Di sebuah halaman rumah daerah perkampungan, tampak seorang anak kecil sedang di ejek oleh anak-anak seusianya. Meski begitu, anak kecil tersebut tampak biasa saja, tidak bersedih atau menangis. Entah karna sudah terbiasa atau memang gadis kecil tersebut adalah gadis yang kuat. Yang pasti ia hanya diam dan tidak membalas kenakalan anak-anak yang sedang mengejeknya itu.
Anak kecil yang sedang di ejek dan di hina tersebut fokus membuat alat musik dengan menggunakan tutup botol yang akan ia gunakan untuk mengamen.
Tidak lama kemudian, seorang wanita muda membubarkan anak-anak nakal tersebut dengan cara menyiram mereka menggunakan air bekas cucian pakaian kotor.
Beberapa menit kemudian. Salah satu dari orang tua anak-anak nakal tadi datang dan marah-marah pada wanita yang menyiram anak-anak tersebut.
"Dasar orang gila. Harusnya orang gila kayak kamu jangan tinggal di sini! Bahaya buat orang lain." Teriak ibu-ibu berambut pendek dengan menunjuk wanita yang menyiram air bekas cucian ke arah anak-anak tadi.
Wanita yang sedang di marahi hanya diam saja seolah tidak ada siapa-siapa di hadapannya. Bahkan saat ibu-ibu menjambaknya, wanita itu tetap diam tanpa ada reaksi apapun. Raut wajahnya datar tanpa ekspresi marah, kesal ataupun sedih. Anak kecil yang tadi di ejek oleh anak-anak nakal berusaha mendorong ibu-ibu yang menjambak wanita tadi.
"Jangan ganggu mama saya! Mama saya tidak bersalah." Teriak gadis kecil itu sembari menarik rok panjang yang sedang di kenakan ibu-ibu yang sedang menjambak wanita yang di sebut mama oleh anak kecil tersebut.
Berhubung rok ibu-ibu tersebut hampir melorot karna tarikan dari gadis kecil itu. Akhirnya ibu-ibu tersebut melepaskan rambut wanita yang sedang di jambaknya.
"Dasar, anak sama ibu sama gilanya." Maki ibu-ibu tersebut dengan rasa kesal, dan kemudian langsung pergi menuju rumah pak RT. Ia berharap wanita berstatus ODGJ yang tadi di jambaknya itu segera di usir dari perkampungan daerah tempat tinggalnya.
Berhubung banyak warga yang setuju dengan pendapat ibu-ibu yang ingin mengusir wanita ODGJ tersebut. Akhirnya wanita penyandang status ODGJ yang bernama Nadia tersebut di usir secara paksa oleh pak RT dan para warga.
Nadia dan putri kecilnya bernama Reyna terpaksa harus meninggalkan kampung tersebut. Meski begitu tetap saja raut wajah Nadia tampak datar tanpa ekspresi. Tidak ada reaksi apa-apa pada wajahnya.
"Mama, untuk sementara kita tinggal di bawah jembatan sini dulu ya." Ucap Reyna saat sedang istirahat di bawah jembatan daerah perkotaan.
Nadia hanya diam tidak menjawab ataupun menolak. Pandangannya kosong menatap ke arah keramaian jalan, memperhatikan kendaraan berlalu lalang.
Tiba-tiba air matanya menetes. Entah apa yang sedang di dipikirkannya. Reyna hanya bisa ikut menangis sedih sambil mengusap air mata mamanya.
"Mama tunggu di sini dulu ya! Jangan kemana-mana! Reyna mau cari makan dulu buat mama." Ucap Reyna sembari meletakkan tas yang berada di punggungnya.
Meski mamanya hanya diam, tapi Reyna yakin mamanya paham dan mendengar pesan darinya.
Reyna bergegas pergi untuk mengamen di perempatan lampu merah. Hal itu sudah biasa ia lakukan sejak kepergian eyang buyutnya satu tahun yang lalu.
Saat Reyna hendak menyebrang jalan, ia kurang hati-hati sehingga hampir saja tertabrak mobil yang hendak melintas. Untung pemilik mobil reflek mengeremnya.
Seorang pria berkacamata hitam dengan badan tinggi tegap keluar dari dalam mobil tersebut, lalu mendekati Reyna dan mengulurkan tangannya untuk membantu Reyna berdiri. Tadi Reyna reflek berjongkok saat mobil nyaris menabraknya.
