Namaku Riyanti, usiaku 28 tahun. Aku menikah saat usiaku masih 18 tahun sangat muda, bukan? Kini usia pernikahan kami menjelang 10 tahun. Aku dan mas Herman dikaruniai anak laki-laki yang tampan. Saat ini usia putraku delapan tahun. Dia sudah masuk sekolah dasar.
Aku dan mas Herman selisih sembilan tahun, dia lebih tua dariku. Selama ini kami hidup pas pasan, mas Herman hanya kuli dan itupun tidak tetap. Kadang dia bekerja dan berhenti begitu gajinya tidak sesuai, dan dia akan mencari pekerjaan lain. itupun gajinya hanya buat makan sehari hari. Tentu saja kami merasa kurang.
Belum lagi pinjaman di bank harus dibayar setiap bulannya, dan kini dua bulan sudah menunggak.
Mana mas Herman belum kembali. Bagaimana nantinya aku menghadapi penagih jika dia datang kemari.
Beberapa hari yang lalu suamiku berkunjung kerumah mertuaku yang dikabarkan meninggal dunia. Dia mudik sendirian karna kurangnya ongkos untuk pergi bersama.
Setelah ditinggal beberapa hari aku menangis memikirkan nasibku dan juga putraku. Aku tidak masak karena beras telah habis, semua bahan dapur habis kecuali air minum. aku memeluk putraku yang menangis.
“mama Ifan lapar”
Suara parau putraku, sejak pagi perutnya belum terisi hanya air minum saja.
Ibu mana yang tidak sakit ketika anaknya meringis karena kelaparan. Hatiku teriris sakit dan aku putus asa.. Aku dibanjiri oleh air mata.
“sabar ya nak,, tunggu papa pulang”
Hanya bisa memenangkannya mengusap pelan bahunya dan mencium pucuk kepalanya..
Waktu berlalu sudah satu jam lebih aku terduduk dilantai sambil memeluk putraku yang kini telah terlelap dalam dekapanku dengan keadaan lapar.
Aku mengangkatnya dan memindahkannya di atas kasur. Ku kecup kening putraku kemudian mengusap jejak air mata yang hampir mengering disudut matanya.
Sabar ya sayang.! mama akan berusaha agar tetap bisa makan mama janji.
Aku melangkah dan mengambil hp diatas meja kemudian mencoba menghubungi mas Herman.
Maaf nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan silahkan hubungi lagi nanti.
Mas,, dimana kamu? Kenapa belum juga kembali.
Lama termenung dengan hp di tanganku sambil berpikir, apa ku jual saja yah hapeku? Tapi bagaimana nantinya aku menghubungi suamiku.
Aku membuka sosial media dan sebuah postingan lewat di berandaku dan itu masuk akal.
“sebenarnya kamu itu kaya. Cobalah bercermin, dan lihat..”
Sepasang bola mata: US$ 1.525 atau sekitar Rp 14 juta
Hati: US$ 157.000 atau sekitar Rp 1,4 miliar
Ginjal: US$ 262.000 atau Rp 2,4 miliar.
Dan kamu masih mengeluh? Jual bodoh!!..
Tatapanku terkunci pada layar, haruskah aku menjual ginjalku?
Dengan begitu semua hutangku lunas dan aku juga bisa buka usaha kecil kecilan. Betapa indahnya hidup tanpa beban atau hutang. Seketika aku tergiur. Baiklah, aku akan memikirkannya lagi nanti.
Aku melirik kasur dimana putraku bergerak gelisah dalam tidurnya, dia meringkuk seperti janin sambil memeluk perutnya
Aku menyapu air mataku yang kembali terjatuh, aku akan ke Ruko untuk meminjam beras.
Sesampainya disana aku menunggu hingga pembeli benar benar sepi. Setelah itu dengan langkah berat aku menghampiri pemilik Ruko.
“tolong saya Bu Rati,, saya ingin pinjam beras. Saya janji Bu begitu suami saya kembali saya akan segera membayarnya.”
Aku sangat malu padanya. Aku tidak berani bertatap muka. Hutang kemarin saja belum aku lunasi dan sekarang ingin hutang lagi.
“ini Untuk bu Riyanti, kebetulan hari ini saya sedang membagi bagi sembako, silahkan terima Bu..!”
Aku tersenyum bahagia menerima pemberian Bu Rati.
“Alhamdulillah terimakasih banyak Bu. semoga Allah membalas kebaikan ibu.”
