NovelToon NovelToon

Jangan (Salahkan) Cinta

part 1 dan 2

Pagi-pagi sekali Clara sudah tiba di sekolahan. selain hari Senin upacara, dia tak ingin lagi jadi langganan masuk ruang BP.

Selama ini selain tomboy, Clara juga terkenal sedikit nakal dan tak jarang membuat onar. Kasusnya tak lain adalah perkelahian. Dia tak pernah mau diganggu, terlebih jika merasa dilecehkan kaum pria, dia tak segan-segan memberikan perlawanan.

"Clara!" panggil seseorang dari belakang.

Merasa tidak asing dengan suara itu, Clara langsung menoleh, dilihatnya sosok berkulit kuning langsat, setengah berlari kearahnya sambil menebar senyuman membuat wajahnya semakin nampak tampan dan kharismatik, "Kak Febry?" serunya membalas senyuman sang kakak kelas.

"Hey," sapa Febry canggung.

"Cuma hey?" ucap Clara riang.

Keduanya bingung mau berkata apa, akhirnya mereka hanya beriringan menuju ruang kelas masing-masing.

"Lho, Kakak mau kemana?"

"Ikut kamu lah, kutunggu di sini, ya?" ucap Febry berhenti didepan pintu kelas Clara.

"Oh, ok. Bentar ya, aku taruh tas dulu," ucap Clara lalu masuk kelas. Tak lama kemudian dia sudah keluar menghampiri Febry.

"Kamu uda sarapan belum? Ke kantin, yuk!" ajak Febry

"Boleh, ayok!" Clara pun berjalan beriringan dengan Febry tanpa peduli dengan kejadian kemarin.

Kembali keduanya beriringan menuju kantin sekolahan, namun di tengah koridor tiba-tiba saja ada sosok yang mengenggam tangan kanan Clara erat.

Clara nampak kaget. Dikiranya Febry yang memegangnya, ternyata bukan, tapi Reza. Entah sejak kapan dia datang dan menyela tau-tau sudah berada di antara Clara dan Febry.

"Mau ke kantin kok ga ajak-ajak?" ucap Reza sambil menatap Clara penuh kasih sayang, membuat Febry semakin ciut saja nyalinya.

"Reza? Sejak kapan kamu dateng? Ah jangan gandengan lah, malu sama kak Febry, Sely dan Eren mana?" ucap Clara santai.

"Mereka sepertinya belum datang." Tangan Reza beralih merangkul pundak Clara dan mengajaknya ke kantin.

"Oh, ya uda, aku jalan di depan, kalian di belakangku, ok!" Seru Clara, melangkah layaknya seorang bos denhan dua bodyguard di belakangnya.

Dia tidak mau melukai hati sahabatnya, namun dengan begini dia juga berharap, Febry mengerti kalau antara dirinya dan Reza tidak ada apa-apa.

----------------

Bell tanda pulang sekolah berbunyi. Kali ini Reza tidak memberinya kesempatan kepada Febry, dia segera mencari cara untuk bisa pulang bersama Clara tanpa Febry.

Reza sangat mengenal Clara, dia punya sebuah strategi untuk keinginannya.

Clara mengendarai motornya meninggalkan area parkir sekolahan. Dia melihat di depan Reza menuntun motor sportnya.

"Motor kamu kenapa, Rez?" tanyanya penuh perhatian.

"Bannya kempes, kayanya bocor, Ra. mana tadi ibuku pesen suruh ke rumah paman dulu, dan adikku titip buku di gramedia," ucap Reza dengan.ekpresi sok dimelasin.

Clara tersenyum, "Ya uda, ayo bareng aku, itu taruh di bengkel saja, dulu, nanti kita ambil."

"Yes." Tangan kananya mengepal memberi isyarat atas kesuksesan misinya. Dia tertawa penuh kemenangan di belakang Clara.

sebenarnya soal ban motornya tidak bocor, memang sengaja dia kempesin.

Agar bisa bareng dengan Clara tanpa adanya sang senior di antara mereka.

Selama ini Clara adalah penggemar rahasia Febri, dia sudah lama menyukainya. Namun, dia memilih diam dan memendam perasaannya saja. Cuma Sely dan Eren saja yang tau.

Di sisi lain Clara pun menyukai Reza, tapi tidak lebih dari seorang sahabat, Reza baginya sahabat yang baik dan selalu bisa mengerti dirinya setelah Sely dan Eren menyerah.

-------

"Vano, papa mau bicara sama kamu, Nak," ucap Andrean lalu duduk di sebalah Vano.

"Iya, ada apa, Pa? Ngomong aja!" jawab Vano santai. Sambil tangannya membuka koran berita tetang bisnis yang ia jalani.

"Papa tau, kamu masih trauma dengan wanita, dan berfikir semua wanita itu sama, Papa juga faham kamu belum bisa memaafkan Mamamu, dan juga Della." Andrean nampak ragu-ragu dan sangat berhati-hati untuk menyampaikan keinginannya.

"To the point aja, Pa," lirik Vano, tersenyum kecil seolah tahu maksut Andrean.

"Andai Papa mau menikah lagi, apa kamu bisa bersikap hormat dengan Isteri Papa?"

