"Tega ya kalian!"
Arumi Syakila Maheswari menatap kecewa sekaligus jijik pada dua orang yang sedang berlindung dibawah satu selimut yang sama. Bahkan dua manusia yang berstatus sebagai pacar dan sahabatnya itu sedang berada di dalam satu ranjang dan dalam keadaan telanjang. Tubuh mereka hanya tertutup oleh selimut tebal diruangan kamar apartemen tersebut.
Bukan hanya rasa kekecewaan, rasa marahnya pun mendidih sampai ke ubun-ubun. Pernikahannya sudah didepan mata, tapi dia malah harus melihat pengkhianatan seperti ini.
"Rum, aku bisa jelaskan," Randy ingin bangun namun tertahan oleh suara keras Arumi.
"Cukup!" Tegas Arumi dengan tangan satu terangkat, saat ini dia sedang tidak berniat untuk mendengarkan penjelasan apapun. "Lusa adalah pernikahan kita, tapi kamu tega mengkhianatiku seperti ini, Randy Prayoga!"
"Dan kamu, Delia Puspitasari," tunjuknya beralih pada wanita yang hanya menutupi tubuhnya dengan balutan selimut tebal. Wanita itu bahkan hanya bisa diam seribu bahasa saat kelakuan bejatnya terpergok, "Kamu tak ubahnya seperti seorang pelacur!"
Tak sedikitpun air mata keluar dari mata cantik gadis berusia 22 tahun itu. Sebisa mungkin Arumi tidak ingin terlihat lemah dihadapan dua manusia pengkhianat dihadapannya. Meski tak bisa dipungkiri, jika saat ini hatinya sangat hancur berkeping-keping.
Arumi melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruangan apartemen tersebut. Randy yang ingin mengejar segera ditahan oleh Delia.
"Tidak perlu dikejar Ran, percuma... Arumi tidak akan mau mendengarkan penjelasan kamu." Delia pikir saat ini percuma untuk menjelaskannya pada Arumi, sahabatnya itu butuh waktu untuk sendiri dulu.
Dengan langkah gontai Arumi meninggalkan area gedung apartemen. Setelah cukup jauh, air matanya berhasil lolos begitu saja tanpa bisa dia cegah lagi. Dadanya terasa begitu sesak.
Dua tahun Arumi menjalin kasih dengan Randy, berharap lusa akan menjadi hari yang indah untuk mereka dengan mengikat janji suci pernikahan. Namun sekarang, dia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Randy sudah tidur dengan Delia, sahabat baik Arumi sendiri.
Langkah Arumi terus membawanya menerobos kegelapan malam yang dingin itu. Suasana malam kian mencekam, hanya tiupan angin yang berhembus menyapu kulit. Jalanan yang biasanya ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang kini pun nampak sepi, mungkin karena hujan besar yang mengguyur kota sore tadi.
Arumi menghentikan langkahnya tepat di tengah-tengah sebuah jembatan, pandangannya menatap jauh lurus ke depan. Sekarang, apa yang harus dia katakan pada keluarganya? Sementara undangan pernikahan sudah tersebar dimana-mana.
"Ibu... Aku ingin ikut denganmu..."
Dibawah sana, air sungai mengalir dengan sangat deras, bahkan warna airnya nampak kecoklat-coklatan. Langit tanpa sinar bulan dan bintang kembali menurunkan rintik-rintik hujan gerimis.
Arumi membungkukkan tubuhnya hingga perutnya menyentuh pagar pembatas jembatan tersebut, perlahan dia menutup kedua matanya rapat-rapat. Arumi menarik nafasnya dalam-dalam dan bersiap membawa tubuhnya untuk terbang bebas hingga semua beban hidupnya akan hilang seketika.
"Hahhh..."
Hampir saja Arumi melompat jika sebuah tangan tak menahan perutnya dan menariknya ke belakang. Hingga kini tubuh Arumi terjatuh diatas tubuh seseorang.
"Kalau mau mati jangan disini. Jalan ini sering aku lewati, jadi aku tidak mau dihantui disini,"
Terdengar suara seorang pria. Buru-buru Arumi bangun dari atas tubuh pria itu.
