Pagi ini terlihat cerah berbeda dengan kemarin yang mendung. Gadis cantik itu terbangun dari tidurnya dengan linglung namun dia langsung turun dari kasur.
"Hoaaaammm...." Dia menguap dan langsung merentangkan kedua tangannya untuk menggerakkan otot-otot yang kaku.
Setelah itu gadis cantik itu langsung menyibak gorden dan membuka jendela kamarnya, menatap matahari yang masih malu-malu.
"Untung tidak hujan...." Gumannya seperti merasa lega. Entah kenapa dia tak suka hujan di pagi hari membuat dia harus berangkat menggunakan taksi, dia lebih suka berangkat bersama sahabatnya menaiki motor kesayangannya.
Dia langsung mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Sedangkan di bawah, sang Bunda masih sibuk membersihkan piring dan peralatan dapur yang kotor. Suami dan anak laki-lakinya sudah berangkat dari tadi sedangkan anak gadisnya masih di dalam kamar tak kunjung turun entah masih tidur atau sudah mandi.
Bunda lebih suka melakukan semuanya sendiri, art hanya datang 1x sehari itupun nanti saat siang untuk membersihkan rumah dan mencuci serta menyetrika baju saja.
Ting tong.. Ting tong...
Terdengar suara bel membuat Bunda menghentikan kegiatan mencuci piring.
"Siapa ya, mungkin si Micin," guman Bunda menebak-nebak karena biasanya tamu yang sering datang pagi-pagi begini adalah teman anak perempuannya.
Bunda langsung menyudahi aksi mencuci piringnya tak lupa membersihkan tangannya yang masih basah dan bergegas berjalan ke depan melihat tamunya.
Ceklek....
"Eh nak Micin," kata Bunda saat membuka pintu ternyata di depan ada teman anaknya.
"Pagi Bunda," sapa Micin dengan ramah tak lupa mencium tangan Bunda.
"Ayo masuk nak," ajak Bunda masuk ke dalam ruang tamu.
Micin pun langsung duduk di sofa namun dia tak melihat Sasha muncul, dengan senyum cengengesan nya dia menatap Bunda.
"Sasha nya mana Bun? Apa dia sudah siap Bun?" Tanya Micin.
"Sasha masih di kamar, Bunda panggilkan dulu ya," kata Bunda.
"Iya Bun," jawab Micin.
Sebelum Bunda pergi meninggalkan Micin sendirian di ruang tamu, Bunda mengambil minuman dingin dan menaruhnya di meja depan Micin.
"Terimakasih Bun," kata Micin.
Bunda mengangguk sebelum pergi menuju kamar sang anak.
Bunda pun akhirnya sampai di depan kamar sang putri.
Tok tok tok tok tok....
"Sasha... Sha... Cepat turun. Di tungguin teman mu," teriak Bunda Nisa di depan pintu kamar anak gadisnya.
"Duh anak ini lama banget sih, kasihan noh si Micin sudah datang," gerutu Bunda Nisa yang masih setia di depan pintu. Micin adalah teman sekolah sang anak.
Tok tok tok tok tok....
"Sasha...."
"Sasha...."
"Sasha cepat buka pintunya, si Micin sudah datang dari tadi tuh," Bunda Nisa masih berteriak mencoba memanggil anaknya yang tak kunjung membuka pintu.
"Apa nih anak masih tidur ya," guman Bunda.
Bunda mencoba membuka kamar Sasha namun kamarnya terkunci.
"Dasar anak nakal pakai di kunci segala," gerutu Bunda.
"Mana aku tak punya kunci cadangan kamar Sasha,"
Tok tok tok tok tok tok....
"Sasha...."
"Sasha...."
Karena kesal sang anak tak kunjung membuka pintunya, akhirnya Bunda memilih pergi dengan menggerutu, memilih kembali ke ruang tamu menui teman putrinya, ya karena Bunda juga sudah lelah mengomel di depan pintu namun tak ada hasil.
Sedangkan di dalam kamar, gadis cantik itu masih di dalam kamar mandi jadi dia tak mendengar suara panggilan dari sang Bunda. Mata gadis itu tak sengaja melirik ke arah jam yang terpasang di dalam kamar mandi, matanya langsung melotot kaget.
