NovelToon NovelToon

Beginning And End : Dynasty Han.

Bab 1 : Prolog.

Pada siang yang mendung.

Namun langit mendung menaungi kota, menyisakan aspal basah berkilauan di bawah sinar matahari yang tembus pandang. Aroma tanah basah yang khas menusuk hidung, bercampur dengan bau bensin dari motor sport hitam milik Kei, sebuah aroma yang kini terasa pahit bagi Reina. Kei dan Reina melaju pelan, motor membelah genangan air di jalanan, meninggalkan jejak buih putih yang sebentar kemudian lenyap, seperti jejak air mata yang tak mampu bertahan lama. Taman Grenery, tujuan mereka, tampak samar di kejauhan, dikelilingi pepohonan rindang yang daunnya masih basah kuyup oleh hujan, layaknya hati Reina yang terendam kesedihan. Taman yang dulu menjadi saksi bisu pernyataan cinta Kei, kini berubah menjadi tempat perpisahan terakhir mereka, dibayangi oleh kepergian Reina ke Osaka yang semakin dekat— sebuah takdir pahit yang tak bisa dihindari. Papa Danton akan bebas dalam dua minggu, dan Mama Ina tak punya pilihan selain ikut pindah, meninggalkan segalanya, termasuk kenangan indah bersama Kei. Sebuah kepedihan yang mendalam, seperti bayangan awan gelap, mulai menyelimuti hati Reina, mencengkeramnya erat-erat.

Di persimpangan lampu merah, Reina memeluk Kei dengan erat, air matanya membasahi jaket kulit Kei, seperti hujan yang tak henti-hentinya membasahi bumi. Lampu merah menyala terang, memantulkan cahaya merah menyala di mata Reina yang berkaca-kaca, bagaikan bara api yang hampir padam, menyisakan sisa-sisa kehangatan. "Sayang, maafin aku..." Suara Reina bergetar, tangisnya tertahan, sebuah melodi sedih yang mengalun pelan di antara hiruk pikuk kota yang terasa begitu jauh. Di sekeliling mereka, suara klakson mobil terdengar samar, bercampur dengan suara tetesan air hujan yang masih jatuh dari atap-atap bangunan, irama sendu yang mengiringi kepergiannya, sebuah simfoni perpisahan yang menyayat hati. Bayangan gedung-gedung pencakar langit tampak memanjang di jalanan basah, menciptakan suasana yang suram, seperti lukisan duka yang melukiskan perpisahan mereka yang tak terelakkan.

Kei, yang fokus pada jalanan yang masih basah dan licin, berusaha menenangkan Reina. "Jangan menyalahkan diri sendiri..." Ia berkata, suaranya lembut namun tegas, sebuah syair penghiburan di tengah badai kesedihan yang menerjang hati Reina. Ia bisa merasakan getaran tubuh Reina yang gemetar di pelukannya, seperti dedaunan yang tertiup angin kencang, rapuh dan mudah patah.

"Tapi kamu ga bakalan lupain aku kan..." Suara Reina semakin lirih, tangisnya pecah, suara isak tangisnya bercampur dengan suara gemuruh mesin motor yang pelan, seperti ratapan hati yang terpendam, sebuah jeritan jiwa yang terluka. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga-bunga yang masih basah oleh hujan, menambah kesedihan suasana, sebuah simfoni duka yang menyayat hati, mengiris-iris kenangan indah yang akan segera sirna.

Kei, yang mendengar tangisan Reina, segera memindahkan tangan kirinya dari stang motor ke tangan Reina. "Reina..." Ia mengusap tangan Reina dengan lembut, jari-jarinya merasakan dinginnya air mata Reina di kulitnya, seperti butiran embun pagi yang dingin dan menyentuh, sebuah sentuhan lembut yang mencoba meredakan luka.

Lampu berganti hijau. Kei menjalankan motornya dengan perlahan, menikmati suasana mendung yang menenangkan, namun bagi Reina, suasana itu terasa mencekam, seperti bayangan kematian yang mendekat. Aroma tanah basah semakin kuat, bercampur dengan aroma bunga-bunga yang masih basah oleh hujan, sebuah wewangian yang menyiratkan kesedihan dan perpisahan, sebuah aroma yang akan selalu mengingatkannya pada hari ini. Tanaman di sekitar tampak layu, daun-daunnya menggantung lemas karena beban air hujan, seperti hati Reina yang terbebani oleh kesedihan yang mendalam, sebuah beban yang sulit untuk dilepaskan. Langit tampak gelap, awan-awan tebal menutupi matahari, membuat suasana semakin sendu, seperti hati Reina yang diliputi oleh kesedihan yang pekat, sebuah kesedihan yang begitu dalam dan mencekam. Hujan rintik-rintik masih turun, menambah kesan melankolis, seperti tetesan air mata yang tak pernah berhenti, sebuah tangisan yang tak pernah berakhir.

