Namanya Deepika Yora. Sebuah nama cantik, yang berarti anak perempuan bernasib baik dengan penuh kebahagiaan dan penghormatan di sepanjang hidupnya.. Bukankan nama itu sangat indah?
Dia berusia 22 tahun, bekerja sebagai penyiar radio terkenal di kotanya. Memang pekerjaan itu sudah menjadi cita-citanya sejak duduk di bangku SMA. Meskipun di era globalisasi seperti sekarang ini tak banyak anak muda yang minat mendengarkan radio, tapi ternyata masih ada saja sebagian masyarakat yang menyukai berkirim salam, request lagu favorit, mengirim kartu atensi agar dibacakan oleh penyiar radio, mendengar namanya bisa mengudara merupakan kesenangan tersendiri bagi beberapa orang.
Deepika, begitu dia disapa tinggal berdua dengan ibunya. Karena suatu keadaan membuat kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai sejak Deepika belum genap berusia 2 tahun. Tak ada kenangan apapun tentang sang ayah, bagi Deepika dan ibunya.. sosok ayah hanya dongeng belaka. Karena sejak perpisahan di antara kedua orang tuanya, Deepika tidak pernah sekalipun merasakan kasih sayang dari sosok ayah.
"Buk, helm ku mana?" Sedikit berteriak agar suaranya bisa sampai ke indera pendengar sang ibu.
"Coba sana cari di kecamatan! Orang dari tadi helm batok ditaruh di atas kepala gitu kok, masih geger aja nyariin helm."
Sani, ibu Deepika memutar bola matanya malas melihat keteledoran anaknya. Hampir setiap hari seperti itu.
Deepika tersenyum garing, dia bergegas dengan map dan tas gendong di punggungnya untuk segera berangkat ke tempat kerja. Well, gadis itu merasa sudah sangat siap untuk berangkat bekerja setelah drama ngubek-ubek rumah demi helm batok miliknya.
"Aku berangkat buuuu....!!" Lagi. Teriakan Deepika seperti toa mushola yang baru saja diservis. Nyaring cemengkring.
Baru saja menaiki motornya, Deepika dibuat manyun oleh kelakuan sang tetangga samping rumah. Siapa lagi kalau bukan Abhista Agung, lelaki matang nyaris busuk itu selalu saja membuat hari-hari Deepika seperti naik rollercoaster. Bahagia? Enggak! Nyebelin yang ada.
"Oeeee tetangga! Ini mobil mu ngalangin jalan. Bisa kali di geser dikit masukin ke perut bumi biar nggak ngalangin jalan gini!!"
Aduh.. Nggak ada waktu, hari ini Deepika akan ada meeting tentang progam baru di tempatnya bekerja yang akan dibawakan olehnya. Tapi belum juga sampai tempat kerja, ubun-ubun Deepika sudah ngebul mengeluarkan asapnya karena ulah sang tetangga.
Ditunggu. Deepika berharap sosok Abhista akan muncul dari dalam rumah dan segera menggeser letak parkir mobil lelaki itu. Tapi setelah mengorbankan 30 detik penantian, manusia berstatus bujang belum punya pasangan itu belum juga menampakkan batang hidungnya.
"Oowh my my!! Yang bener aja sih!!"
Deepika kesal. Dia menghentakkan kakinya. Dengan gerakan cepat menggulung lengan kemejanya sampai siku, berjalan seperti dewa perang yang siap menancapkan pedangnya ke jantung sang musuh. Emosinya sudah di ujung tanduk, aliran darahnya memanas, detak jantungnya tiba-tiba ngajak goyang APT APT, ini sungguh keterlaluan! Di saat dia kudu buru-buru dan dikejar waktu, Abhista malah berulah kayak gini.
"Mas Abhi!!!" Teriak Deepika membahana.
"Dalem."
Eh eh.. Kok suaranya dekat banget. Dia di mana sih? Pikir Deepika.
Bukan dari dalam rumah, Abhista ternyata keluar dari dalam mobilnya. Mulut Deepika mendadak berbentuk 0. Jadi dari tadi sesepuh itu ada di dalam mobil? Terus kenapa nggak jawab waktu Deepika teriak-teriak kayak orang kesurupan manggilin dia??
Sabar sabar.. Dikasih tetangga kurang waras emang harus nyetok sabar banyak banyak biar nggak ikutan gila dan berujung jadi penghuni rumah sakit jiwa. Nggak! masa depan Deepika terlalu cemerlang jika harus berakhir di RSJ sana. Jelas itu bukan suatu cita-cita yang mulia.
"Dari tadi aku manggil-manggil kamu lho mas!"
Deepika berjalan mendekati tetangga yang nampak santai kayak di pantai.
"Iya denger kok."