"Hah jam 7, gawat bisa telat aku," katanya dengan panik.
Sasha langsung menyudahi mandinya dan melilitkan handuk di tubuhnya, dia langsung keluar dari kamar mandi dengan panik.
Sasha langsung mengambil baju seragamnya.
"Untung hari ini tak ada pr kalau tidak bisa di hukum aku, duh harus cepat-cepat nih," guman Sasha bergegas memakai seragam sekolah dan berdandan.
Sedangkan di bawah Bunda langsung menghampiri teman anaknya itu.
Bunda menatap Micin sambil menghela nafas berat. Namun Bunda langsung mengubah wajahnya tersenyum ramah ke arah Micin.
"Eh Bunda, mana Sasha?" Tanya Micin saat Bunda mendekat kearahnya, namun dia tak melihat Sasha. Micin sudah akrab dengan keluarga Sasha, dia yang sering kesini mengajak Sasha berangkat bersama karena jarak rumah mereka cukup dekat.
"Micin tunggu dulu ya, Sasha masih siap-siap," kata Bunda merasa tak enak hati karena Bu da juga tak tahu apa yang dilakukan anak gadisnya itu sampai tak menyahut, yang Bunda takutkan anaknya itu masih tidur. Bunda sedikit kesal karena dia lupa meminta kunci serep kamar Sasha.
"Nanti malam aku harus minta kunci kamar tuh anak, capek tiap pagi harus gedor-gedor kamar tuh anak nakal," gerutu bunda di dalam hatinya saat ini.
Bunda tersenyum manis menatap ke arah teman anaknya itu.
"Nak Micin sudah sarapan?" Tanya bunda dengan lembut.
"Belum Bunda nanti saja beli di kantin, tadi mama buru-buru ke kantor jadi tidak masak," jawab Micin canggung.
"Kamu makan saja di sini sambil nunggu Sasha," ajak bunda.
"Tetapi Bun..." Micin merasa tak enak jadi dia ingin menolak namun belum selesai dia berbicara bunda sudah menariknya untuk duduk di meja makan.
"Ayo makan, Bunda masak banyak hari ini. Kamu tidak boleh nolak loh," kata Bunda membujuk Micin agar tak menolak ajakannya. Bunda langsung mengambilkan piring untuk Micin.
Micin ragu-ragu untuk mengambil nasi tatapi justru menatap sekeliling, sepi tak ada Ayah maupun adik Sasha, itulah yang Micin pikirkan saat ini.
Melihat tingkah Micin, Bunda pun tersenyum.
"Kamu nyari ayah dan Adit ya?" Tanya Bunda.
"He he he he he, iya Bun. Kok sepi ayah sama Adit mana?" Kata Micin.
Micin memanggil kedua orang tua Sasha dengan sebutan Ayah dan Bunda sesuai permintaan Bunda agar mereka tak merasa canggung, begitu pun dengan teman Sasha yang lainnya.
"Mereka berdua sudah berangkat dari tadi," jawab Bunda.
"Tumben Bun," kata Micin heran.
"Adit ada kegiatan olahraga jadi harus berangkat pagi," jawab bunda sambil mengambilkan nasi ke atas piring micin.
"Cukup Bun, jangan banyak-banyak," kata Micin saat Bunda masih ingin menambahkan nasi di piringnya.
"Baru satu centong nak," kata bunda melihat sedikit nasi yang baru dia ambilkan.
"Ini sudah cukup Bun, takutnya nanti kekenyangan malah ngantuk tak bisa fokus belajar," jawab Micin sambil cengengesan.
"Ada-ada saja kamu," kata Bunda mengelengkan kepalanya melihat tingkah lucu Micin.
Tap tap tap tap..
Sasha turun dan langsung menuju meja makan, namun dia melihat micin sudah duduk manis menikmati sarapan pagi.
Bersambung...
Loh Micin sudah nangkring aja di situ," kata Sasha sambil mengelengkan kepalanya.
"Nangkring nangkring, emang kamu pikir aku ini burung beo," jawab Micin sambil mengerucutkan bibirnya.