Lima belas menit kemudian, mereka tiba di taman Grenery. Taman itu tampak sunyi dan sepi, hanya suara angin yang berdesir di antara pepohonan yang terdengar, seperti bisikan kesedihan yang mengalun pelan, sebuah lagu perpisahan yang menyayat hati. Bangku-bangku taman terlihat basah, dikelilingi oleh bunga-bunga yang layu, seperti kenangan-kenangan indah yang mulai layu dan pudar, meninggalkan jejak kesedihan yang mendalam. Taman itu seperti menunggu kedatangan mereka, menanti perpisahan terakhir Reina dan Kei, sebuah pertemuan terakhir yang diiringi oleh kesedihan yang mendalam, sebuah perpisahan yang tak terelakkan. Sinar matahari yang tembus pandang menerobos celah-celah awan, menciptakan bayangan-bayangan yang aneh di taman, seolah menambah kesan misterius dan melankolis, sebuah pertanda akan sesuatu yang tak terduga.

Mereka berjalan bergandengan tangan, mencari pondok kayu yang tidak terlalu lembab. Jalan setapak yang mereka lalui masih basah, meninggalkan jejak langkah mereka di tanah, seperti jejak kaki yang akan segera hilang ditelan waktu. Keheningan taman hanya diiringi oleh suara langkah kaki mereka dan isak tangis Reina yang sesekali terdengar, sebuah melodi sedih yang mengalun pelan di antara dedaunan yang basah.

"Taman ini akan sangat merindukanmu... Reina," ucap Kei, senyum kecilnya tak mampu menutupi kesedihan yang terpancar di matanya, sebuah senyum yang mencoba menyembunyikan kesedihan yang begitu dalam. Ia menatap Reina dengan penuh kasih sayang, seolah ingin mengabadikan setiap momen bersama, sebuah kenangan yang akan selalu terukir di hatinya.

"Iya... aku juga..." Suara Reina terdengar lambat, penuh kerinduan, sebuah kerinduan yang begitu mendalam dan menyayat hati. "Ya... aku sangat beruntung berpacaran dengan kamu Kei. Kamu adalah pahlawan bagiku." Suara Reina sedikit bersemangat, berusaha mengusir kesedihan, sebuah usaha yang sia-sia untuk melawan takdir.

"Makasih Reina... aku juga begitu." Ucap Kei, nada suaranya datar, namun ada sedikit kelembutan yang tersembunyi, sebuah kelembutan yang mencoba meredakan luka di hati Reina.

"Syukurlah..." Reina menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca, sebuah isyarat akan air mata yang akan segera membasahi pipinya.

"Sampai segitu nya mengelahkan napas ya..." Ucap Kei, berusaha memecahkan suasana, sebuah usaha untuk meredakan kesedihan yang menyelimuti mereka.

"Ih... wajar ga sih... soalnya pacar ku ini sangat dingin, sok cuek padahal pergantian." Reina berusaha bercanda, namun nada suaranya masih bergetar, sebuah usaha untuk menutupi kesedihan yang mendalam.

Kei hanya bisa tertawa kecil, mendengar ocehan Reina, sebuah tawa yang terdengar hampa dan getir.

Reina menunjuk ke arah pondok kayu yang terlihat kering, padahal satu jam yang lalu hujan sangat lebat. "Kei, lihat pondok itu..." Pondok kayu itu tampak mencolok di tengah taman yang basah, seolah muncul dari ketiadaan, sebuah misteri yang menambah kegelisahan di hati Reina.

Kei terkejut, matanya membulat. "Reina... kamu sadar ga?" Suaranya bergetar, penuh ketakutan.

"Ada apa Kei, kok kamu keliatan ketakutan gitu?" Reina penasaran, matanya menatap Kei dengan heran.

"Perasaan ku, tidak ada pondok yang berdiri di sana. Kalau ga salah, di sana adalah patung monumen, Reina." Ucap Kei, berusaha tenang, namun tangannya gemetar. Ia mengingat jelas patung monumen yang berdiri di tempat itu, bukan pondok kayu. Sebuah firasat buruk mulai muncul di benaknya.

Reina terdiam, tubuhnya menegang. "I... i... iya... kau... benar Kei, t... t... tapi, m... mana patung monumen nya?" Reina bertanya dengan suara gemetar, ketakutan mulai menguasainya. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, meskipun matahari masih bersinar redup. Sebuah ketakutan yang tak terjelaskan mulai mencengkeram hatinya.

Seketika, hujan turun dengan lebat, bunyi petir menggelegar. Angin bertiup kencang, menggoyang-goyang pepohonan di sekitar. Suasana menjadi semakin mencekam, seperti pertanda akan datangnya bahaya. Kei menarik Reina ke arah pondok kayu. "Reina... ayok ke pondok itu, kita tidak punya pilihan lain."

"B.. baiklah." Reina terhuyung, kakinya terasa lemas. Ia merasa tak berdaya, seperti daun yang terombang-ambing di tengah badai.

Mereka berdua sampai di pondok kayu. Kei melihat dan meneliti pondok itu, ada sebuah tulisan cina yang terukir di dinding. Ia mengabaikannya, namun Reina mencium aroma darah yang menyengat di sekitar pondok. Aroma darah itu begitu kuat, menusuk hidung dan membuat Reina merasa mual, sebuah aroma yang menambah ketakutan dan kegelisahan di hatinya.

"K.. Kei..." Reina memanggil nama Kei dengan suara gugup.

"Iya Reina, apakah kamu merasa hal yang aneh?" Tanya Kei, suaranya tenang, namun ada sedikit kegelisahan yang tersembunyi.