"Aku mau kerja! Mobil mu ngalangin jalan, geser gih! Aku buru-buru!" Semua ucapan Deepika diikuti gerakan bibir manyun-manyun bak ikan louhan kurang makan.
"Kan bisa lewat samping. Itu, masih lebar."
Perlu diingat, Deepika sedang terburu-buru. Dia nggak ada waktu buat basa-basi ra nggenah kayak gini.
"Mas! Kalau bisa lewat situ, aku nggak bakal teriak-teriak minta kamu mindahin mobil kali! Udah ah buru, aku bisa telat ini! Mau ada meeting!!"
Masih menggunakan sedikit kesabaran yang makin menipis setipis tisu yang merknya nggak terkenal, Deepika menggunakan cara terakhir agar Abhista mau menggeser mobilnya. Dia akan memanggil pawang si bandot tua di depannya itu, supaya mau menuruti kemauannya.
"Tanteeee.. Tant- eem eeeemmmmhh eeemmmmmmhhhhhh"
Belum sempat terealisasikan keinginan hatinya untuk gembar-gembor meneriakkan nama Sekar, emaknya Abhista.. Mulut Deepika sudah disumpal lebih dulu dengan telapak tangan lelaki yang berdiri di depannya.
"Jangan berisik. Masih pagi. Oke?"
Abhi, panggilan untuk lelaki dengan tinggi 182 cm itu baru melepaskan tangannya dari mulut Deepika ketika yakin jika gadis yang tingginya tak bisa melebihi keteknya itu, tak akan berteriak.
"Aku juga mau ngantor. Kelupaan ambil arsip.. Tunggu sebentar aku geserin mobilnya." Begitulah kira-kira kalimat penyejuk kalbu yang sejak tadi ingin didengar Deepika.
Drama parkir mobil yang melenceng dari kodratnya berakhir ketika dengan bar-bar Deepika membunyikan klakson tanda dia akan memulai perjalanan menuju barat.. Hust! Menuju tempat kerjanya tentu saja.
Dengan muka ditekuk, Deepika melempar asal tas dan map yang dia bawa ke meja kerjanya. Nyatanya berkendara selama sejam lebih dua puluh menit ketambahan empat puluh lima detik yang berujung tibalah dirinya di tempat kerja benar-benar terasa melelahkan.
"Mau es teh Dee? Sekalian aku mau ke pantry." Pertanyaan Sae Bagus Kuncoro, teman satu profesinya merangkap pacar Deepika.
"Nggak ngerepotin kan mas? Hehe.. Maaf ya, gelasnya belum aku cuci soalnya."
Sungguh definisi dikasih hati minta jantung ya manusia bernama Deepika ini, dia dengan tak tahu malu memberikan satu tumbler, dua gelas plastik dan satu cangkir kecil bekas kopi yang entah kapan tidak dia cuci. Bekas ampas kopinya saja sampai mengering di bagian dasar cangkir hitam itu.
Tapi lihatlah, dengan penuh cinta atau mungkin belo'on.. Sae menerima semua perabotan itu. Menuju pantry untuk mencuci dan mengisinya dengan air aki!
Senyuman Deepika mengembang ketika menerima tumbler biru kesayangannya sudah ada isinya, es teh manis bikinan mas pacar emang paling pas buat nyejukin hati yang panas membara karena emosi jiwa.
"Udah kalian tuh mending kawin aja, pacaran lama-lama nanti ujungnya putus! Mau nunggu apa lagi sih emangnya?" Cecar Arya, Chief Content Officer atau direktur konten atau juga program director.
"Aku sih terserah mas Sae aja pak." Deepika senyum malu-malu.
"Nah itu Kun, si Deepi nungguin kamu. Kamu nggak sat set nanti keburu dilalerin anumu!" Sambil tergelak Arya beralih ke ruangan rapat tempat mereka akan membahas projek baru.
"Mulut.. Dilalerin, dikira punyaku sosis basi apa?!" Tak terima Sae bersungut-sungut sendiri.
Rapat yang dihadiri beberapa penyiar dan Arya sebagai program director itu selesai dengan hadirnya program baru di malam Minggu. Acara yang dikhususkan untuk anak-anak gen z itu nantinya akan memutar lagu-lagu hits sesuai request pendengar dan ada pula sesi curhat untuk meningkatkan minat pendengar radio.
"Oke ya. Jadi basicnya Deepi ngerti kan? Nanti Juan yang bakal jadi music director nya nemenin malming kalian di sini." Ucap Arya bersemangat.
"Kenapa harus Deepika sih pak? Kan dia udah pegang empat program di radio kita." Kali ini Lisa yang protes. Dia juga penyiar sama seperti Deepika dan Sae.
"Lah, kan emang program ini yang punya ide awalnya si Deepi. Kenapa emang Lis?" Tanya Arya tahu maksud protes yang dilakukan Lisa.