Bara Alvarendra, seorang lelaki berusia dua puluh delapan tahun. Dia merupakan pewaris tunggal perusahaan Alva Group. Wajah tampan dan tubuh tinggi tegapnya membuatnya digilai banyak wanita. Sayangnya Bara sudah melabuhkan hatinya pada seorang wanita bernama Monica, namun cinta mereka terhalang restu sang kakek.
Bara ikut bangun dan kembali berdiri dengan tegak. Dia menepuk-nepuk jasnya yang sedikit kotor. Seorang pria lainnya datang menghampiri ke arah mereka, dia adalah asisten Roy.
"Tuan Bara, anda tidak apa-apa?" Tanya asisten Roy.
"Aku tidak apa-apa," jawab Bara, kemudian Bara mengalihkan pandangannya pada gadis dihadapannya. "Bagaimana denganmu? Apa ada yang luka?"
"Untuk apa memperdulikan aku, mengganggu saja!!" ujar Arumi dengan tatapan sinis, kemudian dia memalingkan wajahnya kesamping untuk menyeka air matanya.
"Astaga, sudah ditolong bukannya terimakasih malah marah," ujar Bara sambil mengelus dadanya.
"Siapa suruh kamu menolongku? Memangnya aku tadi berteriak meminta tolong? Tidak kan?"
Bara menghela nafas panjang, "Hei Nona, kamu benar-benar ya..."
Belum selesai Bara dengan ucapannya, gadis dihadapannya malah meninggalkannya pergi begitu saja. Bara menoleh ke arah asistennya.
"Ikuti dia," perintah Bara.
"Baik Tuan,"
...∆∆∆∆∆∆∆...
Dirumah dengan satu lantai itu Arumi tinggal bersama dengan Ayah, Ibu tiri dan kakak tirinya. Ibu kandung Arumi meninggal saat Arumi berusia 10 tahun. Saat itu ayah Arumi pulang dengan membawa istri muda yang adalah seorang janda beranak satu. Ibu Arumi yang syok dengan perselingkuhan suaminya mengalami serangan jantung dan nyawanya tidak dapat tertolong lagi.
Di usianya sekarang, Arumi pikir dia bisa meringankan beban ayahnya jika dia menikah. Tapi sekarang mimpi hanyalah tinggal mimpi, Arumi tidak mungkin melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Randy setelah apa yang dia lihat tadi.
"Apa? Dibatalkan? Tidak! Ayah tidak setuju!" ujar Samuel, ayah dari Arumi.
"Tapi Yah, Randy sudah mengkhianati Rumi. Rumi tidak mau menikah dengannya," tangis Arumi kian pecah tatkala dia kembali teringat dengan kejadian di kamar apartemen Randy tadi.
"Tidak mau bagaimana? Pokoknya kamu harus mau! Keluarga kita begitu tergantung pada keluarga Prayoga, kalau kamu tidak mau menikah dengan putra mereka, kita mau makan apa hah?!" Sinta ikut angkat bicara, dia akan sangat menentang jika Arumi sampai membatalkan pernikahan. Cita-citanya jadi orang kaya bisa musnah.
"Diam kamu Sinta! Jangan ikut campur urusanku!" gertak Arumi pada Sinta.
"Lancang sekali kamu memanggilku dengan nama! Mas dia__"
"Cukup!!!" bentak Samuel. Sinta langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
Arumi mendekati sang Ayah dan memegangi lengannya dengan wajah memohon, "Yah, Rumi mohon, batalkan pernikahan ini, Yah."
"Tidak! Ayah tidak akan membatalkan pernikahan ini. Suka tidak suka kamu akan tetap menikah dengan putra keluarga Prayoga, titik!!!"
Keputusan Samuel tidak bisa diganggu gugat, bertahun-tahun dia bekerja dengan keluarga Prayoga dan menunggu hari dimana dia dan keluarganya akan menjadi bagian dari keluarga itu. Sekarang, putrinya meminta pernikahan itu untuk dibatalkan, itu sangat tidak mungkin. Mau ditaruh dimana wajahnya nanti.
Samuel dan istrinya pergi meninggalkan ruang tamu dan kembali ke kamar mereka. Tubuh Arumi luruh ke lantai setelah kepergian orang tuanya, bagaimana mungkin dia harus menikah dengan seorang pengkhianat seperti Randy. Melihatnya saja dia sudah merasa jijik.
Bersambung,,,
...∆∆∆∆∆∆∆...
