Kalandra Abimana, dia adalah CEO muda yang terkenal dingin dan angkuh.
Dia Putra tunggal dari pasangan Surya Abimana dan Sari Avita. Kala Pria yang sangat Introvert dan sangat tampan. Namun, dia dingin sekali dengan seorang wanita, berkali-kali kedua orangtuanya menjodohkan dengan wanita anak dari rekan bisnis papanya, berkali-kali juga dia menolaknya. Dan, hingga saat ini dia tak memiliki kekasih.
Pagi hari sebelum ke kantor seperti biasa keluarga Abimana berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Papa dan mama Kala sudah menunggu Kala di meja makan. Kala menuruni anak tangga satu persatu.
"Pagi Ma, Pa," sapa Kala sambil menarik kursi.
"Pagi, Kala," jawab Mama Sari.
"Kala, hari ini tolong kamu temui klien papa di Kinari Resto jam 2 siang. Papa tidak bisa menemuinya karena ada urusan dengan Om Seno," ucap Surya.
"Baik pa, papa ada urusan apa dengan Om Seno?" tanya Kala.
"Biasa, soal bisnis. Kamu jangan lupa temui Klien papa, ini Klien penting, jadi kamu persiapkan semua," papar Surya.
"Siap pa. Ya sudah Kala berangkat dulu Pa, Ma," pamit Kala.
"Iya, hati-hati sayang," ucap Mama Sari.
"Hati-hati Kala, ingat jangan sampai lupa jam 2 siang." Ucap Papa Surya mengingatkan Kala lagi.
"Oke." Jawab Kala sambil berlalu.
Kala mengambil kunci mobilnya, dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya ke kantor. Sementara, orang tua Kala yang masih berada di ruang makan, mereka membicarakan perjodohan Kala dengan putri rekan kerjanya. Yaitu, Seno Alfianto. Iya, Seno adalah sahabat sekaligus rekan bisnis Surya. Mereka sepakat untuk menjodohkan Kala dengan putri dari Seno Alfianto.
"Pa, apa Kala mau di jodohkan dengan anaknya Seno?" tanya Mama Sari.
"Semoga saja dia mau Ma, sudah sering dia menolak wanita yang kita jodohkan dengan dia," jawab Papa Surya.
"Tapi, Pa, anaknya Seno kan sedang hamil? Dan, papa tahu kan Kala di jodohkan dengan wanita cantik yang masih single saja tidak mau, apalagi dengan wanita yang sedang berbadan dua pa?" ujar Mama Sari.
"Iya papa juga berfikir seperti itu, Ma. Papa merasa kasihan saja dengan anaknya Seno, Seno dan Mela juga merasa terpukul sekali putri semata wayangnya dihamili kekasihnya dan ditinggal pergi. Mereka sudah berusaha mencari, tapi tidak ketemu," jelas Papa Surya.
"Ya mama juga merasakan apa yang Seno dan Mela rasakan, semoga Kala bisa menerimanya ya, Pa. Mama juga tidak muluk-muluk ingin memiliki menantu yang seperti apa, yang terpenting mereka bisa saling menerima apa adanya walau tak ada rasa cinta. Cinta kan bisa tumbuh dengan berjalannya waktu, Pa," ucap Mama Sari.
"Iya, Ma, semoga saja Kala menerima perjodohan ini."
Surya dan Sari melanjutkan sarapan paginya, setelah mereka selesai sarapan, mereka menemui Seno dan Mela di rumahnya.
*****
Di kediaman Seno Alfianto.
Anin masih memohon pada Papanya agar tidak menjodohkan dirinya dengan anak sahabatnya. Iya, anak dari Surya dan Sari. Anin berulang kali menolaknya tapi tetap saja Papan dan Mamanya ingin dia menikah dengan putra dari Surya dan Sari. Iya, Kala, Pria yang akan di jodohkan dengan Anin.
"Pa, Anin mohon, jangan jodohkan Anin dengan pria itu. Apa papa tidak kasihan dengan anak Om Surya yang harus menanggung semua kesalahan Vino?" Anin memohon pada Ayahnya.
"Pa, Anin akan mencoba mencari Vino lagi, Anin mohon sama Papa, batalkan perjodohan ini." Anin memohon sekali lagi. Namun, Papa Seno tak menghiraukan apa yang Anin katakan.
