Fujimoto Peat, aktris anggun dengan prinsip tegas memegang aturan emasnya tidak ada adegan ciuman dalam drama yang ia bintangi. Namun, Krismon, sahabat laki-lakinya yang juga manajer, memiliki pandangan berbeda.
‘’Adegan ini penting untuk kariermu, Peat! Kau tidak bisa terus-terusan menolak,’’ desak Krismon di sela-sela diskusi kontrak drama terbaru.
Ya, pertengkaran ini berawal ketika para sutradara terkenal memberi Peat 80 naskah dan 15 di antaranya akan dipilih olehnya sendiri. Namun, tanpa sepengetahuan Peat, Krismon sudah menyetujui satu kontrak dan memastikan Peat masuk ke proyek tersebut.
‘’Kau seharusnya meminta persetujuanku terlebih dahulu!’’ marah Peat melemparkan naskah ke meja.
Krismon mencoba menjelaskan. ‘’Aku melakukannya demi kariermu! Lihat saja, kau sukses besar dan dijuluki ‘’Dewi Drama’’ bahkan tanpa adegan ciuman di setiap film-mu. Jika kau memberi kejutan pada penggemarmu dengan menyetujui adegan ciuman, percayalah padaku kau akan membuat satu dunia menyembahmu.’’
‘’Aku sudah bilang tidak!’’ tegas Peat.
Dengan penuh emosi, ia meninggalkan Krismon tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut.
......................
Malam itu, Peat mengambil dua koper dan membuka lemari-lemari bajunya dengan perasaan kesal.
‘’Adegan ini penting untuk kariermu, Peat! Kau tidak bisa terus-terusan menolak. Aku melakukannya demi kariermu, heh,’’ ucapnya meniru gaya bicara Krismon sambil memasukkan bajunya ke dalam koper.
Ia menghela nafas kasar. ‘’Ini pertama kalinya aku merasakan penghianatan selama aku bernafas di bumi. Terlebih lagi pelakunya adalah sahabatku sendiri.’’
Karena merasa kesal, Peat memasukkan pakaian dan perlengkapannya ke dalam koper begitu saja, bahkan naskah dramanya juga ikut dimasukkan.
‘’Jika dunia tidak mengerti aku, maka aku akan menjauh dari dunia.’’
......................
Keesokan harinya, Krismon tiba di depan rumah Peat dengan naskah revisi di tangan. Ia berhasil membujuk sutradara untuk menghapus adegan ciuman itu, tetapi dengan syarat yang cukup aneh.
‘’Aku tahu ini memang salahku sehingga kau marah! Terima kasih karena telah memberiku pekerjaan berat lagi,’’ katanya saat masuk ke rumah.
Krismon masih mengomel dengan sendirinya. ‘’Kau tidak tahu seberapa sulitnya membujuk sutradara dan itu membuat kepalaku ingin pecah. Hhah!’’
Ia menyempatkan diri membuka kulkas dan meneguk botol air. ‘’Aku sudah berusaha mencapai kesepakatan terbaik yang bisa kudapatkan. Dan sutradara setuju menghapus adegan ciuman dan menggantinya dengan sebuah syarat. Ini bukan lelucon, Peat! Tujuh pria! Kau akan jadi bintang di antara mereka!’’
Namun, sejak tadi tidak ada tanda-tanda kehadiran Peat. Krismon memeriksa taman belakang, kolam renang, bahkan kamar tidur Bailu, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadirannya.
Krismon mulai panik dengan jantung berdebar. ‘’Ini tidak lucu, Peat. Kau tahu aku tidak suka permainan seperti ini!’’
Ia mengambil ponselnya dan menelepon wanita itu, tapi tidak ada jawaban.
Krismon mencoba menghubunginya lagi. Masih tidak ada respon. Wajahnya mulai pucat, kekhawatiran memenuhi pikirannya. ‘’Dia tidak mungkin pergi tanpa memberitahuku... atau mungkinkah?’’
Matanya menelusuri seluruh sisi kamar Peat. ‘’Tunggu, di mana dua koper favoritnya?’’
