NovelToon NovelToon

Who?

Kepergian Velia

Gadis cantik dengan lesung pipi tersenyum lembut saat temannya masuk ke kamarnya. Dia yang tadinya berbaring, mengambil posisi duduk bersandar di kepala ranjang

"Gak usah senyum senyum sama gue" celetuk Lisya yang langsung duduk di pinggiran ranjang

Velia Ra Wana, anak dari pengusaha di bidang tekstil. Keluarga Wana termasuk jejeran keluarga terkaya. Keluarga Wana juga populer karena aura bangsawan melekat bahkan dijuluki keluarga darah biru dari dulu hingga sekarang.

Velia hanya terkekeh pelan melihat ekspresi kesal gadis itu. Sungguh imut karena bentuk bibir atas nya yang tebal

"Udah sakit sakitan masih aja ketawa" Lisya kembali menyeletuk menatap temannya ini

"Abisnya lo lucu kalau lagi kesal, bibir lo itu monyong monyong unyu" Velia berucap sambil menirukan bibir Lisya saat marah marah

Lisya Lupiana Cheryl, wajah cantik manis tapi tak seperti omongannya, bisa dibilang kasar. Ia tak berasal dari keluarga kaya raya tapi termasuk lebih dari cukup kebutuhannya. Dia berteman dengan Velia dari SMP

"Sampai kapan lo diam gini, nunggu mati?" Sentak Lisya dengan ekspresi serius tetapi tak serius dengan ucapan yang terakhir itu

Velia tau kemana arah pembicaraan Lisya ia hanya tersenyum kecil. "Lo berharap gue mati"

"Iya! biar gue gak liat orang selemah lo lagi" celetuk Lisya. Ia hanya sedang kesal karena gadis itu bersikap lemah

"Ntar nangis kayak gue masuk rumah sakit bulan lalu" cibir Velia

Lisya mengalihkan pandangannya lalu menghela nafas pelan. "Gue serius Vel! Lawan mereka, gue gak mau liat lo sakit kayak gini" nada gadis itu berubah sedih

Velia gadis itu hanya tersenyum lemah dan itu menambah kebencian dalam hati Lisya. Lisya benci Velia masih bisa tersenyum disaat sudah menderita seperti sekarang. Lisya benci Velia tak melawan para penindas. Lisya benci Velia tetap bertahan di sekolah yang tidak menangani kasus kekerasan

Velia menjadi korban pembullyan. Lisya masih pusing dengan penyebab gadis itu terus terusan di bully. Karena Velia miskin? tidak masuk akal! Dari nama belakang saja orang-orang akan tau sekaya apa keluarga Wana. Karena Velia jelek? Gadis itu cantik, putih, tinggi, terlalu kurus saja sih. Karena dia bodoh? Dia mendapatkan peringkat kedua umum di sekolah dan banyak mengikuti olimpiade, itu sudah membuktikan seberapa encernya otak gadis itu

Itu penyebab nya. Gadis itu sempurna hingga menimbulkan rasa iri dengki dalam lubuk hati para manusia di sekolahnya. Lisya akui kadang ia juga iri tapi apakah memang harus dengan kekerasan untuk melumpuhkan Velia

"Apalagi yang mereka lakuin" tanya Lisya

"Bukan mereka yang lakuin" elak Velia

"Lo masih anggap gue temen kan?" ujar Lisya datar namun mengintimidasi

Tentu saja Lisya adalah sahabat nya yang terbaik dan Velia langsung menjawab "Gue disiram habis itu dikurung di toilet tapi gue gak papa kok" 

"Udah demam gini lo bilang gak papa? Gue panik denger lo pingsan dan dengan entengnya lo bilang gak papa" omel Lisya

Velia hanya menunduk "maaf ya"

"Diem lo! Manusia yang harus nya minta maaf tu harusnya tu orang yang sok berkuasa di PHS" sungut Lisya

"Makasih udah khawatir gue dan maaf kalau nyusahin" ujar Velia dengan lembut

Lisya mendengus sebal mendengar gadis di depannya. "Njir! mereka yang nampol kepala lo pakai kursi ada gak minta maaf?"

