"Pak.. Delia tidak mau menikah dengan Mas Sapto. Tolong Delia pak."
Delia terus memohon pada bapaknya, bahkan kini ia sudah bersimpuh berlinang air mata. Namun apa yang bisa dilakukan pria setengah baya itu dengan kondisinya sekarang.
Pak Jaya, bapak Delia sudah divonis strok ringan dari 6 bulan yang lalu. Sosok kepala keluarga yang dulu sangat diandalkan itu, kini harus berakhir di kursi roda.
"Apa yang harus Delia lakukan pak," rintih Delia putus asa. Ia hanya menunduk berlindung di kaki bapaknya disaat ibunya terus mendesaknya untuk menikah.
Delia tidak tahu harus mengadu pada siapa, di rumah itu hanya bapaknya-lah yang sungguh-sungguh menyayanginya, namun mimpi buruk itu mulai menghantui hidup Delia usai nasib buruk menimpa bapaknya. Terlebih ibu tirinya kini secara terang-terangan memperlakukan Delia dengan sangat tidak manusiawi.
"Halah.. buat apa kamu menangis begitu, harusnya kamu berterimakasih sama ibu. Pak Sapto itu kaya raya, ya meskipun kamu cuma istri kedua setidaknya hidup kamu tidak kesusahan seperti kita sekarang," celetuk Santi, istri Pak Jaya yang baru keluar dari dapur.
Mendengar itu, Delia mengangkat kepalanya lalu menatap istri muda bapaknya itu dengan tatapan tajam. "Jangan samakan aku sama kamu yang suka menghancurkan rumah tangga orang lain."
Plakkk
Tidak diduga tamparan keras tiba-tiba melayang di pipi Delia. Rasa panas seketika menjalar di pipi gadis itu. Sakit memang, tapi itu tidak seberapa dibanding rasa sakit hatinya.
Sementara Pak Jaya hanya melotot menatap Bu Santi. Mulutnya sudah bergetar seakan ingin memaki istrinya itu.
"Jaga mulut kamu, kalau kamu nggak suka sama saya silahkan pergi dari rumah ini, sekalian ajak bapak kamu yang lumpuh ini," ucap Santi sambil mendorong bahu Pak Jaya yang seketika membuat tubuhnya terhuyung, beruntung ada Delia yang dengan sigap memegang bahu bapaknya.
Delia mengepalkan tangannya dengan tatapan dingin. Kalau bukan karena bapaknya, Delia pasti sudah angkat kaki dari rumah itu. Tempat tinggal yang dulunya nyaman itu, kini tidak pantas disebut rumah. Delia sudah muak dengan kehidupannya.
Sebenarnya sudah lama Delia memiliki keinginan untuk meninggalkan rumah itu, namun Pak Jaya terus menahannya karena bagaimana pun rumah itu adalah milik Pak Jaya, bukan Bu Santi.
Setelah beradu mulut dengan Bu Santi, Delia keluar rumah. Ia mendatangi rumah sahabatnya yang tidak jauh dari kediamannya.
"Kenapa lagi kamu Del, pasti habis berantem sama Si Santi ya?" tanya Sofi usai meletakkan segelas air dingin dihadapan Delia.
Delia langsung menyambar minuman itu. Hanya beberapa teguk saja, minuman itu sudah habis tak bersisa seolah seluruh tenaganya memang sudah terkuras habis.
Menghadapi Santi memang membuat amarah Delia meledak, apalagi wanita itu terus memaksanya untuk menikah.
Sofi yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepala. Ia sudah tak heran dengan semua keluh kesah Delia, karena setiap gadis itu datang ke rumahnya ia pasti akan mengadu padanya.
Delia mencoba mengatur napasnya yang masih memburu. Entah apa yang akan terjadi jika ia tidak kabur ke rumah Sofi, mungkin ia akan adu jambak dengan wanita itu.
"Dasar jalang!" rutuk Delia. "Aku udah nggak tahan tinggal sama dia Sof. Aku mau ajak bapakku pergi jauh dari rumah ini."
"Kamu itu mau pergi kemana, rumah itu satu-satunya harta yang kamu miliki," ucap Sofi.
