NovelToon NovelToon

Jodoh Dari Malaysia

Haid Pertama

Semua berawal dari sebercak darah di seprai.

Pagi itu Yolanda terbangun dari tidurnya dan berteriak mengagetkan seluruh penghuni rumah.

"Aaaaaaa!!!! Mamaaaa!!!"

Jeritan itu segera membuat para pelayan berlarian mendatangi kamar nona kecil mereka. Tak urung sang Papa yang sedari tadi berada di ruang bawah pun segera berlari mendatangi putrinya itu.

"Nona Yola, kenapa?" tanya para pelayan.

Terlihat panik di wajah gadis berusia 12 tahun itu.

"Lihat Mbak Ana! Ada darah di sepraiku dan di piyamaku juga. Ya Tuhaaan .... apa aku terkena penyakit parah yang mematikan??" tanya Yolanda histeris seraya menunjukkan beberapa bercak darah di seprainya.

Melihat itu para pelayan yang berjumlah tiga orang itu tak bisa menahan diri untuk tidak senyum- senyum melihat kepolosan anak dari majikan mereka ini. Sementara Papa Abimanyu melihat hal itu hanya berdehem canggung dan kemudian berbalik ingin kembali ke ruang keluarga.

"Ya ampun, Mbak Ana kirain ada apa. Ternyata cuma 'itu' ...."

"Apa maksud Mbak Ana cuma "itu"? Aku berdarah, Mbak Ana! Berdarah!" kata gadis itu dengan mimik yang dramatis.

"Hmmm .... iya. Tapi itu bukan penyakit. Semua wanita normal mengalaminya. Itu tandanya kamu sudah menginjak masa remaja. Sebentar lagi kamu akan dewasa, Cantik!" kata pelayan bernama Ana itu menjelaskan.

"Tapi ini gimana? Aku harus gimana?" rengek Yolanda yang masih tidak puas dengan jawaban itu.

"Ya sudah. Mbak Ana bantu kamu bersihkan dulu. Nanti Mbak Ana ajarin kamu cara memakai pembalut," kata Ana.

Sementara itu Sang Mama yang mendengar teriakan putrinya itu sedari tadi, baru saja akan mendatangi putrinya Yolanda. Sedari tadi dia mendengarkan teriakan dari lantai kamar atas, namun karena dia sedang sibuk menyirami bunga- bunganya dia baru sempat mendatangi putrinya itu.

"Yola kenapa, Pa?" tanyanya pada suaminya yang sedang menuruni tangga.

"Mama periksa sendiri aja deh. Itu urusan perempuan," jawab Abimanyu, kemudian berlalu meninggalkan istrinya yang bengong akan jawaban itu.

"Urusan perempuan?" gumam Mama heran.

Ya, hari itu adalah hari bersejarah buat Yolanda Gunawan. Hari pertama menstruasinya yang mengubah hampir sebagian besar hidupnya.

Setelah mengurus putrinya dan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan tentang menstruasi hingga Yolanda berangkat ke sekolah, Mama Ratih akhirnya dengan tenang duduk menemani suaminya yang sedang menikmati kopi sambil sesekali mengecek ponselnya.

"Akhirnya waktunya datang juga. Apakah memang harus sekarang, Pa? Yolanda masih muda, dia putri kita satu- satunya. Gadis sekecil itu, mana mungkin Mama sanggup menikahkan dia di usianya semuda itu? Tidak bisakah kita tunggu sampai setidaknya dia cukup umur dulu? 17 tahun. Iya, Mama nggak apa- apa kalau Yola sudah 17 tahun. Tapi Yola masih 12 tahun. Anak seumur itu, dia tau apa?"

Abimanyu menghela napas panjang. Dia memahami kekhawatiran istrinya itu.

"Ma, perjanjian yang kelurga kita buat dengan keluarga Nirwan adalah absolute. Tidak bisa diganggu gugat. Ini demi kebaikan bersama dan ikatan persahabatan keluarga Gunawan dan keluarga Nirwan. Selamanya keluarga kita akan tetap berhutang Budi pada keluarga mereka. Sekarang Yola sudah memasuki usia aqil baligh. Artinya dia siap untuk menikah!"

"Tapi Yola masih kecil, Pa! Bagaimana mungkin anak sekecil itu akan menikah? Ayolah Pa! Kita tunda dulu rencana pernikahan ini. Kita saja menikah di usia yang cukup dewasa, kenapa Yola harus mengalami semua ini? Mereka toh tidak akan tahu kalau Yolanda sudah menstruasi kalau kita tidak memberi tahu," bujuk Ratih.

