"Via," panggil seorang perempuan yang berlari menuju perempuan lainnya.
"Kenapa Lun?" tanya Via.
"Ini punya kamu?" tanya Aluna dengan menunjukkan sebuah jaket.
"Oh iya ini punyaku, makasih ya Lun soalnya aku lupa tadi," ucap Via.
"Kapan sih kamu gak lupa Vi, udah kamu istirahat sana aku mau jaga malam dulu," ucap Aluna.
"Oke, hati-hati ya takutnya ada sesuatu," ucap Via.
"Gak usah nakut-nakutin deh," ucap Aluna dan meninggalkan Via.
Aluna adalah dokter umum di salah satu rumah sakit ternama di kota A, Aluna terkenal akan keramahan dan ketulusannya dalam berinteraksi dengan para pasiennya.
Meskipun dengan wajah pas-pasan banyak pria yang mengejar Aluna karena mereka terpesona akan kepribadian Aluna, namun sampai saat ini Aluna tetap setia menyendiri lantaran belum menemukan yang cocok dengannya.
"Kamu darimana?" tanya Joshua.
"Oh tadi habis ngasih jaketnya Via yang ketinggalan," ucap Aluna.
"Lun, soal kemarin gimana?" tanya Joshua.
"Ya gak gimana-gimana, udahlah lupain. Lagian aku juga gak mau ikut tim penelitian kamu," ucap Aluna.
"Apa karena Dokter Ria?" tanya Joshua.
"Aku emang lagi gak pengen aja, tapi mungkin salah satu alasannya juga karena ada Dokter Ria, aku gak mau hubungan kamu sama Dokter Ria jadi bermasalah karena kamu deket sama aku, aku juga takut kejadian masa lalu saat Dokter Ria salah paham sama pertemanan kita. Mau bagaimanapun kamu dan Dokter Ria mau menikah, jadi kamu harus lebih mengerti dan menghargai perasaan Dokter Ria," ucap Aluna.
"Maaf Lun dan terima kasih," ucap Joshua.
"Santai aja, aku juga udah bosen denger maaf sama terima kasih kamu. Aku pergi dulu ya," ucap Aluna dan pergi.
Aluna pun berjaga malam dengan beberapa Dokter lainnya, "Kalian tau gak kalau Dokter Joshua sama Dokter Ria bakal nikah bulan depan," ucap Yeni.
"Yeee, itu mah udah bukan rahasia lagi kali. Semua orang di rumah sakit juga tau, kan orangtuanya Dokter Ria petinggi rumah sakit jadi kabar kayak gini langsung menyebar," ucap Paul.
"Udah deh gak usah bahas kayak gitu, kita balik ke kerjaan masing-masing aja yuk," ucap Gea dan mereka pun pergi.
Keesokan harinya, barulah Aluna pulang setelah berjaga malam, sesampainya di rumah Aluna disambut dengan senyuman hangat sang Nenek yang sudah merawatnya sejak kecil.
"Kamu pasti capek banget ya, kamu istirahat sana Nenek udah siapin air hangat buat kamu," ucap Nenek Putri.
"Makasih ya Nek, Nenek gak perlu repot-repot. Aluna bisa mandi air dingin kok," ucap Aluna.
"Nenek gak repot sama sekali kok, justru Nenek seneng karena bisa siapin air hangat buat kamu yang udah kerja keras untuk keluarga ini," ucap Nenek Putri.
Aluna pun memeluk Nenek Putri, "Maafin Aluna ya Nek karena belum bisa kembalikan rumah kenangan Nenek sama Kakek yang udah dijual sama Ibu," ucap Aluna.
Ya, Aluna memang berasal dari keluarga sederhana, Aluna hanya tinggal bersama Kakek dan Ayahnya, Ibunya sudah lama pergi meninggalkan Aluna, tapi beberapa tahun lalu Ibu Aluna datang menemui Aluna dan Nenek Putri untuk menjual rumah yang ditinggalkan Kakek Bayu untuk Aluna dan Nenek Putri. Sedangkan, Ayah Aluna membuka warung yang letaknya tidak jauh dari rumahnya saat ini.
Untuk biaya pendidikan Aluna mendapat beasiswa dan sisanya ia meminjam pada pamannya yang begitu baik mau meminjamkan uangnya pada Aluna.