Bu Ratih mengangguk kemudian membalas ku, “sama sama Bu.”
Aku pulang kerumah dengan perasaan bahagia, sementara di tanganku sudah ada telur satu rak dan juga beras lima kilo. Ini cukup untuk kebutuhan seminggu, Aku sudah sangat bersyukur. Allah masih sayang padaku.
Jarak dari rumah ke kios sekitar 100 meter, begitu aku sampai didepan rumah yang bertingkat tiga dengan cat yang berwarna gold begitu mewah. setiap kali aku lewat sini aku selalu berdoa sambil menelan Saliva.
Suatu saat aku akan punya rumah sebesar dan semewah ini.
Aku yang tidak fokus berjalan malah menabrak seseorang hingga aku terjatuh dan telur telurku pecah.
“aduhh..!!”
Aku tidak peduli lututku yang lecet, aku bergeser dan memeriksa telurku ternyata masih ada yang utuh...
“ Syukurlah..” aku bernafas lega.
“maaf yah mbk.. Aku tidak sengaja” ujar pria tampan tersebut.
Aku tertegun dan terkesima dibuatnya. Aku belum pernah melihat pria setampan ini sebelumnya.. Hidung mancung dan alis tebal, mata indah berwarna coklat tua. rahang tegas, rambut yang tipis dan rapi di sepanjang rahang dan dagu, bentuk bibir yang penuh begitu menggoda..
“tidak apa apa mas, lagian aku yang salah tidak memperhatikan jalan”
Aku kembali menenteng beras dan juga telur.
“Mbk, sini aku bantu, ini berat loh.”
“gak apa apa mas, aku sudah biasa mengangkat beban berat”
Meski aku sudah menolaknya akan tetapi dia tetap mengambil alih. baiklah biarkan dia yang membawanya, aku berjalan menahan perih luka dibagian lututku.
Aku diam diam melirik wajahnya. selain tampan dia juga ramah, dan selama diperjalanan dia tidak hentinya berbicara. Bertanya ini dan itu.
Kami berhenti disebuah rumah sederhana yang bercat biru tua.
“mbk tinggal disini?”
“iya mas”
Aku mengangguk dan tersenyum padanya.
“ngontrak mbk?” lagi lagi dia bertanya.
“iya mas, aku ngontrak bersama keluarga kecilku”
Jawabku tak lupa tersenyum. Aku melihat senyumnya sedikit berbeda. Kemudian menggaruk tengkuknya.
“aku pikir mbk masih gadis”
Aku terkekeh, bagaimana mungkin dia berpikir aku gadis. Apakah karna wajahku baby face dan tubuhku yang mungil.
“Mas bisa ajah..Duduk mas!”
Aku menyuruhnya duduk pada kursi teras dan membawa barang barangku masuk tidak lupa menyuguhkan secangkir air panas. kupikir semua laki laki menyukai kopi bukan?.
“diminum mas!”
“makasih mbk”
“harusnya aku loh mas yang berterima kasih” ucapku tulus.
“gak apa apa mbk, bukankah sesama kita harus saling menolong!”
Aku mengangguk dan menatapnya kagum.. Ternyata dia juga baik.
“khm, namaku Rais, kalau mbk siapa?”
“panggil Riyanti saja mas”
“umm Riyanti yah, nama yang cantik secantik orangnya” Ujar Rais tersenyum menatapku.
Aku tersipu, siapa yang tidak bahagia jika sedang dipuji. Termasuk diriku sendiri.
“Tapi karna mbk Riya sudah menikah aku akan panggil kakak saja”
Aku menatapnya bingung, dia ingin memanggilku kakak? Yang benar saja, usianya saja mungkin diatas ku.
“Itu karena aku menghargai mbk Riya” ujar Rais
Baiklah, tidak masalah aku juga bisa memanggilnya Adek bukan?
“baiklah dek Rais”
Aku mengulum bibir lucu, dan kamipun tertawa.
Lama bercerita hingga tak terasa hari sudah petang, Rais berpamitan dan aku mengantarnya sampai didepan.
“kak, kita tetangga. aku tinggal disebalah sana, kapan kapan kakak mampir yah!”
Aku mengikuti arah tunjuknya tepat disebuah rumah besar Dimana aku terjatuh didepannya tadi.
Ternyata Rais pemilik rumah mewah itu, aku seketika tertegun. apakah ini takdir atau semacam kebetulan. Aku bertemu langsung dengan pemilik rumah yang selama Ini aku kagumi dan selalu berharap bisa memilikinya juga..
