~selamat datang di novel baru author, semoga para readers terhibur~
Keesokan hari setelah pemakaman suaminya, Tisya masih enggan keluar dari kamar. Ia terus memandangi foto mendiang suaminya yang sudah basah terkena air matanya.
"Mas aku tidak menyangka kamu akan pergi secepat ini." Ucap Tisya
Tisya menciumi foto suaminya dan memeluknya erat. Baginya semua ini seperti mimpi. Kehilangan orang yang dicintai adalah hal yang paling menyedihkan.
Sejak semalam Tisya belum memejamkan matanya, wajahnya terlihat lelah lusuh sangat memperihatinkan. Ditambah lagi belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya.
'Tok tok tok'
'klek'
Pintu kamar terbuka, Nia masuk ke dalam kamar dan langsung menghampiri putrinya.
"Sayang makan dulu yuk" Ucap Nia.
Tisya menggelengkan kepalanya.
"Mas Bian belum makan bu" Ucap Tisya dengan tatapan kosong.
Tisya langsung bangkit dari tempat duduknya dan keluar dari kamar. Ia berjalan cepat kemudian dikejar oleh ibunya.
"Sayang kamu mau kemana?" Tanya Nia.
Tisya tidak menghiraukan ucapan Nia, ia keluar dari rumah dan berjalan menuju pemakaman suaminya yang tidak jauh dari rumahnya.
Arta, Pras, dan Nia hanya mengamati dari kejauhan. Mereka paham apa yang dirasakan Tisya saat ini.
"Mas kamu sudah makan belum?" Tanya Tisya sambil memeluk gundukan tanah yang dipenuhi bunga-bunga.
"Kamu pasti kesepian ya di dalam, aku temenin ya"
Tisya berbaring diatas tanah lalu memejamkan matanya. Tak butuh waktu lama ia langsung terlelap di sana.
Nia tidak tega melihat anaknya menjadi tontonan orang yang berziarah. Ia ingin menghampiri putrinya namun dicegah oleh Pras.
"Jangan bu" Cegah Pras.
"Kasian Tisya mas, pasti mereka menganggap Tisya orang gila" Ucap Nia.
Pras meraih tangan Nia lalu memeluk tubuh istrinya yang bergetar.
"Kasian mas" Ucap Nia.
Tak lama Tisya terlelap, ia kemudian bangun dan kembali menangis. Kali ini tangisan Tisya sangat histeris dan menjadi pusat perhatian orang-orang di sana.
Dengan segera Pras, Nia, dan Arta langsung menghampiri Tisya dan mengajaknya pulang.
"Tapi Mas Bian kasian bu, dia sendiri"
"Dia tidak sendiri sayang, ada malaikat yang menemaninya di dalam sana" Ucap Nia.
"Mas Bian orang baik ya bu, makanya ada malaikat yang menemaninya" Ucap Tisya sedikit terhibur.
"Iya sayang" Jawab Nia.
Mereka kemudian membawa Tisya masuk ke dalam mobil lalu pulang ke rumah Pras. Sengaja mereka membawa Tisya ke rumah Pras, sebab kalau di rumah Arta pasti Tisya akan terus terpuruk.
Tiga bulan setelah masa itu, kini Tisya sudah kembali tersenyum. Banyak teman-temannya yang selalu memberikannya semangat dan motivasi membuat dirinya kembali hidup.
Hari ini Tisya keluar dari kamarnya mengenakan pakaian rapi, walaupun tidak berhias namun ia tetap terlihat cantik.
"Mau kemana sayang?" Tanya Nia.
"Mau ke rumah bu" Jawab Tisya.
Nia langsung meletakkan ponselnya di atas meja dan menghampiri putrinya.
"Kamu yakin mau kesana?" Tanya Nia.
"Kalau ada barang kamu yang tertinggal di sana biar ayah yang ambilin, kamu di rumah saja." Ucap Nia.
"Engga ma, hari ini ada orang yang mau lihat rumah aku" Jawab Tisya.
"Kamu jual rumah itu?" Tanya Nia dan dijawab anggukan kepala oleh Tisya.
"Semalam pengacaranya Mas Bian bilang kalau ada yayasan yang mau membangun panti asuhan, jadi aku putusin buat menghibahkan rumah itu untuk mereka." Ucap Tisya
"Masyaallah, tapi kamu dianterin ayah ya, soalnya ga baik kamu keluar sendiri, kan masih masa Iddah" Ucap Nia.
