NovelToon NovelToon

THE MAIN CHARACTER IS ME

Chapter 1

Diruang kantor yang terkesan feminim, terlihat seorang wanita sedang duduk cantik membaca barisan laporan yang ada di tangannya. Ruangan yang di desain olehnya langsung, dengan warna yang serba pastel sangat terkesan jelas, bahwa penghuninya sangat menyukai suasana yang cerah seperti matahari yang selalu bersinar di waktu pagi.

"Nona setelah semua ini, saya mendapatkan informasi yang mungkin akan berguna bagi kita," ucap sang asisten pada nonanya. Dirinya sudah bekerja semenjak nonanya remaja dan sampai sekarang.

"Cukup Yuren, aku tidak mau mendengarkan apapun sekarang. Bisakah kamu keluar!?!" ujarnya yang terkesan mengusir asisten dan juga sebagai pelayan pribadinya itu agar segera keluar dari ruang kerjanya.

Menghembuskan napasnya pelan, Yuren wanita berumur 25 tahun hanya dapat pasrah melihat tingkah laku nonanya,  yang terkadang kurang dewasa saat menghadapi masalah seperti ini. "Baik nona, saya undur diri kalo begitu," seru Yuren mengalah dan memilih untuk memberikan waktu untuk nonanya berpikir sejenak.

Mendengar pintu ruangannya tertutup, tidak membuat wajah sombong yang selalu dipasangnya hilang. Membaca kembali laporan yang ada di tangannya, urat kemarahan semakin muncul pada dahinya. Memukul meja dengan kedua tangannya, menghembuskan napasnya kasar. Kemudian menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya. Menutup wajahnya karena tidak ingin seorang pun melihat raut keputusannya.

Quella Grizelle wanita berumur yang sebentar lagi menginjak usia 25 tahun, pemimpin dari Queez Hotel yang sudah turun-temurun yang dimiliki dan dikelola oleh keluarganya. Di usianya yang terbilang muda Quella sudah ikut terlibat dalam pengelolaan hotel, karena kedua orangtuanya yang telah tiada. Dirinya hanya memiliki satu anggota keluarga yang masih ada yaitu neneknya. Hal itu terkadang membuatnya selalu bersikap angkuh, sombong, bahkan selalu ingin menang dari siapapun.

Queez Hotel selalu menjadi pilihan terbaik, karena merupakan hotel yang selalu digunakan oleh kalangan atas. Walaupun hanya memiliki satu cabang yang hanya ada di kota besar ini, itu tidak membuat Queez Hotel tertinggal. Sebaliknya Queez Hotel selalu menjadi pilihan nomor satu untuk setiap acara, dikarenakan memiliki konsep seperti castile yang megah dan mewah, yang membuat itu menjadi ciri khas dari Queez Hotel.

Namun naas masalah selalu saja ada dimana pun, walaupun Quella sudah berusaha untuk seteliti mungkin. Hotel miliknya sekarang dalam masalah, ada pesaing yang membuat isu buruk tentang hotelnya. Isu tersebut mengatakan bahwa hotelnya selalu menjadi tempat untuk transaksi gelap yang dilakukan oleh kalangan atas.

Quella tentu awalnya tidaklah mengerti mengapa tiba-tiba ada isu tersebut. Setelah melakukan penyelidikan ternyata ada seorang penghianat berada di hotelnya ini, yang membuat hotelnya menanggung kerugian besar, dan orang itu juga yang bekerja sama untuk membuat isu itu tersebar luas.

Quella sudah melakukan berbagai cara agar reputasi hotelnya kembali membaik. Namun sayang sekali tidak ada yang berhasil satupun, sebaliknya isu itu semakin besar dan berlebihan. Hal itu membuat hotelnya sekarang sepi pengunjung. Jika itu terus terjadi, maka kemungkinan terburuk Queez Hotel terancam bangkrut.

"Sudah tidak perlu sedih begitu, ayo kita makan siang dulu. Aku tau kamu belum makan dari pagi," ucap seorang laki-laki yang membuat Quella langsung mendongakkan kepalanya.

"Elvis," seru Quella dengan nada sedih, jika bersama Elvis, Quella selalu bisa untuk mengungkapkan semua perasaan yang ada di hatinya.

Elvis Casildo 25 tahun, merupakan sahabat Quella sejak kecil. Keluarganya dan Quella sangatlah dekat, itu yang membuat hubungan mereka tetap ada. Bahkan menempuh pendidikan pun mereka selalu saja satu tempat. Elvis merupakan pebisnis di bidang Food and Beverage, dirinya memiliki sebuah restoran di beberapa tempat, usaha itu sudah dimiliki kelurganya sejak lama, dan Elvis terus berusaha agar restoran mereka tetap berkembang dan bertahan.

Mendengar suara dari cinta pertamanya, Quella tanpa berlama-lama bangkit dari tempat duduknya dan berlari kearah Elvis. Memeluk erat tubuh Elvis, Quella menitihkan sedikit air mata. Menenggelamkan wajahnya di dada pujaan hatinya, yang selalu saja membuatnya nyaman.

Quella memang sudah jatuh cinta pada Elvis sejak mereka kecil. Bahkan Quella selalu dengan sengaja untuk bisa bersekolah di tempat yang sama dengan Elvis. Sayangnya Elvis selalu saja menganggapnya sebagai adik kecilnya, Quella tentu tidak ambil pusing, karena percaya lama kelamaan Elvis pasti memiliki perasaan untuknya.

Mengelus rambut Quella dengan lembut, Elvis membiarkan sahabatnya yang sudah dirinya anggap sebagai adik kecilnya ini menumpahkan keluh kesahnya. Elvis tau permasalahan yang terjadi di Queez Hotel, hanya saja Elvis tidak bisa banyak membantu. Sebagai teman, dirinya hanya bisa untuk memberikan semangat kepada Quella.