“sampai jumpa kak Riyanti”
Rais tersenyum dan melambaikan tangan. Akupun membalasnya.
Bersambung..
“Mama sedang apa?”
Ifan bangun dan berdiri didekat pintu masuk sambil mengucek matanya, aku menghampirinya dan mengusap kepalanya.
“lapar, kan? ayo ikut ibu kita akan membuat nasi goreng kesukaan kamu” aku mengajaknya masuk kemudian menutup pintu dan berjalan kedapur.
Aku menatap putraku yang makan dengan lahap, sesekali dia memuji masakanku, aku tersenyum dan mengulurkan tangan mengusap lembut rambut tebalnya.
Aku bersyukur memilikinya, dia anak yang ceria dan cerdas, ketika aku memberinya uang jajan dia akan selalu menabungnya.
Pernah suatu hari, uangku kurang untuk membayar kontrakan, mataku tak bisa tidur memikirkannya. Aku duduk di ranjang Ifan sambil memijat kepalaku yang sakit.. Tiba tiba Ifan datang dan membawa celengan dan menyodorkannya padaku.
Kupeluk erat tubuhnya dengan mata berlinang. Aku menjatuhkan kecupan di kepalanya secara berulang.
“mah, jangan nangis! Ifan ada tabungan buat bayar rumah. Kita tidak jadi di usir kan mah?”
Aku mengangguk menahan tangis. “mama pinjam yah nak? Nanti mama ganti” ku hapus air mata putraku yang ikut terjatuh.
“mah, ketika Ifan dewasa nanti, mama tidak akan kesusahan lagi mama tidak akan kekurangan lagi, Ifan akan menghidupi mama”
“Amin...”
Semoga apa yang dinginkan oleh putraku dijawab oleh Allah.
Sungguh besar tekad anakku. anak seusia dia seharusnya bermain dengan teman-temannya, bukan malah memikirkan beban keluarganya.
Tanpa terasa air mataku menetes mengingat kala itu.
Tapi, beberapa hari ini Ifan terlihat murung, mungkinkah karena dia merindukan papanya.
“hp mama bunyi” suara Ifan membuyarkan lamunanku, aku beranjak dan menjawab telpon.
“Halo.”
“Mah. aku belum bisa pulang! disini ibu sedang sakit sejak kepergian bapak dia begitu terpukul, aku ajak untuk tinggal bersama dikota tapi ibu tidak mau” keluh suamiku.
Aku tahu bagaimana ibu mertuaku, dia tidak menyukai dan tidak ingin tinggal dikota.
“tapi mas, bagaimna dengan bank? Tidak lama lagi dia akan datang menagih, sedangkan uangnya belum juga terkumpul”
“aku juga pusing mah, tidak tahu lagi harus pinjaman dimana. Sementara tanah juga belum laku”
“tanah siapa yang ingin mas jual?” tanyaku heran. sangking putus asanya kah suamiku sampai ingin menjual tanah yang entah milik siapa itu.
“Tanah warisan bagianku mah, bagian Nita, rumah”
Mas Herman memiliki adik perempuan bernama Nita yang masih sekolah menengah, dan tahun ini sebentar lagi akan tamat.
“Sabar ya mah! Begitu semuanya selesai aku akan kembali”
Aku menghela napas berat mendengarnya. Aku tahu! pasti dia juga sedang pusing disana, memikirkan ibunya, memikirkan tanggungannya, diriku dan juga putranya.
Bukankah aku seorang istri tidak mempersulitnya, seharusnya aku mendukungnya bukan?.
“mah aku merindukanmu” ujar mas Herman diujung sana terdengar lirih..
Hanya aku yang tahu maksud dari ucapannya.
Seketika mataku berkaca kaca, jika dia sudah begini aku selalu ada disisinya untuk mendukungnya memberinya semangat. Dapat kubayangkan betapa lelahnya wajah suamiku disana.
“semoga semuanya dipermudah yah mas! Mas Jangan lupa sholat.!”
“iya mah jaga diri baik baik disana, dan juga putra kita”
Aku menutup panggilan tak kuasa menahan air mata. Aku ke dapur agar tak terlihat oleh Ifan. Aku terisak dengan memeluk kedua lutut. Aku tidak punya siapa siapa untuk bercerita keluh kesahku dan selalu memendam semuanya sendiri.
Apa yang harus aku lakukan Tuhan, kenapa tidak ada jalan keluarnya, aku harus bagaimana? dimana aku harus mencari uang.
