NovelToon NovelToon

Semesta Revan

Bagian 1

Miranda 

“Malam itu, kami makan malam bersama di rumah, anniversary, kau tahulah, kami ini pasangan yang sudah sangat lama bersama tapi berusaha agar tetap cinta itu bertumbuh bukan berkurang atau malah hilang seiring waktu, maka perayaan semacam itu sering kami lakukan, walau secara intim, tidak perlu ada perayaan berlebihan, jadi kami merayakannya berdua saja.”

“Apa yang kau makan malam itu?” Penyidik bertanya pada Miranda.

“Oh, dia suka sekali sate daging sapi dengan saus kacang, tapi satenya haruslah sate dari wagyu, daging sapi jepang yang aku import langsung, suamiku memang suka sekali dengan daging sapi yang sangat lembut, karena wagyu memang memiliki tekstur yang sangat lembut, tak heran suamiku sangat suka pada jenis daging ini.

Walau kami kerepotan mengimport daging tersebut dari Jepang langsung, kalau beli di sini, rasanya kurang yakin, beberapa kali koki kami bahkan menangkap pemasok wagyu itu menipu kami, padahal aku sudah membeli dengan harga yang cukup tinggi.” Miranda dengan wajah sumringah menjelaskan, walau sebenarnya ekspresi ini sungguh sesuatu yang sangat janggal, mengingat, suaminya hilang.

“Kau masak sendiri?” Penyidik itu kembali bertanya.

“Hmmm.” Wanita itu memundurkan duduknya dan melipat tangan, gerakannya seperti merendahkan sang Penyidik, dia lalu lanjut berkata, “kami punya koki pribadi di rumah, koki itu sudah berpengalaman di restoran fine dining ternama, dia datang 1 atau 2 kali dalam seminggu untuk menyiapkan menu, setelah menu diatur untuk satu minggu, maka para koki juniornya lah yang memasak untuk kami.”

“Jadi, yang masak untuk kalian malam itu, koki juniornya.” Masih duduk dengan tegak, dua Penyidik itu bertanya lagi, meski yang satunya hanya mencatat saja. Yang sama dari kedua penyidik ini adalah ekspresinya, datar pada setiap jawaban dari Miranda yang satu minggu lalu melapor kalau suaminya hilang.

“Oh tidak, karena malam itu malam yang istimewa, maka Mike yang datang langsung untuk memasak makanannya.”

“Mike?” Penyidik bingung.

“Ya itu, koki utama kami yang pernah bekerja di restoran fine dining ternama itu, namanya Mike, dia sungguh pandai memasak sate wagyu, karena sebenarnya tidak mudah loh memasak sate dengan bahan wagyu, karena teksturnya yang lembut dan pasti mudah hancur karena harus ditusuk dengan tusukan sate yakitori, tusukan yang biasa digunakan oleh para penduduk jepang saat membuat sate ayam, kami menggunakan tusukan itu untuk sate wagyunya, karena tusuk sate yakitori menggunakan bambu dengan kualitas terbaik, warnanya lebih putih dan bersih, satu lagi, tak ada serat bambu yang mungkin bisa melukai bibirmu, aku heran kenapa orang-orang bisa makan sate dengan tusuk bambu biasa, itu terlalu berbahaya bukan?”

Miranda wanita berumur 51 tahun itu berkata dengan sangat lancar, mengenakan baju setelan blouse dan celana yang sangat mewah, merk Oscar de la Renta, baju yang diperkenalkan untuk pertama kalinya pada Fashion Show Pre-Fall tahun 2012, berwarna marun, dengan detail leher yang menjuntai hingga ke dada, tapi tidak sampai memperlihatkan belahan dada, baju yang dibanderol dengan harga 74 juta itu, membungkus tubuh Miranda dengan sangat anggun dan elegant, meski bajunya sebenarnya serial yang cukup lama dibanding tahun ini tahun 2024. Dia memang bukan wanita lansia sembarangan.

“Apa rasa satenya saat itu?” Penyidik yang sedari tadi menulis saja itu, akhirnya membuka suara.

“Tentu saja enak, wagyu lembut yang dibakar sempurna pada setiap sisinya, memiliki rasa yang manis dan sedikit pedas serta after taste yang gurih karena saus kacangnya, menjadi satu di mulut kami, suamiku bahkan menghadiahi memberi Mike bonus 1 kali gajinya karena dia sangat puas.” Miranda tak sadar kalau suara semakin meninggi karena membayangkan sate wagyu yang begitu enak pada malam istimewa itu.

“Apa kau juga makan sate yang sama?” Wanita penyidik itu bertanya lagi, penyidik yang sedari tadi hanya menulis saja.

“Ya, tentu saja, apa yang suamiku suka, aku juga suka.” Miranda menjawab dengan spontan.

“Siapa yang menata piringnya?” Wanita penyidik itu bertanya lagi.