📑 Jangan lupa subscribe, like, komen dan giftnya. Mohon dukungannya ya kakak-kakakku, semoga retensi kali ini aman 🙏🥰
Seorang pelayan wanita berlari kecil ke arah Bara begitu melihat lelaki itu turun dari dalam mobil.
"Tuan besar sudah menunggu anda Tuan muda," ujar pelayan itu dengan wajah tertunduk dan tubuh sedikit bergetar. Bara jelas sudah bisa menduga apa yang terjadi, penyakit marah-marah kakeknya pasti kumat lagi.
"Dimana si tua itu?" tanya Bara.
"Diruangan kerjanya Tuan,"
Bara langsung melangkah kakinya menuju ke ruangan kerja kakeknya. Terlihat pria berusia sekitar tujuh puluh tahunan sedang duduk diatas sofa dengan memakai kacamata yang melekat di wajah dan tongkat jalan ditangannya. Bara segera duduk di sofa bersebrangan dengan kakeknya.
"Dasar tidak becus! Sontoloyo!!"
Pedas memang, tapi seperti itulah Tuan Abian Alvarendra, kata-kata pedas seperti itu hanya berani dia ucapkan didepan sang cucu, jika didepan para bawahannya dia akan menunjukkan sikap wibawanya.
"Mencari satu wanita untuk dijadikan calon istri saja tidak becus," imbuhnya sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke lantai dengan cukup keras hingga menimbulkan suara-suara berisik.
Bara terdiam, dia memang sudah biasa mendapatkan perlakuan seperti ini. Tidak melawan bukan berarti takut, Bara hanya memikirkan kesehatan kakeknya saja yang akhir-akhir ini sedikit memburuk.
Sejak kedua orang tua Bara meninggal karena kecelakaan lima belas tahun yang lalu, Bara hidup dan tinggal bersama dengan kakek, tante dan anak perempuan tantenya yang berusia 7 tahun di rumah itu.
Sebenarnya Bara sudah memiliki seorang kekasih yang bernama Monica dan sudah pernah dikenalkan pada kakeknya, bahkan dia juga pernah beberapa kali mengajak Monica pulang ke rumah. Namun Tuan Abian secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya pada Monica.
Monica sendiri adalah seorang model yang sedang naik daun dan sedang menjajaki dunia perfilman. Sudah satu tahun ini Bara menjalin hubungan dengan Monica. Dan Bara sangat serius dan berniat untuk melamar kekasihnya. Namun niat hanya tinggal niat, kakeknya menolak mentah-mentah keinginannya dan memintanya untuk mencari calon istri yang sesuai dengan kriteria kakeknya.
Bagaimana mau suka, dipertemuan pertama saja Monica sudah menunjukkan sikap tidak sopan menurut Tuan Abian. Tidak mencium tangan sebagai bentuk hormat pada orang yang lebih tua. Dan pakaian yang dipakai oleh Monica sangat minim bahan.
Pernah juga saat Bara mengajak Monica main kerumah dan mereka sedang berada didalam kamar. Saat itu Bara sedang asyik-asyiknya bermain dengan dua gundukan kenyal milik kekasihnya yang masih terbungkus oleh pakaian. Namun nasib sungguh sial, tiba-tiba saja kakeknya membuka pintu kamarnya, alhasil tongkat kakeknya melayanglah di pan-tat dan tangan Bara. Hal itu juga yang membuat kakeknya semakin tidak menyukai Monica karena menganggapnya sebagai wanita yang terlalu gampangan.
"Ini sebenarnya aku atau kakek yang mau menikah, sih!" Keluh Bara dalam hati. Dalam menyebutkan kriteria saja sudah tidak masuk akal. Karena yang diinginkan oleh kakeknya adalah seorang gadis sederhana yang memiliki sikap sopan santun tinggi.
Jelas kriteria itu tidak dimiliki oleh Monica, sebagai wanita kota dan berada di lingkungan dunia hiburan, Monica sangat jauh dari kata sederhana, kehidupan glamor seperti sudah melekat dalam dirinya.
"Kakek sudah memberi kamu kesempatan, dan kakek anggap kamu sudah gagal. Mau tidak mau, suka tidak suka, kamu harus menerima jodoh pilihan kakek!"