"Ya nggak apa-apa, tapi kan jam terbang dia udah padat pak. Yang lain lho juga butuh kerjaan. Nggak Deepika mulu Deepika mulu, sapa tau pendengar malah bosen sama suara dia." Terang-terangan Lisa menyampaikan ketidaksukaannya pada Deepika yang dianggap jadi anak mas oleh sang atasan.
Ingin membalas omongan Lisa tapi Deepika lebih dulu diam karena mendengar suara Arya yang menggelegar.
"Lisa, denger ya.. Di sini nggak ada yang namanya persaingan. Kamu, Deepi, Juan, Togar, Kuncup, semua sama! Semua.. Bukan kalian saja, aku nggak pernah beda-bedain kalian. Tapi ya maaf kalau sikapku atau keputusan yang aku ambil bikin kalian sakit hati. Kita semua di sini satu tim, kita keluarga. Jangan ada iri. Jangan ada perpecahan. Bisa kan hidup adem ayem sesuai porosnya?"
Lisa diam. Dia hanya mengangguk.
"Maaf pak, nama ku itu Sae. Bisa kali jangan manggil Kuncup. Kok geli banget dengernya." Protes tentang nama panggilan kali ini dilakukan oleh Sae Bagus Kuncoro.
"Alah Kun Kun, kau tak dengar kah itu bos panggil nama kita orang memang tak ada yang benar! Kau masih mending dipanggil Kuncup, lah.. Aku, nama warisan bapak ku diubah sama dia orang jadi Togar! Macam mana pula itu, tak sedap betul ku dengarnya."
Riuh suara tawa mengiringi kalimat panjang dari Harvey, satu-satunya orang perantauan yang terdampar di planet mars dan hidup membumi bersama alien lainnya.
Meski dengan sedikit protes dari sana sini, rapat dibubarkan juga. Keputusan Arya adalah final. Tak ada yang berani cecuap lagi di belakangnya. Mau protes nyampe mulut berbusa pun percuma!
"Selamat siang, selamat beraktifitas sedulur semua, ketemu lagi bareng akuuuh announcer paling syantik paling keceh paling spekta membahana Deepika Yora di frekuensi kesayangan kita 91.10 radio Pop FM Purwodadi. Seperti biasa, aku bakal nemenin siangnya kalian yang lagi hot hotnya dengan deretan lagu-lagu kesayangan kalian juga info-info menarik yang pasti bakal bikin siangnya kalian makin cetar seperti langit katulistiwa! Oke, tak lupa aku mau ucapin makasih banyak buat kalian, sedulur semua yang udah kirim request lagu, kirim salam lewat chat, lewat email, juga lewat kartu atensi yang sekarang udah numpuk di meja kerja ku wohohoho, tenang luuur.. Pasti aku bacakan semua! Sebelum aku bacain atensi kalian satu-satu, aku mau puterin satu lagu spesial buat kalian semua.. Lagu lawas dari Once berjudul Dealova. Aah.. Nyes banget ya lur.. Oke nggak usah berlama-lama deh.. Kita simak semua. Once-Dealova, cekidot!"
Seiiring diputarnya lagu yang menjadi tugas Juan, Deepika men scroll jarinya ke layar ponselnya. Hanya melihat apa ada notifikasi pesan yang dia lewatkan hari ini. Dan ternyata dia malah dibuat asik dengan obrolan grup alumi SMA nya yang sedang menggibah si Agus. Korban siraman rohani eh siraman air keras yang katanya tak tahu diri, ternyata Agus sudah membuat geger satu Indonesia dengan kelakuan tak beradabnya.
"Oooweee masuuuk Tumijiii!!!" Juan memberi kode. Deepika hanya nyengir kuda melihat Juan melotot ke arahnya dengan kepalan tangan sebesar talas Bogor yang bisa jadi bakal bersarang ke wajahnya kalo dia masih asik cengengesan dengan ponselnya di jam kerja.
"Aduuuh maaf ya lur, aku sampai menjiwai banget lagu itu. Abis lagunya masuk banget ke hati sih ya! Oke sepertinya ada telepon masuk.. Hmm kita angkat dulu kali ya lur. Halo dengan siapa di mana?"
Siaran kembali berlangsung.
"Abhi." Suara di seberang sana.
Deg. Deepika kenal suara ini. Nggak mungkin kan bandot tua itu gabut dan nelponin dia lewat saluran radio.
"Wah Abhi, mas Abhi dari mana? Dan mau kirim salam ke siapa?" Masih dengan mode woles, berharap Abhi yang menelponnya bukanlah Abhi si tetangga samping rumah.
"Bisa keluar sebentar. Aku mau ambil arsip yang kamu tenteng pake map biru. Itu punyaku. Map mu ada di aku."
Deg.
"Dih Si kampreeeeet..." Ucap Deepika kelepasan. Dia langsung menutup mulutnya.