“Aku, aku menata sendiri piringnya, suamiku sebenarnya tidak terlalu peduli dengan tekhnik plating pada makanannya, tapi aku suka, aku juga ikut kelas plating secara khusus akhir-akhir ini di studio Mike, aku menata piring yang terbuat dari keramik dengan list cat emas itu dengan sangat indah, Mike dan suamiku memuji, katanya, tekhnik platingku semakin baik dan berestetika tinggi.”

“Apakah piring itu masih ada? Apakah piring itu bisa kami lihat?” Wanita penyidik itu bertanya.

“Tentu saja, aku bisa memberikan piring itu padamu, aku akan meminta asisten pribadiku untuk mengirimnya ke sini.” Miranda berkata sembari melihat pada kuku jari tangan kanannya.

“Selain sate wagyu, kalian makan apa lagi?” Penyidik lelaki bertanya.

“Sebelum atau sesudahnya?” Miranda bertanya balik, kedua tangannya masih dilipat dia atas dada, duduknya bersandar, tanda sudah mulai bosan dengan penyelidikan ini.

“Sebelum.” Penyidik lelaki itu hanya berkata singkat untuk menjawab.

“Appetizer? Hhmm,  quiche, aku meminta mike untuk memotongnya dengan kecil saja, karena aku tak ingin terlalu kenyang sebelum perutku bertemu daging, suamiku pun sama, dia bilang ingin potongan kecil, tapi setelah habis, dia malah meminta nambah, padahal prinsip appetizer adalah sebagai pembuka agar perut siap dengan makanan utama serta porsi yang jauh lebih besar. Tapi dia tetap saja meminta quiche potongan sedang. Dia memang punya selera makan yang besar.” Miranda tertawa, seolah itu adalah kejadian lucu, padahal mereka sedang ada di kantor Polisi, ruang interogasi, menyelidiki hilangnya Rendra suami Miranda.

“Setelahnya.” Polisi itu bertanya lagi.

“Tidak, Rendra tidak suka makanan penutup yang manis, kau tahu, dia itu memiliki masalah pada giginya yang masih tersisa, kami menghabiskan hampir seratus juta hanya untuk membersihkan giginya, sudah kubilang implan gigi saja, tapi dia bilang lebih baik pakai gigi palsu yang bisa dicopot pasang saja, tidak perlu repot ke rumah sakit untuk dibedah. Rendra itu memang penakut, dia takut jarum suntik, takut minum obat dan takut lorong rumah sakit yang katanya selalu terasa gelap. Dia paling benci rumah sakit, bahkan ketika aku melahirkan anak pertama kami, dia hanya mengutus asisten pribadinya untuk menemaniku, katanya dia tak sanggup untuk ke rumah sakit. Dia lelaki yang hebat, tapi phobianya pada rumah sakit terkadang membuatku kesal.”

“Apakah kalian ada meminum alkohol?” Penyidik wanita bertanya.

“Ya, tentu saja, aku membuka Torres Mas La Plana dari tahun 2005, bukan wine yang terlallu mahal, tapi kami berdua suka wine yang berkualitas, terbuat dari anggur Cabernet Sauvignon, red wine ini memiliki karakteristik rasa buah merah yang segar dengan sentuhan rempah-rempah dan kayu ek. Untuk kami yang berumur tapi masih suka menikmati wine, aku rasa jenis wine ini adalah yang terbaik.” Miranda menjawab kembali dengan tenang dan ekspresif.

“Apa kau sedih suamimu hilang?”

“Pertanyaan macam apa itu!” Miranda bangkit dan menggebrak meja, “bukankah itu terlalu personal?” Miranda sebelum duduk kembali, dia merapikan bajunya agar tetap terlihat elegant, walau sebelumnya dia tidak bisa mengendalikan diri.

“Maafkan rekan saya, boleh saya lanjut ke pertanyaan selanjutnya?” Si penyidik lelaki meminta maaf atas rekan perempuannya yang bertanya dengan ngawur, Miranda hanya mengangguk dan mereka mulai dengan pertanyaan lain.

“Aku rasa, dia yang membunuh suaminya, ekspresinya terlalu tenang dan santai untuk seorang istri konglomerat yang suaminya sudah hilang seminggu.” Kata Ferry, dia adalah penjabat penyidik yang melakukan usaha-usaha penyidikan mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

“Cepat sekali kau mengambil kesimpulan, berdasarkan apa tuduhan itu?” Ambar bertanya, dia adalah pejabat penyidik wanita yang berada di Bagwassidik pada Direktorat Reserse Kriminal umum, rekan sejawat Ferry yang sekarang sedang menangani kasus hilangnya Rendra. Kok, kasus hilang dirujuk ke penyidik? Apakah ada tindakan pidana hingga harus masuk ke penyelidikan lalu berlanjut ke penyidikan? Bisa saja Rendra kabur kan? apalagi usiannya sudah sangat senja, 55 tahun, bisa saja dia memutuskan lari dari istrinya, mengingat banyak kasus suami kabur bersama gundiknya, apalagi Rendra dan Miranda adalah pasangan old money, kaum jetset yang usahanya sangat banyak, begitu juga dengan nilai kekayaan yang tak terbayangkan oleh pemikiran kita orang awam, jadi … bisa saja Rendra kabur bukan? Lalu kenapa harus ada penyidik ikut campur?