"Entahlah, aku udah nggak perduli dengan rumah itu. Biar aku sedekahin aja sama si jalang s*alan itu."
"Enak aja, daripada kasih ke dia mending kasih ke aku. Kamu itu kalau ngomong sembarangan." Tentu saja Sofi akan menolak keras ide itu.
Tekad Delia untuk meninggalkan rumah sepertinya sudah bulat. Ia bahkan menghubungi beberapa temannya untuk meminta bantuan. Sampai akhirnya salah satu teman sekolahnya dulu memberikan tawaran pekerjaan di kota. Dengan semangat Delia mencoba menghubungi Keyla, temannya itu.
"Key, kamu serius kan?" tanya Delia yang masih ragu akan informasi itu.
"Serius Del, cafe tempatku kerja lagi butuh karyawan baru. Kalau bisa secepatnya kamu datang kesini sebelum diisi sama orang lain."
"Oke, besuk aku akan langsung kesana. Tolong kirim alamatnya ya," ucap Delia penuh keyakinan.
"Bener ya besuk, aku tunggu loh."
"Bener Key, makasih ya kamu udah mau bantuin aku."
"Iya sama-sama. Ya udah aku lanjut kerja dulu ya."
"Oke."
Berbekal uang satu juta, Delia nekad membawa bapaknya untuk mengadu nasib di kota. Ia rela pergi tengah malam agar tidak diketahui oleh ibu tirinya. Jika ibunya itu tahu, dia akan langsung mencegahnya dengan mengancam bapaknya. Santi memang sungguh licik.
Untuk sementara waktu, Delia menginap di rumah Keyla. Temannya itu begitu baik sampai mau menampung dirinya dan juga bapaknya. Namun Delia tetap akan mencari tempat tinggal sendiri sembari menunggu ia menerima gaji pertamanya.
"Maaf ya Key, aku kesini cuma bikin repot kamu," ucap Delia. Ia terlihat malu saat mengatakan hal itu, namun harus bagaimana lagi, ini sudah menjadi pilihannya.
"Kamu ngomong apa sih, aku justru seneng kalau ada kamu. Aku jadi nggak kesepian lagi."
Di kota Keyla juga anak perantauan, ia tinggal di kontrakan sederhana yang ditinggali seorang diri. Kadang kala orang tuanya di kampung akan berkunjung, namun itu hanya beberapa kali dalam setahun.
"Aku udah bilang sama atasanku kalau kamu udah sampai, jadi besuk kamu bisa langsung kerja."
Delia terbelalak, matanya mengisyaratkan perasaan haru sekaligus bahagia. Kabar itu tentu membuat hati Delia berbunga-bunga, ia tidak menyangka keinginannya akan berjalan secepat ini.
"Makasih Key, makasih banyak." Delia memeluk Keyla dengan sangat erat, matanya sudah berkaca-kaca. Tidak ada yang bisa ia ucapkan selain kata terimakasih.
BERSAMBUNG...
Liu Haocun sebagai Delia
Terimakasih untuk kalian yang sudah berkenan untuk singgah di novel baruku, semoga terhibur dan selamat membaca..
Delia mencoba mengatur napasnya, ia sangat gugup ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Disisi lain baju kerjanya itu membuatnya tersenyum bangga. Ia sudah bertekad untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, bukan untuk menyenangkan dirinya tapi bapaknya.
Delia melangkah keluar dari ruang ganti dengan penuh semangat. Sesampainya di dapur ia langsung mendapat perintah untuk mengantarkan makanan ke meja pelanggan. Tentu Delia melakukannya dengan patuh.
Ia berjalan dengan penuh hati-hati, pasalnya nampan yang berada di tangannya sudah penuh dengan beberapa makanan dan minuman. Jarak yang lumayan jauh membuat tangan Delia tak kuat untuk menyangga nampan itu. Ia berusaha mempercepat langkahnya sambil sesekali meringis menahan rasa pegal yang kian menjalar.
Sampai akhirnya...
Pyarrrr
Nampan itu terjatuh dan pecahan kaca berserakan kemana-mana. Semua orang nampak terkejut, dan semua pasang mata kini sudah tertuju ke arah Delia.