Aku beranjak mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat magrib. Tak apa aku tidak punya tempat untuk bercerita aku masih punya Tuhan. Akan aku sampaikan padanya betapa sakitnya saat tidak punya apa apa.
...----------------...
Malam hari, aku duduk didepan teras setalah Ifan tidur. aku menatap dimana langit sedang gelap yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Saat ini sudah memasuki bulan Desember sebentar lagi pergantian tahun, dan kehidupanku masih begini begini saja, tidak ada yang berubah malahan semakin bergantinya tahun semakin sulit saja.
Panggilan masuk, yang aku beri nama Bank, seketika aku dilema, antara ingin menjawab dan tidak. Tapi ini adalah resikonya yang harus aku hadapi.
”Atas nama ibu Riyanti, mohon segera melakukan pembayaran yah Bu, ini sudah dua bulan menunggak. Dan kami akan datang ketempat ibu untuk menempelkan stiker Debitur menunggak dirumah ibu”
“maaf pak, saya belum ada uang.”
“Tolong diusahakan secepatnya ya bu”
“baik pak!”
“Baiklah terimakasih bu Riyanti”
Panggilan berakhir.
Pandanganku kosong, begitu banyaknya beban pikiranku saat ini.
Jika aku menjual ginjalku seberapa besar kemungkinan aku hidup, dan seandainya jika aku mati, bagaimna dengan putraku?
Aku melirik keadaan sekitarku, disini sebenarnya cukup ramai. Ada perumahan, kontrakan bahkan ada juga rumah pribadi orang orang elit.
Mataku terkunci tatkala menangkap satu orang yang berjalan sambil membawa kantong.
Bukankah itu Rais? Sedang apa dia didepan pintu pagarku?.
Aku menghampirinya.
“Sedang apa disitu?”
Rais tertawa kaku, “anu.. kak! aku membawa telur dan beberapa bahan dapur lainnya”
Bingung sudah aku. Dia memindahkan kantong kresek di tanganku.
”jangan ditolak ya kak! Itu untuk telur yang aku pecahkan tadi siang, dan sisanya, yah.. Aku ingin numpang makan kak, bosan makan diluar terus”
Hatiku masam saat kata bosan terucap dari bibir Rais, ternyata sebagian orang tidak mensyukuri apa yang mereka miliki. diluar sana ada begitu banyak orang yang kesulitan ekonomi, bahkan untuk makan saja susah. salah satunya diriku, dan dengan entengnya dia mengatakan bosan.
“melamun saja kak!”
Lamunanku pecah saat dia menepuk pelan bahuku.
“kak Jangan terlalu lama menatapku, nanti jatuh cinta loh, heheh.”
Aku tidak habis pikir, ternyata Rais juga orang yang humoris.
“Terlalu PD itu gak baik”
Aku menggeleng, kemudian berjalan masuk kedalam dan Rais mengekor di belakangku.
“kak, apa aku diundang masuk?”
“Tidak..! tunggu saja di teras. Begitu masakannya jadi kamu bisa membawanya pulang”
Aku melanjutkan langkahku.
“yah.. Kak. Mana enak makan sendiri”
“yah.. Terus?”
“makan dengan kakak yang cantik lah”
Rais kembali menggodaku.
“baiklah tunggu di teras, ohiya kamu ingin makan apa?”
“Astaga kak. Mana ada orang makan di teras. dan aku, yah..!! aku tidak pemilih”
“iya iya masuk.. tapi jangan berisik! putraku sedang tidur”
Aku meninggalkan nya diruang tamu sendiri lalu sibuk didapur.
Aku berpikir sepertinya dia bukan orang jahat.
Aku menyelesaikan masakan ku setelah menghabiskan waktu 15 menit, dua mangkuk mie ayam siap disantap.
“um masakan apa ini namanya kak?”
Rais mengambil sendok lalu mencicipi kuahnya.
“Rasanya enak”
“Ternyata kakak pintar masak yah, emm... gimana kalau kakak masakin aku setiap hari? aku gaji deh! gajinya biar kak Riya yang tentukan” ujar Rais kembali melanjutkan acara makanya.
Bersambung.
Aku memikirkan ucapan Rais, apakah ini adalah jawaban dari doa doaku, Tuhan mengirimkan seseorang untuk membantuku, benarkah itu?.
“Kamu serius, kan?.”
Aku memastikannya lagi. bisa saja kan dia asal bicara
“iya, aku serius kak.!! ngomong ngomong kapan suami kakak kembali?”