Miranda bersikeras bahwa Rendra dalam bahaya, dia bilang kalau Rendra kemungkinan diculik, entah oleh siapa, Miranda tak terlalu yakin, bukan karena Rendra orang baik yang tak memiliki musuh, justru karena mereka berdua punya banyak musuhnya, maka sulit untuk menebak siapa penculiknya, karena terlalu banyak suspect-nya.

“Lihat saja ekspresinya, kan sudah kubilang dia terlalu tenang.” Ferry menjelaskan.

“Kau lupa, dia itu seorang wanita lanjut usia, sudah makan asam garam dunia, tak heran sikapnya tenang walau sedang ada badai di hadapannya.” Ambar tak suka kalau Ferry mulai menggunakan asumsinya, karena penyidik harus berpegang teguh pada bukti, walau ini hanya obrolan ringan saja saat mereka makan malam, siang hingga senja tadi mereka harus menginterogasi Miranda.

“Menurutmu, kemana Rendra?” Ferry bertanya sembari menyuap nasi goreng, sempat terpikir sesaat apa rasanya sate wagyu yang daging sapinya diimport langsung dari negara asal, atau Jepang.

“Mana kutahu! Istrinya aja nyariin.” Ambar kesal pada rekan sejawat yang suka gegabah ini, Ambar seorang petugas Polisi yang berumur 36 tahun, dia belum menikah, dia terlalu cinta pekerjaannya, makanya dia fokus pada karir dibanding menikah dan memiliki anak, sedang Ferry, dia sudah menikah, umurnya di bawah Ambar 2 tahun, walau rekan sejawat, secara posisi, Ambar adalah atasannya Ferry.

“Masa kau tak ada asumsi apapun, kita kan sudah menghubungi si Anton, dia sudah bantu profiling semua orang di keluarga Miranda, kau sudah baca?” Ferry bertanya. Anton adalah pejabat penyelidik masih di Bagwassidik pada Direktorat Reserse Kriminal umum seperti Ambar dan Ferry, tapi berbeda tugas.

“Belum, aku tidak suka membaca biodata, itu bisa ditulis dan dikarang, aku lebih suka membaca karakter, besok kita juga harus menginterogasi Mike kan? aku jadi tak sabar.” Ambar menyudahi makannya, karena sudah habis juga, dia lalu menyeruput es kopi dingi tanpa gula sebagai penutup.

“Kau mau genit-genit ke koki mahal itu?” Ferry menggoda.

“Memang boleh?” Ambar menjawab sekenanya.

“Ih, kau ini! Fokus kerjalah!” Ferry kesal, padahal, sebenarnya Ambar hanya ingin memastikan sesuatu, tentang hubungan Miranda dan Mike, karena … ekspresi Miranda saat membicarakan Mike membuat Ambar curiga, bibirnya terlihat tersenyum sumringah, sedang saat membicarakan Rendra suaminya, Miranda selalu saja menurunkan senyum itu, seolah … ada hal yang mengganggu setiap kali nama Rendra disebut, maka dia menjelaskan hal-hal yang di luar konteks agar terlihat santai dan tenang, padahal dia sedang menghindari membicarakan suaminya dengan detail.

Miransa lebih memilih menjelaskan hal-hal sepele seperti Sate Wagyu, tusuk sate yakitori, wine mereka dan juga gigi palsu suaminya. Dia tak membicarakan bagaimana kondisi suaminya malam itu, apakah terlihat resah atau marah, dia terus mencoba untuk menghindari menjawab tentang suaminya secara emosinal. Maka Ambar harus bertemu Mike untuk memastikan sesuatu.

_____________________________________________

Catatan Penulis :

Yang belum tahu tentang nama makanan atau benda dari tulisan di atas, ini aku kasih tahu fotonya supaya imajinasi kita makin luas.

Koleksi 1 set milik Designer Oscar de la Renta pada tahun 2005, harganya aku tidak tahu, karena aku cari di mana pun tidak ada, maka aku melihat harga dari koleksi lainnya, harganya mungkin kurang dari 100jt, tapi pasti di atas 50jt. Oscar bahkan menjual gaunnya rata-rata di atas 100-jtan. Mahal sekali memang.

Quiche adalah makanan khas Prancis yang berupa tart gurih dengan isian beragam dan kulit pastry. Quiche memiliki rasa yang lembut dan creamy. Udah ada yang pernah coba, sumpah ini enak banget.

Wine dengan merk Torres - Mas La Plana - Cabernet Sauvignon, harganya 1 botol mungkin sekitar 6-7 jt, jangan tanya aku rasanya, aku tidak tahu, sumpah!