Deg!
Saat itu juga Krismon langsung membuka lemari baju lalu beralih ke lemari aksesori dan benar, sebagian isinya kosong. Ia memejamkan mata sambil menarik nafas dalam-dalam. ‘’Peat, kau benar-benar pandai membuat orang menjadi gila.’’
......................
Di sebuah pulau yang dihiasi pantai berpasir putih, laut biru jernih, dan vegetasi hijau yang subur, Takahashi Fort, pria lokal dengan mullet x comma hair yang dikenal dengan pesona liar dan senyumnya yang menawan, tengah sibuk memandu sekelompok wisatawan asing di hutan tropis.
Namun, di tengah perjalanan ia mendapatkan panggilan telepon yang menyuruhnya untuk segera menghadap sehingga Fort terpaksa meminta maaf sambil menjelaskan situasi sebelum pergi.
Meski begitu, sekelompok orang tadi tidak mempermasalahkan. Itu karena Fort sudah tidak asing lagi di mata para wisatawan. Ia adalah pemandu dengan tingkat pelayanannya yang paling tertinggi dan mudah membuat orang bergaul dengannya sehingga semua menfavoritkannya.
...Visual Fujimoto Peat...
...Visual Takahashi Fort...
...Visual Krismon...
Lisa menyeringai mencoba membujuk. ‘’Fort, aku butuh bantuanmu. Ada wisatawan eksklusif yang akan datang, dan aku ingin kau menjadi pemandunya.’’
Fort mendengus, mengibaskan rambutnya yang basah karena keringat. ‘’Aku masih sibuk dengan tamuku sekarang. Suruh orang lain saja.’’
‘’Tidak! Kau sudah dipesan dan dia akan tiba sebentar lagi!’’ tegas Lisa.
‘’Tapi aku tidak bisa meninggalkan tamuku begitu saja,’’ balas Fort.
‘‘Tenang saja, Kak. Sudah ada aku yang menggantikanmu untuk memandu mereka,’’ kata pria muda yang datang sambil mengunyah permen karet.
Ia adalah Takahashi Boss, adik laki-laki Fort.
‘’Siapa yang memberimu izin untuk mengambil pekerjaanku?’’
‘’Kak Lisa yang meminta. Lagipula, aku tidak mungkin menolak perintah dari Tuan Rumah.’’
‘’Bukankah kau tidak suka berinteraksi dengan wisatawan asing dan tidak pernah ingin menerima pekerjaan tambahan? Lalu kenapa sekarang tiba-tiba menjadi sukarela?’’
‘’Mungkin karena kepalaku habis terbentur sehingga aku mendapatkan pencerahan dari Dewa.’’
Fort berdecih pelan. ‘’Dasar bajingan.’’
‘’Kalau begitu kau juga sama bajingannya karena kita bersaudara.’’
Lisa melerai kedua orang itu sebelum berakhir menepuk pundak Fort.‘’Dengar, Nak. Wisatawan ini ingin pelayanan premium. Dan siapa lagi yang lebih baik dari kau?’’
Fort menatap Boss yang tersenyum lebar sambil mengangkat kedua alisnya.
‘’Baiklah, aku akan pergi menjemputnya! Lain kali, jangan mengubah jadwalku tanpa izin, atau aku akan pergi dari pulau ini!’’ kesal Fort.
Begitu sosoknya menghilang, Lisa dan Boss langsung melakukan high five sambil tertawa kecil.
‘’Kau tahu Kak Lisa? Jika saja kau tidak menyogokku dengan setengah bayaran dari wisatawan itu, aku tidak akan menerima pekerjaan ini,’’ kata Boss.
‘’Itu sebagai biaya penutup mulutmu,’’ kata Lisa.
‘’Tapi aku penasaran, siapa sebenarnya wisatawan ini sampai-sampai dia membayar setinggi itu?’’ pikir Boss yang diangguki oleh Lisa.
Namun, sebelum rasa penasaran mereka terlalu dalam, keduanya kembali larut dalam kegembiraan, menghitung keuntungan yang akan mereka dapatkan.