"Ma, tolong, jangan jodohkan Anin dengan anaknya Om Surya. Mama, biarkan anak ini lahir tanpa ayah, Anin akan mengurusnya sendiri daripada Anin menyusahkan orang lain." Anin terus merengek pada kedua orang tuanya. Namun, mereka tak bergeming dengan apa yang Anin katakan.
"Anin, kamu bisa diam!" seru Seno.
"Kamu mau cari laki-laki bejat itu Kemana lagi, hah?! Sudah 5 bulan kami mencari namun tak ada hasil. Papa mau, kali ini kamu harus menuruti kata papa. Tidak ada penolakan untuk semua ini. Kamu harus menikah dengan anak Om Surya." Ucap Papa Seno yang sudah geram.
"Tapi, Pa!" ucapan Anin terhenti saat papanya menatap tajam ke arah Anin.
"Tidak ada tapi-tapian Anin! Kamu harus menuruti papa kali ini!" tegasnya. Papa Seno semakin marah dengan Anin yang terus menolak di jodohkan dengan Kala.
Anin hanya terdiam saja, dia mencoba menuruti apa yang di inginkan kedua orang tuanya.
"Nak, mama tahu yang kamu rasakan. Kami hanya tidak mau anak kamu lahir tanpa ayah, nak." ujar Mama Mela.
"Terserah mama dan papa saja." ucap Anin yang sudah menyerah dengan penolakannya.
Anin masuk ke dalam kamarnya, dia sangat menyesali apa yang dia perbuat dengan kekasihnya. Janin di dalam kandungannya semakin membesar, kini berusia 20 Minggu atau 5 bulan. Dan, hingga saat ini Anin belum menemukan keberadaan kekasihnya yang menghamilinya. Yaitu, Vino Iskandar. Anin teringat saat dirinya bersama Vino, Vino selalu memperlakukan Anin dengan manis dan lembut, hingga dia terbuai rayuan Vino dan melakukan hubungan terlarang yang menyebabkan dirinya hamil. Memang hubungan mereka di tentang oleh orang tua Anin dan orang tua Vino juga. Namun, mereka nekat masih berhubungan dengan cara backstreet. Hubungan mereka semakin dekat hingga Anin hamil dan Vino pergi meninggalkan Anin begitu saja.
"Vino, kamu di mana? Mana janjimu, Vino? Janjimu yang akan bertanggung jawab dengan semua ini?" ucap Anin lirih dengan suara seraknya.
Anin terpaksa menerima perjodohan dari orang tuanya. Mau menolak pun dia tak bisa, papa dan Mamanya memaksa dia menikah dengan anak dari sahabatnya. Yaitu, anak dari Surya dan Sari.
"Bagaimana bisa aku menikah dengan laki-laki yang tak aku kenal dan tidak ku cintai. Terlebih aku sedang berbadan dua? Mana ada seorang pria mau menikahi wanita yang sedang berbadan dua seperti aku saat ini?" Anin bertanya-tanya dalam hatinya.
Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dia harus bisa terima kenyataan pait seperti ini.
Tak lama kemudian Surya dan Sari sampai di kediaman Seno. Seno dan Mela dengan ramah menemuinya dan mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu. Mela meminta Asisten rumahh tangganya membuatkan teh untuk Surya dan Sari, juga untuk dirinya dan suami. Mereka langsung membicarakan apa yang akan mereka bahas. Iya, mereka membicarakan soal perjodohan Anin dan Kala.
"Bagaiman Seno, apa Anin setuju jika menikah dengan putraku?" tanya Surya.
"Anin, dia sebenarnya menolak. Tapi, kami sudah membujuknya dan dia mau menerimanya," jawab Seno.
"Bagus kalau begitu, nanti tinggal aku yang membujuk Kala agar dia mau," ujar Surya.
"Surya, maafkan aku, Kala harus menanggung ini semua." Ucap Seno memohon maaf pada Surya.
"Seno, sudah lupakan itu, aku tahu apa yang kamu dan Mela rasakan. Aku juga ingin anak ku menikah, Seno. Berkali-kali aku menjodohkan dia, dia selalu menolak," jelas Surya.
"Sudah, sudah, semoga Kala mau dijodohkan dengan Anin. Di mana calon menantuku? Aku pengin bertemu dengannya," tanya Sari.
"Dia di kamar, Sar, aku panggil dulu ya?" jawab Mela.
"Jangan, Mel, ayo kita ke kamar dia saja, kasihan dia harus naik turun tangga, dia kan sedang hamil?" ucap Sari.