Tusuk Sate Yakitori

Bagian 2

“Daddy belum ketemu juga mom?” Revina bertanya saat sarapan, ini hari kedua setelah Miranda dipanggil polisi dan seminggu lebih suaminya, Rendra sudah hilang.

“Belum.” Miranda memotong daging panggang dari piring makannya. Di dalam piringnya ada telur dadar, daging panggang dan juga mashed potato atau kentang tumbuk. Anaknya Revina memilih hanya meminum air putih saja.

“Mommy masih bisa makan dalam keadaan begini?” Revina bertanya, dia memang paling gusar di antara yang lain, setidaknya, dialah yang paling terlihat normal ketika ayahnya menghilang.

“Kita butuh tenaga untuk mencari ayahmu.” Miranda makan dengan tenang.

“Trus, Polisi itu belum juga menemukan daddy?”

“Belum, jangankan daddy, dulu rumah lama kita kemalingan saja, mereka tak bisa temukan maling dan komplotannya, aku tidak percaya mereka bisa membantu kita.”

“Ya terus, Mami mau diam aja gitu?!” Revina berkata dengan marah, dia bangun dari bangkunya dengan kasar.

“Makanlah dengan baik, setelah ini kita akan lelah karena harus mengurus segalanya tanpa daddymu.” Miranda tak mempedulikan kemarahan anaknya yang masih menunggu jawaban, dia bahkan tak menyelesaikan makannya, dia berjalan ke ruang tamu, di sana sudah ada asisten pribadi yang sudah datang, asprinya memang datang ke rumah setiap jam 7 pagi, walau Miranda akan berangkat kerja pada jam 9, tetap saja Rani harus menyiapkan laptop Miranda yang biasanya ada ruang kerja dulu, karena sampai malam pun, Miranda masih bekerja, lalu menyiapkan semua jadwal Miranda pada hari itu dengan detail.

Miranda adalah perempuan yang sangat gila kerja, dia dan suaminya menikah dalam status sosial yang sama, bekerja adalah hal yang selalu menjadi prioritas, mereka harus menjaga kekayaan mereka tetap pada tempatnya serta dalam jumlah yang bertambah dari hari ke hari, kalau mampu, mungkin mereka akan mengejar setiap detik yang menghasilkan.

“Supir sudah siap?” Miranda bertanya pada asprinya, namanya Rani.

“Sudah bu.” Rani berlari agar bisa berjalan mendahului nyonyanya, tangan kanan Rani memegang tas laptop milik Miranda, lalu pada bahu kiri tasnya berada.

Sedang tas tangan Miranda, dia pegang sendiri, karena tasnya selalu tas-tas limited edition, Miranda paling tidak suka orang lain memegang tas tangannya itu, sisanya, Rani yang pegang semua.

Supir membukakan pintu mobil untuk Miranda, sedang Rani berlari ke arah kiri bagian depan, dia akan duduk di samping supir.

“Rani, aku pikir kita perlu mengganti mobil ini.” Miranda berkata saat mereka tengah berjalan menuju kantor.

“Maaf bu, tapi mobilnya baru 2 tahun.” Rani menjawab, seingat dia, Maserati Quattroporte ini baru dibeli perusahaan pada tahun 2022, sebagai hadiah ulang tahun Rendra untuk istrinya, mobil memang atas nama perusahaan, semua barang mewah memang selalu dibeli atas nama perusahaan, agar pajak perorangan tidak terlalu besar.

“Ya, aku tahu, aku hanya bosan saja dengan warnanya, dulu bapak kan, yang pilih warnanya? Aku tidak terlalu suka warna hitam, dia yang suka warna itu. Kau pesankan tipe yang sama, keluaran terbaru, tapi warna putih.” Miranda meminta Rani memesan pada showroom yang biasa menangani kebutuhan mobil perusahaan, showroom ternama yang dinaungi oleh perusahaan yang menangani perakitan mobil dalam negeri.

“Akan saya buatkan Ponya bu, berapa unit? Apakah Revina juga mau dipesankan unit yang sama?” Rani bertanya karena biasanya Miranda selalu ingin menyamakan barang-barang dia dan anak perempuannya itu.

“Tidak perlu, dia juga jarang pakai Maseratinya, dia lebih suka disetir supir dengan alphard, anak itu masih muda tapi seleranya sangat lawas.” Miranda tertawa, Rani hanya tersenyum untuk menghormati lawakan Miranda pada anaknya.

Mobil melaju, mereka sudah sampai di kantor, sebuah kantor yang berada di jalan protokol ibukota itu terdiri dari 29 lantai, perusahaan Miranda hanya menggunakan 5 lantai dari lantai satu, sampai lantai 5, sisanya disewakan dan urusan tenant pun, Miranda sudah membentuk divisinya, divisi tenant yang berada pada departemen penjualan khusus untuk jasa.

“Bacakan jadwalku.” Miranda meminta Rani membacakan jadwalnya, mereka sudah ada di ruangan kerja Miranda yang cukup luas, ruangan kerjanya itu memakan hampir seperempat luas lantai 2 itu.