Bunda hanya mengelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya. Bunda sudah terbiasa dengan candaan yang keluar dari mulut keduanya.
"Sudah jangan bicara terus, cepat makan," tegur bunda kepada putrinya, Bunda langsung memberikan piring kepada sang putri.
"Nak Micin jangan dengarkan Sasha, makan saja kalau mau nambah ambil sendiri. Tante mau ke belakang dulu ngasih makan ikan hias," pamit Bunda pada sahabat anaknya.
Bunda pun beranjak dari kursi. Namun sebelum langkah kaki bunda menjauh Sasha memanggil sang Bunda.
"Bun...."
Bunda menoleh menatap ke arah putrinya dengan binggung.
"Kenapa sih Sha?" Tanya Bunda dengan heran bercampur penasaran.
"Ish Bunda, uang jajan Sasha mana," kata Sasha sambil menyodorkan tangannya meminta uang saku.
"Lho bukannya kemarin malam sudah dikasih sama Ayah," kata Bunda.
"He he he he he, iya sih Bun, tetapi kurang," rengek Sasha.
Ayah memang memberikan uang saku sesuai dengan kebutuhan mereka dan tak pernah berlebihan agar kedua anaknya tidak sombong dan bisa belajar berhemat atau lebih tepatnya tidak menghamburkan uangnya untuk keperluan tak penting.
"Bukannya biasanya uang saku kamu segitu ya, kok kurang memang kamu di sekolah jajan apa aja sih," kata Bunda heran.
Sedangkan Micin memilih diam, dia asyik menikmati makanannya.
"Memang masakan bunda the best, masakan mama lewat," batin Micin dengan lahap makan.
"Sasha mau beli buku novel, he he he he he," jawab Sasha cengengesan.
"Daripada beli bukunya, baca online saja kan," jawab bunda.
"Bunda...." Rengek Sasha.
"Sudah jangan merengek seperti anak kecil, malu tuh sama Micin. Mau di taruh dimana lagi sih tuh buku novel," kata bunda.
Sasha langsung cemberut.
"Cepat makan, nanti kamu terlambat kan kasihan Micin," kata bunda.
Dengan wajah di tekuk Sasha membalik badannya menatap piring nya yang masih kosong.
Bunda menghela nafas panjang, tak tega melihat wajah sang putri. Bunda pun merogoh saku bajunya memberikan uang sisa belanja sayur tadi pagi.
Bunda menghampiri Sasha.
"Nih sisa uang belanja sayur tadi,'' kata Bunda menaruh uang 35 ribu di meja makan tentunya di depan Sasha.
"Hah, mana cukup Bun," protes Sasha karena novel yang dia inginkan harganya lumayan mahal.
"Sudah jangan protes, harusnya bersyukur bunda masih mau nambahin uang jajan kamu," kata Micin.
"Tuh dengerin si Micin. Kalau uangnya kurang ya kamu tabung uang saku kamu buat beli tuh buku," kata bunda. Ya Bunda tak ingin memanjakan sang anak, agar anak-anak tahu susahnya mencari uang.
"Makasih ya Bun,"
Bunda pun pergi meninggalkan Sasha dan Micin.
"Alhamdulillah..." Kata Micin mengusap perutnya yang kenyang.
Sasha menatap ke arah jam yang ada di dinding, matanya melotot. Sasha pun langsung makan dengan cepat.
Melihat Sasha makan seperti orang kesurupan, Micin pun mengelengkan kepalanya.
"Ayo cepat," ajak Sasha saat dirinya sudah selesai makan.
"Minum dulu Sha," kata Micin karena dia tahu Sasha belum sempat minum.
"He he he he, lupa,"
Sasha pun langsung meminumnya.
"Alhamdulillah..."
Setelah selesai makan keduanya berpamitan dulu kepada sang bunda.
Di depan rumah.
"Kamu saja yang bawa motornya," kata Sasha menyerahkan kunci motor kesayangannya kepada Micin.
"Ok."
Keduanya pun berangkat berboncengan.
Di jalan raya....
Motor yang dikendarai Micin melaju dengan kencang, Sasha duduk dengan tenang tanpa rasa takut.