Sejenak pria dewasa tersebut dan Reyna saling tatap dengan rasa yang tak biasa. Lalu kemudian, Reyna menyambut uluran tangan dari pria dewasa dihadapannya itu.
"Maafin Reyna ya om! Reyna tidak lihat kalo ada mobil akan melintas." Ucap Reyna dengan menunduk, merasa bersalah.
Pria itu tersenyum manis dan mengangguk.
"Iya, nggak papa. Lain kali hati-hati ya!" Ucap pria dewasa tersebut dengan lembut sembari mengelus rambut kepala Reyna seperti seorang ayah menyentuh kepala putrinya.
"Iya om." Ucap Reyna, yang kemudian izin untuk melanjutkan aktifitasnya.
Pria dewasa tersebut yang bernama Revaldo Adi Putra yang kerap di panggil Aldo tampak mengernyit heran saat Reyna pamit untuk mengamen. Anak sekecil itu sudah di biarkan mengamen di jalan raya seperti ini? Keterlaluan orang tuanya. Batin Aldo merasa marah.
Kemudian Aldo memanggil Reyna dan memberinya uang sebanyak tiga lembar warna merah.
"Ini beneran buat Reyna om?" Ucap Reyna dengan tersenyum senang.
"Iya. Tapi sekarang kamu pulang ya! Jangan ngamen lagi di sini! Bahaya." Ucap Aldo dengan suara lembut dan tersenyum manis.
Reyna mengangguk dengan senyum polos. Lalu pamit untuk pulang. Reyna juga sempat mencium punggung tangan Aldo. Membuat Aldo merasa terkesima dengan gadis kecil itu.
"Siapa gadis kecil itu? Kenapa aku seperti tidak asing dengan wajahnya. Aku juga merasa sudah mengenal begitu dekat dengan gadis kecil itu." Batin Aldo merasa ada yang aneh dengan perasaannya.
Aldo merutuki kebodohannya karna belum sempat menanyakan nama dan tempat tinggal gadis kecil yang tadi hampir di tabraknya.
Setelah mendapat uang. Reyna segera membeli dua bungkus nasi dan juga dua botol air mineral untuk dirinya dan juga mamanya.
Namun saat kembali, Reyna merasa terkejut dan bingung. Sebab mamanya sudah tidak ada lagi di tempat yang tadi.
"Mama." Teriak Reyna dengan setengah menangis. Seketika air matanya langsung terjun bebas di pipinya.
"Mama, jangan tinggalin Reyna mah!" Teriak Reyna lagi sembari duduk di tempat terakhir ia meninggalkan mamanya. Reyna menunduk sedih, merasa menyesal sudah meninggalkan mamanya sendirian.
Tiba-tiba mamanya sudah berdiri di hadapannya. Reyna langsung merasa lega dan memeluk mamanya seakan takut ditinggal lagi. Meski mamanya hanya diam saja dan tidak pernah mengajaknya berbicara tapi mamanya adalah satu-satunya harta yang paling berharga bagi Reyna. Hanya mamanya yang Reyna miliki di dunia ini. Entah kenapa mamanya bisa lain dari yang lain, tapi Reyna tidak pernah mengeluh ataupun mempermasalahkannya.
Apapun keadaan mamanya, Reyna yakin mamanya sangat menyayangi dirinya. Itulah sebabnya Reyna masih hidup berdampingan dengan mamanya sampai saat ini.
"Mama makan ya! Reyna bawa makanan untuk mama." Ucap Reyna dengan tersenyum sambil mengeluarkan dua bungkus nasi yang tadi di belinya.
Nadia hanya diam saja, tapi ia terlihat antusias dan langsung merebut nasi bungkus pemberian putrinya. Kemudian langsung menikmatinya dengan sangat lahap. Reyna tersenyum senang melihatnya. Kemudian segera ikut menikmati makan bersama sang mama tercinta.
"Uang dari om tadi masih utuh. Enaknya buat beli apa ya? Apa buat cari kontrakan murah saja?" Batin Reyna setelah menghabiskan nasi bungkusnya. Ia melirik mamanya yang sudah tertidur pulas dengan beralaskan kardus.
Reyna merasa kasihan dan khawatir mamanya akan di jahati orang. Meski banyak yang bilang mamanya gila, tapi penampilan mamanya terlihat cantik dan bersih. Laki-laki hidung belang pasti tak akan segan untuk memanfaatkan kelemahan mamanya.