"Asal dia bisa menjadi Isteri yang baik buat Papa, dia akan Vano perlakukan layaknya ibu kandung Vano." Menatap sang ayah dengan serius dan meletakan koran serta berkas-berkas di atas meja.

Andrean tersenyum dan memeluk putranya, berkat Vivian, dia kembali mendapat semangat hidupnya yang sempat hilang karena sebuah penghianatan. Dari Vivian pula, Vano menemukan sosok ibu yang sesungguhnya dalam dirinya.

Namun dia juga sadar bahwa putranya, Vano, masih saja belum bisa memaafkan sang Ibu kandung, karena yang memergoki perselingkuhan sang Istreri adalah putranya sendiri.

----

"Clara, besok sore kamu ada acara tidak?" tanya Vivian sambil menyiapkan makan malam.

"Ga tau. Kenapa, Ma?" jawan Clara mengambil piring dari dalam rak.

"Mama mau ajak kamu ketemu sama seseorang,"

"Siapa, Ma?"

"Namanya Om Andrean, calon Papa kamu," ucap Vivian sambil tersenyum malu.

"Orangnya gimana Ma? Ganteng gak? Baik atau gimana, gitu?" Dengan rasa kepo Clara terus bertanya layaknya wartawan yang tengah bertugas.

"Uda, besok saja kamu juga bakal tau, besok sore habis magrib, ya," Vivian memutus perkataan sambil mulai meletakan nasi pads piringnya.

"beres, Ma."

-----

Clara berlari kencang menerobos para siswa yang penuh di depan pintu gerbang sekolah, dia nyaris terlambat.

"Hulff, akhirnya .... " dia pun bernapas lega dan duduk di bangku urutan nomor 2 dari depan.

Tak terasa sudah kelas 2 saja, jadi ga bisa berangkat sekolah mepet, karena mau tidak mau dia dan semua teman seangkatannya, harus memberi contoh pada siswa baru.

Kini tak ada lagi Febry si kakak kelas yang sangat di idolakan Clara, dia sudah lulus dan entah meneruskan di fakultas mana Clara tidak tahu.

Sengaja dia tidak mencari tahu, supaya dapat membuang rasa aneh yang ada pada hatinya ketika bertemu dan merasa rindu.

Clara kini kembali menjadi dirinya yang ceria, suka bercanda dan asik, tentang persahabatannya dengan Reza, selamanya begitu. Tak ada saling cinta di antara mereka, yang ada cinta Reza bertepuk sebelah tangan.

Reza adalah tempat di mana Clara merasa tidak lagi di fahami oleh Ratna dan Nita, Reza lah yang paling nomor 1 ada kala Clara terjatuh.

Pria pertama maksutnya, kalau Nita dan Ratna jelas mereka gak akan pernah saling meninggalkan dalam kondisi apapun.

Siang itu sangat terik, bersama sang Bos, Vivian menikmati jam istirahat mereka dengan makan bersama di kantin kantor.

Kabar soal kedekatan mereka memang sudah di ketahui oleh semua staf dan karyawan, termasuk juga Vano, Putra Andrean yang juga turut bekerja di kantor ayahnya sebagai meneger perusahaan.

Vano tidak pernah merasa keberatan sedikitpun, dia selama ini juga mengenal baik Vivian, hanya saja, Vano tidak tau jika kelak Papanya menikah dia akan mendapatkan adik perempuan yang usil dan bisa merubah dirinya 180°. Dari sifatnya yang cuek dinging beku bagaikan gunung es jadi cair meleleh.

"Bagaimana dengan acara kita nanti sore, Vin?" Andrean memulai pembicaraan.

"Insyaallah, Mas, Clara sudah aku beri tahu kemarin," jawab Vivian tanpa menatap Andrean di sebelahnya dsn terus berjalan.

"Lalu bagaimana ekpresinya?"

"Seneng kelihatannya, Mas. Mungkin dia juga ingin memiliki seorang ayah seperti teman-temannya,"

"Walau aku belum pernah bertemu secara langsung dengan dia, aku yakin dia baik dan sangat sayang sama kamu, dia tidak sekedar inginkan seorang Ayah, tapi sosok yang bisa menjaga Mamanya yang cantik ini." tangan jahil Andrean menjawil dagi Vivian dengan gemas.

Sambil tersenyum malu-malu Vivian berkata, "Ah, Mas ini, ngomong apa sih?"

"Tapi benar, kan?"

Andrean tersenyum gemas ketika dia teringat cerita Vivian tentang Clara yang menghajar habis-habisan seorang laki-laki yang menyusup ke dalam rumah mereka untuk melecahkan sang Ibu.

Di kata tomboy Clara tidak terima meski dirinya menekuni seni bela diri, serta prilakunya cenderung seperti laki-laki, dia hanya mau di kata kehilangan feminimnya saja, karena jika tomboy itu sudah menyerupai laki-laki. Dari prilaku juga penampilan.

Sedangkan Clara meski sedikit pecicilan, dia tetap cantik dengan rambutnya yang panjang dan ikal.

"Mas, senyum-senyum sendiri saja?"

"Oh, haha iya maaf aku teringat ceritamu dulu, aku jadi ga sabar untuk ketemu Clara nanti malam,"

"Aku malah was-was ajak dia, takut dia bikin ulah," jawab Vivian cemberut.

