NovelToon NovelToon

Diary Marsya Si Gadis Bar-bar

Marsya Olivia

Brumm brummm brumm

Deru motor bersahut-sahutan di arena balap liar malam itu, udara yang dingin tak menyurutkan semangat para pemuda-pemudi untuk menyalurkan hoby mereka, tak terkecuali Marsya dan teman-teman prianya. Sebenarnya Marsya tidak terlalu menyukai balapan, dia hanya ikut nongkrong saja, untuk meminum wedang jahe dan merokok, dia hanya ingin sedikit meringankan beban pikirannya yang kacau.

"galau mulu brother, mau turun ga?" tawar Aldo menghampiri Marsya, dia adalah pria pemilik bengkel sekaligus mekanik motor yang akan di pakai untuk balapan.

"ngga, gua gabisa balap" jawab Marsya dengan raut wajahnya yang datar.

"makanya kalo anak-anak lagi latihan tuh lu belajar juga, biar bisa ikut balap" jawab Aldo sambil meminum wedang jahenya.

"ogah, lu aja sama keluarga lu yang metal-metal" jawab Marsya sambil menatap malas kepada Aldo.

Mendengar jawaban Marsya, Bara, Vicky, Naufal, dan Farel pun mentertawakan Aldo.

"ppfttt bhahaha, lah keluarga Aldo mah bukan metal lagi Sya, dangdut" jawab Farel yang mulutnya memang suka asbun (asal bunyi), kalo ngomong suka ga di filter, orangnya lumayan tampan, tapi alay, makanya jomblo.

"sialan lu Rel kereta api" jawab Aldo cemberut.

Sedikit perkenalan Aldo ini paling tua diantara mereka usianya 20 tahun. Bara, dan Vicky kelas 9 SMP. Naufal, dan Farel kelas 10 SMK. sedangkan Marsya sendiri baru saja lulus SMK tahun ini.

"yaudah gua aja sini yang turun" jawab Bara, dia adalah pentolan di geng mereka, teman-temannya semua menghormati dan takut padanya, sifatnya cuek, wajahnya selalu ketus dan menyeramkan, padahal wajahnya lumayan manis.

"yaudah ayo kedepan" ajak Vicky, cowok cadel, imut, lumayan tampan, dan paling polos diantara teman-temannya yang lain.

"Bang, ayok kedepan, nontonin si Bara" ajak Naufal, cowok yang mempunyai bekas luka di alis, tubuhnya agak pendek, dan paling loyal diantara yang lain.

Agak aneh memang si Naufal ini, dia memanggil Marsya dengan sebutan Abang, karena katanya Marsya seperti laki-laki , tidak seperti perempuan.

"Gak gue disini aja, mager." jawab Marsya.

"iya udah lu sana, hus hus, Marsya disini aja sama gua, biar gua yang jagain, takut di bungkus sama om-om mesum" jawab Farel mengusir teman-temannya yang lain.

"elu Rel om-om mesumnya" jawab Vicky dengan menampilkan raut wajahnya yang seakan-akan mau muntah, lalu berbalik untuk maju ke garis start.

"dih gila, dedek emesh begini di bilang om-om mesum" jawab Farel sambil menyugar rambutnya kebelakang.

"sok ganteng lu jamet" ucap Marsya meraup wajah Farel.

"lah tapi emang ganteng kan"

"ganteng tapi somplak" jawab Marsya sambil menghembuskan asap rokoknya.

"gapapa yang penting ganteng" jawab Farel sambil senyum-senyum kearah Marsya.

"dasar bocah gila"

*****

Drrtttt drrttt

Getaran ponsel yang tak kunjung berhenti membangunkan Marsya dari tidur lelapnya di pagi hari itu, padahal ia baru tertidur pada pukul 03.00 dini hari sepulang nonton balap liar dengan teman-temannya.

