American Museum Of Natural History, 22 Desember
"Jessica! Jess!" panggil seorang gadis dengan mantel tebal dan topi berbulu di depan lobby museum.
"Joy! Ini tuh museum! Bukan hutan!" balas gadis yang dipanggil namanya sambil berjalan menuju lobby. "Ada apa?"
Gadis yang bernama Joy itu hanya memberikan paper bag kepada Jessica. Wajah kedua gadis itu sangat mirip dan itu wajar karena mereka memang kembar identik! Jessica yang lebih dulu keluar sepuluh menit sebelum Joy, adalah seorang pegawai di museum. Gadis yang memegang gelar sejarah itu lebih suka hal-hal yang berhubungan dengan ancient. Berbeda dengan Jessica, Joy sangat suka bidang finance dan tak heran dia memilih kuliah di Harvard Business School di bidang bisnis dan keuangan. Sekarang Joy bekerja di konsultan keuangan di sebuah perusahaan investasi New York.
"Apa ini?" tanya Jessica sambil melongok ke dalam tas. "Makanan?"
"Iya. Ini musim salju dan aku tahu kamu bertugas di museum menggantikan para pegawai yang liburan natal, karena kamu merayakan idul Fitri." Joy menatap kembarannya yang lebih kalem dibandingkan dirinya yang gedubrakan.
"Thanks Joy. Kamu mau kemana?" tanya Jessica yang melihat outfit kembarannya.
"Washington. Aku harus menyetir kesana karena semua penerbangan, kereta, ditunda karena salju."
Jessica menatap horor. "Kamu naik mobil kesana?"
"Pelan-pelan saja. Kamu tenang ya Jess." Joy mencium pipi Jessica. "Aku pergi dulu."
"Hati-hati, Joy ! Saljunya semakin deras!" ucap Jessica cemas.
"Don't worry." Joy pun keluar dari museum itu menuju parkiran.
Jessica mengantarkan saudara kembarnya yang masuk ke dalam mobil Mini Cooper nya. Entah mengapa keluarganya sangat suka mobil compact seperti itu. Joy memencet klaksonnya dan melambaikan tangannya ke saudara kembarnya.
Jessica pun masuk ke dalam museum dan tersenyum saat melihat satpam Maurice, yang berkulit hitam dengan badan besar itu datang ke lobby usai patroli di belakang.
"Saljunya bakalan tebal ini, Jess," ucap Maurice.
"Yep. Sepertinya aku akan menginap disini mengingat saljunya cukup deras," jawab Jessica. "Meskipun apartemen aku dekat, bukan berarti aku akan nekad."
Maurice tertawa. "Jangan Jess. Nanti kamu akan mati kedinginan. Aku harus bilang apa sama paman dan ayahmu nanti?"
Jessica tersenyum. Siapapun tahu keluarga O'Grady New York dan Boston. Keluarga O'Grady New York adalah pemimpin PRC Group sementara O'Grady di Boston dikenal pemilik pabrik bir hitam khas Irlandia dan pabrik baja. Maurice tidak habis pikir melihat Jessica memilih bekerja di museum dengan gaji seperti uang jajan gadis itu.
"Janganlah Maurice. Papa dan Oom Bayu bisa ngereog." Jessica lalu ke meja resepsionis dimana tas berisikan makanan terdapat disana. "Yuk, kita makan. Joy membawakan banyak makanan."
"Thanks God, kita tidak kelaparan," senyum Maurice.
Keduanya menikmati makanan yang dibawakan Joy hingga tiba-tiba terdengar suara seperti tabrakan.
"Apa itu Maurice?" tanya Jessica.
"Aku akan memeriksanya!" ucap Maurice sambil membawa senter dan berjalan ke depan pintu masuk museum. Jessica pun berjalan di belakang Maurice sambil membawa senter juga.
Keduanya pun membuka pintu masuk museum dan melihat sebuah mobil van menabrak pot yang ada di depan tangga. Seorang pria pun turun dengan wajah gusar dan melihat kondisi mobilnya.
"Damn it ! Penyok!" umpatnya.
"Are you okay?"
Pria itu menoleh dan melihat seorang gadis berdiri disana mengenakan jaket tebal bersama dengan seorang satpam yang juga berjaket tebal.