Deepika memucat. Juan geleng kepala, di sana ada juga Sae yang sedari tadi ngikuti kegiatan pacarnya.
"Jangan bilang udah on?" Ucapan itu terlontar ke arah Juan tanpa suara.
"Udah on dari Supriyadi!!!" Ucap Juan makin membuat Deepika kelimpungan.
Dengan kesal Deepika keluar dari ruang siaran. Tujuannya jelas satu, ke tempat parkir di mana ada Abhi di sana.
"Nih!" Dia melempar map biru ke dada Abhi.
"Harusnya aku yang marah."
Ucap Abhi santai sambil membuka dan mengecek apa yang ingin dia dapatkan dari tangan si gadis penyiar radio itu.
"Kan mas Abhi bisa wa aku! Nelpon atau gimana gitu, nggak harus nelpon aku pas lagi siaran! Ngeselin banget!" Omel Deepika tak begitu dianggap Abhi.
"Nggak punya nomer mu." Jawaban itu makin membuat Deepika menggertakkan giginya.
Rasanya Deepika ingin tenggelam di bawah beningnya sungai Aare barang sekejap untuk menjernihkan isi otaknya. Berdebat dengan Abhi bukan solusi yang dia dapat tapi emosi. Capek! Itu satu kata yang melukiskan apa yang dia rasakan saat ini.
"Ya udah sih, tuh bawa balik map mu. Ngapain masih di sini?!" Deepika berucap sambil memutar tubuhnya, sudah males banget berhadapan dengan tetangga kampretnya satu ini.
"Kamu nginjek kakiku."
Oh yang benar saja, Deepika sampai mundur beberapa depa untuk memeriksa apakah benar kaki sucinya telah melakukan dosa dengan menginjak kaki pak tua di depannya itu.
"Ya Rasulullah Salamun alaik! Apamu yang aku injek hah apamu? Bahkan bayangan kaki kita nggak mau kenalan gitu kok, kamu kok ngadi-adi sekali ya mas. Pantes jombloh!"
"Yang sopan. Nanti ketularan jomblo nangis-nangis."
"Aku? Jomblo? Heloooo.. Enggak ya mas ya, aku punya pacar. Dan Yunooo (you know) pacar aku bakal ngelamar aku se-ce-pat-nya!!" Di bawah penekanan kata secepatnya di buat sedramatis mungkin.
"Sukur deh. Jumlah pasangan maksiat di bumi berkurang kalo kamu nikah." Abhi melenggang pergi.
"Maaaas!!!" Teriak Deepika nggak terima dengan kata 'pasangan maksiat' yang ditujukan untuknya.
"Dalem. Nggak usah keras keras manggilnya, nanti pacarmu cemburu."
'Sumpah ya, terbuat dari apa manusia bernama Abhista Agung itu. Orang lain di adon pas lagi sayang-sayangnya sama pasangan, lah dia pasti diuleni emak bapaknya pas malam Jum'at keramat ngepasin wetonnya para Kunti keluar dari kuburan buat nete'in bayi-bayi tuyul mereka, makanya pas brojol bentukannya kayak gitu. Amit-amit banget ya Allah ya Robbi.. Jauhin aku dari spesies macam itu. Cukup jadi tetangganya aja, nggak mau jadi temen apalagi sahabatnya. Hiiii!"
Suara hati gadis yang merasa terjolimi dengan tetangga yang punya sifat di luar nurul.
"Panas di luar.." Sae memberikan sebotol air mineral pada kekasihnya yang berlari kecil memasuki gedung itu.
"Huum. Makasih ya mas."
Hati Deepika selalu berbunga-bunga setiap kali diperlakukan seistimewa itu oleh Sae. Wanita mana yang nggak melting sama sikap manis dan memanjakan seperti yang Sae lakukan padanya? Hanya orang bodoh yang nggak demen dapet perlakuan sayang dari orang yang disayang.
"Udah jangan manyun lagi. Tugas kamu udah di handle Lisa, kamu free nyampe nanti malem. Mau keluar jalan-jalan?" Tawar Sae mencoba menghibur suasana hati pacarnya yang pasti semrawut gara-gara ulah Abhi tadi.
"Lho kok tiba-tiba dia gantiin aku sih mas? Kan tadi masih break! Piye to?" Rupanya perkataan Sae tadi tidak lah mengubah suasana hati Deepika jadi lebih baik malah makin menaikkan kadar emosi dalam diri gadis itu.
"Kan kamu lama tadi sayang. Udah ah.. Kok jadi ngambek mulu, lagi M ya? Suasana hati kamu kayaknya nggak baik-baik aja. Aku udah ijin ke pak Arya kok. Aman." Sambil menoel pipi chubby Deepika Sae mencoba meredam amarah di dalam dada pacarnya.