“Jam 10 ini ada meeting dengan departemen Akunting dan Pajak, lalu jam 1 siang, jadwal untuk workshop plating mingguan dengan Mike, jam 3 pak Revan meminta ibu mengosokan waktu, dia ingin bertemu, apakah ibu bisa?” Rani bertanya lagi, Revan anak sulung Miranda dan Rendra bekerja di perusahaan yang sama, dia mengepalai departemen produksi, dia adalah anak yang dipersiapkan dengan ketat untuk bisa menjadi pewaris perusahaan, maka tak heran ibunya tak bisa santai saat berbicara bisnis dengannya.

Miranda dan Rendra cenderung mendidik Revan dengan keras, hingga hubungan mereka sama sekali tak terlihat seperti hubungan anak dan orang tua, Revan bahkan memanggil Miranda dengan sebutan ibu Miranda, bukan Mommy sebagai bagian dari sikap profesional.

“Bilang padanya untuk makan malam di rumah, aku pikir, aku perlu makan bersama kedua anakku.” Miranda memerintah Rani, sedang Rani sibuk mencatat.

“Baik bu, sudah saya jadwalkan, saya akan hubungi pak Revan dulu.” Rani hendak pamit untuk tugas lanjutan, tapi Miranda tiba-tiba bertanya.

“Aku ingin bertemu dengan Kinan, suruh dia datang di jam 3, masih kosong kan?” Miranda bertanya.

“Iya masih kosong bu, saya akan menginformasikannya pada Kinan.” Rani menutup laporan hari itu dan kembali ke mejanya, meja kerjanya ada tepat di depan ruang kerja Miranda.

Miranda bangkit dari bangkunya, dia berdiri melihat ke arah luar, ruang kerjanya memang didominasi oleh kaca, sehingga pemandangan jalan dari lantai 2 itu terlihat jelas, Miranda suka melihat suasana sibuk pada pagi hari dan sore hari, dia selalu bersemangat jika melihat semua manusia di bumi ini sibuk bekerja.

Saat melihat pemandangan yang membuatnya bersemangat, dia teringat pembicaraan malam itu.

“Jangan bertele-tele, apa kau sudah kehilangan kemampuan untuk menaklukan orang itu?” Rendra berkata pada Miranda dengan kasar sambil memakan sate wagyunya. Sementar Mike masih menyiapkan semua hidangan di dapur bersih, tak ada sekat antar dapur dan juga meja makan mewah itu, Mike mendengar seluruh percakapan tapi tak peduli, dia terlatih bekerja di rumah orang-orang kaya syaratnya hanya satu, tutup kuping dan tutup mulut, mereka akan sayang padamu, setidaknya, keluarga Miranda dan Rendra memang sangat sayang padanya.

“Ini bukan koalisi pertama, sekarang sudah berganti pimpinan, yang ini tak mudah dibujuk.” Miranda tidak ikut makan satenya, dia hanya meneguk Torres Mas La Plana dari gelas dengan kaki yang sangat tinggi, terbuat dari kristal asli yang berkualitas tinggi.

“Tak ada orang yang tak mudah dibujuk jika kau menawarkan angka yang tepat!” Rendra terlihat kesal karena Miranda masih gagal mendapatkan tender pemerintah, biasanya semua proyek akan masuk ke perusahaannya tentu dengan bendera perusahaan yang berbeda-beda agar tak terlihat kalau perusahaan milik Miranda dan Rendra telah memonopoli proyek.

“Aku sudah menawarkan 3 kali lebih tinggi dari koalisi sebelumnya, tapi mereka sok bersih, utusanku bilang mereka akan menggunakan cara yang lama, presentasi dan harga, sangat kolot.” Miranda kesal sekali malam itu, dia bahkan menuang winenya berkali-kali hingga sedikit mabuk.

Karena wine itu Miranda ketiduran dan tak sadar kalau paginya, Rendra telah hilang.

“Kak, kita mau meeting untuk memikirkan langkah menemukan daddy kan?” Revina senang kakaknya Revan sudah datang ke rumah, meski belum menikah, Revan sudah tak tingga serumah lagi dengan orang tuanya, setelah lulus kuliah, dia lebih memilih tinggal di apartemen.

“Tidak, ini soal proyek yang belum kita dapatkan.”

“Lah kok! Kak! Ini daddy gimana, daddy ….”

“Sudah datang Nak, yuk kita mulai makannya.” Miranda duduk di tempat biasa Rendra duduk, meja milik kepala rumah tangga.

Revan membalik piring yang disediakan untuknya, mengambil nasi dan lauk, begitu juga dengan Miranda. Sementara Revina hanya melihat mereka saja dengan tatapan sangat muak.

“Aku heran kenapa kalian masih bisa makan dengan tenang, daddy hilang dan kalian bisa makan nyaman begini? Nggak ada yang takut kalau daddy di luar sana kedinginan, tidak makan atau bahkan … bahkan daddy mungkin sudah ma ….”