Wajah Delia berubah pucat dengan tangan gemetar. Bersamaan dengan itu, seorang anak kecil yang tadi menabraknya ikut menangis.
"Ini bukan salahku, aku tidak sengaja menjatuhkan nya, anak ini yang berlarian lalu menabrakku" batin Delia dalam hati.
"Kamu ini bagaimana sih, kerja nggak becus. Kalau anak saya kenapa-napa gimana?!" omel salah seorang wanita yang tiba-tiba menghampiri anak yang tadi menabraknya.
"Kamu nggak papa kan Nil, mana.. Ada yang sakit nggak?" wanita itu mencoba menelisik tubuh anak itu.
"Maaf, ini ada apa ya?" seorang pria yang Delia ketahui sebagai manajer di cafe itu datang menghampiri Delia dan wanita itu.
"Itu.. karyawan kamu kerjanya nggak becus, bisa-bisanya dia numpahin makanan ke baju anak saya. Kalau anak saya celaka gimana?" seru wanita itu sambil menunjuk-nunjuk Delia mencoba untuk mengkambing hitamkan gadis malang itu.
"Tidak pak, bukan begitu... Saya tidak sengaja menumpahkannya dan anak itu.. Dia-"
"Nggak usah ngeles kamu," potong wanita itu. "Emang dasar kamu aja yang kerjanya kurang becus!" Wanita itu masih terus menyerang Delia, ia berusaha memutar balikkan fakta untuk melindungi anaknya.
"Saya mau dia di pecat sekarang juga!" teriak wanita itu, seakan belum puas hanya dengan mempermalukan Delia.
Semua orang menatap Delia dengan wajah memelas. Mereka tahu jika anak itulah yang berlarian lalu menabrak Delia, tapi sepertinya mereka takut untuk membuka suara karena wanita itu bukan orang sembarang. Terlihat jelas dari arogansi dan juga penampilannya.
"Mohon maaf ibu atas ketidaknyamanannya, kami akan berusaha keras untuk memperbaiki kinerja kami dan.. kami juga akan memberinya teguran," ucap manajer itu sambil menatap Delia dengan sorot mata tajam.
"Lohh kok aku yang salah, harusnya anak itu yang minta maaf sama aku," rutuk Delia dalam hati.
"Tidak bisa, bilang sama pemilik cafe ini kalau dia masih bekerja disini saya tidak akan pernah mau makan disini."
Mata Delia sudah berkaca-kaca, sorot matanya seakan-akan menolak keras jika dirinya harus berhenti bekerja. Namun apa yang bisa ia lakukan sekarang, ia hanyalah karyawan biasa yang bahkan baru pertama bekerja di tempat ini.
Tiba-tiba dari arah depan datang seorang pria berkulit putih dan berbadan tinggi, lalu disamping kanan kirinya sudah berdiri dua pria berpakaian serba hitam.
Pria itu mendekat ke arah Delia lalu menarik pergelangan tangan gadis itu tanpa berkata apapun.
Genggaman yang begitu erat membuat Delia meringis kesakitan. Jujur sebenarnya Delia ketakutan, ia tidak mengenal pria itu tapi kenapa dia menarik paksa dirinya.
Dalam hati ada penolakan yang begitu besar, namun disisi lain pria itu juga sudah membantunya kabur dari masalah yang sedang ia hadapi.
Genggaman pria itu terlepas usai mereka berhenti di sebuah mobil Ferrari F8 dengan warna merah menyala.
Delia mengerjapkan matanya beberapa kali. Rasa takutnya perlahan hilang menjadi rasa kagum. Delia tidak percaya bisa melihat mobil yang selama ini hanya ia lihat di layar televisi.
Melihat Delia yang begitu norak membuat pria itu tersenyum dengan tatapan mengejek.
"Nama kamu siapa?" tanya pria itu.
"Delia... Adelia Humaira," jawab Delia tanpa mengalihkan pandangannya dari mobil itu, bahkan sekarang ia sudah berani menyentuh mobil itu seakan takjub akan kemewahannya.
Dua bodyguard itu sudah maju beberapa langkah berniat untuk menarik Delia, namun pria itu mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa mereka harus berhenti.
Lalu Devan melirik ke arah seorang wanita yang berdiri tak jauh dari mereka. Dengan isyarat matanya, Devan meminta wanita itu untuk mendekat ke arahnya.