"Aku mencium bau darah..." Reina merasakan kepalanya berputar, tubuhnya lemas. Kei memegang tubuh Reina dengan erat.

"Reina... kamu baik-baik saja!?" Sorak Kei, panik mulai menguasainya.

"Kepala ku pusing Kei..." Ucap Reina, suaranya melemah. Ia merasa semakin lemah, tubuhnya semakin lemas.

Tak lama kemudian, Kei juga merasakan sakit yang luar biasa. Ia merasakan kepalanya berdenyut, dan penglihatannya mulai kabur. Mereka berdua pingsan di dalam pondok kayu, Kei memeluk Reina erat-erat, sebuah pelukan terakhir sebelum mereka terjerumus ke dalam misteri yang mengerikan.

Tidak lama kemudian, Kei terbangun. Ia terkejut, ia berada di dalam ruangan tahta kerajaan. Dindingnya dilapisi warna putih mengkilap, karpet merah terbentang sejalur ke arah kursi tahta. Cahaya matahari tidak terlihat, ruangan itu diterangi oleh cahaya lampu kristal yang mewah, sebuah pemandangan yang begitu kontras dengan suasana taman yang suram.

"Di mana aku ini..." Ucap Kei, kebingungan. Ia tersadar bahwa ia pingsan di pondok kayu bersama Reina. Ia melihat ke arah samping kiri, Reina masih tertidur.

Kei, yang tak mampu berdiri, merangkak ke tempat Reina tertidur. Tubuhnya terasa berat, hampir tak mampu bergerak.

Sesampainya di sana, Kei duduk dan menyandarkan Reina ke tubuhnya. "Reina, bagun Reina..." Ia menggoyangkan tubuh Reina dengan lembut.

Reina pun terbangun. "Kei... badan ku terasa berat..." Ucap Reina, suaranya lemas. Ia melihat sekeliling, terkejut melihat pemandangan yang belum pernah dilihatnya. "Kei... kita di mana sekarang?" Ucap Reina ketakutan, tubuhnya sedikit gemetar.

"Aku juga tidak tahu, Reina." Ucap Kei, matanya menatap Reina yang masih lemas.

"Wah... kalian sudah sadar ya... lebih cepat dibanding yang aku bayangkan." Suara misterius itu muncul kembali, sebuah suara yang menambah kegelisahan dan ketakutan mereka.

"Hei... di mana kau... keluar!" Sorak Kei, suaranya tegas, penuh amarah.

Aura kegelapan dan cahaya keemasan muncul di hadapan Kei dan Reina. Ruangan itu tiba-tiba menjadi gelap, hanya aura kegelapan dan cahaya keemasan yang menerangi mereka, sebuah pemandangan yang begitu menakutkan dan misterius.

"Kei... benda apa itu... aku takut..." Reina menggigil ketakutan, memeluk Kei dengan erat.

"Siapa kalian?" Ucap Kei, suaranya bergetar, namun tetap berusaha tegar.

"Aku adalah The Dragon Abyss," ucap aura kegelapan, suaranya bergema di ruangan itu.

"Dan aku adalah The Angel Dragon," ucap cahaya terang keemasan, suaranya lembut, namun penuh kekuatan.

"Apa apaan ini..." Kei tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka katakan.

"Kei... kita di mana sekarang, aku mau pulang..." Ucap Reina, memeluk Kei erat-erat, menyembunyikan wajahnya di dada Kei.

The Dragon Abyss dan The Angel Dragon menggabungkan diri.

"Aku akan memberikan intruksi selama kau berperang melawan musuh di sekitar."

Kei dan Reina terkejut, mata mereka membulat, jantung mereka berdebar kencang. Perang? Sebuah kenyataan yang begitu mengerikan dan tak terduga.

Bab 2 : Ashura dan Ashinamaru.

Kei, biasanya tenang dan dingin bagai es, kini dipenuhi amarah yang membara. Amarah itu bukan sekadar kemarahan biasa, melainkan api yang menyala-nyala karena sosok di hadapannya telah menakuti Reina, satu-satunya orang yang mampu mencairkan hati esnya. Suaranya menggelegar, lantang, penuh dengan keputusasaan terselubung, "Perang? Apa maksud kalian berdua?!" Alisnya mengerut tajam, mencerminkan kekesalan yang begitu dalam, sebuah kekesalan yang bercampur dengan rasa takut kehilangan Reina.

The Dragon Abyss dan The Dragon Angel, bersuara serentak, kata-kata mereka seperti palu yang menghantam hati Kei dan Reina. "Kami akan mengirim kalian ke masa peperangan Dinasti Han, tepatnya tahun 184 Sebelum Masehi." Suara mereka dingin, tanpa sedikitpun belas kasih, seolah mereka hanya pion dalam permainan takdir yang mengerikan. Kei merasakan tinju yang tak terlihat menghantam perutnya, membuatnya sesak napas. Kehilangan kendali atas situasi ini membuatnya semakin marah.