Velia hanya diam tak berkutik "Harus nya mereka udah dihukum kalau lo gak diam aja dan bongkar semuanya" lanjut Lisya.

"Maaf... Gue gak berani" ujarnya lemah karena ingin menangis

Lisya kembali mendengus kesal karena temannya sedih karena mendengar ucapannya yang kasar. "Pantas aja lo digituin, hati lo terlalu lembek" Lisya memang harus mengontrol mulutnya sekarang

Hening sejenak, Lisya kembali membuka suara "Apalagi alasan lo ke ortu lo?"

"Kehujanan" cicit Velia

Sungguh Lisya tak bisa berkata-kata lagi. Gadis ini punya kekayaan dan kekuasaan, ayah nya pasti dengan mudah menjatuhkan orang-orang yang melukai putrinya. Tapi putrinya saja lemah lembut diancam dikit langsung ketar ketir dan Lisya masih tak tau apa ancaman yang berhasil membuat Velia tak berkutik

"Untung bapak emak lo lagi ke luar negeri, kalau gak mana percaya dia, lah sekarang lagi musim kemarau" ujar Lisya

Pintu di buka dengan kasar dari luar. Velia dan Lisya hanya dapat mengelus dada melihat manusia yang baru masuk ke dalam kamar Velia

Dia adalah Sabela Falena, teman Lisya dan Velia. Mereka bertiga sangat dekat dari SMP hingga sekarang

"Velia, are you okey?" Sabela meneliti teman di depan nya dan saat tangan nya menyentuh kulit gadis itu ia langsung mengaduh karena panas nya badan Velia

"Okey okey okey, orang nya pucat mati gini masih aja ditanyain are you okey" ujar Lisya dengan sewot

"Mulut gue gak pernah ngomong sama Lo" celetuk Sabela

"Pasti ulah Seira dan antek-anteknya! Sumpah sebel banget gue sama tu orang" kesal Sabela pada Lisya

"Yaudah tonjok jambak, itu aja susah" ucap Lisya dengan santai

Sabela kemudian berdecak "Lo gak sekolah di PHS jadi mana tau kekuasaan Seira di sekolah"

"Lah lo berdua juga kaya" celetuk Lisya

"Nyatanya bukan hanya uang yang membuat orang punya kekuasaan"

...****************...

Derap langkah cepat terdengar di koridor sebuah rumah sakit. Lisya berhenti di sebuah ruangan. Membuka pintu dengan gemetaran dan saat terbuka suara tangisan histeris yang terdengar

Seragam masih melekat karena ini masih jam pelajaran. Lisya membolos saat mendapati pesan singkat dari Sabela saat istirahat

"Ca"

"Sabela jatuh dari rooftop"

"Sekarang lagi di rs"

"Ca..." itu suara Sabela. Gadis itu berdiri dan langsung memeluk Lisya

Tangisan kembali terdengar dan Lisya juga ikut menitikkan air mata. Dia membalas memeluk Sabela dengan erat seolah menyalurkan rasa sedih yang mendalam

Sabela melepaskan pelukan lalu mendorong punggung Lisya dengan pelan. Ia menuntun gadis itu ke arah bankar dimana terdapat manusia yang diselimuti kain putih. Sabela mundur memberi ruang kepada Lisya

Sungguh Lisya mempunyai harapan jika mereka salah orang seperti di film yang pernah ia tonton. Tangannya dengan gemetaran memegang ujung kain putih di bagian atas

Perlahan hingga wajah itu terlihat sempurna tapi tidak dengan bentuknya. Lisya menangis lalu memeluknya dengan erat

"VEL JANGAN PERGI" teriaknya dibarengi dengan tangisan histeris

"Vel... Plis bangun, gue bercanda nyuruh lo pergi." Bisiknya dengan sesenggukan

"Katanya lo pengen ortu nonton lo tampil dance minggu depan, ayo bangun dan tunjukkin ke ortu lo kalau lo pengen jadi idola bukan dokter" Lisya kemudian mengguncang tubuh tak bernyawa itu

Sabela mendekat lalu memegang sebelah bahu Lisya "Udah Ca... Ikhlasin" ujar nya dengan pelan

Lisya tertunduk, percuma juga dia menangis histeris begini. jika sudah takdir memang tak bisa lagi di ubah.