Akhirnya motor berwarna merah itu memasuki pelataran sekolah menuju ke parkiran.
Sasha turun dari motor dan menatap sekeliling.
"Seperti nya mereka belum datang," katanya diangguki Micin.
"Iya, tumben biasanya mereka sudah nongkrong di bawah pohon mangga sambil menunggu kita datang," sahut Micin.
"Kita tunggu mereka disini atau di kelas?" Tanya Micin.
"Di kelas sajalah, aku masih mengantuk," jawab Sasha.
"Makanya kalau malam itu tidur bukan nonton drama," kata Micin yang tak heran kebiasaan temannya itu suka nonton drama malam hari sampai bisa tidur jam 2 pagi.
"Ck lama-lama kamu seperti Bunda bawelnya," sinis Sasha.
" Bawel-bawel begini ngangenin tau," jawab Micin dengan PD nya.
"Suka-suka kamu lah," kata Sasha yang tak akan pernah bisa menang melawan mulut bawel temannya itu.
Keduanya pun berjalan menuju ruang kelas. Saat melewati lapangan basket, tanpa sengaja ada bola basket yang melayang ke arah Sasha.
Melihat itu dengan cepat Micin berteriak.
"Awas Sha..." Teriak Micin dengan keras karena kaget.
Namun Sasha dengan santainya menangkap bola itu.
Seorang murid pria menghampiri mereka.
"Sorry ya Sha, tidak sengaja," katanya sambil meminta bola.
"Kamu lagi, kamu lagi...." Gerutu Sasha kesal.
"Nih, kalau tidak bisa main jangan main," kesal Sasha sambil melemparkan bolanya ke lapangan.
Sasha pun berlalu pergi di ikuti Micin.
"Dasar Bumbu masakan," gerutu murid pria itu dengan kesal, niatnya mau minta maaf justru di katain.
Namun perkataan itu terdengar di telinga Sasha dan Micin.Keduanya cukup malas meladeni siswa tadi.
"Kita bukan bumbu masakan,enak saja ngatain orang," gerutu Micin dengan wajah cemberut di belakang Sasha.
"Kita itu bumbu dapur Sasha dan Micin," kata Sasha meledek Micin.
"Ishh Sasha...."
"Ha ha ha ha ha...." Sasha tertawa melihat wajah kesal temannya itu.
Sedangkan siswa itu pun kembali ke lapangan melanjutkan bermain bola basket bersama teman-temannya.
.
.
Sesampainya di kelas....
Sasha langsung menuju bangku miliknya, dia langsung duduk dan merebahkan kepalanya di meja.
Kelas itu terdengar sepi tak seperti biasanya, biasanya beberapa siswa mengobrol sambil menunggu guru datang.
"Eh kenapa anak-anak kok pada sibuk sih," kata Micin saat tahu beberapa siswa entah mengerjakan apa.
"Mana ku tahu, tanya saja mereka," jawab Sasha.
"Kalian ngerjain apa sih?" Tanya Micin kepada murid perempuan disamping mejanya.
"Kita lagi ngerjain tugas Bu Ratna," jawabnya masih sibuk menulis.
"Hah tugas? Tugas apa?" Tanya Micin kaget.
"Kamu pasti lupa seperti aku. Ada tugas matematika halaman 67," jelasnya.
"Hah? Matematika?" Kata Micin kaget, dia langsung teringat kalau memang benar ada tugas rumah namun dia lupa mengerjakannya.
"Sha..." Micin menggoyangkan lengan Sasha, ya Sasha sudah memejamkan matanya entah sudah tidur atau belum.
"Apaan sih," protes Sasha membuka matanya.
"Gawat aku lupa mengerjakan pr matematika, hua bagaimana ini," kata Micin dengan panik.
"Ya gampang tinggal kerjakan saja," jawab Sasha ringan.
"Kamu sudah mengerjakan pr nya?" Tanya Micin.
"Sudah," jawab Sasha singkat.
"Aku pinjam ya," kata Micin dengan memelas.
"Ck bilang saja kalau mau nyontek," gerutu Sasha.
"He he he he he he," Micin cengengesan.
"Nih," Sasha pun mengeluarkan buku matematika miliknya.