Sebenarnya Deepika kesal, kok ujuk-ujuk Lisa gantiin dia tanpa koordinasi dulu. Nyebelin sih, tapi mau gimana lagi kalau nyatanya Lisa udah ada di ruang siaran. Dengan berlapang dada, Deepika akhirnya pergi ke ruangannya untuk mengambil tas punggung yang selalu menemaninya. Iya, Deepika bukan tipe gadis menye-menye, dia lebih ke gadis tomboi dengan gaya kasual terkesan nyeleneh dan sesuka hatinya.
"Mau kemana kau Dee?" Tanya Harvey lantang.
"Keluar bang. Aku free nyampe nanti malam. Titip mejaku ya." Ucap Deepika asal.
"Baah, titip meja pulak. Siapa pulak yang mau gereogotin meja kau itu. Rayap pun tak sudi giginya kesempilan potongan kayu dari meja kau itu!" Harvey masih berdiri di tempat yang sama.
"Heh Dee, itu si Lisa roman romannya punya rasa dia sama pacar kau si Kuncup itu. Kau jaga betul betul lah pacar kau itu biar tak diserobot sama si Lisa." Kompor mode on.
"Apaan sing bang, Sae juga nggak mungkin buta kan mau milih Lisa dan ninggalin aku. Dia tuh cinta mati sama ku bang." Percaya diri sekali Deepika ini.
"Ya semoga saja memang benar si Kuncup itu tak meladeni si Lisa. Tak suka lah aku lama-lama sama Lisa Lisa itu, centil kali keliatannya!"
Deepika hanya tersenyum menanggapi ucapan Harvey.
"Mungkin dia kayak gitu karena kurang kasih sayang bang, coba abang pacarin dia.. Sama-sama jomblo ini. Sapa tau cocok. Hihihi"
"Baaah, sama dia? Tak sudi lah aku. Muka lampir kurang piknik seperti itu kau suruh aku pacarin? Bisa pendek umurku dapet jodoh dia. Matanya kalau sudah melotot seperti mau lepas saja, belum lagi mukanya yang putih karena kebanyakan krim merkuri tiap kena sinar matahari jadi merah bak udang goreng, bikin merinding liatnya! Tak lah.. Mending ku tak punya pacar, hidup tenang damai tak ada pun orang yang merengek minta dijajanin dempul muka tiap malem minggu. Pening pala ku kalau sampai kejadian seperti itu!"
Tawa Deepika berhasil menyita perhatian Sae. Dia menghampiri pacarnya, seperti meminta penjelasan apa yang sebenarnya gadisnya itu tertawakan. Tapi Harvey langsung pergi meninggalkan kedua manusia bucin karatan itu begitu saja seperti tak mau berbagi kebahagiaan pada sosok Sae yang sering dipanggil Kuncup itu.
Meninggalkan kencan Sae dan Deepika yang pergi entah kemana.. Abhi terlihat sudah berada di rumahnya. Ternyata setelah dari kantor radio tempat Deepika bekerja tadi, Abhi langsung pulang ke rumahnya.
"Pulang cepet mas?" Tanya Sekar melihat anaknya memasuki rumah.
"Iya mah." Jawab Abhi singkat.
"Kenapa? Oiya.. Mamah tadi ditelpon sama temen mamah, katanya anak gadisnya yang kuliah di Inggris udah balik ke Indo lho mas. Masih inget nggak kamu, itu lho si Anggun!"
Sekar terdengar bersemangat. Dan Abhi tahu apa maksud perkataan ibunya itu. Ya.. Perjodohan untuk dirinya.
"Jangan dulu mah. Aku capek." Ucap Abhi duduk dlosor di sofa.
Tentu saja Sekar tak mau melewatkan kesempatan ini, Anggun adalah gadis kesekian kalinya yang dia kenalkan untuk sang putra tercinta. Sebelumnya sudah ada Tini, Wati, Sinta, Jojo, Jatmiko eh maaf, Jani, Juminten, Jiraiya, Jasuke, eh eh.. Kok makin ngelantur.. Intinya sudah puluhan gadis pilihan Sekar yang selalu ditolak Abhi.
Abhi capek ditodong kapan nikah kapan nikah terus, sedangkan dirinya masih nyaman di zona ini. Ya meskipun usianya sudah memasuki kepala tiga, tapi kenapa memangnya? Dia nggak buru-buru untuk melakukan perkembangan biakan kok!
"Maaas.. Plis lah, ketemu sama dia ya. Cantik lho orangnya.. Kamu nggak bakal nyesel deh. Kata kamu, kamu mau calon yang ngerti kondisi mu, ngerti pekerjaan mu, bisa menempatkan diri, naaaaah.. Ini dia yang pas! Anggun itu paket komplit mas! Sudah cantik, cerdas, pintar, pandai menempatkan diri lho dia ini."
"Mah.. Yang aku liat, mamah sekarang ini malah mirip seperti sales obat panu yang lagi nawarin dagangannya."