"Iya ma" Jawab Tisya
Pras kemudian mengeluarkan mobilnya dan melajukannya menuju rumah Tisya.
Sepanjang perjalanan Tisya terus menatap ke arah keluar.
"Ternyata dunia tetap berjalan di saat aku merasa dunia ini berhenti" Ucap Tisya dalam hati.
Setibanya di rumah, Tisya dan Pras langsung keluar dari mobil dan membuka pintu rumah itu.
Ketika pintu terbuka terlihat rumah itu sangat gelap, dan banyak debu di lantai. Maklum saja selama dua bulan ini tidak ada yang membersihkan rumah itu.
Tisya mengamati setiap sudut rumah itu, bayang-bayang kebersamaannya dengan Bian kembali berputar di kepalanya.
Ia masih merasakan adanya sosok Bian di rumah itu.
"Aku ga bisa lama-lama di rumah ini" Ucap Tisya dalam hati.
Tak lama kemudian pengacara Bian datang bersama ketua yayasan yang akan membangun panti asuhan. Mereka berbincang-bincang kemudian Tisya menyerahkan semua urusannya pada pengacara Bian.
.
.
Dimas membuka ponselnya dan membuka rekaman suara Bian waktu itu. Ia memutar rekaman itu di depan Arta.
"Pa maafin Bian kalau selama ini Bian banyak ngerepotin papa, terimakasih papa sudah menjadi orang tua terbaik untuk Bian. Pa, tolong setelah kepergian Bian nanti papa harus tetap bertahan hidup, Bian sudah kangen mama pa, Bian bakal sampein ke mama kalau papa saat ini masih sayang sama mama. I LOVE YOU pa.
Tisya sayang, saat kamu dengar suara mas ini pasti kamu sudah tidak bisa jahilin mas lagi, hehe. Sayang maaf ya mas harus tinggalin kamu, mas yakin kamu bakal marah banget sama mas, tapi mas sudah tidak kuat sayang, mas sangat menderita melawan penyakit ini. Setelah ini mas sudah tidak sakit lagi sayang, kamu ga usah sedih ya, mas pasti akan bahagia. I LOVE YOU sayang, terima kasih sudah mau menemani suami mu berjuang, terimakasih sudah menjadi sosok istri yang baik, I LOVE YOU SO MUCH
Ayah, ibu maafin Bian kalau Bian belum bisa menjadi menantu yang baik untuk kalian, setelah kepergian Bian, Bian kembalikan Tisya pada kalian. Terimakasih sudah mengizinkan Tisya hidup bersama Bian beberapa tahun ini.
Dimas, thanks ya lo udah nolongin gue, gue punya permintaan terakhir buat lo, tolong jagain istri gue, setelah masa Iddahnya selesai tolong lo minta dia pada orang tuanya. Gue yakin lo bakal senang saat tahu siapa istri gue"
Arta dan Dimas sama-sama menitihkan air mata mendengar suara terakhir Bian. Walaupun saat itu Dimas berada di dekat Bian, namun Dimas menutupi telinganya dengan earphone untuk menjaga privasi sahabatnya.
"Kamu sudah tahu istrinya Bian?" Tanya Arta
Dimas menganggukkan kepalanya.
"Setelah masa iddah Tisya selesai, kita datang ke rumah Tisya dan menyampaikan pesan ini pada keluarga mereka" Ucap Arta.
"Baik om" Jawab Dimas
Setelah menyampaikan pesan itu pada Arta, Dimas langsung berpamitan untuk kembali ke kantor.
Di tengah perjalanannya ia tidak sengaja melihat Tisya sedang di pinggir jalan bersama beberapa anak kecil yang berpakaian lusuh.
Dimas menepikan mobilnya dan menyaksikan Tisya yang tengah membagikan makanan dan buku kepada mereka.
"Bukan hanya wajahnya yang cantik, bahkan hatinya juga cantik. Ga salah Bian cari istri" Ucap Dimas.
Dimas terus mengamati setiap gerak Tisya, ia dibuat kagum olehnya.
TBC
Jangan lupa LIKE dan VOTE ❤️
Hari ini tepat empat bulan sepuluh hari setelah kematian Bian, yang mana artinya masa iddah Tisya sudah selesai.