Mendongakkan kepalanya melihat pada mata Elvis yang sedang menatapnya sedih. "Elvis aku harus bagaimana? Aku bingung sekali," keluh Quella, satu-satunya orang yang menjadi tempat sedihnya, bahkan neneknya tidak pernah mendengar keluhannya.

Mengelus air mata yang jatuh di wajah cantik Quella, Elvis tersenyum kecil agar Quella tidak terus bersedih. "Shut... Sudah ya... Jangan terlalu sedih. Kita bisa mencari jalan keluarnya nanti. Untuk sekarang ayo kita makan siang di restoran ku saja. Mau tidak," bujuk Elvis agar Quella segera melupakan kesedihannya, walaupun itu hanya sementara.

Mendengar bujukan dari pujaan hatinya, Quella langsung saja menganggukkan kepalanya setuju. "Iya aku mau sekali," ucap Quella dengan semangat, dalam benaknya berpikir Elvis sedang mengajaknya berkencan.

"Nah begini seharusnya dari tadi," seru Elvis mencubit pipi Quella pelan, saat melihat wajah Quella yang sudah berseri kembali.

"Hi.. hi... Hi...., ayo kita makan siang," ucap Quella semangat sambil memberikan senyuman lebarnya.

°°°°°

Rasa dessert yang disantap olehnya, membuat suasana hati Quella terasa lebih baik. Elvis yang melihat sahabatnya gembira kembali, tersenyum kecil karena bisa membantu membuat suasana hati Quella menjadi lebih baik.

"Bagaimana menu baru dari restoran ku ini?" tanya Elvis sambil mengelap sudut bibir Quella dengan serbet.

Quella bergumam pelan, berpikir sejenak untuk memberikan pendapatnya. "Jujur ini enak sekali. Aku suka tapi lebih enak lagi, jika aku mendapatkan lagi satu," ucap Quella dengan imut, memberikan tatapan memohon agar Elvis mau menurutinya.

"Haha... Haha... Haha...," Elvis terkekeh geli melihat Quella yang bertingkah laku seperti anak kecil.

Mencubit pipi Quella pelan, Elvis dibuat gemas saja. "Tentu apapun untuk sahabatku ini. Aku kebelakang dulu menyiapkan dessert untukmu," ujarnya yang kemudian berdiri untuk menuruti perintah Quella.

Merubah raut wajahnya setelah Elvis menjauh. "Apa kita hanya bisa berteman?" gumam Quella merasa jengkel, karena Elvis hanya menganggapnya sebatas teman.

Menggelengkan kepalanya cepat, untuk menghilangkan pikiran negatifnya. Melihat wajahnya di layar handphone, Quella cemberut seketika. "Rambutku berantakan, make-up ku juga, tau begini aku ajak Yuren," ujar Quella yang kemudian beranjak dari kursi untuk ke toilet.

Saat diperjalanan karena saking fokusnya melihat layar handphone untuk menghubungi Yuren, Quella tidak menyadari ada seorang pekerja yang membawa nampan berisi minuman.

BRAK... Suara gelas yang jatuh terdengar, nampan berisi minuman yang dibawa waiters tumpah semua, dan sedikit mengenai baju yang Quella kenakan.

"Oh my God," teriak Quella repleks, mulutnya terbuka melihat bajunya kotor terdapat bekas merah, yang berasal dari minuman yang dibawa waiters.

Matanya menatap marah hingga kesal pada perempuan yang berani-beraninya menjatuhkan minuman padanya. "Apa kamu tidak memiliki mata?" tanya Quella dengan kesal.

Mendengar teriakan dan kejadian yang sangat jelas tidak disengaja. Membuat semua orang memperhatikan apa yang sedang terjadi, semua mata tertuju perda wanita yang sangat mereka kenal, sebagai pemimpin Queez Hotel yang sedang memiliki skandal buruk.

"Maafkan saya nona," seru waiters yang bernama Loretta, tangannya gemetar karena apa yang terjadi di depannya.

Dengan gemetar tangan Loretta berniat untuk membersihkan noda yang terdapat pada baju wanita yang dikenalinya sebagai sahabat dari pemilik restoran tempat dirinya bekerja.

Quella yang memang anti dengan sentuhan siapapun, langsung mendorong kasar tubuh waiters yang berani-beraninya menyentuhnya. "Jangan sembarang menyentuhku, tanganmu kotor. Menjijikan!!!" ucap Quella dengan sarkas. Tatapan matanya jelas sekali menunjukkan ketidaksukaan.

Loretta yang memang sedang tidak seimbang terjatuh akibat dorongan dari Quella. "Aw, aduh...," seru Loretta yang kesakitan, tangannya semakin gemetar saat melihat darah yang mengalir di tangannya. Pecahan kaca dari gelas mengenai tangannya.

Mata Quella sedikit terkejut, tapi langsung berubah kembali menjadi tatapan angkuh, setelah melihat seseorang yang menolong waiters ini.

"Loretta," ujar Elvis yang sangat terkejut dengan apa yang di lihatnya. Awalnya dirinya dibuat heran dengan kerumunan yang terjadi, saat melihat secara langsung ternyata salah satu pekerjanya terjatuh. Dirinya repleks lari dan segera menghampirinya, hatinya terasa berdebar-debar saat ada karyawannya yang terluka dan ditonton banyak orang.

Loretta mendongakkan kepalanya melihat siapa yang memanggilnya. Elvis semakin terkejut saat terdapat darah yang mengalir di tangan Loretta. Berjongkok di depan Loretta, saat Elvis akan membantu Loretta berdiri, tangan seseorang mencegahnya.

Quella yang memperhatikan, tentu tidak terima. Apalagi Elvis terlihat menatap dengan berbeda wanita di depannya ini. "Elvis jangan sentuh dia!!!!" ucap Quella marah, dan menarik tangan Elvis agar segera menjauh.

"Quella apa-apa kamu, karyawan ku terluka!!" ucap Elvis yang langsung menghempaskan tangan Quella dengan sedikit kasar.

Elvis dengan cepat membantu Loretta untuk berdiri. "Apa ini sakit?" tanya Elvis dengan begitu lembut, memandangi dan menggenggam tangan Loretta yang berdarah.

Menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak aku baik-baik saja. Lagi pula ini salahku," ujar Loretta yang merasa bahwa kecerobohan yang menyebabkan tangannya terluka

"Pelayanmu tidak berguna sekali, berani-beraninya wanita ini menodai bajuku," ucap Quella dengan begitu marah, terasa semakin menyebalkan melihat Elvis yang begitu saja menyentuh tangan wanita pengganggu.

Elvis langsung memandangi baju yang dikenakan Quella. Hanya ada noda kecil, menghembuskan napasnya kasar. "Quella itu hanyalah noda kecil, jadi tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini," ucap Elvis yang merasa bahwa sikap Quella keterlaluan sekali.

"Noda kecil katamu!!!" Quella merasa marah dengan apa yang dikatakan oleh Elvis. Bukankah Elvis yang paling tau tentang dirinya, tentang bagiamana dirinya sangat mengutamakan penampilan dari apapun itu.

"Oke aku paham, tapi Loretta sudah meminta maaf. Jadi bukankah masalah ini sudah selesai," ucap Elvis yang mencoba untuk membuat Quella tidak marah lagi.

"TIDAK. Aku tidak terima, aku mau pelayan ini dipecat, setelahnya aku menganggap masalah ini baru selesai," ujar Quella yang merasa tidak terima masalah ini selesai begitu saja.

Menghembuskan nafasnya dengan kasar, Elvis sungguh dibuat sakit kepala dengan apa yang dikatakan Quella.  "Hanya masalah ini aku harus memecat karyawan ku, bukanlah itu terlalu keterlaluan. Aku tidak peduli apapun yang kamu katakan. Aku anggap masalah ini selesai," Elvis dengan tegas dan cepat membuat keputusan.

"Ayo Loretta, kita bersihkan dan sembuhkan lukamu," lanjut Elvis yang segera membawa Loretta ke belakang. Dirinya juga merasa kejadian ini sudah sangat berlebihan, dan harus segera ditangani. Apalagi berbagai bisikan dan Elvis tidak bodoh, ada beberapa orang yang pastinya meng-upload kejadian ini ke media sosial.

Matanya terbuka sempurna dengan apa yang dikatakan Elvis padanya. Quella merasa hatinya tertusuk begitu saja. Memandangi kepergian Elvis dan pelayan itu, emosi Quella semakin menaik. Mengepalkan tangannya, saat menyadari bahwa Elvis jelas-jelas tertarik pada wanita itu.

"Itu bukankah pemilik Queez Hotel, ternyata benar apa kata orang-orang begitu sombong dan angkuh."

"Masalah begitu saja dibuat besar sekali, hanya hal kecil yang tidak begitu penting."

"Pantas saja Queez hotel akan jatuh bangkrut."

"Hanya wajahnya saja yang cantik tapi ternyata hatinya begitu buruk."

"Tidak tahu di untung, bukannya menjaga image Hotel agar lebih baik malahan semakin memperburuk."

"Sudah dipastikan Queez Hotel akan bangkrut."

"Begitu kejam dan angkuh sekali. Tatapannya merasa seolah dunia mengarah padanya saja."

"Kasihan sekali pelayan itu, ternyata benar pemilik Queez Hotel mempunyai sikap yang buruk."

"Untung saja, aku tidak jadi membuat acara di Queez Hotel. Bisa-bisa rugi besar, pemiliknya saja bersikap seperti itu. Bagaimana sikap karyawannya, pasti tidak beda jauh dengan pemiliknya."

Bisik-bisik orang-orang terus berdatangan Quella tentu mendengar semuanya. Telingnya tidaklah tuli, merasa terhina dan dipermalukan dengan apa yang semua orang katakan.  Mengepalkan tangannya dengan begitu keras, bahkan wajahnya sudah jauh dari kata ramah.

Rasa benci dan marahnya semakin tinggi dan tidak terbendung, memandangi semua orang yang menatap tidak suka ke arahnya. Quella tidak akan pernah melupakan kejadian ini. Dirinya akan selalu ingat, dan akan membuktikan bahwa Queez Hotel yang bangkit kembali.

"Akan aku lakukan semuanya, untuk membungkam mulut mereka," gumam Quella yang membalas tatapan mata semua orang padanya. Dirinya juga tidak segan untuk melayangkan tatapan angkuh.

Tanpa berkata apapun lagi, dirinya memilih pergi. Melangkah kakinya keluar restoran dengan sangat percaya diri, seperti tidak ada yang terjadi.

°°°°°

"Siapa dia?" tanya seorang laki-laki yang duduk di salah satu kursi restoran. Wajahnya yang begitu tampan rupawan, ditambah jas yang dikenakan begitu rapih sekali, menambah penampilannya menjadi begitu sempurna. Apalagi otot-otot ditubuhnya yang semakin membuatnya terkesan berwibawa sekali.

Melihat semua kejadian yang terjadi, memperhatikan dengan begitu serius. Tanpa ada yang terlewat sedikitpun.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Tuannya. Jad yang merupakan asisten dari Ceo Parvez Company, langsung menjawab pertanyaan Tuan mudanya. "Wanita tadi adalah Nona Quella Grizelle, pemilik dari Queez Hotel Tuan muda."

Diam sesaat sebelum akhirnya mengingat tempat yang dikatakan oleh asistennya. "Oh, Hotel yang sedang terkena skandal itu," ucap Xaver menatap tanda tanya pada asistennya itu.

Menganggukan kepalanya, Jad membenarkan ucapan dari tuannya. "Benar tuan, menurut berita yang beredar juga. Queez Hotel tidak akan bisa bangkit kembali," jelas Jad yang mengingat betapa buruknya skandal yang menimpa Queez Hotel.

"Hm, menarik," gumam Xaver dengan suaranya beratnya. Memandangi kepergian wanita yang dirinya ketahui bernama Quella.