Jleb.
Muka Sekar langsung datar sedatar datarnya, semangatnya yang tadi berkobar jadi padam disiram obat panu anak lelakinya.
"Yang bener lah mas kalo ngomong!"
Sekar manyun seperti ABG nggak diapeli pacarnya setaon!
Malam itu Abhi habiskan dengan menikmati bintang di balkon rumahnya. Kebetulan kamarnya berada di lantai dua, sangat cocok untuk menikmati keindahan malam seperti sekarang ini.
Matanya melihat ke depan, tepatnya ke arah balkon kamar gadis yang selalu berisik setiap harinya. Lampunya belum dihidupkan, mungkin dia belum pulang bekerja. Tapi, masa bodoh juga.. Itu bukan urusan Abhi. Sejak kapan pula dia mulai mengingat jadwal pulang dan pergi bekerja si gadis cempreng itu?
Iseng, tangan Abhi meraih ponsel di saku celana. Dia memasang headset bluetooth dan mengarahkan menu radio pada layar ponselnya. Benar saja, suara riang sang penyiar radio masih terdengar mengudara. Abhi menatap jam tangan, pukul 20.15.
"Ck.. Bahkan genderuwo saja ogah ngeronda buat nakut-nakutin orang, kenapa dia masih sibuk ngecipris seperti itu? Orang aneh macam apa yang masih mau dengerin siaran radio malam-malam gini?"
Abhi nggak sadar kalo dia termasuk salah satu deretan 'orang aneh' versi yang dia pikirkan sendiri karena masih setia mendengarkan suara Deepika mengudara.
'Satu lagu penutup untuk perjumpaan kita malam ini ya mania ambyar, ada lagu dari Arya Galih dengan judul Pelampiasan. Aku harap sih kalian semua mania ambyar bukan termasuk orang-orang yang dijadiin pelampiasan sama pasangannya ya. Karena itu pasti sakit banget! Well, di luar lagi gerimis.. Aku harap buat mania ambyar semua yang lagi beraktivitas di luar rumah kudu sedia payung, mantel, jaket tebal atau apapun itu agar nggak kehujanan oke! Berhubung waktu kebersamaan kita memang terbatas, aku Deepika Yora, kak Juan, dan bang Harvey yang bertugas mohon undur diri. Terimakasih atas kebersamaan manis kita, salam sehat selalu. Dan.. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Arya Galih-Pelampiasan. Cekidot!'
"Gerimis mata dia rabun? Apa dia nggak liat kalo malam ini langit sedang ganjen-ganjennya? Banyak bintang gini kok dibilang gerimis. Apa dia lagi siaran di belahan dunia lain?" Gumam Abhi yang pasti tak bisa didengar oleh Deepika yang ada di ujung sana.
Hampir satu jam Abhi ada di balkon nya, banyak hal yang membuatnya betah berlama-lama berada di sana. Salah satunya banyaknya pikiran tentang pekerjaan, sebagai seorang lawyer.. Dia pasti mendapat banyak tekanan dari saingan bisnis para klien yang memakai jasanya.
Mau bagaimana lagi, itu sudah jadi resiko di dalam bidang pekerjaan yang dia tekuni. Semua pekerjaan memiliki potensi timbulnya masalah dan beresiko menciptakan musuh dalam lingkup kerja, hanya saja kita sebagai subjek dituntut untuk pintar dalam menyelesaikan masalah itu serta meminimalisir timbulnya 'pemicu' orang-orang yang akan menjadi musuh dalam lingkup kerja itu sendiri. Toh jika pada akhirnya kita sudah berusaha sedemikian keras namun tetap ada saja orang-orang yang membenci, itu bukan lagi urusan kita. Karena sifat iri, dengki tak bisa kita bersihkan dari hati seseorang dengan menggunakan kain pel!
Suara deru motor matic yang sangat dia kenal melaju melambat tepat di depan rumah Sani. Ya karena yang sedang berhenti di sana adalah Deepika, anaknya Sani, tetangganya.
Apa dia sedang ngelindur, tapi tadi Abhi melihat jika Deepika memakai jas hujan. Terlihat beberapa titik air yang membasahi jas hujan warna biru itu.
Apa benar di kantor radio yang jaraknya tak sampai dua jam itu sedang di guyur hujan? Atau hujan hanya ngikutin gadis cempreng itu saja? Kok jadi mikirin tentang hujan gini.. Abhi ingin cuek tapi makin disetting ke mode cuek kok malah makin penasaran dan berujung perhatian! Wah nggak beres nih!, batin Abhi merutuki dirinya sendiri.
Lelaki itu masih duduk dengan asoy pada ayunan rotan yang sengaja di taruh di balkon untuk menikmati pemandangan alam seperti langit malam ini atau juga melihat aktivitas yang dilakoni sang tetangga cempreng yang sekarang baru pulang bekerja.