"I'm fine. Tapi mobil dan pot bunga museum tidak aman," jawab pria itu.
Salju semakin deras membuat Jessica mendongakkan wajahnya. "This is not good. Mobilmu dikunci saja, kita ke dalam museum yang hangat. Kamu butuh kopi panas tampaknya," ajak Jessica.
"Sorry tapi kamu siapa mengajak aku ke dalam museum?" tanya pria itu.
"Jessica O'Grady, salah satu kurator di museum ini," jawab Jessica sambil mengulurkan tangannya dan disambut pria itu.
"Nick Perrelli. Sopir catering," senyum pria itu sambil memperlihatkan nama cateringnya.
"NP's Halal Food?" baca Jessica. "Apakah ada makanan di dalam? Takutnya basi nanti."
"Ada sih. Sisa jualan tadi. Apa aku ambil saja ya? Buat makan kita di dalam karena aku tidak yakin akan bisa pulang."
"Lebih baik begitu. Biar aku bantu," ucap Maurice. "Oh aku Maurice, by the way."
"Hai Maurice, aku Nick," senyum pria itu sambil membuka pintu belakang Van nya. Mereka pun membawa beberapa kotak makanan dan botol air mineral untuk dibawa ke dalam museum. Nick mengunci pintu mobilnya dan masuk ke gedung besar itu.
"Museum ini memangnya buka?" tanya Nick ke Jessica.
"Buka tapi tetap sepi karena cuaca," jawab gadis itu.
"Ini musim dingin terparah sih menurut aku," timpal Nick.
Mereka pun masuk ke dalam museum dan suasana hangat pun terasa.
"Hai Dino," sapa Nick ke kerangka dinosaurus yang ada disana.
"It's T-Rex, actually," senyum Jessica.
"Ah ...." Nick mengangguk.
"Kita piknik disini saja. Saljunya semakin tebal," ucap Maurice yang melihat dari jendela. "Lalu lintas pun lengang dan jarak pandang juga tidak bagus."
"Sementara kita aman disini." Jessica tersenyum ke arah Nick.
"Kita tidak kekurangan makanan juga," kekeh Nick yang memperlihatkan kotak-kotak makanan sisa jualannya tadi.
"Alhamdulillah ...," jawab Jessica membuat Nick menoleh.
"Kamu ... Muslim?" tanya Nick dengan wajah terkejut.
"iya. Kamu?"
"Alhamdulillah sama."
Keduanya saling tersenyum.
***
"Jadi kamu ada keturunan Belanda dan Indonesia dari ayahmu?" tanya Jessica saat mereka makan makanan buatan Nick.
"Yes. Aku bisa bahasa Belanda, sedikit Indonesia dan fasih bahasa Jepang, tulisan dan spoken karena ayahku dulu ditugaskan di Okinawa. Dia seorang tentara angkatan darat dan sekarang tinggal di Bronx bersama anjing kesayangannya."
"Ibumu?"
"Meninggal saat aku kuliah culinary disini. Pneumonia yang terlambat ketahuan."
"I'm so sorry to hear that," ucap Jessica tulus. "Lalu bagaimana kamu bisa berjualan makanan halal?"
"Aku suka memasak dan tidak mudah mendapatkan makanan halal bukan? Jadi kenapa tidak aku sendiri yang memulai. Aku mulai empat tahun lalu dan Alhamdulillah berjalan dengan baik."
Jessica mengernyitkan dahinya. "Kenapa aku tidak tahu ya?"
"Kamu tinggal di daerah mana?"
"Dekat the plaza."
Nick tersenyum. "You're rich!"
"Tidak seperti itu. Yang kaya orang tuaku, aku hanya mendapatkan lungsuran dari mereka," kekeh Jessica.
"Apa maksudmu?"
"Itu apartemen bekas dipakai ibuku."
"Tetap saja, kamu gadis kaya," senyum Nick.
"Ayo, aku ajak untuk melihat-lihat museum," ajak Jessica.
"Oke. Aku rasa aku ingin melihat semuanya." Nick pun berjalan berdampingan dengan Jessica.
Visual Jessica dan Nick.
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa gaeeesss
Akhirnya setelah menunggu setahun, anak Shane O'Grady dan Apsarini Neville launching juga.