"Ya sudah ayo kita ke kamar Anin," ajak Mela.
Sari dan Mela meninggalkan ruang tamu, mereka menuju kamar Anin. Sari sangat senang sekali bisa bertemu dengan Anin, apalagi Anin sangat cantik sekali. Mela mengetuk pintu kamar Anin, dia membukanya karena Anin tak menguncinya. Anin terlihat sedang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia terlihat melamun dengan menatap langit-langit kamar.
"Anin sayang, lihat siapa yang datang?" Ucap Mama Mela yang sudah duduk di tepi ranjang.
"Hai sayang, maaf Tante ganggu istirahatmu," sapa Sari.
"Hai juga Tante? Maaf tante itu Tante Sari?" tanya Anin.
Memang Anin tak pernah tahu Sari dan Surya, walaupun kedua orang tua mereka bersahabat baik. Tapi, Sari dan Surya jarang bertemu di rumah, mereka jika bertemu di luar rumah dan jarang membawa anak mereka.
"Iya ini Tante Sari, Sayang," jawab Mama Mela.
"Hallo Anin, salam kenal. Ini mama Sari, calon mertuamu sayang. Bagaiman keadaanmu?" tanya Sari.
"Emm ... ba--baik, Tante," jawab Anin gugup.
"Panggil mama saja dong? Jangan Tante," pinta Sari
"Ehm ... iya ma." Anin mengulangi lagi memanggil Sari dengan sebutan Mama.
"Usia kandunganku berapa Minggu sayang?" tanya Sari
"Sudah memasuki Minggu ke-20, Ma," jawab Anin.
"Sudah hampir 5 bulan. Anin, mau kan menikah dengan Kala?" tanya Sari.
"Ma, Anin tidak mau menjadi beban Putra mama, biarlah anak ini lahir tanpa ayah, Anin akan mengurusnya sendiri, Ma," jawab Anin.
"Tidak, Nak. Kamu harus menikah dengan Kala. Mama yakin Kala tidak akan menolaknya. Kala pasti mau menikah denganmu."
"Tapi, Ma."
"Tidak ada tapi-tapian. Kamu harus menikah dengan Kala, putra mama." Ucap Sari dengan tegas.
Mau tidak mau, Anin harus menuruti apa kata orang tuanya dan apa kata orang tua Kala. Anin semakin merasa tidak enak dengan perlakuan calon mertuanya yang baik sekali. Padahal mereka baru bertemu, tapi rasanya sudah akrab saja.
"Aku harus bagaimana, mereka terlalu baik sekali padaku. Aku sudah membawa Aib untuk mereka. Tapi, mereka masih baik terhadapku?" ucap Anin dalam hati.
Dia menundukkan wajahnya dan kembali menatap Mama Mela dan Tante Sari. Anin menghembuskan nafasnya perlahan.
"Tante, mama, Anin tidak bisa, biarkan anak Anin lahir tanpa Ayah, Anin akan merawatnya sendiri Ma, Tante."
"Anin, apa kamu ingin melihat papa kamu di gunjing banyak orang karena kamu mempunyai anak tidak ada ayahnya?" ucap Tante Sari
"Tante, apa Tante tidak kasihan, anak Tante menikahi wanita yang tengah hamil dan itu bukan anaknya sendiri?" tanya Anin dengan meneteskan air mata.
Sari sejenak terdiam mencerna apa yang di katakan Anin. Iya benar, Kala harus menikahi wanita yang sedang hamil tapi bukan anaknya.
"Iya benar kata Anin. Tapi, aku kasihan melihat Mela dan Seno, Mereka orang yang sangat berjasa dalam hidupku dan Mas Surya. Mereka yang menyatukan kami kembali ketika orang tua kami mencoba memisahkan kami," ucap Sari dalam hati
"Tante, Anin mohon, jangan paksa Kala jika dia tidak mau," ucap Anin sekali lagi.
"Tante yakin dia pasti mau sayang. Kamu jangan khawatir, Nak." Sari memeluk Anin, dia sudah menganggap Anin adalah putrinya.
Mela dan Sari meninggalkan kamar Anin, mereka menghampiri suami mereka yang masih berbincang-bincang di ruang tamu.
"Bagaimana Anin, Ma?" tanya Surya.
"Aku sudah membujuknya, dia mau, Pa," jawab Sari.
"Syukurlah, Kita harus membicarakan ini semua pada Kala sekarang ma," ujar Surya.