"Ma, cukup! Papa sudah lelah dengan segala masalah hutang budi ini. Papa sudah lama menunduk pada keluarga mereka. Dengan menikahkan Yola dan Ilham, berarti hutang budi selesai. Papa bisa berdiri dengan kepala yang tegak tanpa harus menundukkan kepala lagi di sisi mereka!" Jawab Abimanyu tanpa mau dibantah.

"Tapi Yola masih sekolah. SD Pa! Masih SD! Dan lagi pula dia pun anak kita satu- satunya. Sistim reproduksinya juga belum matang untuk menikah. Belum lagi kalau Yola dibawa ke Malaysia. Bagaimana dengan Mama?? Bagaimana???" tanya Mama dramatis.

"Mama terlalu banyak berpikir. Keluarga Nirwan juga tau kalau Yola masih kecil. Mereka juga tentu tidak akan menuntut sesuatu yang lebih seperti keturunan untuk saat ini. Pernikahan Ilham dan Yola saat ini hanya untuk mengikat dan mempertegas ikatan di antara keluarga kita. Kehidupan rumah tangga yang sebenarnya mereka akan jalani nanti kalau Yola sudah dewasa." Sampai di situ Abimanyu menghentikan kata-katanya sejenak.

"Lagi pula Papa sudah bertemu dengan Ilham, dia anak yang baik dan berpendidikan. Papa yakin dia tak akan melakukan apa pun pada Yola sebelum anak kita dewasa. Lagi pula Ilham tidak lama lagi akan melanjutkan pendidikannya di Berlin," lanjut Abimanyu.

"Percayalah, pernikahan ini untuk sementara hanya untuk ikatan semata. Putri kesayanganmu akan aman sampai dia dewasa. Papa juga nanti akan membicarakan tentang ini pada keluarga Nirwan. Dan yang pasti kehidupan dan pendidikan Yola juga tidak akan terganggu karena pernikahan ini. Dia masih bisa bersekolah seperti biasa, Ma."

Ratih hanya bisa menghela napasnya. Bagaimana pun ini membuatnya galau.

 ***

Di sekolahnya Yolanda.

"Pagiiii Yola ...."

Yolanda hanya membalas sapaan itu dengan senyum seadanya.

Sapaan teman- teman cowok seperti biasa setiap harinya menghiasi gendang telinga Yolanda. Anak- anak yang sebagian sudah puber itu memang seperti itu. Di usia mereka yang rata- rata berkisar 12-13 tahun, kebanyakan mulai menunjukkan ketertarikan mereka pada lawan jenis. Begitu pun dengan siswa- siswa kelas 6 SD itu. Yolanda di mata mereka memang sangat menarik, cantik, dan juga modis.

Lihat saja mantel bulu yang melekat di tubuh semampainya itu. Belum lagi sepatu dan jam tangan branded serta tas yang belum tentu akan bisa dibeli oleh teman- teman sekelasnya.

Untuk anak seusianya, Yolanda memang memiliki perawakan yang lumayan tinggi dibandingkan teman lain yang sebayanya. Banyak orang- orang yang berspekulasi kalau Yolanda berbakat menjadi seorang model.

Alih- alih menyapa teman- teman cowok yang menyapanya, Yolanda gadis kecil itu malah mendatangi seorang anak laki- laki bertubuh gemuk.

"Ehsan, ape nak kau bikin tu?" Tanyanya dengan logat bahasa Melayu menirukan karakter upin- Ipin.

"Eh, Yo- Yola. Ja- jangan ganggu aku ya?" kata bocah gendut itu dengan nada takut.

Yolanda memang senang sekali mem-bully-nya. Terakhir kali gadis kecil itu dengan gengnya trio centess mengusilinya dengan menaruh beberapa ekor kecoa di dalam tasnya hingga Hafiz berteriak- teriak di waktu jam pelajaran.

"Kenapa memangnya, Ndut? Aku cuma pengen menyapamu, loh!" kata Yola usil.

"Kenape kau selalu ganggukan aku? Aku tak pernah ganggukan kau!" balas Hafiz.

"Kau mau tau alasannya?" tanya Yola.

Hafiz mengangguk. Ya, dia ingin tau alasannya. Kalau memang dia salah, dia berjanji dalam hati akan meminta maaf dan merubahnya.