Ketakutan yang menusuk tulang merasuki Reina. Bukan hanya karena ancaman perang, tetapi juga karena ketidakpastian yang mencengkeram jiwanya. "Tunggu dulu... peperangan tahun 184 Sebelum Masehi? Pemberontakan Yellow Turban?" Suaranya bergetar, suara itu seperti tetesan air mata yang jatuh perlahan di atas tanah yang haus, mencerminkan keputusasaan dan keraguan yang menggelayut di hatinya. Setetes air mata jatuh, menandai awal dari tangisan yang tertahan. Dia menggenggam erat lengan Kei, mencari kekuatan dan penghiburan.

"Benar," sahut The Dragon Abyss dan The Dragon Angel, suara mereka bagai vonis mati yang tak bisa dihindari. "Pemberontakan Yellow Turban. Kalian akan berada di tengah-tengahnya." Kata-kata mereka menusuk hati Reina, menimbulkan gelombang ketakutan dan kepanikan yang dahsyat. Dia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu.

Kei, berusaha menjaga ketenangan—sebuah topeng yang menutupi kecemasannya yang mendalam—bertanya dengan nada yang berusaha santai, namun getaran di suaranya mengkhianati ketenangan itu. "Tapi... apa tujuan kalian? Kami berdua tidak pandai berperang. Kami tak terlatih menggunakan senjata tajam." Di balik ketenangannya, tersimpan rasa takut yang mencekam, takut akan bahaya yang mengintai mereka, takut akan ketidakmampuannya melindungi Reina. Dia melirik Reina, matanya penuh dengan kekhawatiran.

The Dragon Angel, suaranya lembut bagai belai namun menusuk bagai duri, menjawab, "Jangan takut. Kami akan masuk ke dalam jiwa kalian." Pisah dari The Dragon Abyss, ia mendekati Reina, menimbulkan rasa waspada dan ketakutan yang semakin besar di hati Reina. "Apa yang kau lakukan? Jangan mendekat!" teriakan Reina adalah manifestasi dari rasa takut yang memuncak, sebuah jeritan jiwa yang memohon perlindungan. Namun, The Dragon Angel mengabaikannya, menembus tubuh Reina seperti hantu yang tak terlihat.

Sebuah kekuatan aneh mengalir di sekujur tubuh Reina, membuatnya merasa tak berdaya, seperti boneka yang dikendalikan oleh kekuatan yang lebih besar. Dia merasakan sensasi aneh, seperti ribuan jarum menusuk kulitnya, kemudian diikuti oleh gelombang panas yang membakar tubuhnya dari dalam. Pakaiannya berubah seketika, dari pakaian biasa menjadi baju perang yang megah, mengingatkannya pada kisah-kisah fantasi yang pernah dibacanya. Aura cahaya keemasan mengelilingi tubuhnya, menciptakan keindahan yang menakutkan. Keheranan bercampur dengan rasa takut yang masih membayangi dirinya. Dia merasakan kekuatan yang baru, namun juga ketakutan akan apa yang akan terjadi.

Kei, tercengang oleh perubahan yang terjadi pada Reina, merasakan gelombang emosi yang kompleks. Kekhawatiran, kejutan, dan rasa tak berdaya bercampur aduk dalam hatinya. "Reina... pakaianmu..." suaranya bergetar, menunjukkan keprihatinannya yang mendalam. Dia melangkah mendekat, siap melindungi Reina dari apapun yang akan terjadi.

Reina, melihat penampilan barunya di cermin besar yang muncul secara tiba-tiba, merasakan campuran emosi yang tak terduga. Keheranan, ketakjuban, dan sedikit rasa bangga bercampur dengan rasa takut yang masih membayangi dirinya. "Wah... ini sangat indah! Tunggu dulu..." Kegembiraan itu hanya sesaat, sebelum kebingungan dan rasa takut kembali menguasainya. "Cahaya apa ini yang mengelilingi tubuhku?" suaranya bergetar, menunjukkan rasa takut yang belum hilang sepenuhnya. Dia merasakan kekuatan yang luar biasa, namun juga ketakutan akan konsekuensinya.

The Dragon Angel, dari dalam diri Reina, menjawab dengan suara lembut dan menenangkan, namun nada perintah tersirat di balik kelembutan itu. "Ini adalah kekuatanku. Gunakanlah di medan perang, terutama saat terdesak." Kehadiran The Dragon Angel di dalam dirinya menimbulkan perasaan yang ganjil, sebuah campuran antara kekuatan dan rasa terkekang. Reina merasakan sebuah kekuatan baru, namun juga sebuah beban tanggung jawab yang berat.

Sementara itu, The Dragon Abyss memasuki tubuh Kei. Dia merasakan sensasi dingin yang menusuk tulang, diikuti oleh kekuatan yang luar biasa. Di cermin besar yang dikelilingi aura kegelapan ungu, Kei melihat dirinya berubah. Dia merasakan kekuatan yang gelap dan mengerikan mengalir dalam dirinya. Rambutnya yang gelap disisir rapi, mata birunya tajam, baju zirah gelap dengan detail emas yang rumit, dua pedang panjang berwarna hitam keunguan dengan aura kegelapan mengelilinginya. Dia merasakan kekuatan yang luar biasa, namun juga kegelapan yang mengancam.

"Bagaimana? Kau suka?" The Dragon Abyss, kini Ashura, bersuara berat dan sedikit menakutkan, seperti Raja Iblis. Suaranya bergema di dalam pikiran Kei, membuatnya merasakan kekuatan yang tak terkendali.