'Sial siapa sih yang telfon pagi-pagi begini, astagaaa mata sepet banget lagi kek di gantungin motor ninja'

"hallo" Marsya mengangkat telfon dengan mata yang setengah terpejam.

"hallo Sya, tolong bilangin bibi Wulan, aa seminggu lagi mau nikah" rupanya itu adalah kakak sepupu Marsya dari pihak Mama Wulan yang tinggal di Kota Bandung.

"ohh oke, hari apa nikahnya a?" tanya Marsya lagi untuk memastikan.

"tepat hari Minggu."

"oke Marsya kabarin mama dulu."

Setelah sambungan telfon terputus, Marsya langsung menghubungi mamanya untuk memberikan kabar dari kakak sepupunya yang akan menikah.

'mumpung gue bakal datang ke acara nikahan Aa Rian, sekalian aja kali ya gue cari kerja disana, udah muak banget gue tinggal disini, lagipula papa juga ga pernah merhatiin gue, ga peduliin gue, giliran gue bikin masalah dia maki-maki gue, mungkin dia malah seneng kalo gue gaada disini'

Marsya membatin sambil kembali rebahan di kasur kecilnya yang tipis untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

Marsya Olivia, terlahir di keluarga yang kurang mampu dan keluarga yang jauh dari kata harmonis. Mamanya bernama Mama Wulan, wanita yang cantik, dan baik hati, sayangnya dia menikah dengan sosok yang seperti Papa Erwin yang seringkali tidak memperhatikan keluarganya, lebih suka menyayangi dan membanggakan anak-anak orang lain, cenderung lebih memprioritaskan orang lain di bandingkan keluarganya sendiri, sehingga seringkali menciptakan perdebatan diantara keduanya.

Tumbuh di keluarga yang toxic menjadikan pribadi Marsya yang sulit diatur, liar, cuek, tomboy, dan suka membuat masalah.

Satu tahun lalu orang tuanya memutuskan untuk berpisah.

Sebelum orang tuanya berpisah mereka memutuskan untuk menjual rumahnya di kota Jakarta dan membangun rumah di desa T. Karena tempatnya yang sangat terpencil membuat Marsya sulit menemukan sekolah SMK yang dekat dari rumahnya di desa, jadi Marsya memutuskan untuk ikut dengan Papa Erwin dirumah kakek dan neneknya.

Sedangkan adiknya yang bernama Ghea Oriza Putri memutuskan untuk mengikuti Mama Wulan, dan tinggal di rumah mereka di desa T.

Sebelum orang tuanya bercerai, selain menjual rumahnya yang di kota Jakarta dan membangun rumah di desa T, papa Erwin juga di pecat dari pekerjaannya dan berakhir menjadi security di bengkel dengan penghasilannya yang sangat kecil, membuat papa Erwin tidak pernah memenuhi segala kebutuhan Marsya, bahkan pernah berbulan-bulan Marsya menginap dirumah temannya karena kekurangan ongkos untuk pulang kerumah neneknya.

Satu tahun yang lalu...

"pa, Marsya dapet surat dari sekolah, soalnya udah 3 bulan nunggak uang SPP, bayarannya kurang lebih 600 ribu." sebelum berangkat sekolah Marsya memberikan surat edaran dari sekolahnya dan memberikan surat itu kepada ayahnya.

"papa uang dari mana, Marsya kan tau papa habis di pecat, papa gapunya uang sama sekali, gaji papa di tempat kerja yang sekarang sangat kecil"

Marsya yang polos dan naif itu tidak tau apa-apa, dia tidak tahu jika seseorang di pecat dari pekerjaannya maka perusahaan akan memberikan pesangon untuk mantan karyawannya.

"ohh yaudah deh kalo gitu, yang penting papa urus sekolah Riza aja jangan sampe nunggak, gausah pikirin Marsya, Marsya mah gampang"

"iya sya"

"Marsya berangkat sekolah dulu pa, papa punya uang ngga buat ongkos Marsya?" tanya Marsya sambil memasukan kembali surat edaran dari sekolahnya ke dalam tas.