"Bel... Keluarga nya udah dihubungin" tanya Lisya yang masih tersedu sedu

"Udah" jawab Sabela

Sabela terdiam kemudian lanjut berucap lagi "Ca... Kata dokter dia nemuin beberapa bagian yang kayak kena kekerasan fisik"

...****************...

Berlalu

"Ada apa Lisya?" pertanyaan dari ayah kandung Velia

Lisya sekarang berada di ruang tamu kediaman Wana. Tentunya tidak sendiri, ia ditemani Sabela yang hanya menunduk takut. Sabela takut pada ayah Velia. Memang aura seram pria itu tak ada tandingannya.

"Om... Lisya mau menanyakan sesuatu apakah om tidak keberatan?" tanya Lisya dengan ramah. Tentu nya harus ramah dan lembut karena dia berhadapan dengan keluarga Wana yang dijuluki keluarga bangsawan

" Silahkan" jawab nya singkat

Lisya sedikit gugup menghadapi keluarga bangsawan ini. Memang di sana tidak hanya ada ayah Velia tapi juga ada ibu dan kakak laki-laki Velia.

"Om, mengapa tubuh Velia tidak otopsi atau mungkin sedikit diselidiki kasus nya. Mana tau yang dilakukan Velia bukan keinginan nya sendiri" akhirnya ucapan itu keluar setelah delapan hari kepergian Velia

Ayah Velia menaikkan sebelah alisnya lalu berucap dengan datar "Jadi maksud mu ada pihak lain yang terlibat dengan kejadian Velia itu"

"Mungkin om" ujar Lisya dengan singkat

"Sudahlah jangan mengungkit kejadian itu, yang berlalu biarlah berlalu" ujar Pria itu dengan tegas

Berlalu? Kasus Velia memang berlalu dengan cepat. Keluarga Wana dengan cepat menghalau kasus ini untuk terdengar publik. Alasannya? Mereka tidak ingin citra mereka hancur hanya karena aksi yang mereka yakini Velia bundir.

Padahal dokter yang menangani Velia sudah mengatakan ada beberapa bagian tubuh yang seperti terkena kekerasan fisik. Tapi mereka tetap tak ingin melakukan penyelidikan dengan alasan tidak masuk akal.

"Citra keluarga Wana akan buruk jika kasus ini terdengar publik" itu yang dikatakan ayah Velia

"Om coba selidiki dulu" ujar Lisya dengan pelan

"Untuk apa? Untuk mengetahui jika penyebab gadis itu mengakhiri hidupnya karena tidak ingin menjadi seorang dokter"

Lisya menunduk sedih, walau Velia tak ingin menjadi dokter tapi gadis itu tetap ingin mewujudkan impian ayah nya itu. Tentu dengan berangan angan suatu saat ayahnya mengizinkannya jadi idol. Walau tak mungkin.

Satu yang Lisya sadari, ayah Velia memang tak peduli. Padahal dulu ayah Velia tetap perhatian walaupun sibuk. Sekarang apakah situasi berubah karena kepergian Velia? Atau memang dari dulu tidak peduli pada Velia tapi Lisya yang baru menyadarinya?