Usai exrakulikuler bela diri di sekolahnya, Clara buru-buru pulang ke rumah, takut keduluan sang Mama sampai duluan.

Dia tidak sempat berganti pakaian, dia hanya melepas sabuk dan menutupi atasan dengan mengenakan jaket.

Ketika sampai rumah.

"Clara, mama sudah bilang, kamu harus cepat pulang, kenapa sampai jam 4.30 begini?"

"Ada kegiatan, Ma, kan acara juga masih nanti jam 18.15WIB,"

"Iya, tapi untuk memilih baju kamu bisa sampai 5 jam sendiri,"

"Itu tidak akan terjadi, Ma "

Tepat pukul 18.00 Clara sudah siap dengan hells hitam dan dress coklat tua, dia nampak cantik dan anggun, bahkan sikap pecicilannya sedikitpun tidak nampak.

"Clara, wow .... " Vivian tergagum melihat penampilan Clara dari atas sampai bawah.

"Sudah lah Ma, Clara ga akan bikin malu Mama pokoknya. Ok," ucap Clara sambil mengedipkan sebelah matanya.

Dengan mengendarai taxi, keduanya menuju restoran yang sudah disepakati oleh Vivian dan Andrean.

Mulanya Vivian menoleh mencari seseorang dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut restoran, pandangannya terhenti pada sosok pria usia 37 tahunan dengan postur tubuh tinggi dan tegap melambaikan tangan padanya.

"Itu, Om Andrean," bisik Vivian pada Clara dan menggandeng putrinya menuju ke meja Andrean.

"Maaf Mas, kami terlambat, sudah lama menunggu?" Sambil sedikit menunduk manggeser kursi duduk di depan Andrean, ia merass tidak enak.

"Tidak kok, Aku juga baru sampai," ucap Andrean seraya mempersilahkan Vivian dan Clara duduk, "Oh, jadi ini ya, Clara? Wah cantik banget, ya dia." Andrean sambil tersenyum ramah.

Clara hanya tersipu malu lalu duduk di seblah Vivan, dengan muka tertunduk.

"Vano, mana Mas?" tanya Vivian.

"Dia, sebentar lagi juga akan sampai, tadi masih ada sesuatu yang harus dia kerjakan sedikit."

"Jadi, Vano itu anak Om, Clara. dia akan jadi kakakmu nanti," jelas Andrean saat mendapati ekspresi bingung Clara.

Obrolan antara mereka bertiga selama lima menit cukup membuat Clara dan Andran sudah dapat merasa dekat, Clara menyukai Andrean, begitupun Andrean.

Tapi, panggilan alam mendadak datang di waktu yang tidak tepat, mau tidak mau, mengharuskan Clara harus permisi dulu untuk ke toilet.

Karena terburu-buru, brugh ... Clara terjatuh saat dirinya menabrak seseorang, ingin rasanya dia marah karena baginya sosok itu yang salah.

"Maaf, mbak, kamu tidak apa-apa?" kata pria itu sambil mengulurkan tangan membantu Clara.

"Ga apa-apa gimana? Ga lihat aku jatoh? Ga liat juga apa kepalaku terbentur meja?" ucap Clara, emosi.

"Kan, aku uda minta maaf."

Sesaat Clara bengong melihat pria yang baginya menabraknya.

Padahal kenyataannya, dialah yang menabrak.

Wuuih, buset dah, cowok apa malaikat kok gantengnya kebangetan, kenapa aku ga ketemu dia saat aku tergila-gila sama Febri, ya? Agar aku cepat move on,' batinnya.

"Iya dimaafkan. Ya sudah permisi," ucap Clara lalu berlalu begitu saja.

Tiba di toilet, rupanya dia lupa dengan panggilan alam yang berkali-kali memperingatkan tadi selama di meja, dia malah memikirkan pria tadi.

'Stop Clara, jangan pikirkan orang asing lagi!' ucapnya seorang diri.

Dengan sedikit merapikan pakaian dan mekapnya, Clara keluar meninggalkan toilet.

Sesekalai dia melempar pandangan ke penjuru restoran, mencari di mana pria tadi duduk, namun tidak ditemukannya.

Supraise... Sungguh suatu hal yang tak terdukmga, dia melihat cowok yang bertabrakan dengannya tadi duduk bersama Mama dan calon Papanya, apakah dia Vano, calon kakak tiri Clara?

"Permisi," kata Clara sambil duduk di kursinya.

"Clara, kenalkan! Ini calon kakak kamu. Van ini calon adik kamu, Clara," ucap Andrean mengenalkan.

Vano menatap Clara lalu tersenyum, "Hai adek, kepalanya masih sakit?"

Clara tersipu malu, sedikitpun dia tidak berfikir pria di hadapannya ini akan menjadi kakak tirinya.

Vivian dan Andrean merasa bingung dibuatnya.

"Memang kenapa kepala Clara?" tanya Vivian heran, sekaligus cemas.

"Begini Ma, tadi kami bertabrakan, Adek jatoh kepalanya terbentur." Vano menjelaskan.

Vivian terdiam sesaat, dia merasa terharu mendendar Vano memanggilnya dengan panggilan mama.