Kemudian Reyna iseng bertanya pada orang-orang yang sedang berlalu lalang di pinggiran trotoar. Reyna menanyakan kontrakan harga tiga ratusan pada mereka.
Meskipun usia Reyna baru enam tahunan, tapi kerasnya kehidupan yang ia lalui membuat Reyna jadi bisa berpikir dewasa.
Bersambung..
Berkat info dari seseorang. Akhirnya Reyna berhasil menemukan kontrakan murah. Sekarang ia bisa tidur dengan nyaman meski hanya beralaskan karpet saja. Reyna berharap di tempat barunya tersebut tidak akan bermasalah lagi.
Tadinya Reyna tinggal bersama eyang buyut dan sempat sekolah PAUD. Tapi sejak eyang buyut meninggal. Reyna dan mamanya di usir oleh saudara jauh eyang buyut.
Reyna dan mamanya sempat tinggal di rumah yang lumayan bagus pemberian dari om mamanya. Tapi mama dari om-nya merasa tidak terima dan mengusir Reyna saat om dari mamanya tersebut sedang dalam perjalanan ke luar negeri.
Akhirnya ada orang baik yang bersedia memberi tumpangan gratis di rumah terakhir mereka tinggali. Namun lagi-lagi Reyna dan mamanya kembali di usir karna di anggap mamanya selalu membuat ulah. Padahal mamanya hanya ingin membela Reyna dari kenakalan anak-anak di kampung tersebut.
Pagi harinya, setelah membelikan sarapan untuk mamanya. Reyna kembali pergi untuk mengamen. Meskipun om semalam sudah melarang, tapi mau bagaimana lagi? Mamanya dan Reyna kan juga butuh makan. Tapi Reyna berjanji akan mengamen untuk yang terakhir kalinya.
Setelah mendapat uang dari hasil ngamen. Reyna akan menggunakan uang tersebut untuk modal jualan tisue, masker, permen dan lainnya.
"Hai gembel. Lama nggak ketemu, ternyata jadi gembel beneran ya?" Sapa seorang gadis kecil seumuran Reyna. Ia sedang berada di dalam mobil bagus dan mengejek Reyna dengan tatapan sinis.
Dulunya Reyna dan gadis kecil itu pernah sekolah di PAUD yang sama sebelum akhirnya Reyna keluar dan hendak pindah sekolah yang baru tapi belum jadi karna sudah keburu di usir lagi.
Reyna tidak menanggapi ledekan dari teman sekolahnya tersebut. Sebab ia tidak mau bermasalah dengan orang kaya. Apalagi anak nakal seperti Chila yang hobi membuat ulah.
Karna kesal, gadis kecil bernama Chila itu menyiram rambut Reyna dengan air susu dalam botol yang dibawanya.
"Ups, maaf. Sengaja." Ucap Chila dengan gaya centilnya. Kemudian mobil yang ditumpanginya melaju setelah lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Gadis kecil itu melambaikan tangan ke arah Reyna dengan raut wajah mengejek. Ia baru pulang sekolah bersama dengan supir pribadi neneknya.
Reyna hanya menghela nafas dan berusaha untuk bersabar. Kemudian ia mencari toilet umum untuk membersihkan rambutnya yang kotor karna air susu dari Chila. Setelah bersih, Reyna keluar dan kembali untuk mengamen.
"Ibu, peluk erat diriku! Beri ku semangat, untuk menjalani hidup."
Begitulah lirik lagu yang selalu di nyanyikan oleh Reyna saat mengamen.
Beberapa jam kemudian, Reyna pulang dengan membawa dua bungkus nasi padang. Setelah menghabiskan nasinya. Reyna menghitung sisa uangnya.
"Cuma ada lima puluh ribu. Cukup nggak ya buat modal jualan?" Ucap Reyna sembari merapikan uangnya dan kemudian memasukkannya ke dalam dompet kecilnya.
Tiba-tiba mamanya mengulurkan dua lembar warna merah ke arah Reyna. Tanpa berucap apa-apa Nadia langsung meletakkan uang tersebut ke pangkuan Reyna. Sebab Reyna tidak buru-buru mengambil malah terbengong menatap ke arah mamanya seolah bertanya uang tersebut darimana. Reyna khawatir mamanya mendapat uang tersebut dari hasil yang tidak baik.
"Mama nggak mencuri kan?" Tanya Reyna khawatir.