"Kamu urus gadis ini, dia yang akan menggantikan Monic," ucap Devan pada wanita itu, yang tak lain adalah Anna sekretaris pribadinya.
"Apa?" Mata Anna terbelalak, ia berpikir itu hanya lelucon seorang Devan, hingga ia harus memastikan lagi ucapan pria itu.
"Bawa dia." Devan sudah menaiki mobilnya, meninggalkan Delia dan Anna yang masih mencoba mencerna ucapan Devan.
"Kamu udah denger sendiri kan ucapan Tuan Devan. Kalau gitu ayo ikut saya." Wanita itu sudah berjalan lebih dulu, mendekat ke arah mobil yang terparkir di depan mobil Devan.
Delia masih mematung di tempat. Ia mencoba menampar pipinya seakan itu cara ampuh untuk membangunkannya dari mimpi. Tapi begitu tamparan itu membuatnya meringis kesakitan, Delia baru sadar bahwa apa yang terjadi sekarang bukanlah mimpi.
"Tapi.. Kalian siapa, kenapa aku harus ikut kalian."
"Nanti akan saya jelaskan di kantor, yang pasti kami bukan orang jahat."
Delia dilanda kebimbangan antara harus kembali ke cafe atau ikut dengan wanita itu. Namun begitu suara deru mobil sudah menyala, Delia segera naik ke mobil wanita itu. Sesekali ia menoleh ke belakang, apakah keputusannya ini benar?
Tak lama sampailah mereka di sebuah gedung pencakar langit dengan pemandangan indah di sekelilingnya. Lagi dan lagi Delia dibuat kagum, ini pertama kalinya seorang Delia menginjakkan kakinya di sebuah bangunan yang lebih mirip di sebut hotel itu.
Di sepanjang perjalanan Delia hanya sibuk memperhatikan sekelilingnya. Sesekali ia akan menyentuh benda apapun yang menurutnya menarik.
Sementara Anna hanya bisa menggelengkan kepala begitu melihat tingkah Delia. Kepolosan Delia membuat Anna terkekeh pelan. Ia sekarang paham kenapa Devan mau membawa Delia sedangkan dia sendiri bahkan tidak mengenal siapa itu Delia. Jawabannya ada pada diri Delia sekarang, gadis lugu dan polos.
Sesampainya mereka di ruangan Anna, Delia langsung lari ke dalam. Ia mencoba menduduki kursi yang berjejer rapi di depan meja Anna, sambil memantul-mantulkan bok*ngnya.
"Kursinya nyaman, pasti harganya mahal," celetuk Delia, kini ia bahkan sudah berpindah dari kursi satu ke kursi yang lain.
"Apa kamu tau kenapa saya membawa kamu kesini?" tanya Anna yang kini sudah berdiri depan mejanya sambil menyilangkan kedua tangannya.
Delia hanya mengedikkan bahunya.
Anna beralih ke kursinya. Ia duduk dengan santai sambil mengamati tingkah polah Delia.
"Kalau gitu kita perkenalan dulu, saya Anna sekretaris Tuan Devan."
"Oh.. Jadi pria tadi namanya Devan, aku Delia," ucap Delia sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
"Devan Adijaya, pria yang sebentar lagi akan menikahimu."
"Whattt!!!"
Mata Delia membulat sempurna, diiringi dengan tubuhnya yang tiba-tiba diam mematung.
BERSAMBUNG...
Lin Yi sebagai Devan
"Tuan Devan sendiri yang sudah memilih kamu untuk menjadi istrinya."
"Bukankah kamu seharusnya beruntung dinikahi pria kaya raya seperti beliau. Apalagi melihat dirimu yang hanya seorang gadis biasa."
"Pernikahannya minggu depan, kamu mau minta bayaran berapa?"
Semua ucapan Anna kini terngiang di pikiran Delia. Gadis itu masih belum mengerti kenapa dirinya harus bertemu dan menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal.
Disisi lain Delia memiliki tanggung jawab besar, ia harus menafkahi dirinya dan juga bapaknya, lalu jika dia memang sudah di pecat, ia harus bekerja dimana?