"Makasih ya Sasha ku yang cantik," kata Micin dengan senyum lebarnya.
Sasha tak menjawab, dia hanya memutar bola matanya malas.
Bersambung....
"Eh tumben kamu tidak mengerjakan tugas Bu Ratna?" Tanya Sasha heran.
"He he he he he, lupa. Habis tadi malam sepupuku ke rumah terus ngajakin aku main game sampai malam," jawab Micin tersenyum lebar.
"Tadi aja ngatain aku karena nonton drama sampai lupa waktu, eh sekarang kamu malah main game sampai lupa ada tugas. Masih mendingan aku meskipun sering begadang tetapi tak pernah lupa dengan tugas," kata Sasha.
"Ya kan otak kamu dan aku beda," protes Sasha.
"Apa bedanya sih kan sama-sama makan nasi dan minum air," jawab Sasha.
"Ya bukan dari makanan dan minuman tetapi dari kepintaran kita yang beda," kata Micin tak tahu harus menjawab apa lagi.
"Bedanya?" Tanya Sasha.
"Sudah jangan tanya lagi, pusing aku," kesal Micin membuat Sasha tersenyum, memang Sasha sengaja membuat binggung sahabatnya itu.
Tiba-tiba Micin teringat sesuatu.
"Eh si Bela sama Lisa mana nih? kok tidak kelihatan sih dari tadi ? Apa mereka tidak masuk ya hari ini? Wah jangan-jangan mereka bolos dan tidak ajak-ajak kita," kata Micin yang saat ini sibuk menyalin tugas yang lupa dia kerjakan.
"Terus kenapa? Mau ikutan bolos hah," jawab Sasha.
"He he he he he he, iya," jawab Micin dengan polosnya membuat Sasha sedikit kesal. Mana ada orang bolos janjian.
"Dasar Bumbu dapur," kesal Sasha mendengar jawaban jujur dari sahabatnya itu.
"Ya elah ngatain bumbu dapur, nama kita tuh sebelas dua belas yang artinya kagak jauh beda, aku Micin dan kamu Sasha," jawab Micin kesal sering dikatain bumbu dapur.
"Ya kan mending aku Sasha, daripada kamu Micin," ledek Sasha semakin membuat wajah cantik Micin cemberut
"Kenapa sih mama ngasih nama Micin? Kagak ada bagus-bagusnya, Naura kek kan cantik daripada Micin," gerutu Micin saat mengingat namanya yang sering jadi bahan ledekan.
"Sudah jangan bawel, selesaikan dulu tuh tugas kamu keburu Bu Ratna datang," kata Sasha dengan tenang namun matanya tertuju ke arah jam yang ada di dinding.
"Aku kan tanya tentang Bela sama Lisa, kamu malah panjang-panjangin pake bawa perbumbuan lagi," protes Micin.
"Sudah jangan bahas mereka, keburu Bu Ratna datang dan tugas kamu belum selesai," kata Sasha mengingatkan untuk cepat menyelesaikan tugasnya.
"Ya kan sebagai sesama teman kita wajib khawatir," Micin masih saja bicara.
"Sudah jangan ngurusi mereka berdua. Mereka itu datang terlambat," jawab Sasha singkat, dia malas panjang lebar bertanya karena masih mengantuk.
"Loh kok kamu tahu kalau mereka berdua datang terlambat," kata Micin dengan heran.
"Ya karena tadi si Lisa kirim pesan ke aku kalau ban motor mereka bocor di tengah jalan jadi mereka datang terlambat," jawab Sasha membuat Micin merajuk.
"Kok mereka tidak menghubungi aku sih," protesnya dengan mulut manyun.
"Sudah jangan banyak omong, cepat selesaikan tugas kamu," kata Sasha.
"Iya iya, tadi ngatain aku bawel. Eh sekarang dia sendiri yang bawel," gerutu Micin.
Sasha memilih dia karena dia tahu tak akan ada habisnya berbicara dengan temannya yang satu itu.
Tak lama bel tanda pelajaran berbunyi.