"Masih ada yang ingin kamu katakan?" tanyanya dengan datar

"Mas jangan terlalu keras, mereka hanya masih belum terima" ujar wanita yang sangat mirip dengan Velia. Tentu saja karena dia adalah ibu Velia

"Lisya tenang saja, Velia sudah tenang dan kami juga tidak ingin membesar besarkan masalah ini. Jadi tolong ikhlasin ya, Lisya" ujar ibu Velia dengan ramah ketimbang suaminya

"Maaf tante" seperti nya Lisya tertular penyakit Velia. Meminta maaf padahal tidak ada salah ia hanya ingin memberi Velia keadilan.

"Tidak apa-apa Lisya" jawab wanita itu lalu tersenyum lembut

"Tidak ada waktu lagi, ayo pergi" ujar ayah Velia menggandeng istrinya

"Lisya Sabela, kami pergi dulu" pamit ibu Velia

"Hati-hati om tante" ujar Sabela dan Lisya bersamaan

Ayah ibu Velia pergi ke luar negeri lagi untuk mengurus kerjaan yang belum selesai karena kepergian anak bungsunya. Mereka pergi disaat kepergian Velia baru menginjak 8 hari.

"Vicky, apakah kamu tidak ingin ikut mengantar kami ke bandara?" tanya ibu Velia pada anaknya yang dari tadi hanya diam mendengarkan percakapan Lisya dan suaminya.

"Tidak ibu, aku di rumah saja. Hati-hati" jawab laki-laki bernama Vicky dengan singkat

Ibu Velia hanya mengangguk memaklumi karena anaknya memang malas keluar jika bukan ada kerjaan. Pasangan suami istri itu pergi meninggalkan tiga manusia yang hanya berdiam diri.

"Ca, kita pulang aja deh. Liat noh aura kak Vicky nyeremin persis kayak bapaknya" bisik Sabela pelan

Lisya tak menjawab tapi dia menatap intens kakak laki-laki Velia itu. Tau ditatap, Vicky hanya menaikkan sebelah alisnya.

Lisya tak gentar saat ditatap balik dengan tatapan intens itu "Kak Vicky, apakah tawaran kakak dulu masih berlaku?" tanya Lisya dengan tiba-tiba

Sabela dan Vicky hanya mengernyit bingung. "Tawaran apa dan kapan?" tanya Vicky bingung

"Tawaran kakak buat masuk PHS" jawab Lisya

Vicky mengangguk setelah mengingat nya. Tawaran itu ia berikan saat Lisya, Velia, Sabela lulus SMP. Ia menawari Lisya berulang kali tapi Lisya tidak mau dan memilih masuk ke SMA Harapan Bangsa

"Masih, lo tertarik?" tanya Vicky

Lisya mengangguk pelan membuat Sabela melotot "Ca.. lo kenapa sih?" heran Sabela karena permintaan Lisya yang mendadak tanpa memberi tahunya

"Lo diam aja Bel" titah Lisya pada Sabela

Vicky tersenyum simpul. Dia tak bodoh untuk menyadari jika Lisya masih penasaran dan ingin mencari petunjuk di sekolah adiknya yang sudah kehilangan nyawa "Gue daftarin secepatnya" ujar Vicky

Obrolan mereka berakhir, Lisya dan Sabela meninggalkan kediaman Wana. Di dalam mobil Sabela, Velia hanya melamun berharap keputusan nya tidak salah. Dia cukup kesal jika mengingat obrolan nya dengan ayah Velia maka dari itu, entah dari mana tiba-tiba terlintas ide untuk ia yang mencari tahu sendiri di PHS. Untungnya Vicky mau membantu

"Ca maksud lo apa sih? Tiba-tiba banget pengen masuk PHS?" Ujar Sabela dengan heran

"Kita harus selidikin Vel! Cuma kita yang bisa ngasih keadilan buat Velia" ujar Lisya

"Tapi ayah Velia ada benarnya juga Ca, Velia udah gak ada buat apa selidiki lagi"

"Setidaknya kita kasih keadilan buat Velia, sahabat kita"

Sabela hanya menghela nafas pelan. "Gue ikut sama lo Ca" ujar Sabela

"Kita harus nangkap orang yang terlibat" ujar Lisya dengan tekat yang bulat

Sabela hanya mengangguk singkat lalu tersenyum kecil "Semoga keputusan kita udah bener"

...****************...