Thank you for reading and support author
don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️ 🙂 ❤️
Joy menjalankan mobilnya dengan kecepatan 40km/jam karena lebatnya salju. Disaat dirinya hendak masuk tol, ternyata macet panjang karena pandangan yang menyulitkan hingga semua mobil harus mengikuti Contra flow untuk menghindari kecelakaan yang tidak diinginkan.
Joy lalu mencari jalan alternatif dan menemukan jalan berbeda yang masuk ke dalam kota kecil di tengah-tengah antara New York dan Philadephia.
"Setidaknya bisa ke Washington sebelum malam tahun baru," gumam Joy karena dirinya ada pekerjaan tanggal lima Januari. Joy ingin menghabiskan waktu di Washington bersama dengan sepupunya disana. Joy memiliki sepupu kandung bernama Rylee Neville dan ada Naradipta Yustiono. Gadis itu memilih menghabiskan malam tahun baru di Washington karena tidak mau ikut kedua orang tuanya ke Dublin. Musim salju di Dublin lebih menyebalkan dibandingkan di Amerika.
Tapi untuk kali ini, dia sangat kesal dengan musim dingin di Amerika. Joy pun menyetir menuju area kota kecil bernama Crystal Valley. Joy melihat khas kota kecil di Amerika dengan bangunan-bangunan yang paling banter memiliki tiga lantai. Masih ada rumah kayu dan bangunan khas Amerika.
Joy bisa melihat lampu-lampu hias banyak menyala disana dan para penduduknya sangat antusias menyambut natal. Joy tersenyum karena tampak terang. Gadis itu menjalankan mobilnya hingga dirinya terkejut ada seekor rusa berlari di depannya hingga dia harus banting setir dan menabrak tong sampah.
Joy merasakan deg-degan karena dia mengalami selip akibat ban mobilnya mengenai tumpukan salju.
"Ayo ! Come on!" ucapnya berulang sambil berusaha mengeluarkan mobilnya dari salju. Joy merssa kesal karena tidak bisa lepas dari salju lalu memukul setirnya. "Damn it!"
Suara ketukan di kaca jendelanya, membuat Joy terkejut dan membukanya.
"Are you okay miss ?" tanya seorang pria bermata biru menatapnya cemas.
"Oh, mobilku selip gara-gara menghindari rusa," jawab Joy.
"Pasti rusanya Mr Boulvedeer. Dia akan menjadi Santa Claus tahun ini. Rusanya memang hobi kabur." Pria itu lalu melihat kondisi mobil Joy. "Miss, mobilmu terjebak dan baru bisa kita lihat besok apalagi ini sudah malam. Salju sangat lebat. Ayo turun, aku rasa kamu butuh hot Choco."
Joy menatap pria itu. "Dimana ada dinner buka?"
"Tuh, ada toko roti. Kamu tidak bisa kemana-mana malam ini."
Joy memajukan bibirnya pertanda dia kesal dan mau tidak mau harus turun. Joy mematikan mesin mobil dan mengambil tas Goyardnya lalu turun dari Mini Cooper kesayangan.
"Apakah disini ada penginapan? Aku tidak mungkin tidur di dalam mobilku," ucap Joy dengan wajah jengkel yang tidak dia tutupi.
"Bisa aku usahakan. Hai, aku Ben Andrews," senyum pria itu sambil mengulurkan tangannya dan disambut Joy.
"Joy O'Grady tapi saat ini aku sedang tidak merasa 'joy' ( bahagia )," balas Joy sambil cemberut. "Akh!"
Joy terpeleset lantai yang licin dan untungnya Ben langsung memeluknya hingga dia tidak jatuh. Keduanya saling berpandangan dan mata biru Ben menatap mata coklat Joy.
"So ... Sorry ... licin," ucap Joy yang masih memegang mantel Ben.
"Sepatumu tidak cocok, Joy," senyum Ben.
"Aku salah sepatu," gumam Joy yang melihat hak Louboutin nya patah. "Yah, patah pula!"
Ben tersenyum. "Kamu punya sepatu lain miss O'Grady?"
Joy mengangguk sambil cemberut. "Ada. Maklum lah sepatu ini sudah tujuh tahun." Gadis itu melepaskan sepatunya dan berjalan menuju mobilnya. Joy menyimpan Louboutin nya dan mengambil UGG nya yang langsung di pakai.