"Tidak apa-apa kok," ucap Clara, berusaha rilex.

Ini cowo, ternyata calon Kakak tiriku! Ya Tuhan jangan biarkan aku jatuh cinta padanya kelak. Mata minimalis yang menyorot tajam, rahangnya yang kokoh, dada bidang serta badan yang tinggi tegap. Astaga! Ini nyata apa aku yang sedang berada dalam novel ya?' batin Clara.

"Yakin Dek, tidak apa-apa?" Ucap Vano membuyarkan lamunan Clara.

"Tidak apa-apa, Kak!" Clara memberanikan diri memandang ke arah Vano.

'Beneran, calon Kakak tiriku ini, maskulin banget!' batinnya lagi, namun segera dia menyadarkan diri.

Tapi dia langsung teringat dengan Eren yang suka tebar-tebar pesona dan demen koleksi pria tampan.

'Ya Allah, apapun alasannya, jangan sampai dia jadi kakak iparku, meski kakak ipar tiri, melihat kak Vano yang kaya gini pasti Eren rela putus permanen sama Alfa.'

"Ra, kamu mau makan apa?" tanya Vivian.

"Apa aja lah Ma, asal makan," jawab Clara sekenanya.

Sementara Vivian bengong dan saling pandang dengan Andrean, Andrean pun tertawa melihat ulah Clara yang cuek dan serba apapun itu.

"Hahaha, Clara, kamu pilih saja menunya, mau makan apa, minum apa, kaya ga punya selera saja."

"Justru itu, Om ..."

"Panggil papa dong, Dek," potong Vano.

Lagi-lagi Clara hanya bisa tersenyum.

"Iya, Pah."

Usai acara makan malam, mereka saling mengobrol, Vano memang sosok yang mudah bergaul dan supel, tapi tidak dengan wanita. Dia hanya berteman dengan sesama pria saja. Tapi, bukan berati dia gay. Dia normal kok. Koleksi wanitanya banyak tapi tidak ada yang dia seriusin. Wanita baginya sama hanyalah teman di kala suka saja. Dan tak bisa dikasih hati.

Andrean dibuat heran sekaligus tak percaya, baru beberapa menit bersama calon adik, dia nampak akrab dan dekat.

Bahkan, Vano juga nampak tertawa terbahak ketika bersama Clara, entah apa yang mereka obrolkan.

"Vin, kamu lihat Vano!"

"Iya mas, seperti bukan dirinya, di kantor dia sangat dingin terlebih pada wanita, kalau di luar .... "

"Tidak, Vin, memang dia itu cenderung kaku, tapi mungkin dia cocok dengan Clara," potong Andrean.

"Iya mas, semoga mereka jadi saudara yang baik."

"Iya, Vin, semoga Vano bisa menjadi kakak yang baik untuk Clara, bisa melindungi adiknya."

"Aamiin," jawab Vivian.

Acara makan malam selesai pukul 20.30 WIB. Andrean bermaksut mengantar Vivian dan Clara pulang,tetapi, Vano sudah duluan meminta izin pada sang Papa dan calon Mama untuk mengantar Clara.

Malam ini Vano tidak mengendarai mobil, dia lebih menyukai motor sport ketimbang mobil, dan sangat cocok dengan Clara yang suka ngebut.

"Besok Clara pulang sekolah jam berapa?" tanya Vano sambil nyetir motor.

"Besok hari apa, ya? Jumat biasanya pulang jam 11, kenapa, kak?"

"Sekolah di SMA 3 Surabaya kan? Boleh Kakak jemput kamu besok?"

"Boleh,"

Clara sangat senang sekali, dia senyum-senyum sendiri. Vano sepertinya akan baik dan sayang sama dia, mana ganteng lagi.

'Semoga saja besok kak Vano pake motor, biar semua temen-temen tau, dan mikir aneh-aneh tentang kami,' Batinnya.

"Ra..." panggil Vano.

"Iya, ada apa, Kak?"jawab Clara.

"Oh, diem aja, kirain tidur," goda Vano.

"Ah, gak lah, bisa aja," Clara memukul pelan pundak Vano. "Stooooop!"

Vanopun rem mendadak motornya yang membuat Clara terpental kedepan dan tubuhnya menubruk Vano.

Dengan cueknya dia cengiran sambil turun dari motor Vano, lalu pergi ke dalam begitu saja.

"Uda nyampe, hehehe."

"Clara," pangil Vano, dia berhenti dan menoleh.

"Iya."

"Gak persilahin kakak mampir dulu, gitu?"

"Uda malam, Kakak, ga baik anak gadis menerima tamu pria semalam ini." Clara membalikan badan lagi, berjalan ke rumah.

Vano tersenyum geli, memang tujuannya tidak lebih sekedar menggoda calon Adik saja, sih.

"Clara!"

Kembali dia berhenti dan membalikan badannya,

"Apa, lagi?" ucapnya kesal.

"Helmnya," kata Vano sambil menunjuk pada helm yang Clara kenakan.

"Oh, iya lupa, hehe. Ini Kak, makasih ya, daaa selamat malam," ucapnya lagi langsung nyelonong ke dalam.