"Karena aku tak suka kau!" kata Yolanda dengan senyum mengejek. "Kau gendut dan jelek. Pokoknya aku tak suka kau!"

"Lalu kau mau ape?"

Yola memberi kode pada kedua sahabatnya untuk merampas dan menggeledah tas Hafiz.

"Kalian nak buat ape?" tanya Hafiz panik.

"Dimana PR penjaskesmu?" tanya Friska, salah seorang sahabat Yola.

Friska dan Yuri langsung mengaduk- aduk tas bocah gembul itu.

"A- ada di sini! Kau ingin salin ke? Aku akan kasihkan kau tapi jangan ganggu akuuu ...." rengek Hafiz dengan mata yang berlinang.

"Menyalin PR-mu? Kau pede sekali! Aku Yolanda Gunawan tidak pernah mencontek PR orang lain. Aku lebih percaya kemampuanku sendiri," kata Yola bangga.

"Sepertinya ini Yol, PR-nya," kata Yuri.

Yolanda menerima buku itu dan mencari halaman buku yang berisikan PR Hafiz, dan tanpa berperasaan merobek bagian halaman buku itu dan menyimpannya di kantongnya.

"Jangaaaan!!! Jangan robek tugas aku!" jeritnya sambil menangis tersedu- sedu.

"Uppss!!! Sudah terjadi! Maafkan aku Ehsan, eh Hafiz! Aku menyesal!" ledeknya dengan tawa.

"Aku akan laporkan dengan abang aku, kau nanti! Abang aku pasti balaskan kau! Seminggu lagi dia nak datang ke Indonesia!" jerit Hafiz.

"Ku tunggu, Endut! Panggil saja Abangmu itu. Siapa juga yang akan takut?" kata Yola acuh sembari mengibaskan rambutnya.

Hafiz tak mengerti kenapa Yolanda begitu benci dan usil padanya. Padahal orang tua mereka bersahabat. Orang tua Yolanda kelihatannya baik, tetapi kenapa perangai anaknya teramat buruk? Bahkan beberapa kali keluarga mereka saling kunjung mengunjungi sejak keluarga Hafiz pindah dari Malaysia ke Indonesia karena ayah Hafiz diutus sebagai diplomat.

Tapi tunggu sampai abangnya datang, Hafiz tak akan membiarkan gadis tengil itu tenang. Abangnya pasti akan memarahi mereka yang suka usil padanya.

 ***

Di sebuah kelas Matrikulasi, Pre- University di Kuala Lumpur, seorang pria berusia sekitar 19 tahunan sedang sibuk belajar dengan sungguh- sungguh. Dialah Ilham, lelaki yang hendak dijodohkan dengan Yolanda.

Perhatiannya teralihkan sesaat ketika suara ponselnya berdering. Oh, ini dari Mamah, pikirnya.

Mamah, Papah dan adiknya Hafiz memang sudah pindah ke Indonesia dari sejak beberapa bulan yang lalu. Namun karena Ilham masih harus menyelesaikan pendidikan menengahnya yang sebentar lagi akan selesai, Ilham terpaksa harus tetap tinggal di Malaysia dengan Atoknya.

Karena Cik Gu (Guru) sepertinya tidak hadir di jam mata pelajaran ini, akhirnya Ilham mengangkat panggilan Mamahnya itu dan mengaktifkan speakernya agar ia tetap bisa melanjutkan menulis beberapa tugas lagi untuk besok.

"Iya, kenape, Mah?" tanya Ilham dengan logat melayu tanpa menoleh ke ponsel.

"Ilhaaaam!! Mamah nak kasih kamu kabar bahagia!" jerit Mamahnya ditelepon.

"Pelan sikit, Mah! Kabar bahagia ape?" tanya Ilham masih asyik menulis dengan bolpennya.

"Yolanda, Yola! She is menstruating, Kid! Dia haid! She has matured! Kamu harus ke Indonesia minggu ini. Kalian mesti berkahwin secepatnya!!!"

Jreng!!!! Jrengg!!!

Ilham dengan cepat meraih ponselnya dan menutup speaker ponsel itu. Tapi terlambat! Semua mata teman- temannya di ruangan ini tertuju padanya dan seakan menelanjanginya. Ilham malu sekali!

"Ah, hahaha. Mamah, ape maksud Mamah?" bisiknya sedikit gemas.