"Yaudah, Aluna mandi dulu ya Nek," ucap Aluna dan diangguki Nenek Putri.
"Maafin Nenek karena belum bisa membahagiakan kamu Aluna," gumam Nenek Aluna saat Aluna sudah masuk ke dalam kamarnya.
Beberapa saat kemudian, Aluna pun keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap dan menuju dapur untuk mengambil makan.
"Maaf ya karena Nenek cuma bisa masak ini," ucap Nenek Putri.
"Gapapa Nek, justru Aluna seneng karena ini kan makanan kesukaan Aluna," ucap Aluna dan diangguki Nenek Putri.
Bohong, sejujurnya Aluna sudah merasa bosan harus memakan olahan kedelai yang hampir setiap hari ia makan, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena sebagian penghasilannya ia gunakan untuk melunasi hutangnya pada pamannya belum lagi hutang Ayahnya pada beberapa rentenir yang jumlahnya pun terbilang besar.
Meskipun Aluna seorang Dokter, tapi hampir semua penghasilannya ia gunakan untuk melunasi hutang-hutang keluarganya serta kebutuhan keluarganya.
"Oh iya, mungkin besok Aluna gak pulang soalnya Aluna harus ke luar kota buat ikut seminar sama Prof Hani," ucap Aluna.
"Iya, nanti Nenek bilang ke Ayah kamu," ucap Nenek Putri.
"Ayah belum pulang dari kemarin Nek?" tanya Aluna.
"Kamu kayak gak tau Ayah kamu aja Lun, Ayah kamu itu gak bakal pulang kalau warungnya gak ramai. Kamu inget kan dulu Ayah kamu gak pulang lima hari soalnya warungnya sepi dan gak ada penghasilan buat bayar hutang, padahal Nenek udah bilang jangan terlalu kerja sampai lupain keluarga, tapi ya mau bagaimana lagi Ayah kamu itu keras kepala," ucap Nenek Putri.
"Aluna udah lama gak ketemu sama Ayah, nanti sebelum Aluna ke luar kota. Aluna ke warungnya Ayah dulu buat ketemu sama Ayah," ucap Aluna.
"Iya, kamu kesana siapa tau Ayah kamu inget kalau dia masih punya anak," ucap Nenek Putri.
"Nenek ini bisa-bisa aja," ucap Aluna.
"Nenek kalau lihat Ayah kamu, Nenek merasa bersalah banget karena kelakuan anak perempuan Nenek sampai-sampai kamu dan Ayah kamu yang menjadi korban," ucap Nenek Putri.
"Nek, semua udah terjadi. Lagian Aluna sama Ayah udah gak mempermasalahkan semua itu dan melupakan apa yang dilakukan Ibu, sekarang kita harus berjalan kurus ke depan dan gak boleh lihat ke belakang paham," ucap Aluna.
"Iya Nenek paham, kamu memang cucu kesayangan Nenek," ucap Nenek Putri.
"Iyalah, kan cuma Aluna cucu Nenek," ucap Aluna.
"Bisa aja kamu ini," ucap Nenek Putri dan mereka pun tertawa dengan obrolan mereka.
Setelah makan, Aluna pun masuk ke dalam kamarnya dan mulai mencatat pengeluaran pada bulan ini, "Wah, banyak banget ya. Mau gimana lagi rumah banyak yang rusak dan harus di benerin, uang tabunganku semakin menipis padahal aku udah hemat banget akhir-akhir ini," ucap Aluna lalu melihat sepatunya yang sudah terlihat buruk.
"Aku harus nahan buat beli sepatu, gapapa deh pakai sepatu kayak gitu. Lagian kan aku di rumah sakit biasanya pakai sandal kalau gak lagi tugas, sepatunya juga gak buruk-buruk amat kok masih bisa dijahit itu bagian sampingnya," ucap Aluna.
Setelah itu, Aluna pun mulai menjahit beberapa bagian sepatunya yang sudah terlepas, tanpa sadar air matanya menetes setelah sepatunya selesai dijahit.
"Kok nangis sih Aluna, cengeng banget emang," gumam Aluna lalu menghapus air matanya.
Aluna pun menyiapkan barang-barangnya untuk nanti sore berangkat kerja, sebelum itu Aluna pun mengistirahatkan tubuhnya dan akhirnya ia pun terlelap.
.
.
.
Bersambung...