"Siapa yang datang bu?" Tanya Tisya ketika mendengar suara para lelaki berbincang-bincang di ruang tamu.
"Arta sama temannya Bian" Jawab Nia.
Tisya kemudian mengambil bolu dari dalam kulkas lalu memotongnya dan menata di atas piring.
"Kamu bawa nampan ini keluar ya, ibu mau mandi dulu, ga enak nemuin tamu belum mandi." Ucap Nia.
Tisya kemudian mengangkat nampan berisi teh dan bolu lalu membawanya ke ruang tamu.
Ia terkejut melihat ada Dimas di sana.
"Ngapain Kak Dimas di sini?" Ucap Tisya dalam hati.
Tisya kemudian meletakan makanan dan minumannya di hadapan para tamu lalu beranjak berdiri.
"Tis, duduk dulu" Ucap Arta.
"Iya pa" Jawab Tisya lalu ia duduk di samping Pras.
Dimas menatap Tisya dengan tatapan mata berbinar, sedangkan Tisya masih terus menunduk.
"Tis" Panggil Arta
"Iya pa" Jawab Tisya.
"Kamu kenapa?" Tanya Arta.
"E...engga kenapa-kenapa pa" Jawab Tisya.
Arta dan Pras melanjutkan obrolan mereka sedangkan Dimas dan Tisya hanya menyimak saja. Sesekali Tisya menatap ke arah Dimas yang terus menatapnya. Tatapan Dimas justru membuat Tisya menjadi salah tingkah.
Tak lama kemudian bau semerbak wangi tercium dari ruang tamu yang tandanya Nia sudah selesai mandi.
"Kami habis berendam ya, lama banget" Ucap Pras
"Hehe maklum mas, perempuan kalau mandi ya lama" Jawab Nia berbisik namun masih bisa didengar.
Nia kemudian duduk di samping Tisya.
"Ehem, langsung saja jadi kedatangan kami ke sini ingin menyampaikan sesuatu." Ucap Arta.
"Ada apa Ta?" Tanya Pras
"Dim" Arta memberi kode pada Dimas untuk memutar rekaman suara Bian.
Tisya kembali menitihkan air mata kala mendengar suara itu, suara yang selalu ia rindukan.
Ia menangis sesenggukan di pelukan sang ibu yang juga menangis.
Ketika rekaman suara itu selesai, Dimas langsung menyimpan ponselnya kembali.
"Jadi kamu Dimas yang nolongin Bian waktu kecelakaan?" Tanya Pras
"Iya saya Dimas yang nolongin Bian waktu kecelakaan, tapi lebih tepatnya saya sahabat Bian sejak kecil" Jawab Dimas.
Tisya tidak menyangka bahwa suaminya memberi wasiat itu.
Pras menatap ke arah istrinya yang juga menatap dirinya. Nia memberi kode untuk bertanya pada Tisya.
Pras menatap putrinya yang masih menangis di pelukan Nia.
"Kita tunggu jawaban dari Tisya saja" Ucap Pras
Nia kemudian mengajak Tisya untuk kebelakang supaya bisa tenang. Sedangkan yang lainnya mengobrol di ruang tamu.
"Ibu, apa Mas Bian udah ga sayang sama aku bu?"
"Bu Mas Bian jahat bu" Ucap Tisya di tengah tangisannya.
Nia hanya bisa memeluk putrinya supaya bisa tenang.
"Bu apa wasiat itu boleh dilanggar?" Tanya Tisya.
"Boleh selama kamu keberatan" Jawab Nia.
"Tapi apa nanti Mas Bian akan marah?" Tanya Tisya
Nia mengangkat bahunya tanda ia tidak tahu.
"Tapi itu permintaan terakhir suami kamu sayang" Ucap Nia yang membuat Tisya tambah bimbang.
Tisya menarik napas panjang kemudian berdiri.
"Kami sudah tahu jawabannya?" Tanya Nia.
Tisya menganggukkan kepalanya kemudian mereka berdua keluar menemui yang lainnya.
Tisya duduk di samping ayahnya kemudian menatap ke arah Dimas yang juga menatap ke arah Tisya.
"Kamu tidak harus menjawab sekarang Tis, kamu boleh memikirkan jawabannya dulu." Ucap Arta.
Tisya memejamkan matanya untuk meyakinkan jawabannya.