"papa cuma punya uang 10 ribu Sya" jawab papa Erwin sambil menyerahkan uang pecahan 10 ribu.

Marsya tertegun sambil memegang uang yang di berikan oleh ayahnya. Dia sangat bingung uang yang di berikan ayahnya tidak cukup untuk ongkos pulang-pergi sekolah, sedangkan jika dia tidak masuk sekolah ayahnya pasti akan memarahinya.

"Marsya berangkat dulu, assalamualaikum" Marsya lekas menyalami ayah, nenek, dan kakeknya, lalu segera berangkat ke sekolah.

'dari rumah ke pangkalan angkot jauh banget harus naik ojek, belum lagi 3 kali naik angkot buat sampe sekolah, sekali naik angkot aja ongkosnya 3 ribu'

Saat itu Marsya terpaksa berjalan kaki untuk sampai ke pangkalan angkot, sampai akhirnya kedua pahanya lecet parah karena berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh.

Saat itu Marsya yang kehabisan uang akhirnya ikut pulang ke rumah temannya dan menginap selama berbulan-bulan disana karena ayahnya tak kunjung memberikan uang yang cukup untuk bekal sekolah Marsya.

Saat itulah Marsya mulai berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengandalkan papanya, memutar otak bagaimana caranya mendapatkan uang, hingga Marsya pernah mengamen dari rumah ke rumah hanya untuk memenuhi kebutuhannya untuk makan, dan bekal sekolah.

*foto Marsya yang di bonceng oleh Naufal sepulang dari menonton balap liar.

Mabar

Tok tok tokk

"Neng bangun sayang, udah adzan, shalat Zuhur dulu" Kakek Arya mengetuk pintu kamar Marsya menyuruhnya untuk melaksanakan ibadah shalat Zuhur.

"iyaaa kek" meskipun masih sangat mengantuk Marsya tetap bangun dari tidurnya, gegas ia mandi lalu melaksanakan shalat Zuhur.

Setelah shalat Zuhur, Marsya menuju ruang tamu dan menemani nenek dan kakeknya yang sedang menonton televisi, waktu berlalu, dilihatnya kakeknya yang tertidur di sofa, sedangkan neneknya tertidur di karpet bulu.

Brumm brumm brummm

'kampret, bocah gila mana siang siang gini geber geber motor'

Hampir saja Marsya berteriak memaki pengendara motor itu jika tidak mengingat nenek dan kakeknya tertidur, untung saja nenek dan kakeknya tidak terganggu oleh kebisingan itu. Dilihatnya keluar dan ternyata yang membuatnya kesal adalah teman-teman prianya.

"assalamualaikum, hai Marsya" Farel mengucap salam dengan senyum khasnya, lalu menghampiri Marsya.

"walaikumsallam, oh astaga, ini dia bocah gilanya"

"kenapa sya?" tanya Vicky menghampiri Marsya, dan Farel.

"lu pada gila ya, siang-siang gini tuh motor di geber-geber berisik tau ga, nenek sama kakek gua lagi tidur"

"Farel tuh sama si Bara" jawab Naufal

"bukan gua, Vicky sama Farel" sangkal Bara

"Vicky tuh, motor gua mah matic" sangkal Farel

"hehe maap yaa saya gatau, saya kan ikan" jawab Vicky dengan wajah tanpa dosa.

"sama aja lu semua, ada apa?" jawab Marsya sambil mendudukkan dirinya di kursi kayu yang ada di teras rumahnya.

"gapapa, mau main aja disini" jawab Farel sambil mendudukkan dirinya di sisi sebelah kanan Marsya.

'astaga bocah-bocah gila, gabisa biarin gue istirahat bentar apa, baru semalem ketemu sekarang udah datang lagi'

"lu pada ga bosen apa kerumah gua mulu?" tanya Marsya sambil menahan jengkel.