"Itu lebih baik, Joy," ucap Ben.
"Yup. Sepertinya aku memang butuh hot Choco."
Ben menggandeng tangan Joy membuat gadis itu menatap bingung.
"Biar kamu tidak terpeleset."
"Oh."
Ben mengajak Joy masuk ke dalam toko roti dan gadis itu langsung mencium harum roti serta kopi.
"Dimana pemiliknya?" tanya Joy sambil celingukan. "Duh ada croissant. Isinya apa?"
"Beef," jawab Ben sambil berjalan ke balik pantry dan membuatkan hot Choco untuk Joy.
Gadis itu terkejut saat melihat Ben yang melayani semuanya. "Tunggu ... Toko roti ini ...?"
"Milikku," jawab Ben santai. "Ambil saja roti yang kamu suka Joy. Hawa dingin pasti membuat kita mudah lapar."
Joy menatap Ben dengan tatapan tidak percaya. "Apakah kamu yakin ? Aku makannya banyak."
Ben tersenyum. "Yakin."
"Oke !" Joy mengambil satu croissant daging, satu roti coklat dan roti keju. Gadis itu membawa nampannya ke meja dan Ben menghampiri sambil membawa dua mug hot Choco.
"So, apa yang kamu lakukan di Crystal Valley?" tanya Ben ke Joy yang asyik makan croissant nya.
"Hhhmmm ... Ini enak Ben. Oh, aku mau ke Washington tapi tol ditutup karena salju menggila dan ada Contra flow jadi semua kendaraan dialihkan ke jalan alternatif. Aku mendapatkan rute kemari."
"Ada apa kamu di Washington?" tanya Ben yang bisa melihat baju yang dipakai Joy semuanya silent luxury.
"Pekerjaan."
Ben mengangguk. "Tapi kenapa pakai mobil? Pesawat pasti sudah tidak mungkin terbang tapi kenapa tidak naik kereta?"
"Kereta ditunda dan aku memang sudah ingin berkumpul dengan para sepupu aku di Washington. Sekarang kalau sudah begini, aku harus menunggu salju reda dong! Ah, aku harus menghubungi sepupu ku di Washington. Takutnya bingung menunggu aku." Joy mengambil ponselnya dan menghubungi Rylee.
"Kamu dimana Joy? Aku melihat berita di tv cuaca tidak bagus !" tanya Rylee Neville.
"Aku di kota kecil bernama Crystal Valley. Mobilku selip gara-gara ada rusa melintas dan harus menunggu besok pagi."
"Ya sudah. Hati-hati Joy. Cari penginapan disana dan kalau kamu sudah mau kemari, kabari aku," ucap Rylee.
"Thanks Ry. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Ben terkejut karena Joy ternyata seorang muslim.
"Kamu ... Muslim?" tanya Ben.
"Iya. Kenapa?"
"Tidak apa-apa," senyum Ben.
"Kamu membuat sendiri rotinya?" Joy memakan roti kejunya.
"Sebagian tapi aku memiliki orang yang membantu," senyum Ben.
"Ini enak." Joy menghabiskan roti kedua.
Ben tertawa melihat Joy sangat menikmati rotinya. "Kamu suka makan ya?"
"Hu um. Makanya badan aku gemuk. Padahal sudah olahraga, yoga dan pilates tapi tetap saja gempal."
Ben tersenyum. "Yang penting sehat Joy."
"Touché," timpal Joy. "Oh, dimana penginapannya?"
"Ah, aku hampir lupa. Sebentar-sebentar, aku hubungi Mary dulu apakah ada kamar kosong." Ben mengambil ponselnya dan menghubungi pemilik penginapan. Kota kecil di Amerika itu biasanya semua kenal semua dan hubungan mereka dekat. Jadi jika ada sesuatu, bisa saling membantu.
"Mary, apakah penginapan kamu ada kamar? Ini ada miss Joy O'Grady yang mobilnya selip terpaksa harus menginap disini," tanya Ben yang menatap Joy.
Please semoga ada ... Semoga ada.
"Ada? Oke. Nanti aku antar ke penginapan kamu."
Joy tampak lega. Alhamdulillah.