Terlihat Deepika sudah berganti baju dengan menggunakan piyama pokemon warna kuning ngejreng yang terlihat kedodoran untuk gadis itu. Memang ya, bocah kalo masa kecilnya dihabiskan untuk gigitin kuku sama ngemilin kutu, besarnya bisa gagal tumbuh kayak si Deepika ini. Lihat saja, tubuh gadis itu yang kecil, mungil mirip bocah stunting itu.. Kok malah terlihat imut. Eh, Abhi langsung menggeleng keras, mengusir pikiran aneh bin nyeleneh yang tiba-tiba muncul di otaknya.
"Fokus Bhi, fokus.. Dia itu masih gadis yang sama yang saben hari berisiknya nauzubillah, dia masih gadis yang sama yang suka bikin gara-gara, dia juga gadis yang sama yang sering ngatain kamu jomblo nggak laku, karatan, bandot tua dan.. Dia masih gadis yang sama yang sekarang kalo dilihat kok makin... Manis aja.."
Masih bicara sendiri, Abhi sedang merapalkan mantra untuk membuatnya sadar dari kehaluan yang tercipta di otak kecilnya. Tapi setelah kalimat panjang yang dia buat untuk menyemangati diri, ujungnya masih saja ada setitik pujian untuk gadis di seberang sana yang sekarang menatap ke arahnya.
"Waras mas?"
Tanya gadis itu tanpa perlu berteriak. Bukan apa-apa, dia tak ingin dianggap gila dan diarak keliling kota karena udah ganggu suasana hening di malam indah bertabur bintang di atas sana. Eaaaa.. Bacanya bernada!
"Belum sepenuhnya gila." Jawab Abhi santai.
Deepika tertawa kecil. Jika dilihat-lihat, Abhista ini termasuk ke dalam lelaki rebutan bagi para gadis lajang dan janda kembang yang kebelet kawin di kompleks mereka, tapi nggak tau kenapa.. Lelaki matang itu masih betah menyandang status jomblonya. Hanya dia, Tuhan dan penulis cerita ini saja yang tau.. Misal ada orang lain yang tau alasan Abhi masih melajang selain tiga di atas yang disebutkan tadi, itu berati hanya netizen yang ngarang cerita!
"Baru pulang?"
Pertanyaan macam apa itu? Jelas-jelas dia sendiri melihat jika Deepika baru saja pulang bekerja, masih saja ditanyakan meski dia tahu jawabannya! Mungkin ini yang dinamakan modus.
"Iya. Kenapa, kangen? Makanya mas.. Sama aku itu nggak usah tengil jadi orang.. Nanti nek jatuh cinta sama aku, aku nggak mau bantu berdiri lho! Nggak mau ngobatin, aku pura-pura nggak tau pokoknya! aku liatin aja dari jauh pake lubang sedotan."
"Kamu cocok jadi penulis, gantiin author nya gih."
"Eh, apa?"
"Daya khayal mu tinggi."
"Dih si kampret! Nyesel aku tadi sempet kagum sama mu mas mas.. Dah ah, aku mau tidur. Capek, ngantuk, pegel juga sebadan-badan! Bye."
Pembicaraan singkat mereka terhenti kala Deepika memutuskan meninggalkan balkon dan memilih memasuki kamarnya. Lampu kamar dimatikan, jelas menandakan jika si pemilik kamar tak main-main dengan ucapannya untuk segera beristirahat. Tinggallah Abhi yang kembali sendiri memandang pekatnya malam.
____________
Pagi harinya, Deepika demam. Badannya menggigil tak karuan, bisa jadi itu efek kehujanan atau mungkin kecapekan atau ada alasan lain yang membuat gadis itu tumbang.
"Ya udah kamu ijin aja, di rumah aja dulu. Istirahat. Lagian badan panas gitu kok masih mau berangkat kerja, nanti pingsan di tempat kerja malah nyusahin orang Dee!"
Itu Sani yang berujar. Dia baru saja tahu jika putrinya sakit. Semangkuk bubur ayam yang dibeli di tukang bubur depan kompleks menjadi menu sarapan yang Sani berikan untuk Deepika.
"Nggak lah buk, nggak enak kalo ijin.. Wong cuma demam biasa. Abis sarapan nanti tak minum pamol, sembuh deh." Rintih Deepika kedinginan di balik selimut tebalnya.
"Ibuk nggak ke kios?" Lanjut Deepika.
"Ya kamu nya sakit, gimana bisa aku ke kios! Di makan itu buburnya. Abis itu minum obat. Kamu ini, udah dikasih tau berkali-kali, jaga kesehatan! Jaga kesehatan! Tapi kok ya malah sakit gini, kan jadi repot sendiri kamu nya."