Mengingat-ingat bagaimana Queez Hotel, membuat Xaver secara tidak sadar menarik sudut bibirnya, atau bisa dilihat menyeringai gila. "Sayang sekali, padahal aku menyukai bagaimana penampilan dari Queez Hotel. Sangat disayangkan apabila Hotel cantik itu, harus terjatuh mengenaskan," ucap Xaver yang secara langsung dipahami oleh asistennya.

Tanpa berkata apapun Jad mengiyakan hal yang sangat diinginkan oleh Tuan mudanya. "Baik Tuan muda, saya akan mengaturnya untuk anda," ujar Jad yang tau apa yang diungkapkan tuan mudanya sekarang ini.

Puas dengan jawaban dari asistennya, setelah merasa cukup Xaver berdiri dari kursinya. "Aku bosan, tidak ada lagi yang menarik di sini," ucap Xaver sudah tidak sabar ingin memulai sesuatu yang menarik hatinya ini sesegera mungkin.

Melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari area restoran. Mengingat-ingat kejadian tadi, membuatnya menarik sudut bibirnya. "Milikku, tentu sebentar lagi akan menjadi milikku," gumamnya dengan sangat yakin, tanpa ada rasa ragu sedikitpun.

Tanpa berkata apapun, Jad mengikuti kemana langkah kaki tuannya. Walaupun tau sebentar lagi, hal gila akan terjadi. Tapi Jad hanya bisa menuruti apapun yang Tuan muda Parvez inginkan.

••••••

TBC

JANGAN LUPA FOLLOW

Chapter 2

Di ruangannya Elvis membawa Loretta untuk duduk bersamanya. Mengambil kotak P3K segera, kemudian mengeluarkan alat yang membantunya untuk membersihkan luka milik Loretta.

"Apa ini sakit?" Elvis bertanya kembali, tangannya dengan telaten mengobati luka karyawannya.

Loretta langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat-cepat. "Tidak ini sama sekali tidak sakit," ujar Loretta yang sebenarnya sudah menggigit bibir dalamnya dari tadi menahan sakit. Matanya saja berkaca-kaca, menahan takut mengingat kejadian tadi.

Menaikan alisnya sebelah, Elvis tentu tidak bodoh, dirinya tau Loretta kesakitan. Menghembuskan napasnya pelan, Elvis merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi pada Loretta. Tangannya dengan lembut membalut luka bekas dari pecahan kaca tadi. "Atas nama Quella aku minta maaf."

"Tidak pak bos, lagi pula akulah yang sebenarnya bersalah," Loretta dengan cepat menyangkal apa yang dikatakan bosnya ini. Bersyukur karena Bosnya tidak menyudutkan dirinya.

Menyudahi membalut luka Loretta, menatap dengan intens wajah Loretta yang begitu teduh. "Kamu ternyata sangat baik hati sekali ya," puji Elvis dengan nada yang sedikit candaan.

Loretta hanya diam tidak menanggapi ucapan dari bos nya ini. "Kamu berhak marah, atas apa yang Quella lakukan. Kejadian tadi hanyalah ketidaksengajaan, jadi aku minta maaf atas nama Quella," ucap Elvis yang tidak mau Quella memiliki image buruk bagi orang lain lagi.

"Baik pak bos, saya terima permintaan maafnya. Kalo begitu saya pamit dulu untuk melanjutkan pekerjaan lainnya," ujar Loretta yang berdiri, tapi tangannya tiba-tiba langsung di tarik oleh bosnya ini.

Mata mereka membulat secara bersama-sama. Loretta tidak sengaja terjatuh dipangkuan Elvis. Dirinya tidak seimbang karena tarikan tangan dari Elvis. Wajah mereka sudah memerah karena malu.

Terkejut dengan apa yang dilakukannya tiba-tiba. "Maaf aku tidak sengaja, sepertinya tarikan tanganku terlalu kasar," Elvis menjadi gugup sendiri.

"Tidak itu juga salahku, kalo begitu aku pamit Pak bos," Loretta cepat-cepat berdiri dan langsung segera pergi dari ruangan bosnya.

Menepuk jidatnya saat suara pintu tertutup. Elvis merasa bodoh dengan apa yang dilakukannya tadi. "Padahal tadi aku ingin berbicara, untuk dirinya tidak perlu bekerja hari ini. Elvis kamu bodoh," gumamnya menggerutuki kebodohannya sendiri.

"Tapi mengapa hatiku terus berdetak cepat sekali. Apa aku jatuh cinta pada Loretta?" tanya Elvis pada dirinya sendiri, dengan tangannya terus menyentuh dadanya yang berdetak detak tidak karuan. Wajahnya juga memerah mengingat tadi, betapa dekatnya wajah Loretta yang sangat cantik dan begitu lembut itu.

°°°°°

"Aaaaaaah," suara teriakan yang menggelegar, ditambah dengan lemparan barang-barang apa saja yang dapat digapai oleh tangan cantiknya itu.

Prang... Prang...., suara dari pecahan barang tidak dapat terhenti. Ruang kerja yang tadinya rapih sekali, sekarang berantakan tidak berbentuk. Di sisi lain Yuren hanya dapat melihat dan membiarkan tingkah nonanya yang sangat jelas sedang marah besar.

Dua hari kemudian setelah kejadian di cafe itu. Quella yang sedang bermain handphone melihat berita yang sedang viral hari-hari ini. Ternyata dirinya menjadi perbincangan topik trending. Hingga akhirnya emosinya tersulut dan tidak bisa terkontrol kembali.

"SIALAAN AKU BENCI INI," geram Quella dengan marah, mengingat kejadian tadi. Bahkan dirinya semakin dibuat marah, akibat video yang tersebar saat kejadian itu.

Tentu yang paling dirugikan adalah dirinya, apalagi hal itu semakin berdampak pada Queez Hotel. Kemarahan meluap pada ulu hatinya, bahkan saking emosinya Quella tidak lagi memperdulikan penampilannya.