“belum pasti dek, tapi dia bilang secepatnya”
Aku melihat dia mengangguk mengerti, kemudian menatap disekitarnya. setelah menghabiskan makanku aku beranjak dan membereskan piring kotor, ke dapur lalu mencucinya.
Aku pikir Rais telah kembali ternyata dia masih duduk sambil bermain hp. setelah menyadari keberadaan ku Rais beranjak dan berpamitan, aku mengantarnya sampai depan.
Aku berbalik berniat menutup pintu, tapi Rais kembali memanggilku.
“kak! Boleh minta nomor telponnya? Buat tambah kontak. Ini juga akan mempermudah aku menghubungi kakak” ujar Rais sambil menyodorkan telpon mahal miliknya.
Aku memasukkan nomorku, lalu menyodorkan kembali pada Rais. setelah itu Rais berpamitan dan meninggalkan kontrakan.
****************
Aku yang terlelap tiba tiba bangun tanpa sebab. Aku melirik putraku yang tidur tampak nyenyak.
“pukul 03:45”
Aku meraih hape dan melihat notifikasi.
1 pesan baru.
Aku membuka WhatsApp dan membaca pesan dari nomor yang tidak dikenal.
“Malam kak, ini Rais”
1 jam yang lalu
Aku menyimpannya dikontak dengan menamainya Ads. Kemudian membalas pesannya
“iya kenapa dek?”
Setu menit kemudian dia membalas pesanku. Aku pikir dia sudah tidur.
Ads: “tidak apa apa kak. belum tidur?”
“Sudah, tidak tahu kenapa tiba tiba terbangun”
Ads: “mungkin ada seseorang yang merindukan kakak🤭”
“kurang tahu juga 😁”
Ads: “aku belum tidur sama sekali kak”
Aku terkejut, apakah terjadi sesuatu dengannya?
“kenapa belum tidur? Bukankah malam hari waktunya untuk tidur”
Ads:“belum ngantuk kak, dan juga....”
Ads:“udah terbiasa kak”😁
“Kok bisa? Banyak beban pikiran mungkin!🤔”
Ads:“iya nih kak, lagi kepikiran seseorang.”
“umm... Pantes”
Obrolan kami pun berlanjut hingga suara adzan berkumandang. Tak terasa kami menghabiskan waktu satu jam lebih bertukar pesan, ternyata Rais orangnya nyambung ketika diajak ngobrol.
Ads: “sholat dulu kak”
“iya dek.”
Aku membersihkan diri, berpakaian dan mengambil air wudhu.
****************
Pagi hari langit sudah cerah, aku bersiap mengantar Ifan ke sekolah menggunakan motor metik, tangan Ifan melingkari perutku yang ramping,
Sepanjang perjalanan aku tidak hentinya mengajak ifan mengobrol. Dan dijawab seadanya tidak seantusias biasanya, Wajahnya masih sama seperti kemarin tidak ceria.
Apa yang membuat putraku yang dulunya ceria jadi murung begini, apakah karena dia tidak jajan? Atau dia merindukan papanya.
“Ifan rindu papa?” tanyaku, melirik melalui kaca spion. dia menggeleng kepala dengan bibir sedikit berkerut.
“Tidak mah”
“Lalu.. apa yang membuat anak mama murung? Mama jadi sedih lihat Ifan begini”
Aku memperlihatkan wajah sedih dan detik itu pula raut wajah Ifan berubah, tersenyum manis seperti biasanya. Tapi aku tahu Ifan ku menyembunyikan sesuatu dariku.
Aku memarkir motor begitu sampai dihalaman sekolah setelah menempuh perjalan satu kilo meter. Aku membantu ifan mengenakan tas dan diapun mencium punggung tanganku, ku balas usapan lembut di kepalanya,
“Bekalnya mama simpan di tas bagian belakang yah!.”
“iya mama”
Ifan berjalan menuju kelas dengan kepala menunduk, tidak salah lagi. Pasti Ifan ada sesuatu disekolah, aku harus mencari tahu.
Aku akan menemui kepala sekolah dikantor.
Tok.. Tok..
“Silahkan masuk Bu”
Aku yang dipersilahkan masuk, duduk di kursi dimana didepannya ada sebuah meja yang berhadapan langsung dengan pak kepala sekolah.
“begini pak..! saya orangtua dari murid yang bernama Irfan. saya perhatikan akhir akhir ini putra saya sedikit berbeda, apakah ada masalah disekolah?” Jelas ku. pak kepsek mengangguk dan tersenyum ramah.