Sedangkan Vano masih mengamati Clara sampai lenyap dari pandangnnya dan baru meninggalkam tempat itu.

part 3

Usai exrakulikuler bela diri di sekolahnya, Clara buru-buru pulang ke rumah, takut keduluan sang Mama sampai duluan.

Dia tidak sempat berganti pakaian, dia hanya melepas sabuk dan menutupi atasan dengan mengenakan jaket.

Ketika sampai rumah.

"Clara, mama sudah bilang, kamu harus cepat pulang, kenapa sampai jam 4.30 begini?"

"Ada kegiatan, Ma, kan acara juga masih nanti jam 18.15WIB,"

"Iya, tapi untuk memilih baju kamu bisa sampai 5 jam sendiri,"

"Itu tidak akan terjadi, Ma "

Tepat pukul 18.00 Clara sudah siap dengan hells hitam dan dress coklat tua, dia nampak cantik dan anggun, bahkan sikap pecicilannya sedikitpun tidak nampak.

"Clara, wow .... " Vivian tergagum melihat penampilan Clara dari atas sampai bawah.

"Sudah lah Ma, Clara ga akan bikin malu Mama pokoknya. Ok," ucap Clara sambil mengedipkan sebelah matanya.

Dengan mengendarai taxi, keduanya menuju restoran yang sudah disepakati oleh Vivian dan Andrean.

Mulanya Vivian menoleh mencari seseorang dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut restoran, pandangannya terhenti pada sosok pria usia 37 tahunan dengan postur tubuh tinggi dan tegap melambaikan tangan padanya.

"Itu, Om Andrean," bisik Vivian pada Clara dan menggandeng putrinya menuju ke meja Andrean.

"Maaf Mas, kami terlambat, sudah lama menunggu?" Sambil sedikit menunduk manggeser kursi duduk di depan Andrean, ia merass tidak enak.

"Tidak kok, Aku juga baru sampai," ucap Andrean seraya mempersilahkan Vivian dan Clara duduk, "Oh, jadi ini ya, Clara? Wah cantik banget, ya dia." Andrean sambil tersenyum ramah.

Clara hanya tersipu malu lalu duduk di seblah Vivan, dengan muka tertunduk.

"Vano, mana Mas?" tanya Vivian.

"Dia, sebentar lagi juga akan sampai, tadi masih ada sesuatu yang harus dia kerjakan sedikit."

"Jadi, Vano itu anak Om, Clara. dia akan jadi kakakmu nanti," jelas Andrean saat mendapati ekspresi bingung Clara.

Obrolan antara mereka bertiga selama lima menit cukup membuat Clara dan Andran sudah dapat merasa dekat, Clara menyukai Andrean, begitupun Andrean.

Tapi, panggilan alam mendadak datang di waktu yang tidak tepat, mau tidak mau, mengharuskan Clara harus permisi dulu untuk ke toilet.

Karena terburu-buru, brugh ... Clara terjatuh saat dirinya menabrak seseorang, ingin rasanya dia marah karena baginya sosok itu yang salah.

"Maaf, mbak, kamu tidak apa-apa?" kata pria itu sambil mengulurkan tangan membantu Clara.

"Ga apa-apa gimana? Ga lihat aku jatoh? Ga liat juga apa kepalaku terbentur meja?" ucap Clara, emosi.

"Kan, aku uda minta maaf."

Sesaat Clara bengong melihat pria yang baginya menabraknya.

Padahal kenyataannya, dialah yang menabrak.

Wuuih, buset dah, cowok apa malaikat kok gantengnya kebangetan, kenapa aku ga ketemu dia saat aku tergila-gila sama Febri, ya? Agar aku cepat move on,' batinnya.

"Iya dimaafkan. Ya sudah permisi," ucap Clara lalu berlalu begitu saja.

Tiba di toilet, rupanya dia lupa dengan panggilan alam yang berkali-kali memperingatkan tadi selama di meja, dia malah memikirkan pria tadi.

'Stop Clara, jangan pikirkan orang asing lagi!' ucapnya seorang diri.

Dengan sedikit merapikan pakaian dan mekapnya, Clara keluar meninggalkan toilet.

Sesekalai dia melempar pandangan ke penjuru restoran, mencari di mana pria tadi duduk, namun tidak ditemukannya.

Supraise... Sungguh suatu hal yang tak terdukmga, dia melihat cowok yang bertabrakan dengannya tadi duduk bersama Mama dan calon Papanya, apakah dia Vano, calon kakak tiri Clara?

"Permisi," kata Clara sambil duduk di kursinya.

"Clara, kenalkan! Ini calon kakak kamu. Van ini calon adik kamu, Clara," ucap Andrean mengenalkan.

Vano menatap Clara lalu tersenyum, "Hai adek, kepalanya masih sakit?"

Clara tersipu malu, sedikitpun dia tidak berfikir pria di hadapannya ini akan menjadi kakak tirinya.

Vivian dan Andrean merasa bingung dibuatnya.

"Memang kenapa kepala Clara?" tanya Vivian heran, sekaligus cemas.

"Begini Ma, tadi kami bertabrakan, Adek jatoh kepalanya terbentur." Vano menjelaskan.

Vivian terdiam sesaat, dia merasa terharu mendendar Vano memanggilnya dengan panggilan mama.

"Tidak apa-apa kok," ucap Clara, berusaha rilex.