"Ada apa ini? Kenapa ruangan ini begitu berantakan?" suara dari seseorang yang datang, dan mengerutkan dahinya heran melihat keadaan ruangan kerja dari cucunya ini.

Menghentikan kegilaannya dan memandangi siapa yang bertanya itu. "Oma," gumam Quella saat mendapati kedatangan omanya yang tiba-tiba, karena biasanya omanya itu selalu memberitahu atau memberikan pesan saat ingin bertemu.

Menggelengkan kepalanya pelan, Owila merasa sudah tidak ada yang dapat diharapkan. "Hah....," seruan napas lelah keluar dari mulut Owila. Walaupun diusianya yang sudah terbilang tidak muda lagi, akan tetapi Owila masih memiliki tampang yang elegan, ditambah auranya sebagai pemimpin tidak pernah hilang.

Melangkah kakinya menuju sopa, sejujurnya dirinya merasa kelelahan sekali. Memikirkan masalah yang terjadi di Queez Hotel, dan sikap buruk Quella yang selalu saja membuat jantungnya berdetak cepat saja.

Mendapati kedatangan nyonya besar, Yuren dengan sigap menyajikan sebuah teh hangat yang selalu manjadi minuman favorit dari Nyonya besarnya ini.

"Terimakasih Yuren," Owila tersenyum kecil mendapati hidangan yang membuat hatinya tenang. "Aku ingin berbicara berdua dengan cucuku," lanjut Owila yang langsung dituruti oleh Yuren.

"Baik nyonya, kalo begitu saya undur diri terlebih dahulu," ucap Yuren menundukan kepalanya hormat, dan berjalan menuju pintu keluar. Tidak lupa sebelum pergi dirinya menutup pintu.

Keheningan terjadi diantara keduanya, tidak ada yang mau memulai percakapan. Setelah meminum sedikit teh hangatnya, Owira dengan tatapan mata yang dingin bertanya pada cucu satu-satunya ini. "Bisa jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?"

Tidak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh Omanya, sebaliknya Quella duduk di kursinya bersikap cuek seolah-olah ucapan dari Omanya itu hanya angin belaka.

"Quella, apa Oma terlalu memanjakan mu? Sampai pertanyaan sederhana ini saja kamu sungkan menjawabnya. Atau telingamu sudah tidak berfungsi," sindir Owira yang sedikit tidak senang.

Lagi lagi Owira tidak mendapatkan jawaban dari Quella. "Oma diam bukan berarti tidak tau apapun. Kejadian di cafe yang viral itu membuat dirimu dicap sebagai orang yang berwatak jahat. Apa kamu tidak mempermasalahkan hal itu?" Owila dengan tenang membeberkan semuanya.

Memutar bola matanya dengan malas, sudah menunjukkan bahwa Quella sangat-sangat tidak memperdulikan isu buruk yang menimpa dirinya.

"Kapan kamu akan berubah Quella? Dan kamu tau masalah terbesar lainnya, Queez Hotel sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Untungnya ada seseorang yang mau membeli Hotel yang penuh skandal buruk ini. Sebaiknya persiapkan dirimu untuk melepaskan dan merelakan Queez Hotel," ucap Owila yang meras itu jalan yang terbaik, dari pada nantinya Hotel ini benar-benar tidak bisa berguna.

"APA??" teriak Quella yang jelas sangat terkejut dengan perkataan Omanya. "Oma itu tidak akan bisa terjadi," ucap Quella yang tidak terima, apalagi Omanya terbilang melakukan keputusan yang sepihak.

Owira merasa Quella terlalu menganggap enteng masalah yang terjadi di Queez Hotel. Padahal bisa dikatakan masalah yang terjadi saat ini sungguhlah berat apalagi image Quella yang sudah buruk di depan publik, dan hal itu sungguh jauh untuk bisa selamatkan.

"Jadi apa yang bisa kamu kerjakan? Apa yang akan kamu lakukan atau perbuat untuk bisa membuat Hotel ini tetap bertahan Quella?" Owira tersulut emosi yang membuatnya menaikan nada bicaranya.

Terdiam akibat bentakan keras dari Omanya, Quella mematung saat mendengar kelanjutan dari ucapan Omanya.

"Kita sudah hampir kehabisan waktu. Jumlah tagihan bahkan gaji para karyawan, sebentar lagi kita harus segera memberikan bayaran pada mereka. Apa kamu memikirkan hal itu Quella?" Owira menatap Quella dengan penuh keputusasaan, terbilang dirinya serasa ingin menyerah saja.

Quella menggelengkan kepalanya cepat, menandakan dirinya tidak akan pernah setuju. "Tapi Oma kita tidak bisa menjual Queez Hotel begitu saja," ucap Quella dengan tegas, dan yakin mereka bisa bangkit kembali.

Berdiri dari kursinya, memandangi wajah cucunya yang sekarang terbilang semakin begitu cantik. "Jika itu mau mu, berarti kamu harus setuju dengan perjodohan yang dipinta oleh Tuan muda Parvez," ujar Owira dengan lepas, karena hanya pilihan itu yang bisa membuat Hotel mereka bertahan, dan tetap menjadi milik mereka.

"Apa?" Quella membulatkan matanya, jantungnya berdetak cepat setelah mendengarkan apa yang diucapkan oleh Omanya.

"Baca dan putuskan apa yang kamu inginkan untuk masa depan hotel ini," Owira meletakkan sebuah dokumen penting, dari Parvez saat mengatakan itu.

Tanpa menunggu jawaban dari Quella, Owira langsung melangkah kakinya keluar dari ruang kerja cucunya, sambil mengingat percakapan yang tiba-tiba saja terjadi dengan Tuan muda dari keluarga Parvez.

°°°°°

Memandangi interior restauran yang dipesan oleh seseorang untuk pertemuan mereka. Owira melihat kesana-kemari, sempurna dan sangat privasi. Dirinya menunggu dengan tenang, hingga seorang anak muda duduk di depannya dengan begitu saja. Sedikit tidak sopan tapi Owira memakluminya, mungkin orang di depannya ini sangatlah sibuk.