Nadia tidak menjawab. Ia hanya sedikit menggeleng dengan tatapan kosong. Tapi meski begitu, Reyna percaya, mamanya mendapat uang tersebut dari cara halal. Mungkin ada orang yang kasihan dan memberi mamanya uang.
Di sisi lain. Chila sudah sampai di rumah neneknya. Chila langsung memeluk nenek berwajah muda yang selalu memanjakannya itu.
"Nek, papa mana? Katanya sudah pulang dari luar negeri. Chila pengen ketemu nek sama papa." Ucap Chila manja sembari merangkul nenek berwajah muda yang sedang menggendongnya.
"Sabar ya cucu nenek yang cantik! Sebentar lagi papa kamu pasti pulang. Papa kan banyak pekerjaan, jadi wajar kalau sibuk." Balas nenek Chila yang bernama Rani.
Chila memanyunkan bibirnya karna kecewa. Papanya itu selalu sibuk sendiri, tidak pernah ada waktu untuk bermain atau jalan-jalan bersamanya.
Melihat cucunya tampak sedih dan kecewa. Rani memutuskan untuk mengajak Chila pergi ke tempat hiburan khusus anak-anak. Dan mengatakan bahwa nanti papanya akan menyusul kesana.
Chila langsung melompat kegirangan dan segera bersiap-siap untuk jalan-jalan bersama neneknya.
Di taman bermain anak-anak. Reyna menjajakan dagangannya. Sesekali ia melirik kesana kemari untuk melihat anak-anak seusianya yang sangat beruntung memiliki orang tua yang bisa mengajaknya bermain.
Tapi bukan berarti Reyna merasa iri dan ingin seperti mereka. Reyna hanya ingin menjadikan mereka bahan khayalannya saja.
"Aduh, kamu lagi." Ucap seorang anak seusia Reyna secara tiba-tiba. Dari suaranya, Reyna yakin dia adalah Chila.
Reyna menoleh dan merasa terkejut karna dugaannya tidak salah.
Tapi kali ini Chila bersama dengan seorang ibu-ibu yang wajahnya masih sangat di kenalinya.
"Ibu-ibu ini kan mamanya opa Dirga. Kok bisa sama Chila?" Batin Reyna heran dan penasaran.
Berhubung Rani tidak mengenali wajah Reyna. Ia hanya mengernyit heran menatap ke arah wajah Reyna yang menurutnya tidak asing.
"Chila kenal sama dia?" Ucap Rani heran. Karna cucunya punya teman yang di lihat dari penampilannya seperti tidak selevel.
Meskipun Reyna mempunyai wajah yang cantik dan imut, tapi kulitnya kusam tak terawat. Pakaiannya juga mirip gembel. Rani tidak percaya ada anak semacam itu di sekolah cucunya.
"Nggak nek. Chila nggak kenal. Chila cuma sering lihat dia di jalan saja." Ucap Chila dusta. Kemudian mengajak neneknya untuk segera pergi mencari permainan yang menyenangkan.
Reyna menatap kepergian Chila dan neneknya dengan perasaan yang sulit di jelaskan dengan kata-kata. Kemudian ia hendak pergi pulang, sebab tiba-tiba ia merasa rindu dengan mamanya.
Saat berbalik badan, Reyna tidak sengaja menabrak seseorang.
"Om." Ucap Reyna terkejut karna bertemu lagi dengan om yang semalam memberinya uang.
"Kamu." Ucap Aldo hendak mengatakan kan sesuatu pada Reyna, tapi terpotong oleh suara ibu-ibu yang bersama Chila tadi.
"Aldo, sini!" Teriak neneknya Chila. Chila juga terlihat antusias dan memanggil om-om tersebut dengan panggilan papa.
"Kamu tunggu di sini sebentar ya!" Ucap om-om tersebut pada Reyna, dan bergegas pergi menemui Chila dan neneknya Chila.
"Jadi om itu papanya Chila. Gawat, kalo Chila tahu. Dia akan semakin membully aku. Aku harus segera pergi sebelum om itu kembali kesini." Batin Reyna, merasa khawatir dan bergegas pergi meninggalkan area taman bermain.
Saat Aldo kembali hendak menemui Reyna. Ternyata Reyna sudah tidak ada lagi di tempat yang tadi. Aldo menelisik ke seluruh area bermain untuk mencari keberadaan Reyna, namun gadis kecil itu tidak lagi terlihat di sekitar area taman bermain.