"engga" jawab mereka kompak

"shit, lu pada kerumah gua udah kek minum obat tau ga, sehari 3x, bosen gua" Marsya menghela nafas kasar menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi.

"hehe ya abis ngumpul disini enakeun Sya" jawab Farel.

"semerdeka lu aja dah, asal jangan terlalu berisik" Marsya berlalu menutup pintu rumahnya, ia khawatir tidur nenek dan kakeknya terganggu oleh kebisingan teman-temannya.

"oiya nih jatah lu" Bara memberikan 6 lembar uang pecahan 100 ribuan kepada Marsya.

Marsya mengernyitkan dahinya sambil menerima uang itu.

"jatah apaan?"

"astaga kasiann, mana masih muda" jawab Naufal.

"masih muda udah pikun, duit semalem kan gua menang" jawab Bara sambil menyentil dahi Marsya.

"heh kaga sopan sama orang yang lebih tua" jawab Marsya meringis sambil berkacak pinggang.

"siap salah" jawab Bara.

"yaudah mau beli kopi ga, mumpung ada duitnya nih" tanya Marsya sambil memperlihatkan uang yang di terimanya dari Bara tadi.

"gausah Aldo lagi beli kok, tuh duit lu pegang aja" jawab Bara.

Teman-teman Marsya ini memang sangat pengertian, mereka mengetahui keluh kesah Marsya yang terkendala dalam segi ekonomi.

"wah makasih banyak ce'eskay sering-sering aja lu turun Bar biar menang, kalo si Aldo yang turun kalah mulu" jawab Marsya cengengesan.

"bagus lu ya ngomongin gua, dia menang karna motor gua, gada motor gua gabisa ikut balap dia" jawab Aldo yang entah sejak kapan sudah ada di depan rumah Marsya, Marsya hanya tertawa saja menanggapinya, dan Bara tersenyum melihat tingkah Marsya.

"hehe makasih ya mas bro"

"yoo, sama-sama, nih kopi lu" jawab Aldo memberikan kopi kepada mereka.

Mereka pun larut dalam obrolan yang seperti pipa air rucika, mengalir sampai jauh, sambil tertawa dan saling mengejek.

"oiya guys, gua pamit dari sekarang aja nih mumpung pada ngumpul, besok gua mau ke Bandung" ucap Marsya sambil menghembuskan asap rokoknya.

"lah tiba-tiba banget Bandung" jawab Naufal

"iya sepupu gua nikahan, sekalian aja gua mau cari kerja disana"

"ngapain nyari kerja disana, emang disini udah gaada kerjaan apa?" jawab Farel memprotes keputusan Marsya.

"emang gaada, kan gua disini pengacara doang, pengangguran banyak acara, termasuk momong lu pada, harusnya gua di gaji ga si sama orang tua lu pada?"

"ga gitu konsepnya Bambang, ngga gini aja deh ngapain lu nyari kerja di Bandung?" jawab Farel lagi, memang Farel ini paling bisa mewakili pemikiran teman-temannya yang lain.

"gapapa gua mau nyoba hidup mandiri aja, jauh dari orang tua."

Jika sudah menyangkut tentang orang tua mereka pun sudah tidak bisa ikut campur lagi, mereka terpaksa mengiyakan keinginan Marsya walaupun sebenarnya mereka tidak setuju dengan keputusan Marsya.

"yahh gabisa main sama lu lagi dong kita " ucap jawab Aldo

"bisa, lu pada ke Bandung aja" jawab Marsya cengengesan.

Hanya dengan bersama mereka saja Marsya bisa tertawa lepas, bahkan hal-hal kecil yang di lakukan mereka bisa membuat Marsya tertawa.