“jadi begini Bu, ananda Ifan, terlibat perkelahian dengan salah satu temannya, dan setelah kami mencari tahu apa masalahnya. ternyata, itu berawal pada teman temannya.”
Aku menatap pak kepsek dengan alis berkerut. Dan sepertinya dia tahu arti dari tatapan bingungku. diapun tersenyum dan kembali menjelaskan.
“Ifan dibully oleh teman temannya Bu, dan anak ibu melakukan pembelaan dengan memukul balik temannya”
“Awalnya saya berpikir ini hanya masalah sepele antara anak anak, tapi setelah mendengarkan penjelasan Ifan saya juga kecewa terhadap murid lainnya Bu, tapi bukan berarti saya tidak membenarkan perlakukan ananda ifan”
“Tapi ibu tenang saja, masalahnya sudah kami selesaikan dan Ifan sendiri sudah memaafkan temannya”
Akhirnya saya tahu alasan kemurungan putraku, aku berpamitan pada kepala sekolah lalu meninggalkan tempat itu.
Sepanjang jalan, aku menyetir namun tidak fokus. ucapan kepala sekolah melekat di pikiranku. Ifan dibully, Cobaan apa lagi ini ya Allah?
Bagaimana bisa putraku menghadapinya sendirian, dia masih sekecil itu tapi sudah dirundung masalah, disekolah belum lagi masalah dirumah. Ingin sekali kupeluk erat dia Ya Allah. Kuat sekali putraku.
Motorku berhenti ditengah jalan secara tiba tiba. Aku turun dan menepi. Apalagi kali ini? Motorku rusak dan uang sepeserpun aku tidak punya. Untungnya bengkel tidak jauh.
Tapi aku jadi teringat kapan terakhir kali aku isi bensin. pasti bensinnya habis. Pikirku
“pak, saya titip motor yah”
“motornya kenapa bu?”
“tiba tiba mati, pak”
Pemilik bengkel tersebut menghampiriku. “oh... taro disini saja Bu, nanti saya cek setelah menyelesaikan motor yang disana”
“baik pak, saya tinggal ya pak. Ada urusan sebentar”
Aku meninggalkan motor yang kehabisan bensin itu dengan berjalan kaki. Untungnya rumah kontrakan sudah tidak jauh sekitar lima menit baru sampai.
Dijalan, aku bertemu dengan Rais, sepertinya dia baru saja datang entah dari mana.
“Darimana kak?”
“Antar Ifan ke sekolah”
“jalan kaki, kak?”
Alisnya berkerut menatapku heran. Rais melirik di belakangku mungkin dia berpikir aku hanya berjalan kaki mengantar putraku ke sekolah.
“motorku masuk bengkel saat perjalanan pulang, itulah sebabnya aku jalan kaki.”
“Umm..”
°°°°°
Taman kecil yang asri, meski dengan ruang terbatas.
Taman tersebut menambah nuansa hijau dan menyegarkan hunian juga memperlihatkan keindahan alam.
Rais mengajakku untuk mampir dan disinilah aku.
Aku tidak hentinya mengagumi bangunan yang berlantai tiga ini.
Desainnya mewah, rumah berlantai tiga yang tampil elegan dengan sentuhan ornamen dan dinding semen pada fasadnya, sehingga memberikan kesan kekinian yang memikat.
Kombinasi material tersebut tak hanya menonjolkan gaya modern, tetapi juga menciptakan nuansa minimalis.
Pada lantai dua, terlihat kesan mewah yang ditonjolkan oleh dinding kaca besar, memberikan pemandangan luas dari dalam rumah. Selain itu, balkon yang memanjang menambah kesan lapang.
Begitu aku masuk, tampak sebuah ruang tamu yang cukup luas berukuran 5x4 meter. Di dalam ruang tamu terdapat sofa kulit yang mewah dan tahan lama. lalu terdapat Lampu gantung yang menambah kemewahan instan. belum lagi Karpet mewah yang bertekstur lembut dan empuk. dan masih banyak lagi.
Aku menatap lama sebuah pigura yang berukuran besar di dinding ruang tamu, Foto keluarga yang menciptakan atmosfer yang hangat.
Ingin sekali aku berada ditengah tengah keluarga itu, dimana mereka memperlihatkan senyum bahagia.
Aku menerka, mungkin itu adalah kakak atau mungkin adik dari pria disampingku.. Jadi Rais adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga ini.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!