"Bismillahirrahmanirrahim"
"Saya siap memenuhi wasiat Mas Bian" Ucap Tisya
Dimas langsung menjatuhkan tubuhnya ke lantai dan bersujud syukur, akhirnya doanya selama ini dikabulkan oleh Allah.
"Dim, Dimas" Panggil Arta.
Arta menepuk-nepuk pundak Dimas namun Dimas tidak menghiraukan juga
"Dim kiblatnya salah" Ucap Arta.
Dimas langsung bangun dan menatap orang-orang di sana tertawa termasuk Tisya.
"Kiblatnya mana?" Tanya Dimas
Pras kemudian menunjukkan arah kiblat dengan jarinya dan Dimas kembali bersujud.
"Emangnya harus menghadap kiblat ya?" Tanya Dimas ketika sudah bangkit dari sujudnya.
"Ya engga juga sih, tapi disunahkan menghadap Kiblat." Jawab Pras.
Setelah semua urusannya selesai Arta berpamitan untuk pulang, dan Pras juga hendak berangkat ke kantor.
"Kamu masih mau di sini Dim?" Tanya Arta.
Dimas menganggukkan kepalanya sambil memperlihatkan gigi putihnya yang rapi.
"Biarkan dia berkenalan dengan Tisya dulu" Ucap Pras.
Arta dan Dimas tertawa.
"Mereka sudah saling kenal" Bisik Arta pada Pras.
"Ya bagus dong kalau gitu haha" Jawab Pras.
Setelah Arta dan Pras pergi, Tisya mengajak Dimas duduk di gazebo dekat kolam ikan.
"Kamu apa kabar?" Tanya Dimas berbasa-basi.
"Seperti yang kamu lihat." Jawab Tisya.
Mereka berdua hanya terdiam, entah mengapa tiba-tiba Dimas tidak bisa berkata-kata lagi.
'Ehem'
Dimas dan Tisya menoleh ke belakang.
"Ibu mau ke pasar dulu, kalian masih mau di sini?" Tanya Nia.
"Iya bu, hati-hati ya" Jawab Tisya.
"Iya, ingat ya kalian belum halal, jangan berbuat yang enggak-enggak" Pesan Nia, Dimas tersenyum namun Tisya langsung memelototkan matanya ke arah ibunya.
"Ya udah ibu tinggal dulu, assalamualaikum" Ucap Nia.
"Waalaikumsalam" Jawab Dimas dan Tisya bersamaan.
Setelah Nia pergi Tisya langsung masuk ke dapur mengambilkan minuman untuk Dimas.
"Diminum dulu kak" Ucap Tisya.
"Terima kasih" Ucap Dimas.
Tisya tersenyum lalu ia duduk di samping Dimas
"Terimakasih ya" Ucap Dimas.
"Iyaaa, udah diminum aja" Jawab Tisya.
"Bukan untuk itu" Ucap Dimas
"Lalu?" Tanya Tisya.
"Terima kasih sudah mau menerima aku." Jawab Dimas.
Tisya tersenyum tipis.
"Demi Mas Bian" Jawab Tisya.
"Apapun itu" Ucap Dimas.
Dimas lalu meneguk minuman yang dibawakan oleh Tisya.
"Kapan rencana kita menikah?" Tanya Dimas.
"Jangan terburu-buru" Jawab Tisya.
"Biarkan aku yang mengatur semuanya." Ucap Dimas
"Terserah" Jawab Tisya singkat.
'Drt...drt...'
Dimas kemudian menerima panggilan dari atasannya lalu ia berpamitan untuk pergi ke kantor.
"Nanti sore aku jemput kamu, kamu siap-siap saja" Ucap Dimas lalu ia pergi keluar dari rumah Tisya.
Dimas pulang dari rumah Tisya dengan hati yang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan ia memutar lagu bertemakan jatuh cinta, dan setibanya di kantor ia melempar senyum pada semua orang ya ia temui.
"Pak Dimas kenapa tuh?"
"Ga tau deh aneh banget"
"Iya, senyum-senyum sendiri kaya orang lagi kasmaran"
'Ehem'
Semua terdiam lalu menoleh ke arah sumber suara.
"Kalian dibayar untuk kerja apa ngomongin orang lain hah?"
Mereka semua langsung berlari menuju tempatnya masing-masing dan melanjutkan pekerjaannya.
TBC
Hai readers terima kasih sudah mampir di karya baru author, mohon masukannya apabila anda penulisan yang salah
Jangan lupa LIKE dan VOTE ❤️ ❤️
Sepulangnya dari kantor Dimas langsung menuju ke rumah Tisya, ia menjemput Tisya dan mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat.
"Kita mau kemana?" Tanya Tisya saat sudah duduk di kursi penumpang di samping Dimas.
"Nanti kamu juga tahu sendiri." Jawab Dimas.
Dimas mendekat ke arah Tisya membuat Tisya langsung mundur dan mendorong tubuh Dimas.
Dimas meraih sabuk pengaman Tisya yang belum terpakai lalu menguncinya.
Wajah Tisya memerah, ia merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia berpikir kalau Dimas mau menyentuhnya. Ia menundukkan kepalanya sambil meremas-remas kedua tangannya.
Dimas melirik ke arah Tisya sambil tersenyum.
"Cantiknya masih sama seperti dulu" Ucap Dimas dalam hati.
Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam, larut dengan pikirannya masing-masing. Tisya terus mengamati ke arah luar jendela, melihat perubahan di kota ini.
"Kenapa?" Tanya Dimas.
"Engga" Jawab Tisya singkat.
Ia langsung menyandarkan punggungnya di head rest sambil membuka ponselnya.
Tak lama kemudian mobil Dimas berhenti, Dimas keluar terlebih dahulu kemudian membukakan pintu untuk Tisya.
'Klek'
Setelah pintu terbuka Dimas hendak membukakan sabuk pengaman Tisya namun dengan segera Tisya menolaknya.
Setelah Dimas mengunci pintu mobilnya mereka berdua langsung memasuki mall tersebut.
"Mau makan dulu?" Tanya Dimas.
"Maaf tadi sudah makan di rumah" Tolak Tisya.
"Baiklah kalau begitu." Jawab Dimas.
Mereka berdua berjalan beriringan tanpa bergandeng tangan. Mereka tidak terlihat seperti pasangan kekasih.
Dimas berhenti di depan toko perhiasan dan mengajak Tisya untuk masuk ke sana.
"Ngapain kita ke sini kak?" Tanya Tisya.
Dimas tidak menjawabnya, ia memanggil karyawan toko itu kemudian meminta satu set perhiasan keluaran terbaru.
"Ini pak bu koleksi terbaru toko kami, perhiasan ini dilengkapi dengan berlian asli yang mewah namun tetap terlihat elegan." Ucap karyawan toko itu
Dimas menarik tempat perhiasan itu dan mendekatkan pada Tisya.
"Kamu mau coba dulu?" Tanya Dimas.
"Kak apa-apaan sih" Ucap Tisya
"Saya juga mau satu pasangan cincin nikah" Ucap Dimas.
Dimas tetap memaksa supaya Tisya mau mencoba perhiasan itu namun Tisya tetep kekeh menolaknya.
"Minimal cincinnya kamu coba dulu ya." Ucap Dimas.
Dengan berat hati Tisya mengambil cincin itu lalu mencobanya.
"Alhamdulillah pas, cocok ditangan kamu." Ucap Dimas.
Tisya melepas cincin itu kembali lalu karyawan toko itu datang membawakan berbagai macam model cincin nikah.
"Silakan dipilih, ini model yang paling best seller di toko kami" Ucap karyawan itu.
Dimas kembali meminta Tisya untuk memilihnya namun Tisya terlihat seperti tidak tertarik.
"Terserah kakak aja." Jawab Tisya.
Dimas kemudian memilih salah satu model cincin itu kemudian membayarnya.
Ia menatap ke arah Tisya yang tengah berdiri menatap orang-orang yang berlalu-lalang.
"Mengapa bayangan Mas Bian selalu muncul ketika aku datang ke tempat yang pernah aku datengin sama Mas Bian" Ucap Tisya dalam hati.
"Mas aku mau perhiasan yang ada berliannya itu ya" Ucap Tisya.
"Itu jelek sayang, bagusan yang ada mutiaranya." Ucap Bian.
"Ihh tapi aku ga suka kalau ada mutiaranya, aku suka yang berlian" Ucap Tisya
Ketika Tisya tengah melamun, tiba-tiba Dimas berdiri di samping Tisya dan menyodorkan satu potong es krim.
Tisya kaget dan dengan reflek ia menepis tangan Dimas hingga es krimnya jatuh mengenai celana Dimas.
"Kak sorry sorry" Ucap Tisya.
Tisya segera mengambil tisu dari dalam tasnya lalu memberikannya kepada Dimas.
Dimas menerima tisu itu kemudian membersihkan noda es krim di celananya itu.
"Maaf ya kak, habisnya kakak ngagetin sih" Ucap Tisya.
"Iya ga papa santai aja" Jawab Dimas.
Setelah celananya sudah lumayan bersih, Dimas kemudian mengajak Tisya berjalan mengelilingi mall itu.
Mereka berjalan memasuki toko tas branded dari luar negeri.
"Silakan pilih tas yang kamu mau" Ucap Dimas.
"Hah? Buat apa?" Tanya Tisya
" Seserahan" Jawab Dimas.
Tisya tidak menyangka Dimas bergerak secepat ini. Baru tadi pagi ia menerima wasiat Bian, sorenya dia mengajak berbelanja seserahan.
Sudah hampir dua jam mereka mengelilingi mall itu, dan akhirnya semua kebutuhan seserahan sudah di tangan.
Setelah selesai berbelanja, Dimas langsung mengantarkan Tisya pulang ke rumahnya, sebab sedari tadi Tisya terus mengeluh kecapekan.
Setibanya di rumah Tisya langsung mengambil air wudhu dan mengerjakan sholat magrib.
"Huh untung waktunya masih ada" Ucap Tisya.
Setelah selesai sholat Maghrib ia langsung berdzikir dan berdoa.
Ia mengutarakan semua isi hatinya pada Sang Pencipta. Ia juga memohon supaya jalan yang ia pilih ini benar.
Setelah selesai berdoa Tisya langsung mengerjakan sholat Isya sebab adzan isya sudah berkumandang.
"Seharusnya gue sholat istikharah dulu sebelum memutuskan sesuatu." Ucap Tisya.
Tidak ada kata terlambat, setelah selesai sholat Isya Tisya langsung melanjutkan untuk sholat istikharah, ia meminta petunjuk pada Tuhan.
......................
Sepulangnya mengantar Tisya, Dimas langsung mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobilnya dan membawanya ke dalam apartmentnya. Saat ini Dimas masih tinggal di apartment sebab rumahnya belum selesai total.
Ia menyusun barang-barangnya kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Huh untung gue tadi udah sholat" Ucap Dimas lirih lalu ia terlelap hingga pagi.
Keesokan harinya sebelum berangkat ke kantor ia menyempatkan diri untuk mampir ke pemakaman Bian, tak lupa ia juga membawa satu keranjang bunga.
Setibanya Dimas di makam Bian, ia melihat ada taburan bunga yang masih segar, ia yakin ada seseorang yang datang sebelumnya.
"Pasti Tisya dari sini" Ucap Dimas lirih.
Dimas tetap menaburkan bunga yang ia bawa ke atas makam Bian.
"Assalamualaikum Bi, Bi gue sudah sampein wasiat lo ke semua yang bersangkutan. Terima kasih Bi lo udah ngasih gue kesempatan untuk bersama Tisya."
Hampir tiga puluh menit Dimas di sana, ia melihat jam yang melingkar di tangannya lalu ia berpamitan pada Bian.
Dari kejauhan Tisya memandangi Dimas yang sedang berziarah di makam Bian. Sebelum Dimas datang, ia datang terlebih dahulu namun tiba-tiba ia merasa haus lalu ia membeli minum di toko yang tidak jauh dari pemakaman itu. Namun ketika ia hendak kembali ia melihat ada seorang laki-laki yang duduk di samping makam Bian. Tisya memilih untuk menunggunya dari kejauhan.
Setelah Dimas pergi, Tisya langsung kembali menghampiri makam mendiang suaminya.
Di sana Tisya duduk di tanah sambil mengobrol dengan makam Bian.
Rutinitas ini Tisya lakukan ketika pagi hari. Setiap selesai sholat subuh Tisya langsung datang ke makam suaminya.
"Mas, aku tidak tahu apa maksud kamu membuat wasiat itu, bagaimana bisa kamu meminta sahabat mu untuk menikahi aku" Ucap Tisya.
"Tapi mas aku akan tetap thoat dengan perintah kamu, semoga itu bisa membuat kamu tenang di sana mas" Ucap Tisya.
TBC
Jangan lupa LIKE dan VOTE ❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!