Lalu tanpa membuang waktu Ilham meletakkan alat tulisnya dan membawa ponselnya ke luar kelas agar tak ada satu pun yang akan mencuri dengar obrolannya dengan Mamahnya.

"Ilham, Mamah dan Papah dah pernah membicarakan ini dengan kau. Perkahwinan kau dengan putri keluarga Gunawan dah tak boleh diganggu gugat. Kau dan Yola akan berkahwin secepatnya dalam bulan ini sebelum kau bertolak ke Berlin."

"Mamah!!! Bagaimana mungkin Ilham nak berkahwin dengan budak kecil tu? Dah pun tak kenal, macam mana pula kahwin dengan budak kecil? Mamah dengan Papah jangan bergurau dengan Ilham. Macam tak ade kelakar lain je," jawab Ilham.

"Mamah dan Papah tak nak bergurau dengan kau Ilham. Pokoknya dalam beberapa hari, Mamah nak kau datang kat sini. Mamah tak suke dibantah," kata Mamahnya Ilham.

"Tapi, Mah ..."

"Tak ade, tapi- tapi. Dua hari lagi, kau datang kat sini!"

Tuut .... Tuuut ....

Panggilan telepon itu pun mati. Dan Ilham masih terpaku di tempat dia berdiri tadi.

Berkahwin? Haaa? Ini jaman Siti Nurbaya ke?

"Ilham ...."

Sebuah tepukan di bahunya membuat Ilham tersadar dari lamunannya.

"Sonia ...."

Gadis itu tersenyum. Cantik sekali.

"Kau kenape?"

Ilham menggeleng.

"Tak apee," jawabnya lembut.

***

Reader yang baru baca, jangan lupa like dan komentarnya guys ....

Oh, iya author menerima krisan juga khususnya di bahasa melayunya. Siapa tahu di antara kalian ada orang Malaysia, boleh banget kasih masukan. Tapi krisannya yang membangun, ya .... Tidak menerima krisan yang bar-bar. Happy reading!!!

Ternyata Bukan si Ehsan

"Eh, eh, coba lihat si gendut sana! Kasihan sekali. Kenapa Yola tega sekali padanya?"

Bisik- bisik siswa di sekolah Yolanda terdengar saat jam istirahat berlangsung.

Hafiz terlihat sedang dihukum berdiri di tengah lapangan sedang menghormat pada bendera. Keringat bercucuran membasahi wajah dan seragam sekolahnya. Hafiz dihukum oleh guru olahraga karena tidak mengerjakan PR. Pak Mulyadi terkenal killer menghukum siswa yang tidak patuh dan tidak disiplin. Dia juga benci pada murid yang tidak mengerjakan tugas. Karena tau hal itulah maka Yola dan teman-temannya sengaja merobek tugas yang telah susah payah dikerjakan Hafiz dari rumah.

"Yola, kamu kok benci sekali sih sama Hafiz? Kasihan tau! Udah hampir sejam dia berdiri di lapangan. Mana panas, udah gitu dia juga nggak bilang ke Pak Mulyadi kalau PR-nya kita robek. Aku jadi nyesal tadi ikutan bantuin kamu gangguin Hafiz," kata Friska dengan iba.

"Hallah, kamu suka sama si Ehsan? Sono, sono! Bantuin aja tuh pacar kamu! Ikut berdiri sana di tiang bendera!" jawab Yola jengkel.

"Pacar apaan, Gila?! Aku jelas- jelas cuma kasihan padanya. Dan kalau kupikir- pikir dia juga baik. Buktinya dia nggak bilang ke Pak Mulyadi kalau kamu yang merobek PR-nya. Tuh kamu lihat! Dia bercucuran keringat sampai segitunya, Yol! Bentar lagi bakal pingsan tuh anak karena kepanasan," bela Friska.

"Biarin! Harusnya tuh si Ndut terima kasih ke aku. Berkat aku dia bisa mengurangi kalorinya sekian persen. Kan lumayan kalau dia kurus. Hitung- hitung bisa jadi pacarnya Friska nanti, ya kan, Yur?" tanya Yola minta dukungan Yuri.

Yuri langsung menyahuti dengan anggukan sambil mereka tertawa cekikikan. Tak lama perhatian mereka lalu tertuju pada Pak Mulyadi yang berteriak dari ruang guru pada Hafiz.