......................
Rumah Peat
Krismon duduk di sofa, menatap layar ponselnya yang kosong. Ia mulai memikirkan semua hal yang dikatakan Peat selama pertengkaran mereka. Penyesalan mulai menyerang.
‘’Aku seharusnya mendengarkannya,’’ gumamnya.
Ia segera mengambil tas dan mengeluarkan laptop dan mulai mencari petunjuk keberadaan Peat.
......................
Fort tiba di dermaga dengan wajah masam, menyeret langkahnya seperti anak kecil yang baru saja dipaksa mengerjakan PR.
Di saat yang sama, Peat turun dari kapal memancarkan aura glamor mengenakan gaun pantai yang elegan dan kacamata hitam besar dan topi lebar. Angin pantai membuat rambut panjangnya berkibar indah.
Fort terdiam, wajahnya berubah dari ekspresi marah menjadi melongo kagum, tapi hanya sesaat sebelum ia menyadari dirinya terpesona. Ia segera mengerutkan kening dan kembali ke mode marah.
‘’Jadi, kau tamu kurang ajar yang telah mengacaukan pekerjaanku?’’ tanya Fort tanpa basa-basi.
Peat yang baru saja tiba, langsung mengernyitkan alis mendengar komentar sinis pria itu. ‘’Beginikah pelayanan di pulau yang katanya eksklusif ini?’’
Fort tersenyum sarkastik. ‘’Tenang, Nona Manja. Di sini tidak ada karpet merah.’’
Peat mendengus, mengibaskan rambut panjangnya. ‘’Aku tidak membayar untuk komentar. Kau di sini untuk melayaniku, bukan?’’
Fort tersenyum sebelum menaiki kapal, lalu dengan santai melemparkan dua koper milik wanita itu ke dermaga.
Peat yang terbiasa dilayani dengan penuh perhatian, marah besar. ‘’Apa kau serius?! Kau tidak punya sopan santun sama sekali! Apa kau tahu berapa harga dua koper favoritku itu?!’’
‘’Sopan santun tidak termasuk dalam kontrak pelayanan di pulau ini,’’ jawab Fort santai.
...Visual Lisa...
...Visual Takahashi Boss...
Merasa tersinggung, Peat segera mengeluarkan ponselnya. ‘’Aku akan melaporkanmu pada Nona Lisa.’’
Fort yang merasa akan semakin dipersulit, mencoba menghentikan wanita itu dengan meraih ponselnya. Dalam kegaduhan mereka, ponsel Peat tanpa sengaja terlepas dari tangannya dan terjatuh ke laut sambil mereka memandangi ponsel yang perlahan tenggelam itu.
Keduanya terdiam sesaat sebelum Peat kembali menatap Fort dengan tajam.
......................
Ruang Tamu Kantor Lisa
‘’Aku tidak membayar mahal untuk pelayanan seperti ini.’’
Lisa tetap tenang dan dengan penuh keanggunan meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. ‘’Aku sangat menyesal mendengar hal itu. Kami selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada tamu kami. Apa pun yang terjadi, itu tidak mencerminkan standar kami.’’
Sementara itu, Fort, yang merasa disalahkan bergumam, ‘’Itu bukan sepenuhnya salahku... Dia yang terlalu sensitif!’’
‘’Kau bajingan diam,’’ tegur Lisa sebelum kembali tersenyum.
Fort membuka mulut seakan ingin membalas, tapi akhirnya menutupnya sambil mendengus.
Lisa mendekati Peat dan memegang tangan wanita itu dengan lembut. ‘’Aku mengerti sepenuhnya. Kau berhak atas pengalaman yang sempurna di sini. Aku berjanji akan memastikan kau mendapatkan ketenangan dan pelayanan terbaik mulai sekarang.’’
Peat meski masih kesal, mulai menunjukkan tanda-tanda melunak. Ia mencoba mempertahankan ekspresi masamnya tetapi gagal ketika Lisa menyebutkan paket spa dan perawatan mewah lainnya. Dengan sikap manis yang terus-menerus, ia menyadari bahwa Lisa tulus dalam usahanya memperbaiki situasi.