Sekitar lima menit kemudian, Reyna telah sampai di rumah kontrakannya. Meski rumah tersebut sangat kumuh, tapi Reyna merasa nyaman karna ada mama kesayangannya yang membuat ia merasa nyaman dimanapun ia berada.
Bersambung..
Baru saja masuk rumah mamanya, Dirga sudah berteriak memanggil mamanya. Ia sampai tidak memperdulikan keberadaan Aldo di rumah tersebut.
"Apa sih Dirga? Baru masuk rumah sudah teriak-teriak." Kesal Rani, merasa putranya tidak sopan dan berlebihan.
"Mana janji mama yang katanya mau bantu cari Nadia? Mama yang sudah usir dia, harusnya mama yang bertanggung jawab. Sekarang mana Nadia mah? Kenapa belum ketemu juga?" Dirga juga tak kalah kesalnya.
Rani langsung mengisyaratkan Dirga untuk memelankan suaranya, dan kemudian mengajaknya berbicara di ruangan yang sekiranya tidak akan di dengar oleh Aldo.
"Kamu ini gimana sih? Mama kan sudah pernah bilang. Perempuan itu sudah mati bunuh diri nyebur ke laut. Itu yang kata orang-orang bilang. Jadi sudah lah, nggak perlu kamu cari-cari lagi dia! Saudara kamu yang lebih dekat butuh pertolongan juga masih banyak. Bukan hanya wanita gila itu saja." Ucap Rani memperingatkan putra pertamanya yang terlihat kesal itu.
"Ini semua gara-gara mama. Seandainya waktu itu mama nggak usir Nadia, semua itu nggak akan terjadi mah." Ucap Dirga dengan mata sembab, mengingat nasib malang yang menimpa keponakannya.
Dirga sudah berusaha mencari keberadaan Nadia melalui surat kabar, tapi belum juga ada yang memberitahu tentang keberadaan Nadia. Dirga yakin, Nadia masih hidup. Ia tidak percaya dengan kabar miring dari mamanya tentang Nadia bunuh diri.
Rani hanya diam dan memasang raut wajah datar. Tidak merasa bersalah atau kasihan melihat putranya merasakan sesak mengingat kemalangan yang menimpa keponakannya.
Kemudian mereka berdua keluar dan menemukan Ririn sedang mengobrol dengan Aldo di ruang depan. Rani langsung terlihat panik, khawatir Ririn akan menanyakan tentang Nadia pada Aldo.
Rani langsung buru-buru meminta Aldo untuk membujuk Chila makan, supaya Aldo tidak mengetahui kabar tentang Nadia. Bisa-bisa putranya itu akan ikut marah dan mencari keberadaan Nadia.
Rani tahu betul, putra keduanya itu belum bisa move on dari Nadia. Meski sejak di bebaskan dari tahanan, Aldo langsung minta di kuliahkan di luar negeri supaya bisa menempuh pendidikan yang bagus. Dan bisa melupakan Nadia.
Tapi tetap saja, Nadia selalu ada di hati dan pikirannya. Aldo selalu mengalihkan pikirannya dengan cara belajar dan menyibukkan diri dengan berbisnis kecil-kecilan. Hingga akhirnya ia bisa sukses dalam waktu lima tahun.
Karna catatan baik Aldo selama berada di dalam tahanan dan berkat bantuan dari papanya, Aldo tidak sampai setahun di penjara.
Apalagi saat itu orang yang menuntut Aldo, yaitu Diego dan Arka mengalami kecelakaan tragis sampai meninggal. Jadi Aldo bisa dengan mudah di keluarkan oleh papanya. Namun Aldo sama sekali tidak tahu kabar tentang keluarga Dewangga.
Selama ini Aldo hanya menyibukkan diri dengan belajar dan berbisnis. Ia sampai bolak balik ke luar negri-indo hanya demi berbisnis dan menengok putrinya. Baru beberapa bulan ini Aldo menetap di Indonesia setelah mengakhiri masa belajarnya di luar negeri selama hampir lima tahun.
Setelah Aldo pergi ke kamar putrinya. Rani segera menyapa menantu dan cucunya dari Dirga.
"Apa kalian akan menetap di Indonesia, atau akan kembali lagi ke luar negeri?" Tanya Rani ingin tahu sembari menggendong cucu laki-lakinya yang baru berusia tiga tahunan.