“Diam dan makan makananmu!” Miranda menunjuk Revina yang sudah keterlaluan. Revina yang sudah muak, dia akhirnya pergi dari meja makan itu dan kembali ke kamarnya, dia menutup pintu kamar dengan cara membantingnya, membuat Miranda menghela napas.

“Itu kalau Mommy mendidiknya dengan renggang, dia akan menjadi anak pembangkang.” Revan mengomentari kelakuan adiknya, karena ini di ruamh, dia memanggil ibunya dengan benar.

“Kenapa kau menolak pertemuan itu?” Miranda bertanya pada Revan.

“Wanita itu bukan seleraku.”

“Tapi dia selera perusahaan.” Miranda mengingatkan, karena putri presiden direktur perusahaan yang memproduksi mesin industri itu adalah wanita yang Miranda incar untuk menjadi menantunya,

“Aku akan memilih jodohku sendiri, kau tahu kan, seleraku tinggi. Untuk urusan pernikahan, bairkan aku mengurusnya sendiri, jangan ikut campur, kau membuatku menjadi canggung dan beberapa urusan perusahaan tertunda karena aku harus menemui gadis yang mommy sodorkan itu.”

“Revan, aku tak punya siapa pun lagi untuk bisa mewarisi perusahaan, aku butuh kau untuk segera menikah dan akhirnya kelak ….”

“Kelak itu kapan mom? kau terus mengendalikan segalanya, aku pikir kau tak butuh aku … Revina ataupun … daddy.” Revan mengatakannya dengan pelan dan menatap Miranda dengan lekat.

Miranda menatap anaknya, dia terdiam sesaat dan akhirnya meninggalkan meja makan, rupanya gagasan makan bersama memang bukan hal yang baik, tapi … bagaimana dengan Rendra, kenapa tak ada yang memikirkannya selain Revina yang tak bisa apa-apa itu! Semua orang sibuk dengan urusan perusahaan, hingga Rendra bukan menjadi fokus mereka.

Bagian 3

"Mike apakah kau sudah dapat info soal tuanmu yang hilang itu?" Junior koki bertanya pada Mike, mereka sedang di studio pribadi Mike.

"Belum," kata Mike singkat.

"Lalu bagaimana jobmu di sana Bos? apakah kau masih bekerja di sana?" Sebenarnya ini terlalu tabu untuk ditanyakan, tapi koki junior yang itu sudah sangat dekat dengan bosnya, walau anak itu hanya anak magang karena dia adalah seorang Sarjana Pariwisata, sudah lulus tapi tidak mau berhenti magang di tempat studio milik Mike, makanya dia masih terus mendampingi Mike ketika memberikan pelatihan pada ibu-ibu sosialita saat pelatihan plating.

“Ya tentu saja, kenapa tidak? Meski ada orang yang hilang, sisanya masih terus makan kan, Nando?” Mike berkata dengan dingin.

“Iya sih, cuma … apakah mereka masih bisa makan dengan enak, padahal salah satu keluarga hilang dan belum diketemukan, kemungkinan orang itu tewas juga tinggi.” Nando si koki junior itu masih sibuk berkata, padahal mereka sedang menata peralatan latihan, karena sekitar 1 jam lagi, banyak ibu-ibu sosialita akan datang untuk pelatihan.

“Mau ada musibah sebesar apapun, kalau laper, ya tetap harus makan.” Mike yang merupakan blasteran, ayahnya dari Itali dan ibunya dari Jawa itu tahu, kalau perut selalu menjadi urusan nomor satu bagi manusia.

“Tapi, malam itu apa yang terjadi sih sebenarnya Mike? Apakah dia benar-benar menghilang? Kabur atau ada yang aneh malam itu?”

“Nando, sudah kubilang, aku tidak tahu, aku pulang bahkan sebelum mereka selesai makan, karena tugasku hanya sampai dessert, sedang suaminya tidak suka makanan manis, jadi aku hanya hidangkan makanan manis di dapur, setelah itu aku pamit pulang. Suaminya suka sate wagyuku, setelah itu dia bilang akan memberikan bonusnya, aku senang, lalu pamit pulang. Aku tidak tahu kejadian setelahnya!” Mike terlihat kesal, karena Nando terus bertanya hal yang sama.

Pintu studio dibuka, ternyata Miranda sudah datang, disusul beberapa teman kayanya, mereka berumur hampur mirip, di atas 45 tahun, Miranda yang paling tua di antara mereka semua, makanya Miranda paling dihormati, tentu selain itu, juga dia yang paling kaya raya.

“Mike, sudah siap untuk materi selanjutnya?” Miranda bertanya pada Mike, ibu yang lain sibuk memakai celemek, walau tidak masak, tapi makanan yang akan mereka plating tetap saja memiliki kemungkinan menodai baju, makanya celemek adalah fundamental.