Peat menghela nafas panjang. ‘’Baiklah.’’
Lisa tersenyum lega dan menjawab dengan nada hangat, ‘’Terima kasih atas pengertianmu, Nona Fujimoto.’’
‘’Aku lelah, antarkan aku ke tempat di mana aku bisa menikmati liburanku tanpa drama,’’ kata Peat berjalan pergi.
Fort menolak untuk menyusul membuat Lisa mengkodenya dengan ancaman terselubung di wajahnya.
‘’Dia tamu kita. Kau harus memiliki sopan santun padanya.’’
Dengan mendesah panjang, Fort mengambil koper itu. ‘’ Sopan santun? Baiklah. Aku akan melayani dia... dengan caraku.’’
Lisa menghela nafas. ‘’Wanita tadi... Meski tidak melepaskan kacamata dan topi lebarnya, dia tampak familiar. Stt, mungkin hanya perasaanku saja.’’
......................
Keduanya berjalan kaki menyusuri jalan setapak menuju resor yang dipesankan untuk Peat.
Penduduk lokal mulai memperhatikan Peat. Tanpa tahu status selebritinya, mereka terpukau oleh kecantikan dan pesona alaminya.
Beberapa wanita muda saling berbisik, ‘’Dia cantik sekali! Aku belum pernah melihat wisatawan asing secantik dirinya.’’
Seorang nenek tua mendekati Peat dengan senyuman ramah, memetik bunga liar dari kebunnya dan menyerahkannya. “Untukmu, nak. Kau membawa kehangatan di sini.”
Peat tersenyum lembut, menerima bunga itu dengan anggun, ‘’Terima kasih banyak. Bunganya sangat indah.’’
Ia kemudian berjalan pergi sambil Fort tersenyum lebar menyempatkan diri untuk menyapa. ‘’Kami pergi dulu, Nek.’’
Di tengah perjalanan, dua anak kecil berlari-lari riang di jalan setapak. Salah satu dari mereka tersandung dan jatuh tepat di depan Peat, mengotori pakaian putih bersih yang dikenakannya.
Peat terkejut sesaat, tetapi bukannya marah, ia segera berjongkok untuk membantu anak itu berdiri.
‘’Hei, kau baik-baik saja?’’ tanyanya lembut sambil membersihkan debu dari lutut anak itu.
Anak kecil tadi mulai menangis, tapi Peat menghiburnya dengan senyuman.‘’Jangan menangis. Kau anak pemberani, kan? Ayo, tersenyumlah untukku.’’
Peat melepaskan topi lebar dan kacamata hitam besarnya, lalu memakaikannya kepada kedua anak itu. ‘’Ini, sekarang kalian terlihat seperti bintang kecil!’’
Anak-anak itu tertawa senang, lalu mengecup pipi Peat sebagai ucapan terima kasih sebelum berlari pergi dengan gembira.
‘’Jadi, ternyata nona besar ini tahu cara menghibur anak-anak juga.’’
Peat berdiri dan berbalik menatap Fort. Untuk pertama kalinya, wajahnya terlihat sepenuhnya dengan tampilan hime cut long hair no bangs tanpa tertutup aksesoris.
Wajah Peat yang memancarkan keanggunan alami membuat Fort tertegun dan kehilangan kata-kata.
Melihat reaksi Fort, Peat menghampirinya. Sebelah tangannya menyentuh dada pria itu yang kemudian bergerak ke atas.
Peat mendekatkan wajahnya ke telinga Fort. ‘’Tentu saja, aku tidak hanya tahu cara menghibur anak-anak. Aku juga tahu cara menghadapi orang dewasa yang sulit diatur.’’
Ia melangkah mundur dengan senyum puas menatap Fort sebentar, lalu berbalik dengan anggun dan berjalan pergi.
Fort mengangkat alis dengan ekspresi nakal. Ia tersenyum lebar, merasa tertantang oleh kepribadian Peat yang tidak seperti dugaannya. ‘’Hm, ini akan menarik.’’
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!