Disisi lain seorang pria tengah bergelut dengan pekerjaannya yang tidak ada habis-habisnya.
"Tuan, Tuan muda menelpon dan menanyakan keberadaan Tuan," ucap Roby, asisten pria tersebut.
"Bilang kalau saya akan pulang sebentar lagi," ucap pria tersebut.
"Baik, Tuan," ucap Roby.
Tak lama setelah itu, Roby kembali masuk ke dalam ruangan Tuannya. "Ada apa?" tanya pria yang masih saja bergelut dengan pekerjaannya.
"Tuan muda marah dan membanting barang-barang di mansion Tuan," ucap Roby.
"Huh, kalau begitu saya pulang sekarang," ucap pria tersebut lalu bergegas pulang sebelum kekacauan besar terjadi di mansion.
Pria tersebut adalah Alvindra Airlangga atau biasa dipanggil Alvin, salah satu pengusaha ternama di seluruh negeri, banyak yang takjub dengan keberhasilannya menaklukkan pasar internasional di usianya yang terbilang muda.
Beberapa saat kemudian, Alvin pun sampai di mansion mewah milik keluarga Airlangga. "Kamu lama banget sih, Vin," ucap wanita cantik yang merupakan orangtua Alvin yang bernama Jihan.
"Maaf Ma, Alvin banyak kerjaan," ucap Alvin.
"Huh, Darrel dari tadi marah-marah karena kamu belum pulang bahkan dia sampai banting barang-barang di kamarnya," ucap Mama Jihan.
"Darrel dimana sekarang Ma?" tanya Alvin.
"Dia di kamarnya, dia gak mau makan dari tadi," ucap Mama Jihan dan diangguki Alvin.
Alvin pun menuju lantai dua untuk menemui seseorang yang sejak tadi menunggunya pulang.
"Sayang, ini Papa," ucap Alvin dengan mengetuk pintu kamar yang tertutup rapat tersebut.
Cukup lama Alvin menunggu dan tidak ada jawaban, akhirnya Alvin pun memutuskan untuk meninggalkan kamar tersebut. Namun, baru saja melangkah pergi tiba-tiba suara seseorang menghentikan langkahnya.
"Ternyata Papa gak sayang sama Darrel," ucap seorang anak kecil dengan suara cadelnya berdiri di tengah pintu kamar tersebut.
Alvin pun menghampiri anak kecil tersebut, "Kata siapa Papa gak sayang sama kamu hem, Papa sayang banget sama kamu. Papa kan udah bilang kalau akhir-akhir ini Papa sibuk karena harus kerja buat beliin kamu mainan," ucap Alvin.
"Mainan Darrel udah banyak, Darrel maunya main sama Papa," ucap Darrel.
"Yaudah, kalau gitu Papa gak kerja. Papa main aja sama Darrel ya, tapi Darrel gak boleh minta mainan sama Papa soalnya Papa gak punya uang buat beli mainan," ucap Alvin.
"Kok gitu?" tanya Darrel dengan wajah sedihnya.
"Kan Darrel yang minta Papa main sama Darrel dan gak boleh kerja," ucap Alvin.
"Yaudah deh Papa boleh kerja, tapi jangan malam-malam pulangnya," ucap Darrel.
"Jadi gimana ini? Papa boleh kerja atau gak?" tanya Alvin.
"Boleh, tapi Papa harus sering-sering main sama Darrel," ucap Darrel.
"Iya sayang, yaudah sekarang Darrel makan ya. Papa denger dari Nenek, Darrel belum makan dari tadi," ucap Alvin.
"Kan Darrel nungguin Papa yang gak pulang-pulang dari tadi," ucap Darrel.
"Lain kali gak boleh ya, kalau udah waktunya makan, Darrel harus makan walaupun gak ada Papa," ucap Alvin.
"Iya, Pa," ucap Darrel.
"Pintarnya jagoan Papa, sini biar Papa temenin Darrel makan," ucap Alvin lalu menggendong Darrel menuju meja makan.
Sesampainya di meja makan, Mama Jihan sudah menunggu keduanya. "Mau makan apa sayang?" tanya Mama Jihan.
"Mau makan udang," ucap Darrel.
"Gak boleh sayang, kamu kan alergi udang. Makan yang lain aja ya," ucap Mama Jihan.
"Tapi, Darrel mau makan udang, Nek," ucap Darrel.