"Untuk saat ini masih harus kembali keluar negeri mah. Tapi nggak tahu kalo tahun depan." Ririn yang menjawab. Sedangkan Dirga ia iseng mencari kabar tentang perusahaan Dewangga di internet.
Jika ada kesempatan, Dirga ingin merebut perusahaan tersebut dari tangan Mesya, selaku ibu dari pewaris tunggal kekayaan Dewangga. Lebih tepatnya, Dirga ingin merebut hak Nadia saja.
Bagaimanapun, ada sebagian harta Diego dan Alda yang tidak termasuk warisan dari keluarga Burhan untuk keturunan laki-lakinya. Usaha kecil milik Arka juga di klaim menjadi milik kakeknya Arka, dan kabarnya sekarang bangkrut karna memang usaha tersebut belum kokoh, bangunannya juga hanya bangunan sewaan. Bukan milik Arka.
"Harusnya aku bekerjasama dengan Aldo. Tapi bagaimana caranya? Mama ngelarang aku memberitahu kabar tentang mereka pada Aldo." Batin Dirga merasa bingung. Apalagi Nadia juga tidak tahu kabarnya, entah beneran meninggal atau hanya kabar miring saja.
Sebenarnya Dirga ingin melakukan itu dari dulu saat Nadia masih tinggal bersama Oma Intan. Tapi saat itu Dirga masih sibuk dengan usahanya sendiri.
Apalagi semenjak Ririn hamil dan melahirkan, Dirga harus mengurus usaha milik Ririn juga. Jadi ia sangat-sangat sibuk hingga tak ada waktu untuk membantu Nadia selain mengirim uang saja untuk kebutuhan Nadia bersama Oma Intan dan putrinya Nadia. Lebih tepatnya putri angkat Nadia, karna sebenarnya, anak kandung Nadia juga meninggal dalam kandungan saat kecelakaan tragis menimpanya kala itu. Tapi hanya Mesya, Oma Intan dan Dirga saja yang tahu kalo sebenarnya Reyna bukan anak kandung Nadia.
Di sisi lain. Saat ini Nadia sedang demam. Reyna jadi tidak bisa berjualan karna harus merawat mamanya.
"Jangan ambil Reyna! Dia putri ku! Jangan ambil!" Teriak Nadia dalam kondisi mata terpejam. Dahi dan pelipisnya di penuhi dengan keringat dingin.
Reyna yang baru saja menjemur baju langsung mendekati mamanya.
"Mama. Mama kenapa? Reyna di sini mah." Ucap Reyna sedih sembari hendak membangunkan mamanya yang sedang mengigau.
"Reyna." Ucap Nadia saat terbangun, dan kemudian memeluk Reyna seakan takut kehilangan putri yang sedari bayi di susui dan di besarkannya itu, meski harus dengan bantuan oma Intan dan juga om Dirga.
Reyna merasa terkejut. Seingat Reyna. Ini pertama kali mamanya menyebut namanya dan juga memeluknya.
"Mama kenapa? Reyna di sini sama mama. Reyna nggak akan ninggalin mama." Ucap Reyna sambil memeluk erat mamanya.
Reyna kembali terkejut melihat senyum haru di wajah mamanya. Reyna tidak pernah melihat senyuman itu. Biasanya mamanya akan tersenyum dengan pandangan kosong. Tapi kali ini mamanya tersenyum ke arahnya seolah ia merasa bahagia melihat dirinya.
Setelah itu, Nadia melirik botol air mineral. Reyna merasa paham dengan tatapan mamanya, ia menawarkan mamanya untuk minum dan langsung di angguki mamanya tersebut. Setelah minum, Nadia kembali ingin tidur tapi ia ingin tidur dengan memeluk Reyna.
Terbesit kenangan masalalu dalam angan-angan Nadia. Ia yang sedang merasa hancur karna kehilangan semua anggota keluarganya tidak sengaja menemukan bayi di tempat pembuangan sampah. Nadia yang kala itu masih dalam masa nifas mengambil bayi itu dan langsung menyusuinya karna bayi tersebut sangat kehausan.
Meski saat itu ia mendengar ada seseorang yang sedang mencari keberadaan bayi tersebut, Nadia yang masih dalam kondisi depresi tidak ingin memberikan bayi tersebut dan malah membawanya pulang ke rumah kakeknya.
Nadia meneteskan air mata karna merasa bersalah sudah mengambil bayi itu meskipun bayi tersebut ia temukan di tempat sampah.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!