Delia menatap bapaknya lekat-lekat, apakah ia harus menerima tawaran itu?
Tiba-tiba pintu kamar Delia terbuka, menampakkan wajah Keyla yang terlihat lelah setelah seharian bekerja.
"Tadi kamu pergi kemana Del dan siapa pria itu," tanya Keyla usai duduk disamping Delia. "Kamu tau nggak satu cafe heboh begitu melihat kamu dibawa pergi sama pria itu, di depan Pak Andika lagi," ucap Keyla sambil menghela napas panjang.
Pak Andika adalah manajer cafe itu. Orangnya memang terkenal judes dan pemarah.
"Terus gimana Key, apa aku beneran di pecat?"
"Aku nggak tau, besuk kamu disuruh menghadap Pak Andika."
"Mampus aku!" Delia menepuk jidatnya. "Kira-kira aku dipecat nggak ya?"
"Lagian kamu kenapa sih main kabur gitu aja. Kamu itu lagi kerja Del, seharusnya apapun masalah kamu, kamu nggak boleh pergi gitu aja."
Ucapan Keyla memang ada benarnya, tapi kembali mengingat hal itu hanya akan membawa penyesalan.
"Terus siapa pria itu, kamu belum cerita kalau kamu punya kenalan cowok super tajir. Kamu tau nggak orang-orang di cafe itu ngiranya kalau kamu tu sebenarnya orang kaya cuma lagi nyamar jadi orang biasa." Lalu Keyla terkekeh. "Bisa-bisanya mereka bikin cerita kaya gitu."
"Emmm.. Dia.. Aku nggak kenal siapa dia, tiba-tiba aja dia nolongin aku," ujar Delia gugup. Ia masih belum berani untuk menceritakan kejadian tadi, yang ada Keyla akan tertawa-tawa terbahak-bahak begitu mendengar ceritanya yang semakin diluar nalar.
"Ya udah aku keluar dulu ya, mau mandi terus istirahat," ucap Keyla santai, gadis itu seolah tidak curiga dengan jawaban Delia.
***
Pagi-pagi sekali Delia sudah berada di ruangan Pak Andika. Harapannya hanya satu yaitu diberi kesempatan untuk tetap bekerja.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Andika datang. Pria itu nampak terkejut melihat Delia sudah berada di ruangannya, mengingat kejadian yang sudah-sudah beberapa karyawan baru tidak akan berani muncul dihadapannya usai menyebabkan masalah di tempat kerja.
"Punya nyali juga kamu," gerutu Andika sambil meletakkan tasnya di kursi.
"Saya kesini mau minta maaf pak, saya tau kesalahan-"
"Duduk." Andika memotong pembicaraan Delia dan malah mempersilahkannya untuk duduk.
"Kamu tau etika dan sopan santun dalam bekerja?" ucap Andika usai mendaratkan bokongnya di kursi.
Delia mengangguk sambil menundukkan kepalanya, ia sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya.
"Kalau begitu kenapa kamu kemarin pergi dari cafe seolah-olah cafe ini punya nenek moyang kamu." Pria itu sudah bangkit lalu mendekat ke arah Delia. " Delia.. Delia.. Delia.."
Tiba-tiba saja tangan Pak Andika menyibak anak rambut yang menutupi wajah Delia membuat gadis itu berjingkat kaget. "Kamu gadis yang menarik."
Reflek Delia menjauhkan tubuhnya dari jangkauan Andika. Ia ketakutan begitu tahu bahwa Andika berani menyentuhnya seperti itu.
"Kamu masih mau bekerja disini?"
Dengan percaya dirinya, Andika bahkan berani mempertanyakan hal itu. Dan dengan sombongnya, dia sudah duduk bersandar sambil mengangkat satu kakinya ke meja.
Delia terdiam cukup lama. Ia yang semula begitu yakin untuk tetap bekerja disini kini malah punya ketakutan besar pada Andika. Tatapan pria itu bahkan kini terlihat seperti ingin segera memangsa Delia. Tatapan garang dan penuh nafsu, benar-benar menjijikkan.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Delia bangkit. "Maaf pak, saya tidak bisa untuk tetap bekerja disini. Saya akan segera mengirim surat pengunduran diri saya."