Ini cowo, ternyata calon Kakak tiriku! Ya Tuhan jangan biarkan aku jatuh cinta padanya kelak. Mata minimalis yang menyorot tajam, rahangnya yang kokoh, dada bidang serta badan yang tinggi tegap. Astaga! Ini nyata apa aku yang sedang berada dalam novel ya?' batin Clara.

"Yakin Dek, tidak apa-apa?" Ucap Vano membuyarkan lamunan Clara.

"Tidak apa-apa, Kak!" Clara memberanikan diri memandang ke arah Vano.

'Beneran, calon Kakak tiriku ini, maskulin banget!' batinnya lagi, namun segera dia menyadarkan diri.

Tapi dia langsung teringat dengan Eren yang suka tebar-tebar pesona dan demen koleksi pria tampan.

'Ya Allah, apapun alasannya, jangan sampai dia jadi kakak iparku, meski kakak ipar tiri, melihat kak Vano yang kaya gini pasti Eren rela putus permanen sama Alfa.'

"Ra, kamu mau makan apa?" tanya Vivian.

"Apa aja lah Ma, asal makan," jawab Clara sekenanya.

Sementara Vivian bengong dan saling pandang dengan Andrean, Andrean pun tertawa melihat ulah Clara yang cuek dan serba apapun itu.

"Hahaha, Clara, kamu pilih saja menunya, mau makan apa, minum apa, kaya ga punya selera saja."

"Justru itu, Om ..."

"Panggil papa dong, Dek," potong Vano.

Lagi-lagi Clara hanya bisa tersenyum.

"Iya, Pah."

Usai acara makan malam, mereka saling mengobrol, Vano memang sosok yang mudah bergaul dan supel, tapi tidak dengan wanita. Dia hanya berteman dengan sesama pria saja. Tapi, bukan berati dia gay. Dia normal kok. Koleksi wanitanya banyak tapi tidak ada yang dia seriusin. Wanita baginya sama hanyalah teman di kala suka saja. Dan tak bisa dikasih hati.

Andrean dibuat heran sekaligus tak percaya, baru beberapa menit bersama calon adik, dia nampak akrab dan dekat.

Bahkan, Vano juga nampak tertawa terbahak ketika bersama Clara, entah apa yang mereka obrolkan.

"Vin, kamu lihat Vano!"

"Iya mas, seperti bukan dirinya, di kantor dia sangat dingin terlebih pada wanita, kalau di luar .... "

"Tidak, Vin, memang dia itu cenderung kaku, tapi mungkin dia cocok dengan Clara," potong Andrean.

"Iya mas, semoga mereka jadi saudara yang baik."

"Iya, Vin, semoga Vano bisa menjadi kakak yang baik untuk Clara, bisa melindungi adiknya."

"Aamiin," jawab Vivian.

Acara makan malam selesai pukul 20.30 WIB. Andrean bermaksut mengantar Vivian dan Clara pulang,tetapi, Vano sudah duluan meminta izin pada sang Papa dan calon Mama untuk mengantar Clara.

Malam ini Vano tidak mengendarai mobil, dia lebih menyukai motor sport ketimbang mobil, dan sangat cocok dengan Clara yang suka ngebut.

"Besok Clara pulang sekolah jam berapa?" tanya Vano sambil nyetir motor.

"Besok hari apa, ya? Jumat biasanya pulang jam 11, kenapa, kak?"

"Sekolah di SMA 3 Surabaya kan? Boleh Kakak jemput kamu besok?"

"Boleh,"

Clara sangat senang sekali, dia senyum-senyum sendiri. Vano sepertinya akan baik dan sayang sama dia, mana ganteng lagi.

'Semoga saja besok kak Vano pake motor, biar semua temen-temen tau, dan mikir aneh-aneh tentang kami,' Batinnya.

"Ra..." panggil Vano.

"Iya, ada apa, Kak?"jawab Clara.

"Oh, diem aja, kirain tidur," goda Vano.

"Ah, gak lah, bisa aja," Clara memukul pelan pundak Vano. "Stooooop!"

Vanopun rem mendadak motornya yang membuat Clara terpental kedepan dan tubuhnya menubruk Vano.

Dengan cueknya dia cengiran sambil turun dari motor Vano, lalu pergi ke dalam begitu saja.

"Uda nyampe, hehehe."

"Clara," pangil Vano, dia berhenti dan menoleh.

"Iya."

"Gak persilahin kakak mampir dulu, gitu?"

"Uda malam, Kakak, ga baik anak gadis menerima tamu pria semalam ini." Clara membalikan badan lagi, berjalan ke rumah.

Vano tersenyum geli, memang tujuannya tidak lebih sekedar menggoda calon Adik saja, sih.

"Clara!"

Kembali dia berhenti dan membalikan badannya,

"Apa, lagi?" ucapnya kesal.

"Helmnya," kata Vano sambil menunjuk pada helm yang Clara kenakan.

"Oh, iya lupa, hehe. Ini Kak, makasih ya, daaa selamat malam," ucapnya lagi langsung nyelonong ke dalam.

Sedangkan Vano masih mengamati Clara sampai lenyap dari pandangnnya dan baru meninggalkam tempat itu.

part 5

"Vano!"