"Apa tidak terlalu cepat, Sar?" tanya Mela.
"Mela, kandungan Anin semakin membesar, kita harus segera menikahkan Anin dan Kala," jawab Sari.
"Sari, Surya, terima kasih untuk semuanya. Kami melibatkan masalah ini pada kalian," ucap Seno.
"Seno, kamu dan Mela adalah orang yang berarti bagi hidup kami. Kamu ingat dulu, bagaimana kehidupanku dan Sari sebelum kamu menolongku dari keterpurukan itu?" tanya Surya.
"Surya, aku ikhlas dengan semua itu. Apa Kala mau menikah dengan anakku yang telah di hamili laki-laki lain?"
"Seno, serahkan semua pada kami. Kami akan membicarakan baik-baik pada Kala. Kami permisi pulang dulu untuk membicarakan ini semua pada Kala." Surya dan Sari pamit pulang untuk membicarakan semua pada Kala.
Kala yang baru saja menemui Klien papanya, dia kembali ke kantor untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Kala sibuk dengan berkas-berkas yang bertumpukan di meja kerjanya.
Ponsel dia berbunyi, ada satu pesan masuk di Whatsapp nya, dia membuka pesan masuk tersebut. Iya, pesan itu dari papanya.
[Nak, bisakah kamu pulang sebelum jam 5 sore, ada hal yang harus papa dan mama bicarakan]
[Baik, Pa.]
Kala hanya membalas seperti itu, dia sudah paam, pasti semua itu masalah wanita, dia sudah tau kalau Papa dan Mamanya pasti akan menjodohkan dia.
"Paling mau mengenalkan seorang wanita dari rekan bisnisnya lagi. Kenapa mereka tak pernah menyerah sedikitpun? Apa papa dan mama sebegitunya ingin aku menikah?" Kala bertanya-tanya dalam hatinya.
"Ah ... entahlah, kali ini mungkin aku harus menuruti dan mencoba menerimanya." Lirih Kala sambil meneruskan pekerjaannya.
Kala melajukan mobilnya untuk kembali ke rumahnya. Sesampainya du rumah, dia langsung menemui kedua orang tuanya, mereka berkumpul di ruang tengah membicarakan masalah perjodohannya dengan Anin. Kala hanya mendengarkan apa yang orang tuanya katakan.
"Pa, bagaimana bisa aku menikahi seorang wanita yang tengah hamil, masa iya, Kala yang harus menanggungnya pa?" protes Kala dengan kecewa.
"Nak, mama mohon, ini satu-satunya cara membalas kebaikan keluarga Om Seno dan Tante Mela. Mereka yang dulu menolong keluarga ini, Nak?" pinta Mama Sari
"Ma, tapi bukan seperti ini caranya!" pekik Kala. Kala semakin kesal dan menolaknya, tapi apalah daya, dia tidak bisa membantah keinginan orang tuanya.
"Kala, papa mohon sekali denganmu. Papa yakin kamu bisa." Papa Surya memohon pada Kala sekali lagi.
"Pa, beri Kala waktu. Kala akan mempertimbangkannya," ucap Kala sambil berlalu masuk ke kamarnya.
"Harapan kami hanya padamu, Nak," desah Mama Sari penuh harap.
Kala berlalu meninggalkan kedua orangtuanya. Dia bimbang, dia mengira orang tuanya akan menjodohkannya dengan gadis yang tidak sedang hamil. Tapi, mereka menyuruh Kala menikahi wanita yang tengah hamil dan di tinggalkan begitu saja oleh kekasihnya.
"Apa salah dan dosaku, Tuhan? kenapa aku harus menikahi wanita yang hamil bukan karena ulahku?" lirih Kala sambil mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Dia meremas rambutnya karena frustrasi.
"Aku harus bagaimana, apa aku harus menurutinya?" ucap Kala dalam hati.
Kala merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dia memikirkan apa yang orang tuanya inginkan.
"Jika ini yang terbaik, aku akan menurutinya, iya aku akan menerimanya, bagaimanapun Om Seno dulu sudah berkorban untuk keluarga kami. Lalu, siapa anak Om Seno itu? lebih baik aku menanyakan pada Mama dan Papa nanti saat makan malam," ucap Kala lirih.
Orang tua Kala sudah menunggu di meja makan untuk makan malam. Kala keluar dari kamarnya dan menghampiri orang tuanya yang sudah menunggunya di meja makan.