Lisya menghela nafas panjang lalu berjalan pelan memasuki kediaman Wana. Kali ini dia sendiri karena Sabela pergi dengan ibunya.

Lisya sedang duduk di sofa ruang tamu lalu bertanya pada pelayan yang menyajikan minuman dan camilan "Bibi apakah aku boleh masuk ke kamar Velia?" tanya Lisya

"Silahkan tanya pada tuan muda, nona. Bibi tidak punya hak untuk itu" jawab pelayan itu dengan ramah

"Kak Vicky masih lama?" Tanya Lisya

"Belum tau nona" kemudian pelayan itu pamit pergi mengerjakan tugasnya kembali

Lisya tak sabaran, ia berdiri lalu menaiki undakan tangga untuk ke lantai 2.Tepat sekali! Ia bertemu Vicky yang baru ingin turun.

"Kemana?" Tanya pemuda itu

"Nyariin kakak" jawab Lisya singkat

"Untuk pembahasan kepindahan lo nanti aja, gue mau makan dulu" jelas nya. "Ikut makan?" Tawar nya pada Lisya

"Enggak deh kak" tolak Lisya

"Btw boleh gak aku masuk kamar Velia?" pinta gadis itu

"Masuk aja, gak dikunci itu" jawab Vicky

"Makasih kak" ujar Lisya lalu berlari pelan ke arah kamar Velia

Vicky hanya tersenyum kecil saat melihat tingkah sahabat adiknya ini. "Semoga temen lo berhasil, Vel" batinnya kemudian turun pergi ke ruang makan

Buku diary

Pintu dengan warna coklat itu berderit terbuka pelan. Menyalakan saklar lampu lalu Lisya mengamati kamar Velia yang tak berubah, Bahkan masih ada foto mereka bertiga di meja belajar Velia.

Lisya tertarik pada 3 buku di meja belajar Velia. Ia duduk di kursi itu dan mengambil buku paling atas. Itu sebuah album foto.

Tangan lentik Lisya membuka lembaran Album itu. Album itu ternyata adalah foto-foto Velia dan keluarganya. Terdapat foto dari ia kecil hingga ia telah memasuki kelas 11 sekarang. Sepertinya foto terakhir adalah foto mereka liburan 2 bulan yang lalu.

Foto-foto tersebut sangat menyentuh hati bahkan pria dengan watak menyeramkan itu banyak tersenyum di dalam album tersebut.

Lisya mengambil buku yang kedua yang ternyata juga album. Hati Lisya berdebar saat membuka lembar pertama album tersebut.

...Velia Ra Wana...

...Lisya Lupiana Cheryl...

...Sabela Falena...

Itu adalah album khusus foto-foto mereka. Lisya baru menyadari jika Velia mengoleksi foto-foto mereka. Lisya tertawa pelan karena kebanyakan foto di dalam nya adalah aib mereka bertiga.

Halaman berakhir, ia menangis pelan menggenggam album foto itu.

"Lo mau albumnya?" tanya Vicky tiba-tiba sudah ada dibelakang nya

Lisya terkejut lalu dengan cepat menghapus air matanya. Hendak berdiri lalu bahu nya ditahan oleh Vicky yang menyuruh nya duduk saja.

Lisya berdehem pelan takut suaranya serak saat bicara "Gak usah deh, kan punya Velia" nada nya tetap bergetar

"Simpen aja dari pada dibuang"

Lisya melotot tak terima, masa album mereka mau dibuang. "Gue bawa aja deh" jawab nya dengan cepat memeluk album itu

Vicky terkekeh pelan. "Untuk kepindahan lo udah di urus. Hari senin udah mulai masuk ya" ujar Vicky

"Makasih dan maaf kalau ngerepotin kak Vicky dengan keinginan gue yang tiba-tiba"

"No problem, lo adek gue juga" ujarnya lalu tersenyum tipis

"Terharu deh sekarang punya Abang" ujar Lisya dengan nada manja yang dibuat sealay mungkin

Vicky tertawa kecil, gadis ini bertolak belakang dengan Velia yang anggun.