"Lu udah makan?" tanya Bara sambil memperhatikan Marsya yang sedang bercanda dengan Farel dan Vicky

"hah? Belum kayaknya, lupa gua"

"astaga kalo gini caranya lu harus punya suami siaga dah Sya, biar ada yang ngingetin makan, perkara makan doang lu lupa, mana udah minum kopi lagi, kalo asam lambung lu kumat gimana" jawab Farel nyerocos seperti knalpot racing.

"astagfirullah Rel orang namanya juga lupa ya berarti ga inget gua, mau gimana lagi" jawab Marsya sambil mengusap-usap telinganya yang ngebul karena kena omel Farel.

"yaudah gua beli makan dulu" jawab Bara

"wahhh Bara so sweet, gua juga mau ya" jawab Vicky

"hmm" Bara hanya berdehem saja lalu bergegas pergi.

*****

"kita makan bareng, ini yang 2 buat nenek sama kakek" ucap Bara sambil memberikan bungkusan besar, rupanya dia membeli nasi Padang.

"makasih yaa, gua ambil piring dulu" jawab Marsya sambil berlalu menuju dapur.

Mereka pun makan bersama, sesekali diiringi canda tawa.

"lu besok berangkat ke Bandung jam berapa?" tanya Aldo sambil menggigit rendangnya.

"pagi kali, sebangunnya gua aja, tapi gua ga langsung ke Bandung, gua ke desa T dulu nyamperin nyokap, besoknya baru ke Bandung bareng.

"berarti lu nginep dulu di desa T?" tanya Naufal

"iyaa sekalian istirahat dulu, nyiapin mental, dari desa T ke Bandung jauh banget soalnya"

"yaudah besok gua anter lu dulu ke desa T" jawab Bara.

"gak, gak ada anter anter, besok Senin, lu sekolah" jawab Marsya, Marsya paling tidak suka teman-temannya membolos, karena dia pikir dia yang ingin sekolah saja perjuangannya luar biasa, bisa-bisanya teman-temannya yang sekolahnya dekat mau bolos.

"biar gua aja yang anter" jawab Aldo

"engga, lu harus buka bengkel, gua sendiri aja" kekeh Marsya.

"buka bengkel bisa siang Sya, balik nganterin lu, kalo bukan gua yang anterin siapa lagi, ntar Bara ngamuk kalo lu gada yang nganterin"

"khuk, khukk (anggap aja suara batuk ya)

Bara yang namanya di sebut oleh Aldo langsung terbatuk, dia langsung menoleh kearah Marsya.

"tiba-tiba banget Bara?" Marsya terperangah mendengar jawaban Aldo.

"tau lu, ngapain bawa-bawa gua Do?"

"gaa, gapapa, yang tau tau aja ini mah" jawab Aldo menyeringai kearah Bara dan teman-temannya.

*****

Ngerujak

"cabut yu ah" ajak Aldo kepada teman-temannya setelah mereka selesai makan.

"kemana?" jawab Vicky

"biasa nyeting motor"

"lah ayo gas" kata Naufal

"ck, gua ga ikut ya mager" jawab Marsya sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"ah ga asik, ayoo terakhiran sebelum lu ke Bandung" ajak Farel.

"Rel lu kaga lupa apa terakhir kita ikutin kemauan pak tua itu kita di kejar-kejar polisi gara-gara meresahkan masyarakat?" Marsya ketar-ketir mengingat terakhir dirinya mengikuti kemauan Aldo yang akan mengetest motor balapnya dan berakhir di kejar polisi gara-gara meresahkan masyarakat.

"ya itu sebenernya bukan ngejar kita Sya, kebetulan aja kita ada di situ jadi ikutan di kejar juga" kelak Aldo

"ya sama aja pak tua, mau kita atau mereka itu sama-sama lagi test motor buat balap" jawab Marsya mengerlingkan matanya, memang bukan hanya kelompoknya saja yang mengetest motor balapnya di daerah itu, tetapi banyak juga pemuda lain yang test motornya di tempat yang sama dengan mereka.