"Malam, Ma, Pa." Sapa Kala sambil mendudukan dirinya di kursi.
"Malam, Kala? Kamu mau makan apa, biar mama ambilkan?" tanya Mama Sari.
"Mau ayam kecapnya, Ma. Oh iya Ma, Pa, apa anak Om Seno itu yang bernama Anin?" tanya Kala .
"Iya, benar Anin. Ada apa kamu bertanya? Apa kamu akan menyetujui perjodohan ini? Jika iya, papa sangat berterima kasih padamu, Nak," jawab Papa Surya.
"Apa dia mau?" tanya Kala sambil menikmati makan malamnya.
"Mama sudah membujuk Anin, dia menerimanya tapi masih ragu, dia tidak mau membebani kita," ucap Mama Sari.
"Ma, Pa, Kala terserah mama dan papa, jika memang ini jalan Kala untuk menikahi dan bertanggung jawab pada Anin, Kala terima, asal mama dan papa bahagia. Dan, ini semua yang terbaik untuk Kala." Ucap Kala, dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti. Dia hanya mencoba menyenangkan hati orang tuanya.
"Kamu yakin?" tanya Papa Surya.
"Iya, Kala yakin," jawab Kala dengan tegas.
"Maafkan papa, Nak. Apa kamu memiliki kekasih atau wanita yang kamu cintai? Jika iya, kamu bisa membatalkan semua ini?" anya Papa Surya.
"Tidak pa, papa tau sendiri kan, bagaimana Kala?" jawabnya.
"Ya sudah, kami akan memberitahukan pada Om Seno dan Tante Mela, kalau kamu menerima perjodohan ini," cap Papa Surya.
Kala kembali ke kamarnya setelah makan malam, dia masih bingung dengan keputusannya.
"Bagaimana bisa aku mengiyakan permintaan papa dan mama untuk menikahi wanita yang sedang hamil?" ucap Kala dalam hati.
Kala merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dia mencoba memejamkan matanya,tapi tidak bisa. Dia sangat penasaran dengan Anin, wanita yang akan di jodohkan dengannya.
Sementara di rumah Seno, dia baru saja menerima telfon dari Surya. Surya berkata padanya bahwa Kala mau menikahi Anin. Hati Seno sangat bahagia mendengar kabar dari Surya. Dengan segera dia menentukan tanggal pernikahan mereka tanpa persetujuan dari Anin dan Kala.
Pernikahan mereka akan di gelar satu minggu lagi. Keputusan mereka sudah bulat, Anin dan Kala harus mau menerima keputusan dari kedua orang tua mereka.
Satu Minggu telah berlalu, hari ini adalah hari pernikahan Kala dan Anin. Anin terlihat cantik menggunakan kebaya yang dipilihkan calon mertuanya. Mama Sari yang memilihkannya, kebaya terbaik, terindah, tercantik, dan termahal. Mama Sari senang sekali akhirnya putra semata wayangnya akan menikah.
Di rumah Surya, Kala masih tidak menyangka, jika hari ini dia harus menikah dengan Wanita pilihan kedua orang tuanya. Dia harus menikahi wanita yang hamil bukan karena perbuatannya. Sebelum Kala pergi ke rumah Seno untuk melaksanakan pernikahannya dengan Anin, dia keluar sebentar untuk mencari udara segar di pagi hari.
"Bertemu saja tidak pernah, menyentuhnya juga tidak pernah, mau menikah yang menemui calon pengantinku Mama dan Papa terus, aku ini mau menikah dengan wanita yang seperti apa sih rupanya? Yang aku tau hanya orang tuanya, namanya, dan dia juga sedang hamil, yang menghamili juga bukan aku? Kenapa aku menurut sekali pada orang tuaku saat ini? Apa ini sudah jalanku untuk menikah dengan Anin?" gumam Kala dalam hati sambil mengemudikan mobilnya menuju supermarket untuk membeli sesuatu.
Anin dari tadi tak henti-hentinya menatap layar ponsel miliknya. Dia berharap Vino menghubunginya. Lalu dia memberitahukan jika hari ini akan menikah dengan laki-laki yang tak ia kenal. Walaupun orang tua mereka saling mengenal, Anin dan Kala sama sekali tidak pernah bertemu, mereka menyerahkan semua urusan pernikahannya pada kedua orang tua mereka.
