoba untuk menahan pria itu, tetapi tidak dipedulikan.
"Tuan...." lirih Adara semakin hilang harapan untuk mendapatkan biaya untuk Nando yang pasti sekarang masih sekarat di rumah sakit.
"Ya Allah, dari mana lagi aku harus mendapatkan uang?" lirihnya sedih. Kedua bahunya turun. Ia benar-benar merasa putus asa.
Hanya menangis dan menangis yang yang bisa dia lakukan sekarang. Harapan satu-satunya sudah tidak ada.
"Adara!" tiba-tiba terdengar suara pria yang tidak asing di telinganya membuat Adara menoleh ke belakang.
"Raka!" ucap Adara yang mengenali pria itu dan pria bertubuh tegap itu menghampiri Adara.
Wajahnya terlihat bingung yang seperti ingin tahu kejelasan apa yang terjadi sebenarnya pada Adara. Ada rasa iba dari tatapan matanya, yang sedikit memahami kondisi gadis itu.
"Aku barusan mendengarkan kamu berbicara dengan Pak Bondan. Apa terjadi sesuatu?" tanya pria itu yang membuat Adara menggangguk pelan
Sudah tidak ada semangat lagi untuknya. Harapan satu-satunya telah hilang.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Raka dengan tatapan mata yang turut prihatin.
"Adikku sekarang harus operasi dan aku tidak tahu harus mendapatkan uang dari mana. Aku sudah mencoba untuk meminjam dan Pak Bondan tidak percaya padaku," jelaskan secara singkat.
"Mungkin bukan hanya pak Bondan saja yang tidak percaya padaku, Uang yang aku butuhkan sangat banyak dan mana mungkin memberikan kepercayaan seperti itu kepadaku," ucapnya yang sadar diri.
"Aku bisa membantu kamu, tetapi aku tidak tahu kamu mau melakukan ini apa tidak dan mungkin tidak akan mendapatkan sepenuhnya uang 150 juta. Tetapi paling tidak bisa mendekati dan lagi pula bukankah operasi itu bisa di DP di awal dulu agar operasi berjalan," pria itu yang to the point yang memberikan bantuan.
"Apa yang bisa aku lakukan?" tanya Adara dengan perasaan yang tidak enak dan jantungnya berdebar dengan kencang.
Pria itu mendekatkan mulutnya ke telinga Adara yang berbicara berbisik pada adanya membuat adalah kaget.
"Itu tidak mungkin!" Adara langsung tidak percaya bisa melakukan tugas yang diberikan pria itu.
"Aku tidak mungkin melakukan semua itu Raka," ucapnya dengan geleng-geleng kepala.
"Aku tahu Adara. Kamu tidak mungkin melakukannya. Tapi kamu tidak punya pilihan lain. Aku hanya bisa membantumu dengan ini. Itupun karena wanita yang seharusnya ditugaskan untuk hal itu tidak bisa hadir. Aku tidak tahu apa ini kesempatan untukmu atau justru ini suatu masalah bagimu," ucap Raka.
Dari wajahnya juga terlihat begitu tulus membantu Adara.
"Mungkin jika itu orang lain, aku masih bisa melakukannya. Tetapi dia! Apa dia mau menemuiku dan melihat ku?" tanya Adara.
Ternyata bukan pekerjaan yang membuat dia tidak yakin, tetapi yang bersangkutan dengan personal.
"Bukan hanya dia yang ada di sana, ada beberapa orang lain dan bukankah kamu tahu jika dia adalah orang yang sangat profesional. Dia tidak akan bisa melakukan apapun," ucap Raka.
Adara terdiam yang tidak bisa mengambil keputusan secepat itu. Tetapi wajah adiknya yang dipenuhi darah masih teringat di dalam pikirannya. Sudah berusaha meminjam uang dan tidak bisa dan sekarang ada pekerjaan yang bisa mendapatkan uang, seperti apa yang dikatakan Raka walau tidak full hasilnya, tetapi paling tidak adiknya bisa ditangani terlebih dahulu.
"Adara karena aku tidak punya waktu banyak, kamu tidak mau, maka aku mencari orang lain," ucap Raka.
Adara masih terdiam yang belum memberikan keputusan.
"Baiklah! aku sangat memahami masalah yang kamu hadapi dengan William. Tetapi kita sebagai orang yang mengenal sejak dulu hanya berusaha untuk membantu kamu. Maaf, jika tawaran ku justru membuat kamu tersinggung, aku sama sekali tidak bermaksud. Aku berdoa semoga kamu bisa mendapatkan uang secepatnya dan semoga adik kamu baik-baik saja," ucap Raka menepuk bahu Adara yang memberikan semangat dan tidak memaksakan wanita itu.