"Gak boleh, Papa kamu aja gak makan udang soalnya Papa kamu juga alergi udang. Kalau makan udang nanti sesak napas," ucap Mama Jihan.
"Darrel juga kayak Papa kalau makan udang?" tanya Darrel.
"Iya, kamu bakal kayak Papa. Makan yang lain aja ya," ucap Mama Jihan dan diangguki Darrel.
Setelah Mama Jihan mengambil makanan untuk Darrel, Darrel pun lahap memakannya. Meskipun Darrel masih kecil, tapi ia termasuk anak yang mandiri karena bisa melakukan apapun sendirian walaupun berantakan, bagaimana tidak karena Darrel sudah diajarkan untuk tidak bergantung pada orang lain sejak kecil.
"Usia kamu udah 29 tahun Vin, kamu gak mau nikah gitu. Kasihan juga Darrel karena gak punya sosok Ibu yang mengajarkan dia tentang arti keluarga," ucap Mama Jihan.
"Mama pasti udah tau jawaban Alvin, Alvin belum memikirkan soal pernikahan Ma, lagipula Alvin bisa merawat Darrel sendiri tanpa adanya pasangan, buktinya sampai sekarang Darrel masih sehat dan bahagia," ucap Alvin.
"Mama gak tau harus bilang apa lagi, tapi Mama berharap kamu segera mendapatkan jodoh yang bisa merawat kamu dan Darrel, Vin," ucap Mama Jihan.
"Tunggu ya Ma sampai Alvin mau menikah," ucap Alvin.
"Tapi, kapan?" tanya Mama Jihan.
"Gak tau, Alvin sama Darrel ke kamar dulu ya Ma," ucap Alvin.
"Iya," jawab Mama Jihan.
'Selalu aja Alvin itu menghindar kalo bahas soal pernikahan,' ucap Mama Jihan.
Disisi lain, saat masuk ke dalam kamar, Alvin langsung membawa Darrel ke kasur.
"Papa," panggil Darrel.
"Ada apa sayang?" tanya Alvin.
"Tadi waktu Darrel di sekolah banyak yang dibawakan bekal sama Mamanya loh, cuma Darrel yang di awan bekal sama Nenek," ucap Darrel.
"Tapi, masakan Nenek enak kan?" tanya Alvin dan diangguki Darrel.
"Udah ya sekarang Darrel tidur, besok kan Darrel harus sekolah," ucap Alvin.
"Besok Papa kan yang nganter Darrel ke sekolah? tadi pagi katanya Papa mau anter Darrel ke sekolah, tapi ternyata Om Roby yang anter Darrel bukannya Papa," ucap Darrel dengan wajah sedihnya.
"Iya besok Papa yang anter Darrel ke sekolah, maafin Papa ya. tadi pagi Papa ada urusan mendadak," ucap Alvin.
"Papa tau gak, kalau Darrel itu butuh Papa," ucap Darrel.
"Maafin Papa ya sayang, ayo sekarang kamu tidur," ucap Alvin dan diangguki Darrel.
Setelah memastikan Darrel terletak, Alvin pun kembali ke kamarnya yang berada tepat di samping kamar Darrel.
Alvin menidurkan badannya di kasurnya lalu menatap langit-langit kamarnya, "Kalau bukan karena Darrel, gak mungkin aku kayak sekarang ini. Pasti sekarang aku udah jadi Dokter... apaan sih Bin masih aja bahas masa lalu," gumam Alvin.
Pagi harinya, sesuai janji Alvin dengannya Darrel. Ia pun mengantarkan Darrel ke sekolah, "Yeah, Darrel bahagia banget karena Papa anterin Darrel sekolah, lihat kan Om kemarin Darrel bilang kalau hari ini Papa yang bakal nganterin Darrel ke sekolah dan ternyata bener, Darrel sekarang diantar Papa," ucap Darrel dan Roby yang ada di kursi kemudian hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Sesampainya di sekolah, Darrel pun diantar sampai ke kelasnya oleh Alvin, itu pun atas paksaan Darrel.
"Anda Ayahnya Darrel ya?" tanya seorang perempuan yang masih muda dan cukup cantik.
"Iya," jawab Alvin.
"Perkenalkan saya Wulan, gurunya Darrel," ucap Wulan dengan mengulurkan tangannya.