Kei, dengan tatapan datar, menjawab, "Ya, aku suka. Dan aku akan menamaimu Ashura." Dia menerima kekuatan ini, bukan karena ia menyukainya, tetapi karena ia harus melindungi Reina.

"Bagus," puji Ashura. Suaranya penuh dengan kepuasan, sebuah kepuasan yang membuat Kei semakin waspada.

Reina, melihat Kei yang gagah dengan dua pedang di tangan, berkata kepada Ashinamaru, "Hei, Ashinamaru, mana senjataku? Aku tak mungkin berperang dengan tangan kosong!" Suaranya sedikit merajuk, menunjukkan sisi manusiawinya yang masih ada di balik kekuatan baru yang ia miliki.

"Oh, iya," Ashinamaru terkejut, "Aku lupa." Suaranya penuh dengan penyesalan, menunjukkan bahwa ia masih dalam proses belajar mengendalikan kekuatan barunya.

Seketika, katana berwarna silver dengan gagang hitam dan sedikit emas turun dari langit-langit. Reina mengambilnya, dan cahaya emas menyinari katana tersebut, mengaktifkan kembali mode Ashinamaru, sayap emas dan cahaya emas mengelilingi tubuhnya. Dia merasa lebih percaya diri, kekuatan baru ini memberinya harapan untuk bertahan hidup.

"Sayapku muncul lagi!" seru Reina gembira. Namun, kegembiraannya bercampur dengan rasa takut akan apa yang akan terjadi di medan perang.

"Kau orangnya sangat ceria," kata Ashinamaru, "Aku senang berada di sisimu." Suaranya penuh dengan kekaguman, menunjukkan bahwa ia juga merasakan ikatan yang kuat dengan Reina.

Kei mendekati Reina, "Kau sangat cantik," katanya, dengan senyum tipis yang tak mampu menyembunyikan kelembutannya. Dia merasakan sebuah ikatan yang kuat dengan Reina, sebuah ikatan yang akan menguatkan mereka dalam menghadapi bahaya yang akan datang.

"Makasih, Kei, kamu juga tampan," balas Reina, wajahnya memerah. Dia merasakan sebuah rasa syukur yang mendalam, syukur karena ia memiliki Kei di sisinya.

Ashura berkomentar, "Hei, Hasane Reina, pacarmu ini sangat dingin. Apakah biasanya dia seperti ini saat berbicara dengan pasangannya?" Suaranya penuh dengan sarkasme, menunjukkan bahwa ia tidak begitu menyukai Kei.

"Ya, memang begitu," jawab Reina, "Semoga kau nyaman di dalam tubuh Kei." Reina dan Ashinamaru tertawa bahagia, sebuah tawa yang berusaha menutupi ketakutan yang masih ada di hati mereka.

"Hah... merepotkan saja," ucap Ashura. "Baiklah, kami akan memberitahu kalian tujuan kami. Kami akan bereksperimen mengubah sejarah Dinasti Han." Suaranya dingin dan penuh dengan ambisi, menunjukkan bahwa ia tidak peduli dengan nasib Kei dan Reina.

"Oh... aku mengerti, berarti kalian memakai tubuh aku dan Kei untuk menumpang dan memberi kekuatan seperti ini untuk merubah sejarah?" tanya Reina dengan suara yang lembut, namun ada sedikit keraguan di balik kelembutannya.

"Lebih kurang begitu... Reina, dan seiring berjalannya waktu, buatlah dinasti sendiri, yaitu Dinasti God." ucap Ashinamaru kepada Reina. Suaranya penuh dengan harapan, menunjukkan bahwa ia percaya pada kemampuan Reina.

"Baiklah, waktu kita tidak banyak lagi... kami akan mengirim kalian ke peperangan Yellow Turban, hancurkan Zhang Jiao dan bekerjasamalah dengan Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu," ucap Ashura, suaranya berat dan bergema di dalam pikiran Kei, menimbulkan gelombang kegelisahan yang dingin. Kei merasakan beban tanggung jawab yang luar biasa, beban yang harus dipikulnya untuk melindungi Reina dan mengubah sejarah.

"Baiklah, Ashura. Kirim kami ke medan perang itu," ucap Kei, suaranya datar, namun tekad baja terpancar dari matanya. Dia tidak akan membiarkan Reina terluka, tidak peduli seberapa besar bahaya yang mengintai mereka. Dia menggenggam erat pedangnya, siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Seketika, Kei mengaktifkan mode Ashura. Perubahan itu terjadi dengan cepat dan dahsyat. Tanduk runcing yang tajam tumbuh dari kepalanya, sayap iblis berbulu elang lebat berwarna hitam pekat membentang di punggungnya, menciptakan bayangan gelap yang menakutkan. Tubuhnya memancarkan aura kegelapan hitam keunguan, dan kedua pedangnya memanjang, memancarkan aura kegelapan yang dingin dan mematikan. Kei merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir dalam dirinya, kekuatan yang membuatnya merasa kuat namun juga sedikit tertekan.