"Hafiz!! Sudah, kamu istirahat sekarang!" seru Pak Mulyadi.

"Terima kasih, Pak!" sahut Hafiz seraya membungkuk dan mencoba merenggangkan kakinya yang mulai terasa keram. Kakinya benar- benar lemas. Dengan tertatih Hafiz langsung berjalan menuju ruangan kelasnya.

"Duhhh kasihaaan ...." ledek Yola dengan tawa jahatnya.

Hafiz mendengus kesal namun tak bisa berbuat apa- apa. Dia segera beranjak meninggalkan trio pengacau itu. Tetapi ketika ia hendak berbalik arah, Hafiz tak sengaja melihat ke arah rok Yola yang terlihat bernoda. Itu kan ....

Hafiz urung meninggalkan tempat itu. Dia malah mendekati Yola, hingga jaraknya sangat dekat dengan Yola.

"Eh, kamu mau ngapain?" tanya Yola kaget saat sadar Hafiz berada sangat dekat berada di belakangnya.

"Ade sesuatu di skirt-mu, Yola. Kau ikutlah aku ke tandas sekejap. Aku akan bantu tutupkan kau punya skirt," bisik Hafiz.

"Kamu ngomong apa sih, Ndut? Aku tak mengerti apa yang kau kate," jawab Yola masih dengan olokannya.

Hafiz menghela napas dan menunjuk pada bagian belakang roknya. Yola menoleh, dan ya Tuhaaan ... kenapa bisa tembus? Bagaimana ini? Bagaimana ini?

"Dah kau tengok? Kau ikutlah aku!"

Dan dengan terpaksa Yolanda berjalan mundur dengan ditutupi tubuh gendut Hafiz di belakangnya.

"Eh, Yola sama si Hafiz ngapain sih?" bisik teman- temannya.

"Yola! Kamu ngapain jalan mundur begitu ngikutin si Ndut?" tanya Yuri sembari ingin mengejar Yola.

"Nggak, nggak! Kamu di sana aja, Yur! Jangan ikuti aku!" teriak Yola panik.

Yola sangat panik. Dia merasa masalah datang bulannya saat ini adalah salah satu moment yang memalukan setelah mamanya tadi menjelaskan bahwa ia bukan lagi anak kecil. Bahwa dengan datang bulan seorang perempuan berarti telah menjadi wanita dewasa seperti Mama dan tidak boleh sembarangan dekat lagi dengan laki- laki. Yola malu karena di antara mereka bertiga, dia, Yuri dan Friska, dia lebih dulu mengalami moment ini. Ini memalukan! Apa lagi si Hafiz sekarang juga melihatnya.

"Kau tunggukan aku sekejab di sini! Aku akan ambilkan jaket untuk tutupkan kau punya skirt," kata Hafiz setelah mereka sampai di depan toilet.

"Nggak perlu. Kamu ambilkan jaketku saja di laci dan tasku bawa ke sini!" kata Yola.

Tadi sebelum berangkat sekolah, Mamah membawakannya pembalut untuk disimpan di dalam tas untuk jaga- jaga.

"Oke. Tunggu sekejab. Aku akan dapatkan kamu punya bag. Dalam sekejap aku akan balik kat sini," kata Hafiz.

Yola mengangguk. Dalam hatinya dia agak menyesal memperlakukan Hafiz dengan usil. Sebenarnya anak itu anak yang baik. Dan Yola juga bukan anak yang usil sebenarnya. Tapi kalau ingat beberapa bulan yang lalu Yola sempat menguping pembicaraan Mamanya dan Mamahnya Hafiz, Yola jadi benci dan ingin membuat Hafiz membencinya. Bagaimana tidak, waktu itu ...

*Flashback on*

"Kau Yolanda?" Wanita itu tertegun memandang Yola.

Tangan lembutnya langsung menyentuh dagu Yola, dan kemudian menyentuh halus kulit wajahnya.

Yola mengangguk.

"Elok sangat! Kau cantik sekali!"

Yola memandang Mamanya bingung.

"Yola, dia Makcik Zubaedah dari Malaysia. Makcik ini dengan keluarganya baru pindah ke Jakarta."

Orang yang disebut Makcik Zubaedah itu kemudian mengangguk membenarkan.

"Anaknya Makcik ini sebaya sama kamu. Dan rencananya bakal satu sekolah dengan kamu. Kalian pasti bisa berteman baik," kata Mama menjelaskan.

Yola hanya mengangguk.