"Selamat pagi, Bu. Saya titip Darrel ya, kalau begitu karena saya masih ada urusan, saya pernisi dulu," ucap Alvin tanpa membalas uluran tangan Wulan lalu ia pergi begitu saja meninggalkan Wulan.
"Ish, gemes banget sih sama Ayahnya Darrel ini. mana kelihatan keker banget lagi," gumam Wulan dan memperhatikan setiap gerak gerik Alvin sampai Alvin sudah terlihat lagi.
.
.
.
Bersambung...
Hari ini merupakan hari yang amat penting bagi Aluna karena hari ini ia libur dan ia memutuskan untuk berkeliling ke taman yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit.
Sebenarnya Aluna baru saja selesai pulang kerja, tapi ia memilih untuk tidak langsung pulang ke rumah karena seharian ini ia akan libur sehingga ia memutuskan untuk beristirahat sebentar di taman yang begitu asri dan mampu membuat Aluna tenang.
Saat tengah santai tiba-tiba ponselnya berdering, "Gea? tumben nih anak nelpon," gumam Aluna lalu ia pun mengangkat sambungan telepon tersebut.
^^^Ada apa, Ge?^^^
Lo belum lihat grup alumni?
^^^Huh, aku kan gak gabung ke grup gimana sih kamu, jadi aku mana tau info apa aja yang ada di grup.^^^
Oh iya ya lupa.
^^^Kenapa emangnya?^^^
Gini Lun, di grup katanya mau reuni kayaknya sih satu minggu lagi dan anak-anak ngundang satu kelas buat makan-makan gitu, tapi gue gak tau dimana sih.
^^^Aku gak janji sih kalau aku bisa ikut, kamu tau sendiri jadwalku akhir-akhir ini agak amburadol.^^^
Santai aja, gak wajib kok. Lagian gue juga masih diskusiin ini sama suami gue, gue boleh ikut apa gak.
^^^Nanti kabarin aku lagi ya gimana enaknya.^^^
Pasti, atau lo mau gue masukin ke grup?
^^^Gak usah, aku gak mau ada yang gak suka kalau aku masuk grup.^^^
Lo masih mikirin sih Intan, emang tuh anak agak aneh ya, masa lo tiba-tiba di keluarin dari grup cuma karena lo lebih cantik dari dia.
^^^Bukan itu yang aneh, yang aneh adalah kenapa Intan bisa merasa aku lebih cantik dari dia padahal menurutku lebih cantik Intan daripada aku.^^^
Tau ah, udah dulu ya Lun. Nanti gue kabarin kelanjutannya.
^^^Okey, makasih ya infonya.^^^
Siapppp.
Setelah itu, Gea pun memutuskan sambungan telepon nya.
Lagi-lagi kegiatan santainya harus terganggu lantaran ia mendengar tangisan anak kecil yang cukup nyaring dan Aluna pun langsung membuka matanya dan mencari keberadaan anak kecil tersebut.
Setelah melihat seorang anak kecil yang menangis tak jauh dari tempatnya duduk, Aluna pun menghampirinya.
"Kamu gapapa, sini tante tolong," ucap Aluna dan melihat luka anak kecil tersebut.
"Sakit tante," rengek anak kecil tersebut.
"Mana tante lihat lukanya, ayo kita duduk dulu ya biar tante obati," ucap Aluna.
"Tante bisa?" tanya anak kecil tersebut.
"Bisa dong," ucap Aluna.
Aluna pun mengajak anak kecil tersebut duduk dan ia langsung mengobati luka anak kecil itu, namun Aluna merasa salah tingkah lantaran selama ia mengobati luka anak kecil tersebut, anak kecil itu menatap lekat wajah Aluna.
"Kenapa? kok kamu lihat tante terus?" tanya Aluna setelah mengobati anak kecil tersebut.
"Tante cantik, Tante mau gak jadi Mamanya Darrel?" tanya anak kecil tersebut. Ya, anak kecil yang Aluna tolong adalah Darrel.
Aluna yang mendengar pertanyaan anak kecil tersebut terkejut, "Kamu ini ya bisa aja," ucap Aluna.
"Darrel serius tante," ucap Darrel seolah memohon pada Aluna.
Baru saja akan bersuara tiba-tiba terdengar seseorang yang memanggil Darrel, "Astaga Tuan Darrel, Mbak kaget karena Tuan yang tiba-tiba gak ada di kursi tadi," ucap seorang perempuan yang usianya tampak lebih muda dari Aluna.