Vano menoleh ke sumber suara yang memanggilnya.

"Iya, Pa."

"Tadi kamu banyak ngobrol ya sama Clara?"

"Iya, dia sepertinya anak yang baik dan supel."

"Apakah kamu menerima dia sebagai adik?"

"Kenapa tidak? Vano akan jaga dia seperti adik kandung sendiri lah Pa," ucapnya meyakinkan.

Ayah dan Anak menikmati kopi di teras atas malam itu, keduanya memang sangat dekat, tapi tidak pernah merasa sebahagia ini pasca perceraian Andrean dan Amanda, ibu kandung Vano.

Andrean juga sangat senang melihat raut muka Vano ketika ngobrol bersama calon adik bisa sangat membuatnya tertawa lepas dan bahagia, selama ini Vano memang sosok yang dingin sedingin gunung es, tapi, beberapa menit saja bersama Clara, gunung es itu benar-benar leleh dan melebur.

"Kalian tadi ngobrolin apa di sana?" tanya Andrean memecah kesunyian malam.

"Ga ada sih, Pa. Itu Clara, ceritain temennya,"

"Oh." Andrean duduk di kursi sambil membuka lembaran-lembaran hasil kerja karyawannya.

Sedangkan Vano senyum-senyum sendiri teringat cerita Clara tadi di Restoran.

"Kamu tuh supel ya anaknya. Pasti banyak teman di sekolahan,"

"Ah ga juga kak, ada yang ga suka sama aku?"

"Siapa?"

"Erwin. Teman sekelas." Dengan raut muka datar pandangan

"Emang kenapa? Dia naksir kamu. Lalu kau tolak?"

"Ya gak lah, dia tu ga suka cewek, dia naksir cowo, bencong dia tuh," kata Clara dan terus berlanjut.

"Pernah ya, dulu pas ada geledahan tas secara mendadak, di tas dia itu isinya alat-alat mekap. Gila, kan? Dan lebih parahnya lagi uda gede juga dia suka banget maen boneka barbie, dia mainin pas jam istirahat, dan ya, Erwin paling benci cewe cantik dan feminim, baginya hanya dialah ratu tercantik di sekolahan,"

Bahakn tanpa napas Clara masih saja terus bicara tentang Erwin, "Kakak tau gak tentang Erwin lagi,"

"Tidak," jawab Vano sambil tersenyum.

"Erwin itu naksir besfriend ku, namanya Reza, bahkan Dia juga pernah adain sayembara, siapapun yang bisa jombalangin mereka sampe jadian, akan gratis makan siang di kantin selama mereka pacaran, tapi itu mustahil, Kak. Karena Reza normal."

"Hahaha, ada-ada saja dia ya? Seperti apa sih anaknya?" Vano juga tertawa dengan cerita Clara.

"Sebenarnya sih ya ganteng, tapi wanita mana yang mau dengan pria up normal?" Clara diam sesaat. Mengalihkan pandangan dan teringat akan Eren.

"Cewe yang paling Erwin benci itu Eren, temen baiku, jangankan Eren, aku aja masih dia benci padahal aku ga feminim, sampe pernah suatu hari saking jengkelnya aku, kusobek baju barbienya dan kepalanya ku lepas dari lehernya lalu kubuang. Nangis-nangis dia, tapi aku ga peduli."

"HAHAHA."

Clara dan Vano tertawa bersama, membayangkan betapa menggelikannya Erwin.

------

Clara berdiri di depan pos satpam, dia memandangi murid-murid yang sudah pergi meninggalkan sekolahan, ada yang naik motor, mobil, ada juga yang dijemput.

Eren dan Sely sudah duluan, tinggal Reza saja yang baru muncul dari tempat parkir, lalu menyapa Clara, "Nunggu apa Non? Kok bengong, ayo aku antar, ga bawa motor, kan?"

"Makasih, Rez. Eh itu yang jemput aku uda datang," ucap Clara lalu berlari ke arah Vano yang melambaikan tangan pada Clara sambil melempar senyum manis padanya.

Clara langsung menaiki motor ninja merah Vano setelah mengenakan helm yang Vano berikan, dan berlalu begitu saja tanpa pedulikan Reza.

Reza melihatnya dengan pilu, menyangka pria itu adalah cowok Clara, jika benar, jelas saja dia bukanlah saingannya. Reza masih anak-anak kelas 2 SMA, sedangkan Vano, uda nampak dewasa, dan jauh di atas Reza.

Kala itu Vano berusia 22tahun, sedangkan Reza seumuran Clara 14 tahunan. Hati Reza bertambah tak karuan mana kala melihat sikap manja Clara pada pria yang menjemputnya. Dan dibalas oleh pria itu dengan memegang jemari tangan Clara mengeratkan pada pinggangnya.  Sehingga keduanya nampak bagai sepasang kekasih yang mesra.

"Kakak telat ya Dek? Maaf ya uda lama nunggu," ucap Vano di jalan.

"Ga apa-apa, Kak, tapi kalau telat 2 menit lagi ya uda, buuum aku hilang, hahaha."

"Hilang kemana?"