"Duh bagaimana dengan mereka ya, apa kamu ngomong saja ya sama Bu Ratna kalau mereka telat karena ban motor mereka bocor," kata Micin dengan panik, dia takut temannya itu telat dan di hukum atau bahkan tak di perbolehkan untuk masuk karena biasanya kalau jam masuk sudah berbunyi, otomatis pintu gerbang tertutup.
"Tadi mereka sudah ku suruh hubungi pak satpam, pak Samsul dan Bu Ratna sendiri biar mereka semua tahu kalau si Bela sama Lisa tidak bohong," jelas Sasha.
"Wah memang kamu pinter banget sih," kata Micin mengacungkan jempolnya ke arah Sasha.
"Sudah tahu kan jadi jangan tanya terus, pegal nih mulut ku jawab pertanyaan kamu yang tak ada habisnya," kini giliran Sasha yang protes.
"He he he he he," Micin justru cengengesan, dia langsung anteng melanjutkan menyalin tugas Sasha.
Tak lama muncullah guru pelajaran jam pertama.
"Gawat masih kurang 2 lagi," kata Micin gugup.
"Selamat pagi anak-anak," kata Bu Ratna menyapa muridnya.
"Pagi Bu..." Jawab mereka serempak.
"Karena saya datang agak terlambat, kita langsung saja mulai pelajarannya," kata Bu Ratna cepat.
"Alhamdulillah Bu Ratna lupa ada tugas," bisik Micin dengan senang.
"Kita mulai pelajaran selanjutnya, kemarin sampai halaman berapa ya?" Tanya Bu Ratna.
"Kemarin ada tugas Bu, halaman 67," kata seorang siswa laki-laki bernama Rio itu.
Mendengar itu Micin langsung menoleh menatap Rio dengan sengit.
"Dasar Rio ember, apa dia sengaja ya karena tahu aku belum selesai mengerjakannya. Ck mentang-mentang jadi ketua kelas," gerutu Micin kesal menatap benci ke arah Rio.
"Jangan berisik nanti kamu di hukum Bu Ratna buat mengerjakan soal di papan tulis baru kapok," bisik Sasha karena tahu kebiasaan Bu Ratna kalau ada yang tidak mengerjakan tugas pasti di suruh nulis di papan tulis. Bulan di hukum bersihin toilet, berdiri di lapangan atau berdiri di depan kelas dengan kaki diangkat satu.
"Ya sudah Rio, kamu kumpulin tugas semuanya," perintah Bu Ratna.
"Baik Bu," jawab Rio langsung berdiri menghampiri meja teman-temannya satu-persatu mengambil buku tugas matematika.
Sampailah Rio di meja Sasha dan Micin.
"Mana buku tugas Lo," kata Rio dengan suara pelan.
"Nih..." Sasha mengambil buku yang ada di depan Micin.
"Bumbu dapur mana tugas Lo," kini giliran Rio meminta buku tugas milk Micin.
"Ish kamu pasti sengaja kan ngomong ke Bu Ratna karena tahu aku belum selesai mengerjakannya," tuduh Micin sambil menatap Rio garang.
"Sudah jangan cerewet, mama tugas Lo. Noh di tungguin Bu Ratna atau kamu mau ku bilangin Bu Ratna kalau kamu suka nyontek saat ngerjain tugas," kata Rio menaik turunkan alisnya. Dia seperti mengancam Micin kalau terus bicara Rio akan bicara dengan Bu Ratna.
"Dasar tukang ngadu," kesal Micin sambil memberikan buku tugas miliknya dengan sedikit tak rela.
Setelah itu Rio pun menyerahkan semua buku tugas para siswa dan siswi kepada Bu Ratna.
"Sekarang kita lanjutkan halaman selanjutnya," kata Bu Ratna.
Setelah itu Bu Ratna mulai menjelaskan pelajaran hari ini tak lupa dia juga berjalan menuju papan tulis sambil menulis beberapa contoh soal beserta jawaban.
"Apa ada yang tidak kalian mengerti?" Tanya Bu Ratna takut ada muridnya yang masih belum memahami penjelasannya itu.
Ada beberapa murid yang mengangkat tangannya, dia masih belum mengerti jadi menanyakan beberapa soal yang belum dia pahami saat ini.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!