"Bagaimana mungkin aku menikah dengan orang yang tidak aku kenal? Nantinya aku malah akan merepotkan dia? Terus dia menjadi ayah untuk anak ini, menafkahiku? Pasti aku benar-benar menjadi bebannya, apalagi dia tidak mengenalku? Maafkan Anin, Pah Mah. Anin harus pergi, Anin tidak mau menjadi beban orang yang tidak bersalah. Ini salah Anin. Anin yang harus menanggung ini semua. Iya, aku harus pergi sekarang. Entah kemana perginya, aku tidak tahu, aku turutu saja ke mana kaki ini melangkah," gumam Anin dalam hati.
Anin mengemasi beberapa pakaian untuk dibawanya pergi, dia memasukan ke dalam tasnya. Dia mengambil beberapa uang miliknya dan membawa semua ATM miliknya. Dia melihat sekitar rumah untuk memastikan keadaan aman atau tidak untuk melanjutkan aksinya kabur dari rumah.
"Mungkin lewat sini aman?" ucapnya lirih.
Anin masih memakai gaun pernikahannya, dia mengendap-endap keluar rumahnya dan berhasil kabur dari rumahnya.
Dia setengah berlari menuju jalan raya, setelah sampai di jalan raya dan berhenti sejenak, dia mencari toko untuk membeli air mineral karena merasa sangat haus. Dia duduk di depan toko tersebut.
"Maafkan bunda, Nak. Bunda hanya tidak ingin merepotkan banyak orang. Baik-baik ya sayang?" Ucapnya lirih sambil memegang perutnya yang mulai membuncit.
Dia beranjak dari tempat duduknya,dia menyebrang jalan karena ingin mencari taxi untuk segera pergi dari kotanya. Namun, sebelum itu, dia mengambil beberapa uang di ATM-nya sebelum pergi.
Karena tak mendapat taxi, dia terpaksa berjalan hingga menemui sebuah supermarket. Dia memasuki supermarket tersebut dan dia membeli beberapa makanan dan susu. Setelah selesai dia keluar dari supermarket dan saat hendak menyebrang jalan dia tak melihat ada mobil yang sedang melaju, untung saja mobil itu tidak berkecepatan tinggi.
"Ciiiittttt..." suara rem mobil itu terdengar, Anin tersungkur di depan mobil itu, untung saja dia tidak apa-apa. Dia langsung beranjak bangun dan pemilik mobil keluar dari mobilnya.
"Mba, lihat-lihat dong kalau mau menyeberangi jalan! Apa ada yang terluka mba? Mari saya antar ke rumah sak....." Belum sempat pemilik mobil itu selesai berbicara, Anin pingsan dan dengan segera pemilik mobil itu membawa Anin masuk ke dalam mobilnya lalu membawanya ke rumah sakit.
Mobil berjalan dengan cepat menuju rumah sakit, setelah sampai, Anin di bawa ke UGD oleh beberapa perawat untuk di periksa oleh dokter. Setelah selesai memeriksanya dokter keluar menemui orang yang menolong Anin.
"Bapak suami ibu tersebut? Jaga istri bapak, jangan sampai kelelahan karena akan membahayakan janin yang ada di dalam kandungannya," ucap dokter. Pria itu hanya diam saja mendengarkan dokter berbicara.
"Iya dok," jawabnya setengah bingung.
"Nanti saya berikan resep untuk istri anda, dan bisa segera pulang, jaga baik-baik istri anda pak." ucap dokter tersebut.
"Bagaimana bisa aku menolong orang yang sedang hamil dan orang yang akan aku nikahi juga sedang hamil? Kenapa jadi kebetulan seperti ini sih?" Ucap pria itu dalam hati.
Iya, yang menolong Anin adalah Kala, orang yang akan menikahinya. Kala masuk ke dalam UGD menemui wanita yang di tolongnya.
"Mba sudah siuman? bagaimana masih pusing, atau apa yang masih dirasa tidak enak?" tanya Kala.
"Aku sudah tidak apa-apa. Aku harus segera pergi, terima kasih sudah menolong saya," ucap Anin dengan gugup.
"Aku antar mba pulang, di mana rumah mba?" tanya Kala. Namun, Anin hanya terdiam tak menjawab pertanyaan Kala yang bertanya padanya di mana rumahnya.
"Mba kok diam?" tanya Kala lagi.