"Nebeng teman, lah. Oh iya sampe lupa ga ngenalin, tadi yang berdiri di dekatku itu Reza,"

"Oh, jadi dia Reza, itu?" jawab Vano singkat. "Kamu mau makan apa? Kakak isirahat sampai jam 1 kok." Masih fokus mengemudi tanpa menhalihkan pandangan.

"Apa aja deh."

Vano pun mengajak Clara makan di sebuah rumah makan biasa dia makan bersama teman-temannya nongkrong di masa SMA dulu.

"Kamu pesan aja, mau makan apa." Pria itu memiluh gazebo yang berads di pojok. Duduk bersila sambil memberikan daftar menu pada gadis di depannya.

"Emmmm, apa ya?" Mata Clara melihat-lihat daftar menu, sambil sesekali membolak-balikan lembarannya.

Pink!!!

Eren play girl. Ra kamu uda lepas jomblo ya?

Sely gutawa. Bikin Reza patah tulang kamu ya dengan pamer pacar baru.

Eren play girl. Iya punya pacar ga bilang-bilang, kaya apa sih, orangnya?

Clara. Jangan berisik, aku mau makan dulu, yang jemput aku tadi kakakku.

Eren play girl Sely. WHAT????

Clara. Ceritanya panjang, next time aku cerita pada kalian ok.

"Rame ya HP nya," ucap Vano.

"Ini temen-temen, Kak. Eren sama Sely, kakak mau aku kenalin sama mereka?" Gadis itu tersenyum sambil meletakan benda pipih di atas meja.

"Boleh," ucap pria itu masih dengan santai.

"Kapan-kapan saja."

Sejak saat itu Vano mulai dekat dengan calon Adik tirinya, demi membuat calon Mama tiri ga ragu untuk menikahi Papanya, bukan apa-apa, bagi Vano kebahagiaan Papanya adalah segalanya, dia paling tidak bisa melihat Papanya terpuruk.

Vivian adalah satu-satunya wanita yang bisa mengembalikan keceriaan Andrean, wanita itu tidak asal dekat di saat Andrean bercerai.

Jadi Vivian sudah bekerja sejak 2 tahun lalu, di mana Vano juga mulai terjun membantu Papanya mengelola bisnis keluarga, awalnya dia butuh staf atau asisten pribadi diterimalah Vivian menjadi asisten Vano.

Lambat laun keduanya dekat, bahkan Vano menemukan sosok jiwa ibu yang tulus pada diri Vivian yang tidak dia temukan pada Amanda ibu kandungnnya.

Sampai pada akhirnya Vano memergoki sang Ibu selingkuh dengan salah 1 staf kantor dan dilaporkan pada sang ayah, hingga pernikahan keduanya kandas, berujung perceraian.

So dari situ lah makanya Vano juga akan menjaga Clara seperti Vivian yang bisa menjaga dan membahagiakan sang Papa.

-------

"Vivian, kita sudah satu bulan saling mengenalkan pada anak kita, Vano juga tampak sayang pada Clara, dan begitupun sebaliknya, Clara juga suka dengan Vano, apa tidak sebaiknya kita percepat saja pernikahan ini?"

Vivian  bergeming.

"Vin, jika kamu mengizinkan, nanti aku antar kamu pulang, dan aku akan tanyakan pada Clara, biar dia yang menjawab, iya atau tidaknya aku terserah pada jawaban dia."

Vivian masih saja bungkam.

"Vin, ayolah. Pleace!"

"Iya, Mas," Vivian mengangguk dan terseyum, lalu memeluk Andrean.

Sore itu di teras rumah Clara baca buku sambil ngemil dengan posisi duduk kaki ditekuk di kursi satunya lagi dinaikan di atas meja.

Tiin tiiin tin

Entah terlalu asik atau bagaimana, dia tidak menyadari bahwa Andrean sudah ada di depannya, bahkan telinganya yang sebelah kiri sudah dijewer Vivian, "Bagus ya, anak gadis duduknya kaya gini."

"Auuu aduh, Ma, sakit tau .... "

"Eh, Om Andrean, mari om, ayo duduk!" ucap Clara ramah, sambil mempersilahkan Andrean duduk.

"Serius banget, baca apa Ra?"

"Ini, Om. Baca-baca buku tentang Sains aja."

"Oh, kamu pasti ambil jurusan IPA, ya? Apa cita-cita kamu?" Andrean duduk di kursi sebelah Clara.

Vivian membiarkan keduanya ngobrol, dia masuk untuk membuatkan Andrean teh manis, dia mengurangi mengkinsumsi kopi karena asam lambungnya  sering kambuh.

"Clara."

"Iya om." Clara menoleh ke arah Andrean dan meletakan buku yang digenggamnya sedari tadi di atas meja.

"Om mau ngomong." Andrean mulai gusar, duduknya juga tidak tenang.

"Apa Om, ngomong aja!"

"Andai Om dan Mama kamu menikah dalam waktu dekat ini, bagaimana?"

"Kalau itu yang terbaik kenapa tidak?"

"Kamu bersedia pindah di rumah Om, kita tinggal bersama dengan kakakmu Vano juga?"

"Clara sih nurut apa kata Mama saja, Om. Kalau Mama mau, Clara ga keberatan."

Clarapun masuk begitu Vivian sudah keluar membawa dua gelas teh manis,sekedar memberi keduanya leluasa untuk bicara berdua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!