Aluna tau jika perempuan tersebut adalah pengasuh anak kecil tersebut karena perempuan itu memakai seragam.
"Habisnya Mbak Ayu lama ke kamar mandinya terus Pak Anton juga gak datang-datang, Darrel kan mau main," ucap Darrel.
"Maaf ya Tuan Darrel, loh ini lutut Tuan luka," ucap perempuan tersebut yang bernama Ayu.
"Iya, tadi saya lihat Darrel nangis dan udah luka Mbak, kayaknya tadi Darrel jatuh makanya bisa luka kayak gini," ucap Aluna.
"Astaga, terima kasih ya Mbak karena udah nolongin Tuan Darrel," ucap Ayu.
"Iya Mbak," ucap Aluna.
Namun, Aluna merasa ada yang aneh dengan ekspresi Ayu. "Ada apa Mbak?" tanya Aluna.
"Gapapa Mbak, saya cuma takut Tuan marah karena Tuan Darrel terluka," ucap Ayu.
"Nanti Mbak jelasin pelan-pelan aja, saya yakin majikannya Mbak Ayu ngerti," ucap Aluna dan diangguki Ayu.
"Sekali lagi terima kasih ya Mbak," ucap Ayu dan diangguki Aluna.
"Tuan, ayo pulang. Hari ini Papa udah pulang dan mau ajak Tuan Kenan jalan-jalan ke pantai," ucap Ayu.
"Yeay, ayo Mbak kita pulang. Tante cantik, kapan-kapan kita ketemu lagi ya. Tapi, tante cantik udah jadi Mamanya Darrel," ucap Darrel.
"Iya," jawab Aluna asal.
Disisi lain, Aluna pun memutuskan untuk segera kembali karena takut Neneknya sendirian. Dalam perjalanan pulang, ia melihat penjual semangka dan Aluna membeli buah tersebut karena Nenek Putri menyukai semangka.
Tak lama setelah itu, Aluna sampai di rumahnya dan ia segera masuk ke dalam rumah. Namun, Aluna terkejut saat Tante Rani membentak Nenek Putri, "Awas ya kalau dalam waktu satu bulan ini Ibu gak balikin uangnya Mas Ilham, Rani bakal hancurin semua yang Nenek punya!" teriak Tante Rani.
"Tante," panggil Aluna.
"Bagus deh kamu udah datang, sekarang mana uang yang udah kamu pinjam ke suami saya," ucap Tante Rani.
"Tante, bukannya untuk bulan ini Luna udah bayar ke Om Ilham, jadi kenapa Luna harus bayar ke tante juga. Kesepakatannya kan Luna bayar satu bulan sekali ke Om Ilham, jadi bulan ini Luna gak perlu bayar lagi," ucap Aluna.
"Itu urusan lain, saya gak mau tau pokoknya kamu harus bayar. Awas aja ya sampai akhir bukan kamu belum bayar, saya obrak abrik rumah ini, makanya kalau gak punya uang jangan maksa kuliah tinggi-tinggi," ucap Tante Rani lalu pergi.
Ucapan tante Rani tentu menyakiti perasaan Aluna, tapi ia tidak berbuat apa-apa karena apa yang dikatakan Tante Rani memang benar.
"Udah Luna, jangan di pikirkan ucapan Rani. Ilham sekarang lagi merantau di luar negeri, jadi wajar kalau Rani seenaknya gitu," ucap Nenek Putri.
"Om Ilham merantau ke luar negeri?" tanya Aluna.
"Iya, itu juga karena Rani. Dia mau menguasai harta Ilham makanya dia nyuruh Ilham ke luar negeri," ucap Nenek Putri.
"Astaga Nek, berarti Om Ilham gak tau niat Tante Rani nyuruh Om Ilham ke luar negeri," ucap Aluna dan diangguki Nenek Putri.
Setelah merapikan barang-barang yang sudah di hancurkan tante Rani, Aluna pun masuk ke dalam kamarnya.
"Aku harus kayak gimana ini? aku udah cari tambahan sana sini, tapi tetep aja uangnya gak cukup. Aku harus bisa dapat uangnya sebelum tante Rani nekat dan hancurin rumah ini," gumam Aluna hingga ia pun terlelap.
.
.
.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!