Reina, melihat perubahan Kei, merasakan campuran emosi yang kompleks. Kekaguman, ketakutan, dan sedikit kekhawatiran bercampur aduk dalam hatinya. Dia pun mengaktifkan mode Ashinamaru. Cahaya keemasan yang menyilaukan membasahi tubuhnya, sayap bidadari yang anggun dan berkilau terbentang di belakangnya, menciptakan keindahan yang menakjubkan. Dia merasakan kekuatan yang lembut namun kuat mengalir dalam dirinya, memberinya keberanian dan kepercayaan diri. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan rasa takut yang masih membayangi dirinya.

"Kau siap, Reina?" tanya Kei, suaranya datar, namun ada sedikit kelembutan yang tersembunyi di balik ketatnya. Dia menatap Reina, matanya penuh dengan perhatian dan kekhawatiran.

"Iya... aku juga siap," jawab Reina, suaranya bergetar sedikit, namun tetap menunjukkan semangat dan tekad yang kuat. "Aku sangat bersemangat sekarang..." Senyumnya cerah, namun mata indahnya masih menunjukkan sedikit ketakutan. Dia memegang erat katananya, siap menghadapi apapun yang akan terjadi. Dia merasakan sebuah ikatan yang kuat dengan Kei, ikatan yang akan menguatkan mereka dalam menghadapi bahaya yang akan datang.

"Baiklah... ayo berangkat," ucap Ashura dan Ashinamaru serentak, suara mereka bergema di dalam pikiran Kei dan Reina, menandai dimulainya petualangan mereka yang berbahaya. Kei merasakan sebuah tekad yang kuat, tekad untuk melindungi Reina dan mengubah sejarah. Reina merasakan sebuah harapan yang baru, harapan untuk bertahan hidup dan menciptakan perubahan.

Seketika, pintu istana terbuka, memancarkan cahaya kuning terang yang menyilaukan. Cahaya itu seperti sebuah terowongan waktu, membawa mereka ke masa lalu. Kei dan Reina berlari keluar dari pintu itu, senjata mereka siap, langkah mereka mantap dan penuh dengan tekad. Mereka berlari menuju medan perang, menuju masa lalu yang penuh dengan bahaya dan ketidakpastian. Namun, mereka tidak sendirian. Ashura dan Ashinamaru, kekuatan yang ada di dalam diri mereka, akan menjadi senjata terkuat mereka dalam menghadapi tantangan yang akan datang. Mereka berlari menuju takdir mereka, menuju sebuah petualangan yang akan mengubah sejarah. Di hati mereka, tersimpan tekad yang kuat, tekad untuk bertahan hidup dan menciptakan perubahan. Mereka adalah pahlawan yang tak terduga, pahlawan yang akan menulis ulang sejarah Dinasti Han.

Bab 3 : Yellow turban.

Udara bergemuruh, dipenuhi teriakan, desingan senjata, dan bau anyir darah. Medan perang Yellow Turban bagai neraka duniawi. Tubuh-tubuh bergelimpangan, membentuk sungai merah yang menjijikkan di antara hamparan tanah kering dan berdebu. Bendera-bendera compang-camping berkibar di tengah pusaran debu dan asap, menandai pertempuran yang tak kenal ampun. CRASH! Suara benturan pedang beradu dengan tombak menggema, diikuti oleh THUD! tubuh yang jatuh.

"Reina," Kei bertanya, suaranya sedikit tertekan di tengah hiruk pikuk pertempuran. "Kau... kau tidak jijik melihat semua ini?" Matanya, meski tajam dan fokus pada pergerakan musuh, tetap menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Ia melihat Reina, yang wajahnya sedikit pucat, namun tetap tegar.

Reina menarik napas dalam-dalam, mencoba menetralisir rasa mual yang tiba-tiba muncul. "Sedikit," akunya, suaranya lembut namun mantap. "Tapi kita harus fokus, Kei. Kita harus menemukan Liu Bei dan saudara-saudaranya." Senyum tipisnya berusaha menyembunyikan ketakutan yang menggigit hatinya. SWISH! Pedangnya meluncur cepat, menebas kepala seorang prajurit Yellow Turban.

"Untuk saat ini," suara Ashinamaru berbisik lembut di benak Reina, "Liu Bei belum bersumpah di bawah pohon persik bersama Zhang Fei dan Guan Yu." Suaranya, seperti embun pagi, menenangkan jiwa Reina yang sedikit terguncang.

ROAR! Ashura, dari dalam tubuh Kei, membentak, suaranya menggelegar seperti guntur. "Misi kalian adalah menemukan mereka di tempat itu! Temukan pohon persik tempat mereka akan bersumpah!" Kekuatan gelap yang mengalir dalam dirinya membuat suaranya penuh otoritas, namun tetap terdengar sedikit cemas.

"Baiklah!" Kei dan Reina menjawab serentak, semangat mereka menyala kembali di tengah keputusasaan. CLANG! Pedang Kei beradu dengan pedang seorang prajurit Yellow Turban, membuat percikan api yang kecil namun menyilaukan.

"Jangan terlalu bersemangat dulu, Tuan-tuan," Ashinamaru menyela, suaranya terdengar geli. "Kalian tahu bagaimana membedakan musuh kalian?" Ia sedikit tertawa, meredakan ketegangan yang mencekam.

Kei mengerutkan kening, matanya menyapu medan perang. "Cih... yang berjubah kuning," katanya datar, pedangnya bergerak cepat dan tepat, menebas leher seorang prajurit. SLASH!