"ya udah terus apa dong sekarang?" jawab Aldo yang merasa bingung mau ngapain lagi karena memang biasanya Minggu sore dia akan test motor balapnya bersama mereka.

"ngerujak aja yok ngerujak" ajak Farel random.

"beli dulu dong buahnya" jawab Vicky

"kaga usah beli, ngambil aja noh di kebon bapak, yang di depan gang" jawab Farel memberikan ide, kebetulan di depan gang rumah nenek Marsya memang ada kebun jambu batu.

"Bapak siapa? Bapak lu?" jawab Vicky kepada Farel.

"bapak orang lah, bapak gua mana punya kebon" jawab Farel cengengesan

"sesad lu" jawab Bara menyenggol bahu Farel.

"yaudah ayo gas"

Jawaban Vicky membuat mereka terperangah bisa-bisanya anak sepolos Vicky mau-mau aja di ajak nyolong buah di kebun orang lain.

"astagfirullah Vicky, yaudah ayo gas" jawab Naufal sambil mengajak teman-temannya bergegas.

"gua nunggu disini aja lah, kalo berhasil ntar gua yang bikin sambel rujaknya" jawab Marsya dengan nada malas.

"yaudah sip"

"Neng, ada siapa itu diluar?" tanya Nenek Cahya dari dalam ruang tamu, rupanya nenek dan kakeknya sudah bangun.

"oh ada temen-temen Marsya nek, maaf berisik ya"

"engga kok, trus itu pada mau kemana kok sepi sekarang?" tanya nenek Cahya lagi sambil memakai kerudungnya.

"ah ituu mau ambil buah, katanya mau pada ngerujak nek" jawab Marsya sedikit bingung karena teman-temannya mengambil buah di kebun orang alias mencuri. (perbuatan tercela, jangan di tiru yagesya)

"ohh seperti itu"

"oiya nek, ini nenek sama kakek makan dulu, Bara beliin nasi padang tadi" jawab Marsya berlalu ke dapur membawakan piring serta bungkusan berisi nasi padang dari Bara.

"ini dari Bara neng? Masya Allah bilangin makasih ya" jawab nenek Cahya menerima bungkusan dari Marsya.

"yaudah neng makan sama nenek, kakek mau shalat Ashar dulu" ucap Kakek Arya.

"ah Marsya udah makan bareng anak-anak tadi, itu buat kakek sama nenek"

"yaudah bilangin makasih yaa ke Bara" Kakek Arya mengusap puncak kepala Marsya lalu bergegas ke kamar mandi.

Melihat neneknya makan dengan lahap, membuat hati Marsya berdenyut sakit, memikirkan betapa susahnya ekonomi keluarga mereka, baik dari keluarga papanya, maupun dari keluarga mamanya mereka semua kesulitan secara ekonomi, adapun dari mereka yang berhasil, mereka seperti menutup mata terhadap keluarga lain yang sedang kesusahan.

'baiklah, sepertinya gua emang harus cari kerja, meskipun belum bisa membantu banyak setidaknya gua bisa menghidupi diri gua sendiri dan mengurangi beban para orang tua' Marsya meneguhkan hatinya untuk pulang ke kota kelahirannya untuk memperbaiki kehidupannya.

*****

"eh itu Bar, belah sana itu di ujung" ucap Aldo menunjuk buah jambu yang sudah agak matang.

"berisik anjim, jangan keras-keras ntar ketauan sama yang punya" jawab Farel menggeplak lengan Aldo.

"kaga sopan anjir sama orang tua" gerutu Aldo.

"cih beda 3 tahun aja berasa udah jadi sepuh" Farel berdecih sinis.

"bacot ribut mulu, nih tangkep" jawab Bara melempar 6 buah jambu berukuran lumayan besar kepada teman-temannya yang berada di bawah pohon.

"Bar Bar itu tuh satu lagi itu di atas kepala lu" jawab Naufal.