"Iya, Ma. Tapi Yola balik ke kamar dulu ya, Ma? Tante, Yola ke kamar dulu, ya! Yola masih ada PR yang harus Yola dikerjakan," kata Yola.

Yola pun meninggalkan Mama dan tante- tante yang disebut Makcik itu. Terus terang saja, Yola agak risih dengan pandangan Makcik Zubaedah yang terlihat intens menatapnya. Bahkan tak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh rambut dan kulitnya. Padahal ini kan pertama kalinya mereka bertemu? Kenapa orang itu terlihat sok akrab padanya?

Pertanyaan Yola pun akhirnya terjawab. Mana kala Yola yang ingin mengambil minuman ke dapur, Yola tak sengaja mendengar percakapan Mamanya dan Makcik itu.

"Wah, Dik Ratih, saye tak menyangka kalau Yolanda telah bertumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, elok parasnya padahal dulu mase dia masih baby, kecil sangat, tapi comel. Sekarang dah pun besar. Saye jadi tak sabar nak kahwinkan Yola dengan putra saye. Dia mesti jadi menantu saye," kata Makcik Zubaedah.

Mama Ratih sepertinya tak begitu senang mendengar hal itu.

"Yola ... dia masih sangat kecil. Hanya tubuhnya saja yang besar. Dia juga manja dan kekanakan," kata Mamah berusaha menolak pernyataan dari Makcik Zubaedah dengan halus.

"Tak ape. Macam mana pun sikap dari calon menantu saye, kami boleh terima. Sesuai dengan ape- ape yang kita sepakati di masa lampau, Yolanda mesti jadi menantu saye begitu dia aqil baligh. Kami akan memperlakukan die dengan baik dan semestinye. Jadi tolong, jangan cuba ingkar janji pade kami," kata Makcik.

Sementara Yola yang mengintip dari balik pintu bingung dengan hal itu. Apa maksudnya? Apa artinya dia telah dijodohkan?

"Kami tidak akan ingkar janji," kata Mama meski terdengar tidak ikhlas. "Tapi Yola belum aqil baligh. Dia bahkan belum pernah haid. Jadi masih terlalu dini jika Puan Zubaedah membahas tentang pernikahan."

"Jangan panggil saye Puan. Panggil saya Kakak. Tak lama pun kita akan jadi besan. Kamu akan jadi mertua dari anak saye. Soal Yolanda, tak akan lama lagi dia akan aqil baligh juga. Saat dia telah mendapatkan haid pertamanya, jangan pernah sembunyikan dari kami, hmmm?"

Yola yang mendengar percakapan itu pun menjadi panas dingin tak menentu. Segera dia kembali ke kamarnya. Menikah? Apa dia akan dinikahkan di usianya yang masih sangat kecil? Tidak, tidak! Itu pasti tidak benar. Ya itu pasti salah.

*Flashback Off*

Yola ingin menanyakan hal itu pada Mama sebenarnya. Tapi melihat Mama sangat terintimidasi saat membicarakan hal itu dengan Makcik Zubaedah, membuat Yola mengurungkan niatnya untuk menanyakan langsung pada Mama apa maksud pembicaraan mereka dengan Makcik Zubaedah.

Di pertemuan mereka berikutnya, Yola diperkenalkan dengan putra Makcik Zubaedah. Dia Hafiz, si gendut yang Yola pikir itulah yang bakal menikah dengannya. Membuat Yola jadi benci dan selalu menjahili Hafiz agar anak itu mempunyai kesan buruk dan tak mau dijodohkan dengannya.

Dan hari ini pun sejak Yola tau apa yang dialaminya tadi pagi adalah menstruasi yang dimaksud oleh Makcik Zubaedah, membuat Yola jadi semakin ingin menekan Hafiz agar semakin tak menyukainya. Agar nantinya saat mereka benar- benar membicarakannya, Hafiz menolak. Sebab dari sikap Mama saat membicarakan hal itu dengan Makcik Zubaedah, Mama seperti tak punya daya untuk menolak. Jadi Yola pikir, mungkin kalau yang menolak Hafiz, pernikahan dini ini tidak akan pernah terjadi.

Tapi hari ini Hafiz menolongnya. Bagaimana ini? Apa Yola akan tega tetap menjahili si gendut itu?

***

"Akhirnya kau datang juga, Ilham. Bahkan datang lebih awal dari yang Mamah perkirakan. