NovelToon NovelToon

Painkiller

Penjara Takdir

Hujan deras mulai menyelimuti kota ketika gadis cantik berbadan mungil bernama Kaluna Eirene Adara menerima kabar yang tidak mengenakkan baginya. Keputusan yang nantinya akan merubah seluruh hidupnya. Kebahagiaan yang selama ini ia dapat, perlahan mulai menghilang. Sampai ia lupa, seperti apa bentuk kebahagiaan itu. Sepertinya bisa tersenyum saja sudah cukup menjadi anugerah untuknya. Ia tidak berani meminta terlalu banyak. Takut Tuhan berfikir ia anak yang tidak tahu rasa bersyukur. Tapi.. Bukankah ia juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut? Kenapa ia malah berfikir jika itu terlalu serakah untuk nya?

Beberapa saat yang lalu, Papanya menelpon nya. Jika Kaluna sudah dijodohkan kepada seorang pria yang sama sekali tidak Kaluna kenal. Terkejut? Jelas iya. Bagaimana tidak, Kaluna masih teramat muda sekarang. Usianya baru menginjak dua puluh tahun. Bagaimana mungkin Papanya bisa berfikir seperti itu? Apa Papanya sedang bercanda? Tapi sepertinya tidak. Nada sang Papa ketika berbicara ditelepon tadi terdengar serius baginya.

Papanya, adalah seorang pengusaha yang hampir bangkrut, terpaksa harus menyerahkan putri satu-satunya kepada salah satu rekan bisnisnya. Yang bahkan belum pernah ditemui oleh putri nya, Kaluna. Orion Ivander Damian. Nama yang disebutkan dengan tegas oleh Papanya. Seorang pengusaha sukses yang kekuasaannya tidak terbatas. Namun, memiliki hati yang dingin. Seorang pengusaha yang tidak segan-segan untuk menghabisi lawannya jika itu mengganggu jalannya.

Sifat itu sangat bertolak belakang dengan Kaluna yang memiliki hati yang lemah lembut, dan tidak menyukai hal yang berbau kekerasan. Kaluna sadar, bukan tanpa alasan ia dijodohkan dengan pria tersebut. Tapi ia percaya, apa pun keputusan yang diberikan Papa nya pasti yang terbaik untuk dirinya sendiri.

"Maafkan Papa, Kaluna. Papa tidak punya pilihan" ucap Papa nya dengan suara yang bergetar dan nada yang penuh dengan penyesalan. "Jika kamu tidak ingin menikah dengannya, keluarga kita akan kehilangan segalanya. Cuma kamu harapan satu-satunya yang Papa punya saat ini."

Kaluna diam membeku. Nafasnya mulai tercekat seolah udara disekitarnya mulai lenyap. "Kehilangan segalanya? Apakah Kaluna bagian dari segalanya itu, Pa? Apa kebahagiaan Kaluna tidak begitu penting bagi Papa? Apa harta Papa bisa menukar bahagia Kaluna yang akan direnggut sebentar lagi? Pa, Kaluna tidak mencintai nya. Kaluna juga tidak mengenal nya. Bagaimana bisa Papa berniat menjodohkan Kaluna dengan pria yang tidak Kaluna kenal sebelumnya? Apa kebahagiaan Kaluna hal yang remeh?" ucapnya dengan nada lirih yang hampir menghilang karena suara isakan tangis.

Namun, tidak ada jawaban dari Papanya di seberang sana. Yang terdengar hanya suara helaan nafas panjang Papanya. Disatu sisi, Papanya juga berat untuk melepaskan anaknya. Tapi, jika tidak dilakukan. Ia akan kehilangan segalanya bukan? Dan ia belum siap untuk itu.

Biarlah Kaluna sedikit berkorban untuk nya. Toh, Kaluna akan menikah dengan pria kaya raya yang kekayaannya tak terhingga. Setidaknya Kaluna bisa hidup enak dan kebutuhan nya akan tercukupi nantinya.

Sayangnya, itu hanya pikirannya semata. Karena ia tak tahu, kedepannya akan hal buruk apa yang akan terjadi selanjutnya. Semoga pikiran buruk itu tidak terjadi. Jika pun terjadi, ia juga akan ikut hancur melihat putrinya hancur, bukan?

Hari pernikahan itu pun tiba begitu cepat bagi Kaluna. Kaluna berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang mengenakan gaun putih yang tampak cantik melambangkan kebahagiaan bagi kedua mempelai. Namun bagi Kaluna, gaun pernikahan ini hanyalah rantai yang tak terlihat, yang telah mengikatnya pada sosok pria yang tak pernah ia pilih.

Ketika akhirnya tiba, ia dan suaminya bertemu untuk pertama kalinya. Pria itu menyerahkan lengan nya untuk digandeng oleh Kaluna. Mereka pun berjalan kearah pelaminan.

Tatapan Orion begitu dingin. Wajahnya tidak menampakkan emosi sedikit pun. Seolah ia hanya menganggap Kaluna hanya sebagai alat perjanjian bisnis yang berjalan sesuai dengan rencananya.

Kaluna ingin berteriak. Ia ingin lari saat itu juga. Kakinya serasa tertancap di lantai. Tapi ketika melihat wajah haru sang Papa, niat itu ia urungkan. Melihat wajah lelah Papanya membuat ia tak tega. Papanya pasti memiliki beban berat yang tidak ia ketahui.

Orion hanya melirik Kaluna dengan wajah datarnya. Baginya menikah atau tidak dengan Kaluna tidak akan mempengaruhi hidupnya. Tapi, ada yang menarik perhatian nya. Wajah sendu Kaluna semenjak mereka bertemu. Kaluna sama sekali tidak menunjukkan raut wajah bahagianya. Seperti seorang pengantin pada umumnya. Gadis itu lebih banyak diamnya. Bahkan ketika diajak berbicara, ia hanya menjawab sekenanya. Selebihnya Kaluna hanya mengangguk atau menggeleng.

Dikamar pengantin yang seharusnya diliputi suasana hangat dan raut kebahagiaan. Dikamar ini suasana dingin dan mencekamnya lebih kentara. Setelah mereka memasuki kamar ini, sama sekali tidak ada percakapan yang terlontar. Orion yang sejak tadi hanya memandang wajah Kaluna yang hanya menunduk dan memainkan jarinya. Ia tahu gadis ini masih terlalu kecil baginya.

Tatapan dingin dan menusuk Orion membuat Kaluna enggan untuk mengangkat kepalanya. Jujur, sebenarnya kepalanya cukup pegal karena harus menunduk terus. Tapi ingin mengangkat kepalanya juga Kaluna merasa takut. Tatapan tajam Orion adalah hal yang paling ia hindari. Badannya juga sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Tadi malam ia juga tidak bisa tidur. Dan malam ini, sepertinya ia juga tidak akan tidur. Oh tolong lah, Kaluna begitu mengantuk sekarang. Apa pria didepannya ini tidak lelah melihatnya dari tadi?

Lama berdiam diri, Orion berdehem pelan. "Mau sampai kapan menunduk begitu terus?" bertanya dengan nada suaranya yang berat. Kaluna yang mendengar nya sontak terkejut dan mengangkat kepalanya. Ia menggeleng tak tahu harus berbuat apa. Orion menghela nafasnya. "Kaluna. Tahukan sekarang sudah menjadi istri saya?". Kaluna yang mendengar itu hanya mengangguk dan membuat Orion mendengus kesal.

"Kamu ini bisu ya?" bertanya dengan wajahnya yang mulai emosi. "Ti-tidak" Kaluna menjawabnya dengan wajah gugup yang kentara.

"Dengar Kaluna. Saya tidak akan seperti pria diluar sana yang ketika dijodohkan akan menolak untuk tinggal sekamar atau tidak menyentuh kamu. Sekarang kamu sudah menjadi istri saya. Suka tidak suka, kamu harus menuruti perintah saya, mengerti?" mencengkram dagu Kaluna. Kaluna yang mendapat perlakuan tersebut merasa tubuhnya melemas, ia hanya mengangguk pelan dengan air mata yang mulai penuh di pelupuk mata nya.

Orion yang melihatnya hanya tertawa sinis. "Jangan kamu pikir hidupmu akan tenang setelah ini. Kita lihat sejauh mana kamu akan bertahan, Kaluna" mencengkram kuat dagu Kaluna. Kaluna hanya bisa pasrah dan menangis tertahan.

Bukan ini hal yang ia inginkan. Bukan pernikahan seperti ini yang ia mau. Tapi.. Kenapa takdir begitu kejam padanya? Padahal ini baru awal. Padahal ini hari pertama mereka. Tapi kenapa harus begini sikap yang suaminya berikan padanya. Rasanya Kaluna sudah bisa membayangkan bagaimana kedepannya nanti.

Pagi Setelah Malam yang Kelam

Pagi itu, Kaluna duduk di bangku meja rias miliknya. Di hadapan nya, terdapat deretan skincare mewah berjejer rapi. Merek-merek terkenal yang sebelumnya hanya ia lihat di majalah dan sosial media nya. Sekarang sudah berada di depan mata nya sendiri.

Ada beberapa brand dari produk ternama yang pernah ia pakai, dan ada yang belum ia pakai sama sekali. Dan beberapa brand lainnya belum pernah ia lihat atau pun ia gunakan sebelum nya. Kaluna bukan tipikal wanita yang suka mengoleksi barang-barang semacam ini. Ia lebih suka menghabiskan uangnya untuk membeli makanan yang enak atau pakaian yang hangat atau layak pakai untuk anak-anak di panti asuhan yang sering ia kunjungi.

Kaluna juga bukan tipikal wanita yang suka dengan kemewahan. Ia lebih suka tampil sederhana dan natural seperti gadis biasa pada umumnya. Itu membuat nya lebih terlihat nyaman. Tapi sekarang, barang-barang mewah ini sudah tersusun dengan rapi diatas meja nya. Barang-barang yang bisa ia dapatkan dengan mudah tanpa harus menabung atau menyisihkan sebagian uang jajan nya. Barang-barang yang tak terhitung lagi berapa jumlahnya. Kaluna, bisa mendapatkan nya dengan mudah tanpa harus bekerja keras.

Tak lama, matanya menatap cermin besar di hadapannya. Bayangan dirinya sangat jelas disana. Wajah cantik nya yang tetap cantik tanpa polesan make up sedikit pun. Namun, ada yang membuat nya berbeda hari ini. Tatapan matanya turun ke leher putih mulusnya. Terdapat bekas kemerahan dan keunguan disana yang terlihat begitu mencolok.

Kaluna menarik nafasnya panjang. Mencoba menahan tubuh nya yang gemetar. Jari-jari lentiknya mulai menelusuri area kemerahan dan keunguan disana. Terdapat juga bekas luka yang masih basah disana. Tak terlalu parah memang. Tapi akan perih jika terkena oleh air. Bekas luka yang diberikan oleh suaminya, Orion.

Tak perlu ada penjelasan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Ia tahu, jika ia memberitahukan hal ini kepada orang lain, orang-orang akan menganggap nya hal yang biasa. Pengantin baru di malam pertamanya terkadang memang terlalu bersemangat bukan?

Namun, kenyataan yang sebenarnya malah membuat hati Kaluna begitu sakit. Orion, pria yang sudah berstatus sebagai suaminya sekarang, telah mengambil secara paksa sesuatu yang sudah ia jaga selama hidupnya ini. Seharusnya itu bukan masalah besar bukan? Mengingat Orion sudah menjadi suaminya dan berhak meminta haknya dan sebagai seorang istri sudah semestinya Kaluna melakukan kewajibannya.

Tapi... Malam itu, Orion mengambil kesuciannya secara paksa. Ia melakukannya dengan begitu kasar kepada Kaluna. Dia tidak peduli jerit kesakitan Kaluna dan tangis memohon Kaluna agar berhenti. Ia seakan tuli akan teriakan Kaluna. Baginya melihat wajah kesakitan dan memohon Kaluna adalah kesenangan tersendiri baginya sekarang. Bibir bergetar Kaluna ketika menahan rasa sakitnya, membuat nya ingin menyiksa wanita itu lebih dan lebih lagi.

Orion suka melihat Kaluna menangis. Wajah memerah Kaluna menambah kesan tersendiri baginya. Sekarang, menyiksa Kaluna dan membuat nya menangis sepertinya akan menjadi hobi baru untuk seorang Orion Ivander Damian.

Malam itu, tidak ada yang namanya cinta sama sekali. Apalagi kehangatan di dingin nya malam. Yang ada hanya jerit tangis dan kesedihan. Malam yang begitu dingin baginya. Malam yang penuh dengan paksaan. Menyisakan rasa sakit yang teramat di tubuh dan hatinya.

Kaluna menundukkan kepalanya, air matanya mulai berjatuhan membahasahi pipi mulusnya. Takdir begitu jahat telah menjebak nya ke dalam pernikahan yang tidak pernah Kaluna harapkan sebelumnya. Ia harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai sama sekali. Tapi walau bagaimanapun, Orion tetap suaminya bukan? Walau tidak suka, ia harus tetap berbakti dan menjadi istri yang baik kan?

Setelah menikah Kaluna bertanya pada dirinya sendiri, kapan ia akan terbebas dari pernikahan ini? Apa mungkin ia harus berada di dalam penjara yang bernama pernikahan ini selamanya? Jika iya, bagaimana nasibnya untuk kedepannya? Jujur, membayangkan nya saja Kaluna sudah setakut itu.

Orion yang berdiri di ambang pintu, hanya menatap datar kearah Kaluna. Jujur saja, ia mulai bosan melihat Kaluna yang menangis sejak tadi. Perempuan itu sibuk dengan dirinya sendiri. Menghapus air matanya yang terus mengalir di pipinya. Sesekali memainkan jari-jemarinya. Orion hanya diam menatap Kaluna. Tanpa suara. Tanpa ekspresi sedikit pun. Tatapan nya begitu dingin dan menusuk. Baginya Kaluna sangat menyebalkan. Kerjanya hanya menangis dari tadi malam.

Tadi malam? Ah, malam itu ya? Orion tersenyum sinis. Ia ingat kejadian beberapa jam terakhir. Ia ingat bagaimana ia telah berhasil mengambil mahkota gadis itu dengan paksa. Gadis.. Bukan! Dia sudah bukan gadis lagi. Tapi seorang wanita sekarang. Wanita bodoh yang kerjanya hanya menangis dibawah kungkungan Orion.

"Udah nangisnya?" nada yang begitu sinis ia ucapkan kearah Kaluna. Perlahan langkahnya memasuki kamar mereka. Orion berdiri tepat di belakang Kaluna.

Kaluna yang mendengar suara berat Orion pun seketika langsung tersentak kaget. Sejak kapan Orion berada disana? Bukannya tadi pagi sekali ia pergi entah kemana meninggalkan Kaluna sendirian?

"Mau sampai kapan menangis terus, hm?" berbicara tepat disamping telinga Kaluna. Kaluna hanya menggigit bibirnya. Matanya masih basah. Ia belum siap untuk berhadapan secara langsung lagi dengan Orion. Tapi pria itu... Entahlah. Kaluna begitu bingung sekarang. Bibirnya terasa kelu. Kata yang ingin ia lontarkan menggantung begitu saja diujung tenggorokan.

"Saya tidak punya banyak waktu untuk melihat drama menangis kamu, Kaluna" tangannya mulai membelai lembut wajah mulus Kaluna. Perlahan tangannya mencengkram kuat dagu Kaluna dan mengarahkannya kearah cermin.

Kaluna mati-matian menahan suara tangisnya. "Jika ingin menangis, silahkan lakukan ditempat saya tidak melihatnya, paham?" mendengar itu Kaluna hanya bisa mengangguk. Jujur saja, lidahnya terasa kelu sekarang. Berhadapan secara langsung dengan Orion sedekat ini membuat jantung nya terus berdebar kencang seperti saat ini.

"Lihat dirimu, Kaluna" sambil menatap wajah Kaluna didepan cermin. "Sangat lemah, bukan? Bagaimana bisa wanita lemah ini menjadi istri seorang Orion Ivander Damian? Kamu.." Orion mulai menggantungkan katanya. Ia mulai berfikir kata apa yang tepat untuk ia sampaikan kepada Kaluna?

Kaluna hanya diam membisu. Menjawab Orion bukanlah pilihan yang tepat untuk saat ini. Yang keluar bukanlah kata yang lemah lembut melainkan kata dingin yang menusuk.

"Kamu tahu, Kaluna? Menikah dengan kamu bukanlah termasuk dalam salah satu rencana saya" berbicara dengan nada dingin. Pandangan mata mereka bertemu. Orion menatap manik hazel Kaluna. Ia melihat ada ketulusan disana. Mata indah itu pasti akan cantik bila pemilik nya tersenyum. Bukan dipakai untuk menangis terus.

Orion tersenyum tipis. Teramat tipis malahan sampai senyuman itu tak terlihat. "Istirahat lah, kamu pasti lelah kan?" tangan yang semula mencengkram dagu Kaluna mulai melepas dan diganti dengan usapan lembut dikepala nya. Orion yang sekarang benar-benar membuat Kaluna bingung.

Kebingungan di Antara Rasa Takut

Sore itu, Kaluna berdiri di dapur. Tangannya memang tampak sibuk membersihkan meja yang sudah bersih. Tapi pikirannya melanglang entah kemana. Ia masih teringat dengan kejadian tadi pagi. Ketika Orion dengan lembutnya mengusap kepalanya. Kaluna bukannya tidak suka, hanya saja ia merasa takut dan bingung disaat bersamaan.

Walau baru kenal beberapa hari dengan Orion, Kaluna sudah bisa langsung menilai bagaimana sikap Orion. Orion yang ia kenal sejauh ini, bukanlah pria yang suka menunjukkan sikap lembutnya. Orion lebih cenderung bersikap dingin dan datar terhadap orang lain. Ia tidak akan peduli dengan hal semacam ini.

Tapi perlakuannya tadi pagi, berhasil meluluh lantakkan perasaan Kaluna. Orion berhasil membuat Kaluna terus menerus memikirkan perlakuan lembutnya.

"Dia kenapa bisa berubah begitu? Huft! Buat bingung aja dia tuh" bisik Kaluna pelan pada dirinya sendiri, sambil mengelap meja yang sudah bersih.

Suara derap langkah kaki di lantai mulai terdengar. Kaluna tahu siapa yang akan datang. Orion, suaminya. Menyebut Orion sebagai suaminya sekarang berhasil membuat Kaluna malu sendiri. Langkah itu semakin dekat, membuat tubuh Kaluna menegang seketika. Kehadiran Orion selalu berhasil membuat dirinya tak karuan.

"Kaluna.. Sedang apa?" Orion bertanya dengan suara beratnya yang khas yang sudah Kaluna hafal.

Kaluna mengangkat kepalanya sedikit, ia menatap Orion dengan wajah takut. "Sedang membersihkan ini" berkata begitu pelan. Orion yang melihatnya menaikkan alisnya.

"Untuk apa? Itu bukan pekerjaan kamu, Kaluna" menatap Kaluna intens. Kaluna yang ditatap seperti itu hanya menundukkan kepalanya menghindari tatapan Orion.

Kaluna menggigit bibirnya, ia bingung harus menjawab apa. "Hanya ingin, Mas"

Orion yang mendapat panggilan baru itu terdiam. Itu panggilan special dari Kaluna kah? Kenapa rasanya begitu aneh. Walaupun aneh Orion tetap menyukainya. Sepertinya.

Orion berdehem pelan. "Mas" ia mengulang kembali panggilan itu. Seraya memastikan kepada Kaluna. Kaluna hanya mengangguk. "Iya, Mas" berbicara dengan suaranya yang lembut. Orion yang dipanggil begitu terdiam. Dan menatap Kaluna begitu dalam.

"Kenapa memanggil saya dengan panggilan itu?" menatap Kaluna. Kaluna mengangkat kepalanya. Ia menatap Orion. "Salah ya?" Kaluna menatap nya dengan raut wajah bingung. Orion menggeleng. "Tidak. Hanya terasa aneh saja".

"Maaf, Mas" Kaluna bersuara pelan. Ia takut ia melakukan kesalahan yang membuat Orion marah kepadanya.

"Kenapa minta maaf, Kaluna?" Kaluna yang mendengarnya hanya menggeleng. "Takut Mas ngga suka sama panggilannya" berkata lirih.

Orion mengangguk kecil ketika mendengarnya. Ia mengambil kain lap dari tangan Kaluna. "Ini bukan tugas kamu. Sudah ada pekerja yang bertugas membersihkan ini. Tugas kamu hanya santai dan fokus dengan kuliah kamu, paham?"

Kaluna yang mendengarnya begitu terkejut. Orion.. Dia punya sisi yang perhatian kah?

"Kamu takut dengan saya, Kaluna?" Kaluna yang mendengarnya begitu terkejut. Ia sontak menggeleng pelan. "Tidak, Mas" ada nada keraguan disana. Jelas terlihat dari tatapan matanya.

Orion yang mendengarnya tersenyum sinis. Ia tahu Kaluna sedang berbohong. Bagaimana mungkin Kaluna tidak takut dengannya. Sedangkan jika berbicara saja masih menghindari kontak mata dengannya.

"Bohong".

DEGH!

Kaluna merasakan nafasnya berhenti seketika. Gerakan tubuhnya berhenti saja. Ia ketahuan. Apakah Orion akan marah kepadanya? Apa Orion akan-

"Jangan terlalu dipikirkan." Orion menghela nafasnya. Ia mengusap lembut puncak kepala Kaluna seperti apa yang ia lakukan tadi pagi.

Kemudian ia pergi meninggalkan Kaluna yang diam terpaku sendirian di dapur karena ulahnya barusan. Kaluna menghela nafasnya perlahan. Jujur saja, perlakuan Orion barusan membuat dirinya bingung dengan tingkah laku suaminya itu.

Dirinya dipenuhi dengan kebingungan dan ketakutan terhadap Orion. Apa ia telah salah dalam menilai Orion? Apa sifat asli Orion adalah lembut tanpa kata seperti ini?

Orion. Suaminya itu kenapa sulit sekali untuk dipahami? Apakah Orion hanya ingin mempermainkannya? Atau.. Apakah Orion mulai ingin memperbaiki dirinya? Kaluna berharap semoga hal baik selalu bersamanya mulai saat ini. Padahal itu cuma secuil perhatian kecil, tapi Kaluna yang masih muda dan labil malah terbawa suasana. Jika sudah begini, salah siapa?

Perlakuan Orion terhadap Kaluna barusan ternyata di salah artikan oleh Kaluna. Kaluna berfikir mungkin Orion sudah berubah dan sifatnya mulai melembut, tapi kenyataannya ia salah.

Senyuman sinis menghiasi wajah tampannya ketika ia meninggalkan dapur. Ia tertawa pelan yang hanya didengar oleh dirinya sendiri.

"Kaluna" nama itu disebut nya dengan lirih tapi masih ada intonasi tegas didalamnya. "Anak kecil ini gampang sekali dipermainkan" nada yang penuh ejekan keluar dari mulut nya barusan.

Orion berhenti tepat didekat jendela. Ia menatap taman belakang yang dipenuhi oleh bunga segar yang selalu disiram setiap hari nya oleh pekerja di rumahnya. Tatapan matanya sulit untuk diartikan. Pikirannya berputar pada kejadian di dapur barusan.

Wajah bingung dan polos Kaluna ketika menatapnya yang disertai dengan raut wajah takutnya itu, Orion benar-benar masih mengingat nya.

"Gadis kecil yang naif, malang sekali kamu Kaluna. Bagaimana kamu bisa hidup di dunia yang penuh dengan kekejaman ini?". Nada itu terlihat begitu dingin dan angkuh. Orion benar-benar sulit untuk ditebak. Kaluna kamu benar. Sekarang buah dari pikiranmu itu benar terbukti adanya.

Pria itu menyelipkan kedua tangan nya kedalam saku celananya. Kepalanya menatap lurus ke depan. Senyum sinis menghiasi wajah tampannya. Tidak ada wajah yang ramah atau penuh kehangatan disana.

Yang ada hanya wajah Orion yang begitu angkuh. Orion tahu, Kaluna, gadis kecil itu mulai luluh dengan sikap Orion barusan. Gadis itu sudah tidak merasa takut lagi dengan kehadiran Orion. Tangan gemetar yang biasanya selalu Orion lihat, tadi ia tidak melihatnya. Kaluna yang biasanya selalu menangis ketika berhadapan dengan Orion, sekarang sudah berani untuk menatapnya.

Wajah polos Kaluna ketika menatap Orion tadi, benar-benar membuat Orion muak. Kaluna terlalu mudah dikelabui. Bagi Orion ini adalah sebuah tanda kemenangan kecil baginya.

Ini bukan tentang cinta, apalagi tentang perhatian atau pun kasih sayang. Bagi Orion ini hanyalah sebuah permainan kecil yang ia ciptakan secara tidak sengaja. Ya, ini adalah permainan yang Orion ciptakan sendiri. Dari sini sudah bisa kita lihat, bahwa permainan ini akan sepenuhnya di pegang oleh Orion.

"Apakah ekspresi polos dan lugu itu akan masih ada nantinya, Kaluna?" katanya barusan yang diiringi dengan kekehan kecil. Ia membayangkan tangis dan jeritan Kaluna nantinya akan seperti apa. Masih membayangkannya saja sudah membuat Orion tersenyum kecil. Tangisan Kaluna adalah sebuah melodi yang indah baginya.

"Kaluna Eirene Adara" nama itu diucap nya dengan nada datar. "Kita lihat sampai dimana kamu akan bertahan nantinya" senyum sinis yang mulai terbit di wajahnya.

Orion mulai melangkahkan kakinya keluar rumah. Sejak menikah dengan Kaluna, Orion tidak pernah menganggap Kaluna sebagai istri atau wanita yang ia cintai. Baginya Kaluna hanyalah salah satu pion dari permainan yang ia ciptakan. Dan hari ini, permainan besar yang Orion ciptakan sudah dimulai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!