"tinggi banget anjir, udah itu aja, itu juga udah banyak" jawab Bara sambil melangkahkan kakinya untuk turun dari pohon jambu.

"woy siapa itu yang berisik di kebon gua, mau nyolong ya lu pada" terdengar suara menggelegar seorang bapak-bapak.

"shit, cabut-cabut" jawab Naufal bergegas lari sambil membawa buah-buah jambunya.

"sial, tungguin gua woy" gerutu Bara karena dia baru saja berhasil turun dari pohon jambu, dan gegas berlari mengejar teman-temannya.

"oalahh cukk bocah gaada akhlak, abis udah buah jambu gua yang gua rawat dan gua besarin penuh kasih sayang seperti anak sendiri ini" ucap bapak-bapak itu mengelus batang pohon jambunya, ketika melihat beberapa pemuda berlari tunggang langgang dari kebunnya.

hosh hosh hosh

"hah cape banget anjir" ucap Aldo yang pertama kali sampai dirumah neneknya Marsya, lalu tak lama yang lainnya pun menyusul.

"kenapa lu pada, kaya abis di kejar setan aja" ucap Marsya mengernyitkan keningnya.

"hah hah lebih serem dari setan ini mah, abis kita kalo ketangkep sama dia" jawab Farel

"ya lagian lu sama Aldo ribut mulu jadi ketauan kan sama yang punya" jawab Bara mendudukkan dirinya di samping Marsya dan menyandarkan kepalanya pada bahu Marsya.

"cape banget gua" ucap Varel membaringkan badannya dan menjadikan kaki Marsya sebagai bantalnya.

"kan, liat, gua bilang juga apa, harusnya gua dapet gaji dari orang tua kalian, gua kaya lagi momong bocah TK, kelakuan lu pada kek bocah TK soalnya." sontak Bara dan Farel langsung terbangun dari posisinya masing-masing.

"mana buahnya, berhasil ga?"

"berhasil dong, nih" jawab Vicky memberikan kantong kresek hitam berisi buah jambu.

"niat banget lu sampe kepikiran bawa kresek" jawab Marsya mengambil kantong kresek tersebut.

"Opal itu tadi nemu dijalan" jawab Vicky lagi mengedikkan bahunya.

"yaudah gua bikin bumbu rujaknya dulu" jawab Marsya berlalu ke dapur membawa buah jambunya skalian untuk di cuci bersih.

Sebetulnya Marsya tidak bisa masak sama sekali, padahal mamanya sangat jago masak, entahlah sepertinya bakat-bakat baik yang ada di diri mama dan papanya tidak menurun kepadanya, hanya sifat buruknya saja yang melekat padanya, seperti keras kepala misalnya. Setelah beberapa saat, dengan berbekal resep yang dia buka di internet akhirnya Marsya menyelesaikan misi nya membuat sambal rujak.

"nih" Marsya membawa buah jambu yang sudah di iris-iris dan bumbu rujak yang sudah di pindahkan ke dalam piring.

"lu bikin bumbu rujak dimana? Di Baghdad? lama bener" protes Farel.

"ck jangan protes, gua bikin susah payah ini" jawab Marsya sambil mendudukkan dirinya di teras.

"enak kok ini" ucap Bara saat mencicipi sambal rujak buatan Marsya.

"kalo gaenak kasih kucing" jawab Marsya

"yang bener Bar? Kok bentuknya kaga meyakinkan yaa, takut keracunan aja gua mah" jawab Naufal mengusap dagunya.

"ya lu berharap apa dari sebuah sambel" Marsya berucap sinis kepada Naufal.

"ya ini warnanya aja keitem-iteman gini"

"itu pake gula merah, astaga mau ga kalo gamau sini gua buang"

"mau mau yaelahhh sinis banget" jawab Naufal.

"Nye nye nye" Marsya mencibir sinis teman-temannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!