Bara menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan, "Tidak bisa seperti itu Kek, memangnya ini jaman Siti Nurbaya apa main jodoh-jodohan. Mending kakek cari calon istri buat kakek saja kalau seperti itu,"
"Kamu!!" Tuan Abian memegangi dadanya yang mulai terasa nyeri, berbicara dengan Bara membuat emosinya kian naik.
Suara langkah diiringi dengan terbukanya pintu ruangan datang memasuki ruangan tersebut. Wanita dalam balutan dress berwarna merah dengan sepatu pantofel yang melekat di kaki jenjangnya berjalan menghampiri lalu berdiri di samping sang ayah.
"Sudah waktunya minum obat, Yah. Ayo Sherly antar ke kamar," ujar wanita berusia 37 tahun itu dengan suara lembut. Sekilas dia melirik ke arah Bara dan menghela nafasnya panjang.
Wanita itu bernama Sherly, dia merupakan adik kandung dari papa Bara. Sherly sendiri adalah seorang janda beranak satu, dia bercerai dengan suaminya karena suaminya ketahuan berselingkuh dengan wanita lain.
"Urusan kita belum selesai, Bocah!!" Tuan Abian berdiri, langsung disambut oleh Sherly yang dengan sigap membantu dengan memegangi lengannya.
Keduanya berjalan meninggalkan ruangan. Setelah kakek dan tantenya keluar, Bara menyenderkan tubuhnya ke punggung sofa dan menghela nafas berat.
_
_
_
Setelah membantu meminumkan obat dan memastikan ayahnya sudah tertidur pulas, Sherly keluar dari ruangan kamar tersebut.
Sherly melihat Bara yang baru saja keluar dari ruangan kerja kakeknya, dia segera menghampiri keponakannya itu.
"Apa salahnya nurut sih Bar, kamu tinggal cari aja wanita yang seperti Citra Kirana atau Irish Bella, gampang kan?"
"Ngomong yang gampang Tan. Tante tau sendiri kalau Bara udah punya pacar, dan Bara serius dengan Monica," ungkap Bara kesal.
"Dan kamu juga tau sendiri kalau kakekmu itu tidak menyukai Monica. Jadi kamu cari wanita lain saja, jangan membuat kondisi kakek semakin drop. Kalau sampai terjadi sesuatu pada kakek, kamu yang akan Tante tuntut," ancam Sherly, sebenarnya dia hanya ingin memberikan sedikit gertakan saja pada keponakannya itu.
Sherly pergi meninggalkan Bara, asisten Roy yang tak sengaja mendengarkan percakapan mereka segera menghampiri Tuan mudanya. Kebetulan asisten Roy juga baru datang setelah menyelesaikan tugas dari Bara untuk mengikuti gadis yang tadi Bara tolong. Sebenarnya Bara hanya ingin memastikan gadis itu tidak melakukan percobaan bunuh diri lagi, itu saja.
"Tuan muda,"
"Ada apa?" sewot Bara sambil memijat-mijat pelipisnya, sepertinya dia perlu minum Bodrex untuk menghilangkan sakit kepalanya.
"Sepertinya saya punya solusi untuk masalah anda," ujar asisten Roy.
Bara segera menghentikan aktivitas memijat pelipisnya dan menoleh ke arah asisten Roy yang berdiri tidak jauh darinya.
"Solusi apa? Katakan!"
"Gadis yang anda tolong tadi, namanya Arumi Syakila Maheswari, dia baru saja dikhianati oleh calon suami dan sahabatnya sendiri. Saya rasa gadis itu cocok dengan kriteria yang diinginkan oleh kakek anda," ucap asisten Roy memberikan usul.
"Cocok, maksudnya?" Bara masih belum paham maksud ucapan asisten Roy.
Kemudian asisten Roy menceritakan tentang apa yang dia dengar tadi di rumah Arumi. Sebenarnya asisten Roy tidak berniat menguping, namun saat mendengar suara tangisan dan suara bentakan membuatnya mengurungkan niatnya untuk pergi dari depan rumah Arumi. Kebetulan rumah Arumi tidak mempekerjakan satpam untuk berjaga, hingga asisten Roy bisa leluasa untuk mendengarkan pertengkaran Arumi dengan orang tuanya tadi.
"Kenapa anda tidak membuat ikatan diatas kertas saja dengan gadis itu Tuan, saya rasa kalian akan saling membutuhkan dan saling menguntungkan," ujar asisten Roy.