“Sudah siap Mira, tentu saja, silahkan nona-nona cantik, saya sudah siapkan beberapa buah-buah segar untuk kita hias, karena hari ini kita akan menghias makanan dengan buah asli.” Mike meminta semua orang untuk pada mejanya, total ada 5 orang. Nyonya Katari, suaminya adalah seorang kontraktor, dia sering sekali mendapatkan proyek dari Rendra, suaminya Miranda, ada nyonya Dewi, suaminya punya pabrik obat yang cukup terkenal, lalu ada nyonya Eva, dia janda satu anak yang punya studio berlian, dia tidak menjual berlian untuk perhiasan, dia menjual berlian custom, berlian dengan permintaan khusus, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memesan di studionya.

Lalu terakhir, Kinan, dia wanita berusia 43 tahun yang belum menikah, dia adalah pejabat negara, sudah 2 kali menjabat sebagai anggota DPR, dulu kenal Miranda untuk pertama kalinya pada saat mengerjakan proyek pembangunan waduk di utara ibukota, setelahnya mereka bersahabat, walau gap umur cukup banyak, tapi tidak membuat dua orang ini memutuskan hubungan, mereka berlima secara intens bertemu di studio Mike untuk pelatihan plating, atau menghias makanan.

"Bagaimana dengan progress pencarian suamimu Mira?" Dewi bertanya, mereka semua sudah berada di meja pelatihan masing-masing, Mike sudah memberi tugas, di sela mengerjakan tugas itulah obrolan bergulir.

Mike sedang sibuk membersihkan beberapa peralatan untuk digunakan kembali.

"Mereka sedang mencarinya, tapi masih nihil, suamiku belum diketemukan."

“Mira, kau sudah menemui sekertaris itu?” Dewi bertanya lagi, dia dan Mira memang sebaya, makanya dia berani bertanya hal-hal yang sensitif.

“Sudah 2 hari dia tak masuk kerja, aku sudah meminta beberapa orang untuk mendatanginya dan memeriksa, suamiku tak ada di sana, justru dia ketakutan karena suamiku hilang.”

“Sekertaris pribadinya?” Kinan bertanya, walau sebenarnya dia bukan wanita yang suka gosip, dibanding banyak wanita pejabat yang hanya bermodal uang dan tampang untuk bisa menjadi pejabat, Kinan berbeda, dia seorang yang sangat cerdas, tapi bergabung dengan kaum jetset kadang dia tertarik bagaimana hidup mereka bergulir, apalagi kehidupan Mira yang sungguh dramatis saat ini, karena suaminya hilang bak ditelan bumi, raib tak bersisa meski hanya informasi.

“Ya, siapa lagi?” Dewi yang menjawab, meski mulut mereka terus bergunjing, tapi tangan tetap bekerja untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Mike.

“Apa kau sudah menemukan bukti perselingkuhan mereka?” Kinan bertanya lagi, dia menjadi khawatir kalau temannya salah tuduh.

“Kau tahu kan sayang, aku mengawasi suamiku, suamiku juga mengawasiku, bahkan semua anak kami diawasi satu sama lain, keluarga kami terbiasa seperti itu dan langkah kami, sudah bukan lagi soal perasaan, jika pun ada, mana mungkin aku membiarkan bukti itu tertinggal, sayangnya, aku tak pernah menemukan bukti itu.” Miranda berkata, ada perasaan murung di sana.

“Jadi hanya ada 2 kemungkinan, suamimu memang tidak berselingkuh atau ….” Katari menahan perkataannya.

“Atau dia memang sangat mahir melakukannya.” Miranda yang melengkapi perkataan Katari.

“Apa kau sedih suamimu hilang?” Katari bertanya, pertanyaan yang dilontarkan juga oleh Ambar, penyidik wanita itu.

“Aku tidak tahu, maksudku, hubungan kami sudah sangat lama tidak tentang perasaan lagi Katari, kau pun sama bukan? Ini soal bagaimana bisnis tetap berjalan, ada ribuan bahkan ratusan mulut yang harus kita jaga tetap makan setiap harinya, bagaimana mungkin perasaan ada di dalamnya. Kalau bicara perasaan, tentu kami telah bercerai sejak lama, pernikahan kami pun adalah pernikahan politik bisnis, kedua orang tua kami takut kalau kami menikah dengan orang yang salah hingga kerajaan bisnis menjadi terguncang.

Maka sekarang yang aku takutkan adalah tidak mampu menjalani kerajaan bisnisnya sendirian.” Miranda semakin gusar, ketenangan yang dia munculkan di depan anaknya perlahan pudar di hadapan teman-temannya yang tahu dengan jelas hal-hal buruk apa yang mereka saling simpan agar pertemanan ini tetap terjaga. Karena bagi orang kaya, tidak ada ketulusan, yang ada adalah saling menguntungkan.