GRUNT! Ashura terkejut. "Dari mana kau tahu, nak?" Suaranya sedikit terbata-bata, masih beradaptasi dengan situasi dan emosi Kei.

Kei tersenyum tipis, sedikit bangga. "Di masa depan... aku sering memainkan game 'Dynasty Warriors' di PlayStation." Ia mengangkat bahu, seolah itu hal yang biasa.

Reina, matanya berbinar, ikut nimbrung. "Wah, kamu memainkan game itu? Aku tahu ini semua karena membaca novel Perperangan Tiga Kerajaan! Shu, Wu, dan Wei!" Ia tertawa, sedikit terhibur.

WHISH! Segerombolan prajurit Yellow Turban menyerbu mereka. "Kei, mereka datang!" seru Reina, suaranya penuh semangat dan sedikit tegang. Senyumnya masih terpatri, namun matanya menunjukkan kewaspadaan.

"Oke, Reina! Serbu mereka semua!" Kei membentak, pedangnya siap menebas. CLANG! CLANG! CLANG! Suara pedang beradu dengan tombak dan pedang lainnya menggema di tengah teriakan para prajurit. THUD! THUD! THUD! Tubuh-tubuh jatuh, menandai akhir dari pertempuran kecil itu. Udara kembali dipenuhi bau anyir darah dan debu. Pertempuran belum berakhir. Perjalanan mereka untuk menemukan Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei masih panjang.Kei dan Reina berlari menembus kerumunan prajurit Yellow Turban, udara di sekitar mereka dipenuhi suara teriakan dan benturan senjata. "Reina, kita adakan formasi switch! Bagaimana?" tanya Kei, suaranya tegas meskipun napasnya mulai memburu.

"Oh, switch ya! Baiklah, aku maju duluan!" Reina menjawab, semangatnya tak tertahankan. Dengan lincah, dia berlari mendahului Kei menuju puluhan pasukan yang bersiap menyerang.

Kei memperhatikan Reina dengan hati-hati. "Reina... aku percaya padamu," pikirnya, matanya meneliti pergerakan musuh yang akan diserang Reina. Rasa cemas menyelimuti hatinya, namun keyakinan pada Reina menguatkan langkahnya.

Ketika Reina semakin dekat dengan barisan musuh, dia mengangkat katana-nya, memasang ancang-ancang. "Sekarang!" serunya dalam hati, dan saat itu juga, energi luar biasa mengalir dari katana-nya. Cahaya tajam bersinar dari bilah katana, membuat Reina merasa terangkat—seolah kekuatan baru membawanya melesat cepat. Dalam sekejap, dia menembus barisan prajurit Yellow Turban dengan satu gerakan mematikan, SLASH! tubuh-tubuh jatuh berantakan, tidak ada yang tersisa.

Reina mengayunkan katana-nya untuk membuang darah yang membanjiri bilahnya, lalu menyimpannya kembali. Namun, aroma darah yang menyengat menyerangnya, dan tanpa bisa ditahan, dia mual. "Iu... darah... aku tidak suka darah, ewk..." Dia terbatuk, mencium bau busuk yang menyengat dari para prajurit yang baru saja dihabisinya.

"Wah... kau sangat kuat, Reina!" Ashinamaru, suara lembutnya mengalir dalam pikiran Reina, penuh kekaguman.

"Ini semua berkat kekuatanmu, Ashinamaru," jawab Reina, masih terpesona dengan apa yang baru saja terjadi.

Kei berlari menyusul Reina, napasnya terengah-engah. "Reina..." panggilnya, terkejut melihat kekuatan yang baru saja ditunjukkan Reina. "Kau benar-benar luar biasa!"

"Eh... Hai Kei," Reina menjawab dengan senyuman manis, sedikit membungkuk seolah merayu. "Bagaimana dengan kekuatan Ashinamaru milikku?"

Kei tertegun, "Hah... hanya sekali serangan..." Matanya berbinar penuh kekaguman.

"Baiklah," Kei berkata, suaranya kembali tegas. "Di depan sana ada kamp musuh. Aku akan maju melawan kapten kamp, sedangkan kamu mengawasi dari belakangku. Serang semua prajurit yang tersisa."

"Siap laksanakan, Kei!" jawab Reina, semangatnya kembali membara. Dia merasa terhubung dengan kekuatan di dalam dirinya, bertekad untuk melindungi Kei dan mengubah jalannya pertempuran.

Dengan keberanian yang tak tergoyahkan, Kei dan Reina nekat memasuki kamp musuh, menyerang tanpa rasa takut meskipun prajurit kecil Liu Bei tidak sempat bersiap. Setiba mereka di gerbang kamp musuh, suasana tegang menyelimuti.

"Kei... sekarang!!" teriak Reina, berlari cepat mundur ke belakang Kei, bersiap untuk memberikan dukungan.

"Baiklah, mohon bantuannya, Reina," jawab Kei, berlari dengan sangat laju, pedang di tangan siap untuk menyerang.

Dari atas menara kayu, seorang pemanah Yellow Turban berteriak, "Siapa itu? Mereka berani sekali menyerang tanpa prajurit!" Suaranya penuh kebingungan dan ketakutan.