"Ikatan diatas kertas?" Bara nampak berfikir dengan keras, satu menit kemudian dia tersenyum menyeringai. "Sepertinya itu perlu dicoba, bawa aku padanya besok!"
Bersambung,,,
...🍁🍁🍁...
Pagi ini Arumi sudah bersiap untuk berangkat kerja, sudah satu bulan ini Arumi mulai bekerja di sebuah perusahaan dan menjabat sebagai seorang staf administrasi. Pekerjaan itu Arumi dapatkan atas rekomendasi Delia, sudah dua tahun Delia bekerja disana sebagai seorang sekertaris, hingga dia bisa merekomendasikan ke atasannya untuk memasukkan Arumi.
Sebenarnya Arumi belum memiliki rencana menikah karena dia baru lulus kuliah dan baru mulai bekerja, namun karena desakan ayahnya yang menganggapnya sebagai beban hidup akhirnya Arumi mengiyakan saat Randy melamar dan hendak meminangnya. Terlebih lagi mama tirinya yang terus memprovokasi ayahnya agar Arumi bisa segera menikah supaya keluarga mereka bisa kecipratan kekayaan keluarga Prayoga.
Arumi memang mencintai Randy, mereka sudah mengenal sejak lama karena ayah Arumi bekerja di perusahaan milik keluarga Randy sudah sejak Arumi duduk di bangku SMP. Ayah Arumi hanya seorang staf biasa, gajinyapun tidak terlalu besar, itulah mengapa ayah dan mama tirinya itu sangat mendukung saat mengetahui Arumi menjalin hubungan dengan Randy, pewaris tunggal keluarga Prayoga.
Arumi menatap pantulan dirinya di cermin, bayang-bayang kejadian semalam masih terngiang di benaknya. Suara-suara desahan saat dia memasuki ruangan apartemen Randy seperti terus menggema di telinganya.
"Rum cepetan, Randy udah nungguin diluar tuh!" Ucap Sofia saat membuka pintu kamar Arumi.
Arumi tidak menjawab, tidak juga menoleh, dia hanya menatap kakak tirinya itu dari pantulan cermin. Mati-matian semalaman dia mengabaikan pesan dan panggilan telefon dari Randy, tapi sekarang pria itu malah datang ke rumahnya tanpa rasa dosa. Sungguh tidak tau malu!
"Rum..." Randy bergegas bangun dan menghampiri Arumi saat melihat gadis itu keluar melewati pintu. "Sayang, aku bisa menjelaskan semuanya, Delia yang tiba-tiba datang dan merayuku semalam, sungguh aku tidak bermaksud untuk..."
"Lalu kamu tergoda?" Potong Arumi masih dengan wajah datarnya.
Randy mengangguk pelan, wajahnya penuh dengan penyesalan, "Maafkan aku sayang, aku khilaf. Tapi aku mohon, jangan batalkan pernikahan kita besok, aku sangat mencintaimu."
Arumi kembali diam, menjawab tidak mau juga rasanya percuma, ayahnya sudah memutuskan jika pernikahan besok harus tetap terjadi. Jika bukan karena ayahnya, mungkin Arumi sudah memilih untuk pergi dari rumah sejak semalam. Arumi hanya tidak ingin ayahnya sampai dipermalukan oleh keluarga Prayoga. Ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki setelah ibunya meninggal. Meskipun dia sering mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tapi Arumi sangat menyayangi ayahnya.
"Rum, kamu mau kemana? Kita akan menikah besok, kenapa kamu masih kerja? Sebaiknya kamu keluar dari perusahaan kecil itu sayang. Setelah besok menjadi istriku, kamu adalah tanggung jawabku. Aku tidak akan mengijinkan kamu untuk kerja-kerja lagi."
Arumi menatap Randy dengan sorot mata tajam, "Kamu masih punya malu gak sih? Aku diam bukan berarti aku terima melihat pengkhianatan kamu semalam dengan Delia. Jikapun aku setuju untuk melanjutkan pernikahan besok, itu aku lakukan hanya demi ayahku. Bukan karena aku masih mencintai kamu. Sudah jijik aku sama kamu!!"