"Aku permisi dulu!" Raka yang langsung pamit dari hadapan Adara.
"Raka! Baiklah!" ucap Adara yang menghentikan langkah Raka.
Raka menautkan kedua alisnya yang mencoba memastikan perkataan Adara apakah menerima tawarannya apa tidak.
"Jika kamu bisa menjamin keselamatanku, aku akan melakukannya dan aku akan berusaha untuk profesional," ucap Adara dengan yakin yang memang tidak punya pilihan lain
"Baiklah! kalau begitu ikutlah denganku!" ajak Raka. Adara menganggukan kepala yang mengikuti pria itu.
Mungkin ini jalan satu-satunya bagi Adara mendapatkan uang.
Bersambung.
Adara dan Raka sekarang sudah berada di depan salah satu ruangan VIP yang terdapat di hotel itu. Pakaian Adara yang sudah diganti dengan menggunakan dress panjang berwarna silver dengan penuh manik-manik sebagai hiasan pakaiannya.
Adara terlihat begitu cantik mengenakan dress lurus panjang yang membentuk tubuhnya itu dengan lengan yang berada di bahunya, pakaian itu memang sedikit terbuka.
"Ayo Adara!" ajak Raka. Adara menganggukkan kepala yang berusaha untuk tenang.
"Tuan William! apa benar-benar tidak akan ada yang menemani kita? sangat bosan sekali jika merayakan kerjasama hanya dengan seperti ini," ucap seorang pria sambil meneguk alkohol yang bertanya kepada seorang pria tampan yang bernama William dengan satu kakinya yang diletakkan di atas pahanya.
"Benar tuan. Sangat tidak enak sekali jika tidak ada yang menemani kita, rasanya akan sangat hambar," sahut yang satunya lagi.
Di dalam ruangan itu dipenuhi dengan 3 pria yang duduk di sofa, dua prianya terlihat berusia sekitar 40 tahunan dan satu lagi pria muda tampak berkulit putih yang berusia 30 tahun. Wajahnya sejak tadi memancarkan aura yang sangat dingin, aura yang memberikan karismatik ketampanannya. Tatapan matanya begitu sangat ditakuti dan disegani orang-orang.
Tuk-tak- Tuk-tak.
Suara heels yang terdengar tiba-tiba membuat William menghela nafas.
"Pasti ada yang menemani tuan-tuan di sini," ucap William tersenyum yang menuangkan alkohol kembali ke dalam gelas mini itu.
William yang menuangkan minuman itu dengan matanya yang menoleh ke arah lantai yang sudah terinjak hills tersebut dan perlahan kepalanya terangkat melihat satu pria dan wanita yang bersama Raka yang tak lain adalah Adara.
Tadinya William tersenyum dan ketika melihat wanita yang terlihat gugup itu ekspresi itu langsung berubah. Mata William langsung melihat ke arah Raka.
"Maaf kami terlambat," ucap Raka yang sepertinya tahu dari sorot mata itu apa yang ingin ditanyakan William.
"Tuan William benar-benar pintar sekali, menghadirkan tamu spesial di acara perayaan kita ini," sahut pria itu yang tersenyum.
"Nona! siapa nama kamu?" tanya pria yang satunya.
"Sa-saya, Adara!" jawab Adara dengan terbata.
Eksperesi wajah William seketika berubah, tampak di wajah itu sudah tidak mood lagi dan terlihat begitu kesal dengan penuh kebencian dan mungkinkah karena kehadiran wanita itu di tengah-tengah perayaan kerjasama yang telah dia bangun bersama dua rekannya.
"Nona duduklah! temani kami minum dan mengobrol," sahut pria itu.
William menghela nafas berat.
"Nona kamu juga silakan minum!" sahut yang satunya.
"Maaf tuan, tetapi teman saya tidak bisa minum," ucap Raka yang memberitahu terlebih dahulu. Dia memang harus menepati janjinya kepada Adara untuk menjaga Adara.
"Oh. Benarkah! Ternyata wanita yang menemani para pengusaha untuk minum, ternyata juga bisa tidak minum," sahut pria yang satunya terlihat tidak mempermasalahkan hal itu dan juga tidak tersinggung.
"Benar tuan!" sahut Raka.
"Tapi kami ingin bersama dengan wanita yang bisa menemani minum dan dia juga harus minum. Karena tidak mungkin hanya menemani kami saja. Apa tamu ini salah tuan William?" tanya pria yang satunya yang ternyata berbeda pendapat.
"Tidak! Tamu yang saya berikan sama sekali tidak salah. Jika sudah masuk ke dalam ruangan ini, maka profesional. Sapa tamu saya dengan minum dan jangan membuat mereka kecewa," ucap William.