"Mau jalan sama gue?" Tawar laki-laki itu

"Enggak dulu deh, gue mau langsung pulang aja kak" tolak Lisya ramah

"Cepet amat"

"Gue bilang sama nyokap cuma bentar aja tadi"

"Ortu lo udah tau kan lo pindah?"

"Aman" jawab Lisya sambil memberi satu jempol

"Ya udah gue anterin sekalian mau ngasih barang-barang sekolah lo" tawar Vicky

Lisya mengangguk singkat "Gue ambil kunci mobil dulu. cepetan turun gue tunggu di bawah" ujar Vicky kemudian pergi

Lisya menatap kepergian Vicky lalu menatap album dalam pelukannya. Tatapan nya beralih ke arah buku berwarna ungu. Lisya mengambil nya dan membolak-balik buku itu. Itu buku diary

Lisya mengambil buku itu dan bergegas pergi ke bawah. Menghampiri Vicky yang sudah menunggu di mobil.

Mereka berdua memasuki mobil. "Langsung pulang" tanya Vicky pada

"Iya kak"

"Bukunya taruh di belakang aja dulu"

"Gak usah, gue pegang aja"

...****************...

"Lisya beneran udah yakin masuk ke sana" tanya mama Lisya

Lisya, ibu dan ayahnya sedang duduk santai menonton film dengan genre komedi.

"Udah ma" jawab Lisya

"Awas aja ntar nangis gak punya temen, kamu kan keras kepala mana mau orang dekat-dekat sama kamu" cibir papa Lisya

Lisya mendengus sebal "Yang penting ada Sabela" ujarnya

"Pokoknya baik-baik di sana" ujar mama Lisya

"Iya mamaku"

"Dulu sok sokan nolak masuk sana" cibir papa Lisya

"Jangan diungkit ntar aku nyesel lagi masuk PHS" ucap Lisya dengan sebal

"Sana tidur besok masuk sekolah baru" titah papa Lisya

Lisya berdiri dari duduknya dan membuat gerakan hormat "Siap bos" ujarnya kemudian melenggang pergi

Lisya tak langsung tidur melainkan duduk di kasur dengan diary yang dia ambil di kamar Velia. Sedikit merasa aneh karena Velia masih menulis diary di zaman sekarang.

Ia membuka lembaran pertama hingga menampilkan tulisan tangan Velia.

"Kisah ku kelas XI"

Wah ternyata buku ini masih baru karena ia kelas 11, berarti baru jalan 2 bulan

July 22 "Semoga di ajaran baru ini semua yang buruk itu tidak terulang lagi. aku merasa takut dan senang sekaligus. Aku senang karena sekelas dengan pemuda permen itu. Semoga kekasih nya tak kasar lagi padaku"

July 23 "Aku salah paham, mereka berdua tidak pacaran. Hanya perempuan itu yang selalu mengejar pemuda permen itu"

July 24 "Ternyata aku salah! Dia tambah menakutkan"

Lisya mengernyit keningnya membaca kejadian 21 juli itu. Siapa yang gadis itu maksud? Apakah itu Seira yang diceritakan Sabela?

July 25 "Aku di kurung di gudang sekolah dan untungnya Lisya mencari ku"

Lisya mengingat kejadian itu. Hari itu Lisya dan Velia memiliki janji menginap di rumah Sabela. Jadi Lisya pergi ke rumah Velia terlebih dahulu. Pelayan bilang Velia belum pulang padahal ini sudah lewat 2 jam dari jam pulang PHS.

Flashback on

"Bibi panggilin Velia dong" ujar Lisya yang hanya berdiri di pintu rumah Velia

"Velia belum pulang non" jawab pelayan itu

Lisya mengernyit bingung mungkin gadis itu ada kegiatan di sekolahnya jadi dia menunggu di gazebo. Pukul 5 tapi Velia juga belum pulang. Lisya khawatir jadi dia langsung pergi ke sekolah Velia.