"Semua! Tembak ke arah mereka berdua!" sorak kapten pemanah, suaranya menggelegar perintah. Ratusan panah melesat, berkilau di bawah sinar matahari, menuju Kei dan Reina.

"Reina, awas!" Kei berteriak, namun Reina sudah siap. Dengan sigap, dia mengeluarkan katana-nya, mengambil ancang-ancang untuk merobohkan menara pemanah. "Kei... berlari ke depan, kalahkan kapten kampnya! Biarkan aku urus para pemanah ini..." sorak Reina, semangatnya tak terbendung.

Kei mengangguk, berlari maju dengan dua pedang kegelapan di tangan. "S... si. Siapa mereka...?" tanya salah satu prajurit Yellow Turban, ketakutan melihat Kei yang melesat.

Kei, dengan mata yang mulai memancarkan aura kegelapan, berlari ke arah prajurit garis depan. "Kei... gunakan skill jarak jauhmu, 'X Ray Darkness' untuk menyapu habis pasukan garis pertama!" perintah Ashura, suaranya berat namun penuh semangat.

"Baiklah..." Kei menjawab, berhenti sejenak. Dengan gerakan cepat, dia melompat dan berputar 360 derajat sebelum kakinya menyentuh tanah. Setelah itu, dia mengayunkan kedua pedangnya dalam bentuk huruf X, menciptakan aura kegelapan yang melesat cepat.

WHOOSH! Semua prajurit garis depan terpental, terjatuh tak berdaya, menyisakan hanya kapten kamp dan delapan bodyguard-nya.

Di belakang Kei, Reina bersiap. "Reina, gunakan skill jarak jauhmu, 'Light Wind Attack'. Arahkan ke atas dan ayunkan katana-mu dengan garis horizontal!" instruksi Ashinamaru.

"Baiklah..." Reina menjawab, berlari mengambil ancang-ancang. Tanpa ragu, dia mengayunkan pedangnya ke atas dengan kekuatan penuh. Cahaya lebar berbentuk sabit menyebar, mengenai semua menara pemanah dan membuatnya roboh dengan sekali serangan. CRASH! Suara kayu patah dan teriakan panik memenuhi udara.

Kini, Kei siap bertarung dengan kapten kamp. Melihat Kei maju, kapten kamp ketakutan. "Hei, anak-anak bodoh! Serang bocah ingusan itu!" teriaknya kepada bodyguard-nya, yang berlari dengan gelisah.

Kei menangkis serangan kedelapan bodyguard itu dengan kemarahan yang mulai meluap. "Bocah ingusan, katamu?" ucapnya, suaranya penuh emosi. Dengan satu dorongan kuat, dia mendorong kedelapan bodyguard hingga terjatuh tak berdaya.

Dalam keadaan marah, Kei mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah, melepaskan gelombang kejut beraurakan kegelapan yang melesat lurus menembus tubuh delapan bodyguard dan kapten kamp. BAM! Semua tewas seketika setelah terkena gelombang kejut tersebut.

Kei berdiri tegap, memasukkan kedua pedang kegelapan itu ke dalam sarungnya. "Wah, wah... amarahmu membuatmu membuka skill baru, 'Darkness Shockwave'," ucap Ashura, suaranya berat dengan nada sedikit tawa.

Reina mendekat ke tempat Kei berdiri. "Kei!" serunya dari kejauhan, wajahnya bersinar dengan kebanggaan.

Kei mendengar suara Reina, dan menghadap ke belakang, berjalan ke arahnya. "Wah Kei, tadi itu sangat keren..." ucap Reina, terpesona oleh kehebatan Kei.

"Terima kasih..." jawab Kei santai, namun matanya menyapu sekeliling. "Tapi... apakah kamu yang merobohkan semua menara ini?" tanyanya, penasaran.

"Itu semua berkat aku..." Reina menjawab, menunjuk dirinya dengan jari jempol.

"Kau sangat mengerikan di dunia ini, Reina..." Kei berkata dengan suara datar, namun senyum tipis tersungging di wajahnya. "Seharusnya, Liu Bei, Zhang Fei, Guan Yu dan prajuritnya sudah menyerang kamp ini. Sepertinya kita terlalu cepat menghancurkannya..."

"Iya sih... ya sudah, mari kita ke tempat pohon persik, di mana Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu mengucapkan sumpah persahabatan mereka. Aku sangat penasaran dengan tempat itu..." kata Reina, semangatnya kembali berapi-api saat membayangkan pohon persik tersebut.

"Baiklah, Reina," ucap Kei dengan senang hati.

Mereka berdua pun berjalan santai menuju pohon persik, tempat di mana sejarah akan diukir dengan sumpah persahabatan yang abadi. Dengan hati yang penuh harapan, mereka melangkah menuju takdir yang lebih besar, bertekad untuk menciptakan kisah mereka sendiri dalam sejarah.

Kei mengangguk, siap dengan pedangnya di tangan, menunggu sinyal dari Reina. Dalam sekejap, Reina melesat maju, menyerang dengan semua kekuatan yang dia miliki. "Ayo kita akhiri ini!" teriaknya, suara penuh semangat menyatu dengan suara pertempuran yang menggelegar di sekeliling mereka. Pertarungan baru saja dimulai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!