"Maaf saya sedikit terlambat," ujar Xaver sambil tersenyum tipis. Sejujurnya dirinya merasa tidak senang, saat orang di depannya bukan yang diingkan untuknya bertemu.

Tapi mengingat perkataan Jad yang mengatakan bahwa Queez Hotel, masih dimiliki oleh Owira. Jadi dirinya mau tidak mau, bertemu dengan orang di depan ini. Lagi pula bagaimanapun dirinya menginginkan Hotel itu menjadi miliknya.

"Tidak masalah, lagi pula saya juga baru sampai di tempat ini," Owira menjawab dengan tenang.

Menganggukkan kepalanya paham, Xaver melirik kearah Jad agar segera melanjutkan tujuan mereka ke sini. Sangat terlihat jelas bahwa Xaver ingin pertemuan ini segera selesai.

Mengerti arti lirikan mata Tuan mudanya, Jad tanpa berbasa-basi menyerahkan sebuah dokumen untuk Owira, dirinya sangat jelas tau bahwa Tuan mudanya ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini.

"Seperti yang anda tau, Tuan Parvez berniat membeli Queez Hotel. Nilai jualnya bisa anda lihat di dalam dokumen, atau jika anda tidak sejutu bisa mengatakan secara langsung, dan untuk...," ucapan Jad terhenti karena Tuan mudanya mengatakan sesuatu yang lebih gila dari pada ingin membeli Hotel yang jelas-jelas sudah tidak ada harapannya lagi.

"Aku ingin menikahi Grizelle," seru Xaver yang berhasil membuat keheningan diantara pertemuan mereka.

"Tentu hal ini lebih menguntungkan, aku tidak akan mengambil alih Queez Hotel, sebaliknya aku akan membantu kalian. Jadi apa keputusannya?" Xaver mengatakan keinginannya dengan tiba-tiba, di kepalanya terus saja berputar-putar mengenai wajah angkuh dari Quella. Rasa-rasanya ingin dirinya buat, wajah itu tidak berdaya.

Xaver yang berkata begitu datar tentu membuat kedua orang didepannya, seperti tidak percaya. Bagaimana tidak mengatakan hal itu, hanya dengan tampang dinginnya.

"Apa??" gumam Owira pelan, tentu dirinya dibuat melongo mendengar keinginan dari anak muda di depannya ini. Bisa-bisanya mengatakan itu dengan enteng.

"Tuan," Jad mencoba untuk memastikan ucapan Tuannya itu benar adanya.

"Ya aku ingin itu, jadi pilihan dari pertemuan ini ada dua. Pertama dengan menjual Queez Hotel padaku, dan kedua menerima lamaran pernikahan dariku," ucap Xaver dengan sangat serius, wajahnya bahkan menunjukkan bahwa ucapannya bukan omong kosong semata.

Jad hanya dapat mengembuskan napas pasrah, terserah apapun itu Jad hanya bisa mengikuti keinginan tuan muda Parvez inginkan. Rasanya kepalanya ikut pusing dengan kenyataan yang dikeluarkan dari mulut Tuan mudanya.

Tidak langsung menjawab, sebaliknya Owira berwajah tenang terlebih dahulu. Keputusan ini tidak bisa diambil terburu-buru. Jika dirinya salah langkah, maka akan merugikan baginya.

"Sepertinya tuan muda Parvez sangat tertarik pada cucu saya. Tentu akan menyenangkan bila kita bisa menjadi keluarga besar nantinya. Tapi hanya saja, bisakah saja meminta waktu tiga hari untuk memberikan keputusan," ucap Owira tersenyum ramah.

Menganggukkan kepalanya mengerti, lagi pula Xaver merasa sudah bosan dengan pertemuan ini.

"Ya itu tidak masalah, pertemuan ini selesai. Saya perlu menghadiri rapat yang penting, dan saya harap keputusan kedua yang saya dapatkan. Terimakasih," ujar Xaver memberikan salam, kemudian berjalan menjauh meninggalkan meja pertemuan.

Tentu Jad senantiasa mengikuti langkah kaki dari Xaver. Walaupun sebenarnya dirinya masih memiliki tanda tanya besar, karena tiba-tiba keinginan Tuan mudanya yang berubah.

"Ya hati-hati di jalan," ucap Owira memandangi kepergian dua laki-laki itu.

Setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya keputusan kedua tidak ada yang salah. Apalagi mengingat betapa tingginya kekuasaan dari Parvez. "Tapi apakah Quella mau," gumam Owira yang dibuat bimbang saja.

"Diam di sini, saja tidak akan menghasilkan apapun. Aku harap cucuku yang manja, bisa mengambil keputusan yang tepat," gumamnya kembali, setelah melihat tidak ada apapun lagi. Owira memutuskan pulang terlebih dahulu, tidak lupa untuk membawa dokumen kerjasama tadi.

Dirinya akan membicarakan hal ini kepada Quella keesokan harinya, karena menurutnya itu waktu yang paling tepat. Lagi pula semuanya tergantung dari Quella, karena cucunya itulah yang akan menjalani semua nantinya.

•••••

TBC

JANGAN LUPA FOLLOW

Chapter 3

Melamun merenungi ucapan yang dikatakan oleh Omanya saat waktu itu. Quella rasa-rasanya hari ini tidak berselera melakukan apapun. Melihat wajahnya yang sudah dirias cantik oleh Yuren, tidak membuatnya merubah ekspresi wajah yang cemberut.

"Aku benci ini," ucap Quella yang dapat jelas didengarkan oleh telinga Yuren.

Membereskan alat make-up yang telah digunakan. Yuren memang sudah seperti pelayan pribadi bagi Quella, karena sebenarnya Nona mudanya ini tidak bisa melakukan apapun sendiri. Harus selalu ada yang membantunya, bahkan dari menyiapkan bak mandi, hingga mempersiapkan diri.