Sepi, tidak ada tanda-tanda ada kegiatan di dalam sana bahkan gerbang nya di kunci. Lisya menelpon nomor Velia tapi tak di angkat.

"Neng lagi ngapain?" tanya seseorang bapak-bapak pada Lisya yang berdiri menyandar di pagar

Lisya hanya tersenyum kikuk bingung mau menjawab apa

Bapak-bapak itu menatap Lisya dengan tatapan meneliti "Oh barang nona ada yang ketinggalan ya" ujar bapak itu sambil merubah panggilannya pada Lisya

Lisya ngeblank sejenak, mungkin pria ini menganggap jika Lisya siswi disini. "Dompet sama ponsel saya hilang pak, mana tau ketinggalan di sekolah"

"Waduh pasti mahal itu neng, ayo cari ke dalam sekalian saya mau cek ruangan" tawar pria itu yang sekarang Lisya tebak mungkin staf keamanan sekolah ini

Lisya tak menyia-nyiakan kesempatan dan hanya mengangguk singkat lalu mengikuti pria itu. Lisya harap keputusan nya ini benar dan tetap mempercayai pria di depannya ini.

Lisya takjub melihat isi sekolah ini. Sangat mewah pantas saja orang-orang mengidam-idamkan masuk kemari. Lisya menoleh kanan kiri, sekolah ini benar-benar kosong.

"Kursinya harus ganti ini" ujar pria itu mengangkat kursi itu keluar kelas

"Barang nya masih belum ketemu nona" tanya pria itu melihat Lisya yang masih membuntutinya

Lisya menggeleng lemah

"Besok saja carinya nona atau enggak besok cek CCTV. Ya udah saya mau ke gudang dulu, nona mau ikut?" Tawar pria itu

Lisya mengangguk lagi, dia tak bisa keluar sendiri dari sekolah yang besar ini.

Velia membuntuti pria itu dari belakang. Tampak pria itu bingung karena gudang terkunci. Ia menelusuri kunci kunci cadangan yang ia bawa. Pintu terbuka, ruangan itu sangat gelap dan pria itu mencari saklar lampu. Lisya hanya berdiri di depan pintu hingga sinar lampu menyinari ruangan itu.

"Astaga ha-hantu" ujar pria itu terbata-bata menatap manusia yang duduk di lantai dengan tangan berpangku pada kedua kakinya yang ia tekuk.

Lisya juga takut tapi kemudian sadar melihat sepatu gadis itu. "Velia" panggil nya

Velia dengan lemah mengangkat kepalanya. Menatap seorang pria dan kemudian gadis cantik yang sangat ia kenali.

Lisya berlari kemudian memeluk Velia dengan erat. Gadis itu berantakan bahkan ada bercak darah di sudut bibirnya.

"Vel kenapa lo disini?" tanya Lisya dengan khawatir

"Ini manusia non" tanya pria tadi masih syok

"Iya pak dia temen saya, saya pulang dulu pak" ujar Lisya dengan cepat memapah Velia

Tak ada waktu untuk menjelaskan pada pria itu karena keadaan Velia tidak baik-baik saja. Untung nya gadis itu masih sadar sehingga tak perlu di gendong.

Lisya menawari pergi ke rumah sakit atau paling tidak nya ke klinik tapi gadis itu menolak dan hanya ingin pulang. Lisya menghubungi Sabela hingga tempat menginap mereka berubah menjadi di rumah Velia.

Banyak pertanyaan yang terbesit di otak Lisya dan Sabela tapi tak ada yang keluar dari mulutnya karena keadaan Velia yang tidak baik-baik saja.

Velia tersenyum lembut menatap dua temannya "Ca... Makasih udah nolongin dan maaf kalau agenda kita kacau"

Flashback off

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!