Tak ingin melihat wajah Randy lebih lama lagi, Arumi memilih pergi dengan menyetop taksi. Randy mencoba mencegah dan mengusulkan untuk mengantar, namun Arumi abaikan. Keberadaan mama tiri dan kakak tirinya dirumah membuatnya tidak nyaman untuk mengobrol lama-lama disana. Arumi tau sejak tadi Sofia terus menguping dibalik jendela.
Setelah cukup jauh meninggalkan rumah, sebuah mobil berwarna hitam menyalip dan berhenti di depan taksi yang sedang Arumi naiki, membuat tubuh Arumi terdorong kedepan dan kepalanya hampir saja membentur punggung jok.
"Ada apa Pak?"
"Kurang tau Non, itu mobil didepan tiba-tiba saja berhenti," jawab si supir taksi.
Arumi menatap mobil didepannya dari dalam taksi, seorang pria berjas hitam keluar dari dalam mobil itu dan menghampiri taksi yang Arumi naiki. Pria itu mengetuk kaca belakang mobil.
Ingatan Arumi masih sangat jelas, itu adalah wajah pria yang semalam datang bersama dengan pria yang menolongnya. Tapi untuk apa pria itu menghampirinya? Bukankah semalam dia tidak melakukan kejahatan apapun? Kenapa dia merasa seperti diteror sekarang hanya karena percobaan bunuh diri dijembatan.
"Maaf Nona, bisa ikut dengan saya? Tuan saya ingin bicara dengan Nona," ucap asisten Roy saat Arumi sudah turun dari dalam taksi.
"Aku tidak ada urusan dengan kalian, sebaiknya kalian jangan menggangguku." Arumi ingin kembali masuk ke dalam taksi, namun asisten Roy menahan lengannya.
"Maaf, maaf, Nona." ucap asisten Roy melepaskan tangannya dari lengan Arumi. "Tuan saya hanya ingin bicara sebentar, jadi tolong Nona temui saja dulu." ujar asisten Roy memohon.
Arumi menghela nafas panjang, "Mau bicara apa? Semalam dia sudah menolongku dari percobaan bunuh diri, lalu dia ingin aku berterima kasih, begitu?"
"Mari Nona, kita temui saja dulu Tuan saya, nanti Nona akan tau jawabannya,"
Asisten Roy mengeluarkan selembar uang berwarna merah untuk membayar taksi yang ditumpangi oleh Arumi, setelah itu dia mempersilahkan Arumi menuju ke arah mobilnya yang terparkir di depan taksi. Asisten Roy membukakan pintu mobil belakang untuk Arumi, didalam mobil Bara sudah duduk menunggu.
"Masuklah," perintah Bara. Arumi menatap Bara sebentar, kemudian dia masuk dan duduk di samping Bara.
"Aku yang mau bunuh diri tapi kenapa malah kamu yang menggentayangi aku? Kalau kamu hanya ingin mendengar aku bilang terimakasih, maka aku ucapkan terimakasih! Terimakasih karena sudah menggagalkan rencana bunuh diriku semalam," ucap Arumi kemudian mengarahkan pandangannya kembali lurus ke depan.
"Aku disini bukan untuk terimakasihmu itu, tapi untuk sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih penting." Bara menoleh ke arah Arumi, gadis itupun kembali menoleh ke arahnya. "Aku tau kamu baru dikhianati oleh calon suamimu bukan?"
Kening Arumi mengernyit, darimana pria disampingnya ini tau tentang pengkhianatan Randy? Mungkinkah pria ini seorang peramal yang berkedok sebagai pengusaha?
"Maksudmu?" tanya Arumi.
"Menjadi wanitaku selama enam bulan, maka aku akan membantumu untuk balas dendam,"
Arumi tidak menjawab dan menatap Bara dengan lekat, apa telinganya barusan bermasalah? Tapi dia bisa melihat keseriusan dan kesungguhan diwajah dan mata pria disampingnya ini.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu," ucap Arumi sambil terus menatap Bara.
"Kamu sudah tidak menginginkan pernikahan besok tejadi bukan?" Tanya Bara, Arumi hanya diam. "Mari kita buat ikatan diatas kertas. Tetaplah menikah besok, dan aku yang akan menggantikan calon mempelai prianya."
Arumi nampak terkejut, kedua matanya membulat sempurna.
"A-apa???"
...🍁🍁🍁...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!