Bisa dikatakan hidup Quella sudah seperti Putri Kerajaan yang selalu harus dibantu oleh para dayang-dayangnya. "Tapi Nona tidak ada salahnya mencoba terlebih dahulu," bujuk Yuren.

Sebenernya tujuan dari Nonanya bersiap untuk hari ini, karena harus bertemu dengan Tuan muda Parvez sesuai perjanjian yang dilakukan.

Diam sesaat sebelum sebuah senyuman sinis muncul di wajahnya. "Sepertinya membuat orang itu kesal tidak ada salahnya," gumam Quella pelan setelah melirik jam yang ada di kamarnya.

"Hubungi Parvez, bahwa aku tidak mau pertemuan diadakan di sana. Jika memang mereka ingin bertemu, maka temui aku di Queez Hotel bukan ditempat lain," ucap Quella dengan enteng tanpa beban bersalah.

"Tapi Nona, sudah sangat terlambat jika ingin merubah jadwal pertemuan," Yuren merasa Nonanya terlalu berprilaku sesuka hati. Padahal sebenarnya pihak mereka yang bener-bener membutuhkan bantuan.

"YUREN.... Cukup turuti apa yang aku katakan," gerutu Quella dengan marah, dirinya sangat membenci orang yang selalu membantah permintaannya.

"Baik Nona, saya akan menghubungi pihak Parvez," Yuren mengalah karena sikap keras kepala dari nona mudanya, dan segera pergi untuk menghubungi pihak Parvez.

Mendengar pintu kamarnya tertutup, Quella tetap mempertahankan wajah angkuhnya itu. Menatap serius wajah cantiknya di cermin kemudian bergumam sesuatu.

"Pilihan yang tepat hanya dengan pernikahan. Setelah Queez Hotel sudah dalam keadaan baik-baik saja, bukankah aku bisa terlepas dari pernikahan menjijikan itu."

"Yah itu pilihan yang tepat, lagi pula pernikahan itu hanyalah status semata. Tidak akan merubah apapun lagi," lanjut Quella dengan sangat percaya diri.

Berdiri melihat bagaimana penampilannya hari ini. Quella mengenakan dress yang sangatlah cantik, dipadukan tataan rambutnya yang pas dengan bajunya ini. Sempurna tanpa celah itulah kalimat yang menjabarkan bagaimana penampilan Quella saat ini.

°°°°°°

Di sebuah Restoran yang sudah disiapkan dengan baik. Menunggu hampir setengah jam, melebihi jam pertemuan. Tapi sayangnya orang yang ditunggu tidaklah muncul. Menikamati cerutu yang ada ditangannya ini, mata birunya Xaver memperhatikan tanpa terlepas sedikitpun saat-saat Jad menerima panggilan dari seseorang yang diketahui olehnya pelayan pribadi dari Quella.

"Maaf Tuan muda, sangat disayangkan sekali bahwa Nona Quella hanya ingin pertemuan ini diadakan di Queez Hotel," ucap Jad setelah menerima panggilan dari Yuren.

Menaikan alisnya sebelah, Xaver jelas-jelas tidak menyukai ucapannya yang dilontarkan oleh Jad. "Apa dia tidak tau ini jam berapa, dan tiba-tiba begitu saja merubah pertemuan dengan sesuka hati," ucap Xaver yang memang sangat membenci orang yang membuang-buang waktu berharganya.

"Jadi Tuan, apa kita harus tetap melanjutkan kerja sama ini," ujar Jad hanya berbasa-basi, padahal dirinya sudah tau bagaimana sikap Tuannya ini.

"Apa perlu aku jelaskan kembali?" ucap Xaver dengan penuh penekanan. Jelas-jelas sekarang dirinya dibuat geram, cerutu yang dinikmati olehnya sekarang tidak menyurutkan sedikitpun kekesalannya.

"Kita kembali ke perusahaan, tidak ada dalam kamusku mengemis untuk melakukan pertemuan sepele ini," ujar Xaver mutlak dan langsung pergi dengan kekesalan yang mendalam.

Tentu Xaver merasa marah sekali, karena dibuat menunggu ditempat. Padahal dirinya selalu tepat waktu dalam apapun, jadi dirinya membenci siapapun yang membuatnya menunggu lama, sekalipun Quella yang membuatnya sedikit merasa tertarik.

"Baik Tuan," seru Jad yang mengikuti langkah Tuannya dari belakang. Aura Tuannya jelas-jelas sedang tidak bersahabat sekarang.

Hanya berharap satu, Tuannya tidak melampiaskan kemarahannya saat bekerja nantinya, karena itu akan sangat merepotkan dirinya nanti.

°°°°°

Duduk dengan cantik di kursi restoran tempat yang dirinya pilih. Quella dengan santai menikmati dessert yang telah disajikan khusus untuk dirinya ini. Tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, padahal dirinya memiliki sebuah pertemuan penting dengan Parvez di Queez Hotel.

"Nona maaf menganggu," Yuren datang dengan raut wajah yang terlihat jelas putus asa.

"Katakan saja semuanya," ucap Quella sambil terus menikamati dessert yang mengunggah seleranya ini.

"Pihak Parvez membatalkan kerja sama," Yuren merasa bahwa ini adalah akhir dari Queez Hotel.

"Oh itu kabar yang bagus bukan," ucap Quella enteng, tanpa merasa ada yang salah.

"Tapi nona bukankan kerja sama dengan pihak Parvez sangatlah berarti saat ini," Yuren mencoba mengingatkan kembali, agar nonanya tidak bertindak sesuka hatinya saja.

Membersihkan sudut bibirnya, Quella mengakhir acara makannya. "Lagi pula itu tujuanku yang aku inginkan. Setelah dipikir-pikir aku punya rencana yang lain."

Quella mempunyai keinginan yang ingin dicobanya. Setelah merenung lama, akan sangat berat baginya, jika harus menikah tanpa cinta. Hal terakhir lainnya, dirinya hanya ingin menikah bersama Elvis bukan laki-laki lain.