Deepika tahu, meski terdengar seperti orang yang lagi ngomel tapi itu lah bentuk dari perhatian dan kasih sayang yang ibunya berikan. Mereka tinggal hanya berdua, jadi Deepika dituntut untuk bisa mandiri dan tidak merepotkan orang lain. Meskipun itu dalam keadaan sakit seperti ini. Jika bisa sendiri, kenapa harus minta bantuan orang lain.. Begitu pikir Sani.
"Ya namanya juga sakit buk.. Nggak ada yang mau.." Menjawab dengan bibir gemetaran.
Rasanya demam kali ini benar-benar membuatnya kesakitan. Kepalanya pusing, badannya dingin menggigil, mata terasa panas dan sangat tidak nyaman di bagian kepala!
"Ibuk ke kios aja, apalagi katanya ada pesanan 150 box ayam geprek kan... Aku nggak apa-apa buk."
Kios yang dimaksud Deepika itu adalah sebuah kios yang terletak di jantung kota. Kios itu menjual berbagai macam geprek, nasi liwet, dan berbagai makanan berbau goreng-gorengan. Dan Sani adalah pemilik dari kios itu.
Dengan berbagai pertimbangan, Sani akhirnya pergi ke kios juga. Dia berpikir jika Deepika sudah meminum obat jadi pasti tidak apa jika dia tinggalkan barang sebentar. Lagi pula, anaknya itu bukan balita kan? Dia sudah dewasa, pasti tahu jika kondisi sakit seperti itu hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Dengan tertatih, Deepika mengeluarkan motornya. Satu kata untuk gadis sableng ini, nekat! Sudah tahu kondisinya lagi nggak baik-baik saja, kok ya ngeyel mau ke tempat kerja.
"Sakit?" Abhi dengan suara baritonnya berusaha jadi tetangga yang baik dengan menanyakan keadaan Deepika yang terlihat pucat.
Sesekali tisu yang dipegang dibuat ngelap ingus, ternyata si tisu udah basah kuyup oleh ingus Deepika sendiri. Gadis itu hanya menaikkan sebelah alisnya untuk menjawab pertanyaan sang tetangga.
"Kalau sakit nggak usah kerja. Pendengar setiamu nggak akan betah disuruh dengerin suara kamu buang-buang ingus tiap tiga detik sekali." Antara ngejek sama bentuk perhatian itu emang beti (beda tipis).
"Mereka bukan kamu mas, yang apa-apa mok bikin masalah."
"Yakin mau pergi? Jasa Raharja nggak terima pencairan asuransi jika korban kecelakaan sengaja membahayakan dirinya sendiri."
"Dih mulutmu mas."
"Kenapa? Minta di sun?"
"San sun san sun, tonyor purun?!"
Jika dilihat mereka malah mirip seperti sepasang kekasih yang sedang berkomunikasi dari hati ke hati. Tapi sayangnya, tak ada hubungan sedekat itu di antara mereka. Sampai lamunan Abhi tersadar oleh deru motor Deepika yang kian menjauh dari pekarangan rumahnya.
"Keras kepala." Abhi berucap dan langsung memasuki mobilnya.
"Maaaaas, bentar mas bentar.. Nanti pas jam makan siang Anggun mau ketemu kamu mas. Di Planet Plaza. Kamu temuin dia ya mas!"
Sekar masih keukeh ingin mendekatkan anaknya dengan sosok Anggun. Harapan seorang ibu di usia anaknya yang sudah matang itu hanya satu, cepet liat anaknya punya pasangan hidup!
"Nggak bisa mah." Tolak Abhi tanpa berpikir sedikitpun.
"Kenapa nggak bisa? Bisa gitu lho mas, wong tinggal ketemuan aja kok susah!"
"Mamah yakin hanya ketemuan? Nggak ada maksud lain di balik itu?"
Selidik Abhi, padahal tanpa ditanya pun dia juga tahu apa sebenarnya maksud ibunya memaksa dirinya menemui Anggun.
"Jadi orang itu mbok ya usaha gitu lho mas, ikhtiar ngono! Jodoh mu nggak bakal muncul kalo nggak kamu jemput datangnya."
"Jodoh bukan jelangkung yang datang nggak dijemput, pulang nggak diantar mah."
Sekar mendelik tak percaya jika yang dihadapi sekarang ini adalah anaknya. Jika bukan anak kesayangannya, sudah dia tempeleng dari tadi itu mulutnya!
"Ah karepmu mas! Yang penting nanti temui Anggun! Awas kalo nggak mau, nggak usah pulang sekalian!" Ancaman dari Sekar.
Sebenarnya Abhi bisa saja menjawab perkataan ibunya, tapi fokusnya teralihkan oleh bunyi benturan benda keras, seperti tabrakan atau sejenisnya. Pikiran lelaki itu langsung tertuju pada sosok si gadis cempreng.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!