"A--aku, aku sebenarnya kabur dari rumah, bisa minta tolong carikan kontrakan untuk tempat tinggal sementara? Cuma kamu yang aku kenal sekarang, aku tak tau harus pergi ke mana. Bawa aku keluar dari kota ini, dan bantu aku mencari kontrakan." Pinta Anin memohon.
"Tapi mba sedang hamil. Kenapa mba kabur?"
"Nanti aku jelaskan dalam perjalanan."
"Baik, tunggu sebentar aku akan menebus obat mba dulu." Kala keluar dari UGD, dia menebus obat Anin dan membayar biaya perawatan Anin tadi.
Mereka keluar dari rumah sakit, Kala menuruti apa yang Anin inginkan, pergi dari kotanya dan mencari rumah kontrakan untuknya.
"Kenapa mba kabur dari rumah?" tanya Kala. Anin masih terdiam tak menjawabnya.
"Mba, kenapa kabur dari rumah?" tanya Kala lagi.
"Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak bersalah, aku tidak mau merepotkan orang yang tidak bersalah. Bagaimana mungkin aku menikah dengan Pria yang tidak menghamiliku? Mas sendiri pasti tidak mau kan kalau di suruh orang tua mas menikahi wanita yang tidak di hamilinya?" jawab Anin.
"Apa jangan-jangan dia Anin?" Ucap Kala dalam hati.
"Kenapa mba tidak mau?" tanya Kala.
"Aku tidak mau menambah beban pada orang itu. Keluarganya sangat baik sekali, aku tidak tau siapa laki-laki itu. Yang aku tau hanya namanya saja. Bahkan, mau menikah pun tak pernah bertemu dengannya. Lihat baju ini, calon mertuaku yang membelikannya, gaun ini bagus sekali, aku suka. Ini sangat mewah, tapi aku tidak mau menjadi beban laki-laki itu. Menurutku dia berhak dapat wanita yang lebih baik dariku," jelas Anin. Kala mencerna kata-kata Anin, dia terhenyak dengan kata-kata Anin.
"Benar dia Anin, mengapa dia malah kabur, saat aku ingin menikahinya. Kasihan juga dia. Apa yang harus aku lakukan?" ucap Kala dalam hati.
"Jadi seperti itu ceritanya. Kamu sudah makan?" tanya Kala. Anin menggelengkan kepalanya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Kala lagi.
"Aku ingin makan masakan Padang." pinta Anin.
"Baiklah, setelah kamu makan, baru kita cari kontrakan. Tapi, ganti dulu bajumu, kamu membawa ganti kan? Nanti di kira aku membawa kabur pengantin orang." Ucap Kala.
"Iya, aku akan ganti bajuku." Ucap Anin.
"Itu di depan ada SPBU, sekalian aku isi bahan bakar, kamu ke toilet ganti pakaianmu."
"Iya," jawabnya.
Setelah sampai di SPBU, Anin dengan segera pergi ke toilet dan mengganti bajunya. Kala sedang mengantri untuk mengisi bahan bakar. Anin sudah selesai berganti baju, dia memakai dress lengan pendek selutut warna maroon. Anin menguncir rambutnya ekor kuda, dia terlihat begitu fresh tanpa make up di wajahnya. Dia berjalan ke arah mobil Kala. Kala memperhatikannya dari jauh, dia lupa jika hari ini dia akan menikah, dan pasti orang tua mereka dan orang tua Anin mencarinya. Dia sengaja menonaktifkan ponselnya agar tidak di hubungi keluarganya, saat dalam perjalanan. Dia berniat setelah mencarikan kontrakan untuk Anin baru akan menghubunginya.
Anin masuk kedalam mobil Kala dan duduk di jok depan samping kemudi.
"Sudah?" tanya Kala.
"Iya sudah. Kamu sudah isi bahan bakar?" tanya Anin.
"Sudah, ayo kita cari makan." ajak Kala
Mereka menuju ke rumah makan Padang, karena Anin ingin sekali makan masakan Padang. Sesampainya di sana, mereka memesan makanan yang mereka inginkan. Anin memesan rendang sama dengan apa yang di pesan Kala. Mereka menikmati makanannya masing-masing. Setelah hampir selesai makan, Kala bertanya pada Anin.
"Kita belum kenalan. Nama mba Siapa?" tanya Kala.
"Anin, kalau mas?" tanya Anin.
"Benar, dia benar Anin." Gumam Kala dalam hati.
"Anin, aku ... a--aku Kala." Jawab Kala.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!