Cepat-cepat Delia keluar dari ruangan pria mesum itu. Bodo amat dengan pekerjaan, berada disini hanya akan membuat hidupnya tak tenang karena suatu saat Andika akan kembali untuk menggodanya. Dan itu pasti.
Hati Delia sangat lega setelah berhasil keluar dari ruangan Andika. Ia mencoba mengatur napasnya yang memburu dengan kaki yang sudah bergetar hebat.
"Bagus Delia, kamu hebat, keputusannya sudah tepat," puji Delia dalam hati.
Delia meninggalkan cafe itu dengan senyum leganya, sambil berusaha menguatkan hatinya atas kenyataan yang tidak berjalan sesuai keinginannya.
Delia sudah berjalan tanpa arah dan tujuan, ia tidak tahu harus kemana lagi. Pekerjaan satu-satunya sudah hilang, kini yang tersisa hanyalah keputusasaan.
Tiba-tiba saja dari arah belakang datang dua pria yang langsung menyeretnya. Satu pria membekap mulut Delia, sementara pria yang lain mencoba memasukkan Delia ke dalam mobil.
Delia berusaha untuk melawan, tapi semakin lama tenaganya justru semakin melemah. Bersamaan dengan itu, pandangannya juga semakin kabur. Hingga akhirnya semua berubah menjadi gelap.
Setelah Delia sadar, ia sudah berada di sebuah rumah yang nampak tak asing baginya.
Yah.. Itu adalah rumahnya, rumah yang tiga hari lalu ia tinggalkan.
Lalu Delia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan bapaknya, namun nihil. Dikamar itu hanya ada dia seorang diri dengan kondisi tangan yang terikat.
Delia berusaha keras untuk melepaskannya, yang ada dipikirannya sekarang adalah mencari keberadaan bapaknya. Delia tidak akan bisa memaafkan dirinya jika terjadi sesuatu yang buruk pada bapaknya.
"Kamu ngapain berusaha begitu keras, toh pada akhirnya kamu juga akan kembali ke tempat ini."
Suara itu membuat Delia mendongak, ia menatap intens wajah wanita yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Kamu.." Delia menggertakkan rahangnya, menunjukkan amarah yang begitu besar pada wanita itu. "Dimana bapak, dimana bapakku!" Delia berteriak kencang.
Wanita yang tak lain adalah Santi justru ikut tertawa. Ia tahu persis bahwa hal pertama yang akan Delia tanyakan adalah bapaknya, karena semua usaha keras Delia tujuannya hanyalah bapaknya.
"Berani kamu nyakitin bapak, habis kamu! Aku nggak takut sama kamu!" raung Delia lagi.
Santi mendekat, menyentuh pipi Delia dengan lembut. "Delia sayang.. Ibu itu cuma minta kamu buat nurut, udah itu aja. Kalau saja kamu tidak membangkang seperti ini, mungkin sekarang ibu akan memperlakukan kamu dengan lebih baik. Ibu bisa lo jadi ibu peri yang bahkan lebih baik dari ibu kandungmu, asal-"
Delia justru meludahi wajah Santi, membuat wanita itu murka dan langsung menampar wajah Delia.
Belum cukup hanya dengan menamparnya, Santi sudah menjambak rambut Delia. Mereka saling beradu tatapan sengit.
"Semakin kamu ngelawan, maka kamu akan semakin menderita," ucap Santi sebelum melepas cengkramannya di rambut Delia.
"Kalau kamu nggak mau bapak kamu kenapa-napa, minggu depan kamu harus menikah dengan Sapto."
"Aku nggak sudi menikah dengan pria hidung belang!"
"Ohh.. Oke.. Itu artinya kamu udah nggak mau lihat bapak kamu lagi, jangan sampai kamu menyesal ya," ucap Santi sebelum meninggalkan Delia.
"Dasar wanita jalang, aku pasti akan membunuhmu!" teriak Delia yang sudah sangat frustasi.
Pada akhirnya Delia harus kembali ke tempat ini, rumah yang sudah menjadi neraka baginya.
BERSAMBUNG...
Dukung aku terus ya teman-teman..
Terimakasih sudah singgah di novel ini, dan semoga kalian suka..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!