"William!" tegur Raka yang mengingatkan temannya itu.
"Kenapa kamu diam saja dan masih berdiri di sana. Duduk dan minum, lakukan tugas secara profesional!" tegas William dengan suara berat yang tatapan matanya begitu tajam kepada Adara.
Raka mendekati William yang duduk di sampingnya.
"William! kau tahu sendiri Adara tidak mungkin minum," ucap Raka dengan pelan yang berbisik-bisik.
"Apa yang kau lakukan membawa dia ke tempat ini. Kau sengaja melakukan semua ini, ingin mengujiku," ucap William yang terlihat begitu emosi. Tetapi masih dia tahan yang takut terlihat marah di depan 2 rekannya itu.
"Aku sama sekali tidak sengaja, orang yang aku janjikan tidak bisa hadir, jadi aku tidak punya pilihan lain membawa Adara sebagai penggantinya," jawab William.
Sementara Adara sejak tadi semakin gugup yang terus memegangi dressnya. Jika bukan karena Nando dia tidak akan melakukan hal itu dan apalagi orang yang dia temui salah satunya adalah orang yang pasti memiliki cerita diantara mereka berdua.
"Kau masih tetap diam! jika kau tidak bisa melakukan pekerjaan maka keluar dari sini!" teges William.
"Ta-tapi!" Adara begitu gugup dan merasa tidak mungkin meminum alkohol itu.
"Nona! kami akan menambah bayaranmu. Jika Kamu mau minum satu gelas ini," sahut pria yang satunya memberikan tawaran.
"1 gelas 10 juta," William yang juga tidak kalah memberikan tawaran.
Raka yang panik dalam situasi itu dan sementara Adara seperti sangat direndahkan. Mentang-mentang orang kaya begitu enteng sekali membayar dirinya 10 juta hanya meminum alkohol dalam satu gelas yang sangat kecil.
Tetapi apa dia harus melakukan semua itu demi adiknya dan juga harga dirinya yang sekarang diinjak benar-benar semakin bawah.
"Bukankah kau akan mendapatkan uang yang banyak jika kau berhasil minum dengan banyak," ucap William dengan tersenyum miring yang sangat menikmati ketakutan di wajah Adara.
"William!" Raka bahkan sampai tidak bisa menghentikan William.
"Baiklah!" sahut Adara yang akhirnya setuju karena tidak punya pilihan lain dan lagi pula sudah terlanjur direndahkan dan diinjak, kenapa harus mundur dan apalagi melihat tatapan pria itu begitu sangat membencinya.
"Minum Nona!" pria yang satunya sudah menuangkan minuman ke dalam alkohol.
"Aku harus melakukan semua ini, Demi Nando_" ucapnya di dalam hati dengan raut wajah yang tampak pasrah.
Perlahan kaki Adara melangkah mendekati meja dan pria itu sudah memberikan minuman kepada Adara. Adara dengan tangan bergetar mengambil gelas tersebut dan tatapan mata William sejak tadi tidak berhenti melihat apakah wanita itu sanggup melakukannya atau tidak.
Ternyata demi keselamatan adiknya untuk pertama kalinya Adara meneguk alkohol itu. William melihat hal itu menyunggingkan senyumnya dan Raka yang tampak memejamkan mata yang terlihat menyesal telah membawa Adara kedalam situasi seperti itu.
Dengan kejam William mengambil satu ikat uang dan langsung melempar kepada Adara yang tepat jatuh di bawah kaki Adara.
Mata Adara melihat uang yang didapatkan begitu sangat mudah dan kepalanya terangkat perlahan melihat laki-laki yang tampak mengejek dirinya yang sejak tadi sangat begitu bahagia melihat dirinya yang seperti itu.
"Kamu masih ingin lagi?" William yang ternyata menantang.
Pria yang menjadi rekan William tampaknya begitu bersenang-senang dengan permainan itu dan kembali menuangkan satu gelas lagi yang memberikan kepada Adara.
Adara juga semakin ditantang semakin nekat dan terus minum dan bukannya kapok yang padahal rasa itu sangat tidak cocok di tenggorokannya.
William sampai menghela nafas melihat Adara yang kembali minum dan lagi-lagi William juga melemparkan uang kepada Adara, setelah berhasil meneguk alkohol itu maka akan langsung mendapatkan bayarannya.
Harga diri sudah jatuh dan apalagi yang harus dipertahankan. Itu memang permainan orang-orang kaya.
Raka sangat tidak tega melihat Adara diperlakukan seperti itu. Semua itu sepertinya bukan ekspektasi dari Raka. Tetapi mau bagaimana lagi sudah terlanjur dan orang-orang yang ada di dalam ruangan itu memang sangat tidak memiliki hati.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!