"Saya harap itu, berjalan sesuai yang anda inginkan," ujar Yuren yang hanya dapat berdoa, agar rencana yang dirancang nonanya itu tepat,dan tidak menjadi bumerang bagi mereka

"Aku ingin dessert ini lagi, bisa tolong kamu pesankan," Quella menunjuk dessert yang diinginkannya lagi, sambil memberikan senyuman yang cerah ada Yuren.

Yuren sedikit tertegun melihat senyuman nonanya usang sangat terlihat hangat. Bahkan sudah lama Yuren tidak melihat hal ini, karena masalah yang terjadi. "Baik nona," dengan segera menuruti perintah, dan tidak ingin kesenangan Nonanya menghilang.

Kesenangan Quella terganggu, saat ada tiba-tiba seseorang duduk di depan mejanya. Mata mereka bertemu satu sama lain, Quella menaikan alisnya bingung dengan siapa yang berada di depannya ini.

"Siapa kamu?" tunjuk Quella dengan mengarahkan sebuah garpu ke arah lawan bicaranya, sedikit tidak sopan. Tapi seperti biasa Quella tidak peduli.

"Xaver Parvez," jawab Xaver dengan datar, tatapan matanya yang tajam menatap ke arah Quella. Menilai bagaimana penampilan Quella.

"Bukankah tadi Parvez mengatakan bahwa kerjasama kita batal," ungkap Quella dengan tidak peduli, bahkan sambil melanjutkan acaranya makannya tadi.

Sedikit tidak menyukai tatapan itu, karena terlihat jelas bahwa Quella sama sekali tidak tertarik dengannya sedikitpun. Tidak menanggapi ucapan Quella, sebaliknya Xaver hanya memperhatikan dengan diam. Tapi tetap dengan tatapan tajamnya, seperti ingin membuat permusuhan dengan Quella.

Niat awalnya tadi adalah membelikan sebuah dessert untuk ibunya, karena perintah ayahnya itu. Tanpa di sengaja matanya melihat Quella yang sedang sendiri menikmati kudapan, tanpa memiliki rasa bersalah bahwa mereka tadi mempunyai janji temu.

Risi dengan tatapan yang dilontarkan oleh orang di depannya ini. Quella memutar bola matanya dengan malas, berwajah angkuh dan bertanya. "Jadi apa tujuan Tuan Parvez berada di sini?"

Sama halnya dengan tadi, Xaver hanya diam tidak mau menjawab dan hanya menatap Quella. Menghembuskan napasnya pelan, Quella merasa ingin melemparkan air minumannya kepada lawannya ini.

Hingga sebuah ide yang menjadi rencananya tadi terlintas. "Oh aku akan mengadakan lelang barang, aku dengan baik mengundang Parvez untuk hadir," ucap Quella sambil tersenyum palsu.

"Apa dirimu berniat menjual barang-barang berharga?" Xaver baru mengeluarkan suaranya karena tertarik dengan pembicaraan.

"Itu yang jelas bukanlah urusan Parvez," sama halnya dengan tadi, Quella mempertahankan senyuman palsunya itu.

"Tuan ini pesanan anda," Jad datang sambil membawa, apa yang di pesan oleh Tuan mudanya tadi.

"Hubungi saja dia," tunjuk Xaver pada Jad, secara tidak langsung juga Xaver menerima undangan itu.

"Hm," gumam Quella yang merubah ekspresi wajah menjadi tidak ramah kembali. Mengabaikan keberadaan kedua manusia yang masih menatapnya.

"Sampai jumpa lagi, pertemuan berikutnya pasti akan lebih menarik," ucap Xaver sebagai salah perpisahan mereka. Tanpa disadari olehnya sudut bibirnya sedikit tertarik.

Quella dengan sangat jelas, hanya memutar bola matanya malas. Melihat respon yang didapatnya, Xaver tanpa sadar mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras, menandakan kemarahannya. Harga dirinya beserta ego-nya merasa tersinggung, apalagi saat Quella jelas-jelas menganggap dirinya tidaklah penting.

"Tuan," seru Jad kembali, karena sedari tadi Tuannya hanya diam, dan bisa dirinya rasakan Tuannya ini sedang dalam keadaan kesal.

"Maaf Nona menunggu, ini pesanan anda," Yuren datang dengan terburu-buru, saat menyadari kedatangan pihak Parvez berada di depan Nonanya.

Melihat pesanan yang diinginkan olehnya datang, senyuman manis dan sumringah terwujud di wajah cantiknya. Pipinya ikut memerah saking excited dengan dessert yang diinginkannya. "Terimakasih Yuren," Quella dengan cepat mengambil pesanan yang diserahkan oleh Yuren.

Hal itu tidak terlepas dari perhatian Xaver yang terus melihatnya, hatinya lagi-lagi merasakan hal yang berbeda saat memperhatikan ekspresi Quella yang berubah menjadi manis sekali. "Sweet," gumam Xaver pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Jad.

Mengerutkan keningnya seolah tidak yakin, Jad merasa pendengar telinga bermasalah. "Maaf tuan, tapi Tuan besar sudah terus menghubungi," ucap Jad yang baru membuka pesan dari handphone miliknya yang bergetar.

Berwajah sedikit masam, tanpa berlama-lama lagi Xaver berbalik pergi untuk menuju mobilnya yang terparkir. Jad melihat Tuannya yang langsung beranjak. "Permisi, kami undur diri terlebih dahulu," pamit Jad dengan sopan, kepada Quella dan perempuan yang dikenalinya sebagai asisten pribadi Quella.

"Silahkan Tuan, dan hati-hati dijalan," bukan Quella yang menjawab melainkan Yuren, karena sudah pasti Nonanya ini tidak akan tertarik untuk membalas basa-basi seperti ini.

Setelah mendapatkan balasan Jad berbalik untuk menyusul Tuannya yang sudah tidak terlihat. Menghembuskan napasnya pasrah, berharap hari ini bisa berlalu dengan cepat.

•••••

TBC

JANGAN LUPA FOLLOW

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!