Visualnya Joy dan Ben
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️ 🙂 ❤️
National Historic Museum Manhattan New York
"ini bagian Timur Tengah dan kamu bisa melihat semua artifak yang kami punya dari jaman Mesir kuno, Babilonia, Persia," ucap Jessica dengan mata berbinar saat menjelaskan satu persatu koleksi museum yang ada disana.
Sekilas tentang Babilonia (bahasa Yunani: Βαβυλωνία, Babilonia), lengkapnya disebut Kekaisaran Babilonia atau Negeri Babilonia, adalah negara dan daerah kebudayaan purba penutur bahasa Akkadia yang berlokasi di tengah kawasan selatan Mesopotamia (sekarang Irak dan Suriah). Pada 1894 SM, bangsa Amori mendirikan sebuah negara kecil dengan wilayah kedaulatan yang juga mencakup kota administratif Babilon. Pada zaman Kekaisaran Akkadia (2335–2154 SM), Babilonia hanyalah sebuah kota kecil di salah satu daerah bawahan. Keadaan ini berubah pada zaman Kekaisaran Babilonia Lama. Babilonia Pada masa pemeritahan Hamurabi, Babilonia diperbesar dan dijadikan ibu kota. Sepanjang maupun sesudah masa pemerintahan Hamurabi, Babilonia disebut "Negeri Akkadia" (bahasa Akkadia: Māt Akkadī) untuk mengenang kegemilangan Kerajaan Akkadia yang sudah lampau.
Sumber Wikipedia
"Kamu sangat menyukai artifak dan sejarah ya, Miss O'Grady?" senyum Nick.
"Oh, panggil saja aku Jess," jawab Jessica. "Meraka sangat fascinating bukan?"
Nick mengangguk. "Aku rasa juga begitu. Bagaimana kita yang memiliki teknologi lebih maju, tetap tidak bisa membuat Piramida persis seperti di Mesir bukan dengan rongga ruang yang mirip labirin plus jebakan disana. Itu kan aneh! Kok kita bisa kalah dengan bangsa Cleopatra yang teknologinya boleh dibilang, terbatas."
Jessica menatap Nick dengan tatapan geli. "Kamu mulai berjalan pola pikirnya, Nick?"
"Well, hanya sedikit realistis. Kita punya gedung pencakar langit, oke. Tapi tidak ada yang bisa membuat relief macam di candi atau bangunan prasejarah kuno lainnya. Benar kan?" jawab Nick.
Jessica cekikikan. "Oh, Nick. Kamu sangat lucu."
Suara ponsel Jessica berbunyi dan gadis itu menerimanya. "Assalamualaikum mommy ... Aku ? Terjebak di museum. Oh ada Maurice dan Nick Perrelli ... Oh bukan, dia bukan pengunjung karena museum sudah tutup ... Apa? Joy terjebak di Crystal Valley? ... Nick? Oh, mobilnya menabrak pot besar milik museum akibat salju lebat ... Iya benar mommy. Kami menunggu untuk bisa keluar. Makanan? Mommy tenang saja, ada banyak. Nick punya food truck dan makanannya sudah dibawa masuk supaya tidak basi ... Baik mommy. Wa'alaikumsalam." Jessica memasukkan kembali ponselnya ke dalam jaket tebalnya. "Sorry, my mommy."
"I see. Siapa itu Joy?" tanya Nick.
"Saudara kembar aku. Rupanya dia juga terjebak salju di kota bernama ... Crystal Valley? Memang itu dimana sih?" balas Jessica.
"Aku rasa antara Philadelphia?" jawab Nick.
"Coba aku cek di google." Jessica mencari nama kota Crystal Valley. "Kamu benar Nick ! Diantara New York dan Philadephia."
"Aku rasa saudara kembar kamu akan aman-aman saja disana. Setidaknya itu kota kecil dan tidak terlalu primitif juga," ucap Nick yang juga mencari di ponselnya.
Jessica menatap judes ke Nick. "Jangan mentang-mentang kamu sedang terdampar di museum terus kamu bilang kota primitif!"
Nick terbahak. "Sorry. Ini ternyata kotanya juga lumayan cukup lengkap ... Ada klinik kecil, motel, restauran ... Toko roti. Yakin saudara kamu tidak kekurangan makanan."