“Baik ladies, apakah sudah selesai, kalau sudah aku akan melihat perkembangan kalian, karena kalau kalian hany mengobrol saja, aku pikir lebih baik aku akan menggunakan sistem eleminasi.” Mike bercanda, karena tidak mungkin mengeleminasi orang-orang kaya ini dari studionya. Mereka adalah penyumbang dana terbesar agar studionya tetap berjalan, apalagi koneksi para ibu kaum jetset ini sangatlah luas, hingga studio Mike menjadi cukup dikenal dan akhirnya banyak orang kaya lainnya datang.

Setelah 2 jam pelatihan, semua orang pulang, kecuali Miranda, dia dan Mike sekarang ada di ruang kerja Mike, lokasinya ada di dalam studio, hanya saja terpisah dengan pintu. Di sana Mike mengurus administrasi dengan laptopnya, juniornya pun sudah pulang sejak setengah jam lalu.

“Kau pasti lelah.” Mike memegang bahu Miranda dan memijatnya.

“Ya aku lelah, makanya aku ke sini, setidaknya aku bisa sedikit santai.”

“Apakah ada perkembangan?”

“Kenapa semua orang bertanya hal yang sama, kau juga!” Miranda kesal.

“Aku hanya ingin tahu saja.”

“Mike aku pikir dia memang ingin pergi saja. Maksudku, dia memang hanya ingin pergi dari keluarga ini, bagaimana jika memang dia hanya kabur dari masalah.” Miranda akhirnya buka suara tentang perasaannya.

“Kau harus mengatakannya pada Polisi tentang hal itu, hingga dia tak dianggap orang hilang, tapi dianggap orang yang kabur.” Mike memberikan pendapatnya.

“Aku hanya tidak ingin ada rumor, kau tahu lah, bagaimana media melabelkan kami sebagai pasangan kaya raya yang patut dicontoh, memang ada pasangan kaya raya yang patut dicontoh? Kami semua hanya sekumpulan angka yang harus bertambah.” Miranda merasakan pijatan Mike yang semakin kencang namun lembut, dari bahu turun ke tangannya hingga akhirnya Mike memeluk Miranda dari belakang.

“Memang ada orang yang sudah sangat dewasa, atau setua Rendra diculik? Dia sudah pasti kabur Miranda, kau harus mengatakan soal sekertarisnya, lalu semua masalah kalian, Polisi pasti paham kalau Rendra memang hanya ingin kabur saja bersama wanitanya, terkadang puber kedua membuat orang-orang menjadi gila, karena nafsu mereka bisa meninggalkan apapun, apalagi anak-anak kalian sudah dewasa, bahkan putramu sudah bisa memimpin perusahaan, dia pasti sekarang ingin mengambil jatah egoisnya untuk bahagia, kau harus mengatakan itu pada Polisi agar kalian bisa menjalani hidup dengan tenang lagi, anggap saja kalau, isu ditinggalkan suami lebih baik daripada isu suami dibunuh kan, itu bisa membuat saham perusahaan kalian turun, lalu gonjang-ganjing para direksi yang menanam modal sangat besar, mereka akan menggulingkanmu karena merasa kau terlalu berambisi dan akhirnya menuduhmu menjadi pelakunya.

Kau harus … menceritakan semuanya pada Polisi dan membiarkan berita itu bocor ke media, agar kau mendapat simpati, akan menjadi lebih baik, ketika Miranda dicap wanita yang ditinggalkan, karena mungkin para Direksi akan menjadi simpati padamu dan membiarkanmu memimpin perusahaan.” Mike kali ini mencium leher Miranda yang memejamkan mata, sesi tambahan ini sungguh sangat dinikmati oleh Miranda, dia sangat suka saat Mike menyentuhnya.

“Aku akan membicarakannya dengan pengacaraku soal ini.”

“Jangan terlalu terbuka pada siapa pun agar tidak ada yang curiga, ingat, yang menyimpan rahasiamu dan kau simpan rahasianya adalah orang yang paling bisa kau percaya, seperti kita, kita bisa saling percaya hanya jika sama-sama kotor bukan?” Mike lalu meraih kancing baju Miranda.

Miranda keluar dari studio Mike dan menaiki mobil yang disupiri oleh supir pribadinya, mobilnya di parkir tepat di depan studio Mike.

Tak jauh dari mobil itu diparkir, Ambar dan rekanya sedang berada di mobil lain.

“Teman-temannya sudah keluar lebih dari setengah jam yang lalu, termasuk junior koki itu, tapi dia baru keluar sekarang, apa yang dia lakukan di sana bersama koki seniornya?” Ambar berkata dengan tajam.

“Mungkin membicarakan bisnis.” Ferry tertawa, karena biasanya Ambarlah yang selalu berpikiran positif.

“Bisnis yang cukup pribadi hingga menunggu semua orang pulang.” Ambar tertawa, Ferry juga ikut tertawa, mereka kembali mengikuti Miranda, karena saat ini, mereka sedang mengumpulkan buktinya.

Miranda duduk kelelahan, dia bilang pada supirnya untuk segera pulang ke rumah karena ada janji makan malam dengan anak-anaknya, walau kalian sudah tahu, bahwa … makan malam itu berantakan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!