Jessica menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba ...
DHHHUUUUAAAAARRRRR!
Terdengar suara ledakan dan museum pun langsung gelap gulita membuat Jessica mendekat ke Nick secara reflek. Jessica memekik pelan saat Nick memeluk tubuhnya.
"Ini aku Jess." Nick mengambil ponselnya dan menyalakan lampu flashnya begitu juga dengan Jessica. Saling berpelukan, keduanya memilih keluar dari area timur tengah dan menuju lobby depan.
"Apa itu meledak?" gumam Jessica.
Keduanya meras lega saat genset museum menyala hingga gedung itu tidak gelap-gelap sangat. Nick melepaskan pelukannya dan berjalan menuju pintu depan. Rupanya jalanan juga gelap dan beberapa gedung yang memiliki genset baru menyala. Nick melihat gardu listrik yang berada dekat central park terbakar.
"Ada apa Nick?" tanya Jessica dan keduanya menoleh saat mendengar langkah kaki. Tampak Maurice ikut ingin tahu dengan apa yang terjadi.
"Gardu listrik area sini terbakar. Lihat !" Nick menunjuk ke arah gardu listrik yang sedang dihampiri para Polisi yang patroli.
"Keberatan salju," gumam Jessica.
"Bisa jadi. Jadinya masuk dan korslet deh. Ayo kita masuk saja karena saljunya makin tebal." Nick menutup pintu besar itu.
***
Crystal Valley
Ben mengantarkan Joy ke penginapan yang berjarak beda dua blok dari toko roti. Ben membawakan duffle bag milik Joy dan mereka masuk ke dalam penginapan yang nuansanya sangat country. Joy merasakan kehangatan di penginapan apalagi dengan hiasan natal dimana-mana.
"Mary? Mary? Kamu dimana? Ini aku. Ben." Ben menyentuh bel di meja resepsionis dan Joy tersenyum karena masih dengan cara tradisional sementara banyak yang sudah tidak seperti itu.
Bahkan penginapan di Silverstone sudah self check in. - batin Joy mengingat penginapan milik Oma Georgina Al Jordannya.
"Hai Ben," sapa wanita berumur yang bisa kamu temui di buku cerita tentang gambaran nenek baik hati, dengan rambut putih, kacamata dan wajah yang hangat, tidak lupa pipinya yang merah. Wanita yang dipanggil Mary itu memakai sweater khas Natal bewarna merah dengan motif Santa disana. "Oh hai, kamu pasti Joy O'Grady. Tadi Ben sudah bilang padaku."
Mary dan Joy saling bersalaman.
"Aku minta tolong, mobil Joy selip dan tahu sendiri bengkel masih tutup kan? Jadi daripada tidur di mobil."
"Oh Ben. Kenapa Joy tidak tidur di rumah kamu, Ben?" kekeh Mary.
"Yang benar saja. Aku kan gentleman," sungut Ben membuat Joy tersenyum.
"Aku hanya bercanda Ben. Ayo Joy, aku antar kamu ke kamarmu." Mary mengajak Joy ke penginapan yang sebenarnya adalah rumah biasa yang disulap menjadi penginapan.
Joy melihat kamar yang sangat country style dengan nuansa warna broken white.
"Ini ... Cantik sekali Mary," ucap Joy. "Seperti pulang ke kamar sendiri."
"Terima kasih, Joy. Aku senang kamu senang dengan kamar ini."
Ben masuk sambil meletakkan duffle bag milik Joy. "Aku harap kamu betah disini sampai besok. Semoga salju tidak seperti malam ini."
"Thanks Ben," senyum Joy.
"Aku pulang dulu. Takut tidak bisa melihat jalan dengan turunnya salju." Ben mengulurkan tangannya ke Joy. "Sampai besok Joy. Semoga Bones besok bisa melihat kondisi mobil kamu."
"Bones?" tanya Joy bingung.
"Montir disini," jawab Mary. "Nama aslinya Bobby hanya saja karena dia kurus, jadi kami memanggilnya Bones."
"Untung buka skeleton," kekeh Ben.
"Kamu tuh, jangan seperti itu," tegur Joy.
"Kamu akan setuju dengan ucapanku saat kamu melihat Bones sendiri," senyum Ben.
Masa sih?
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!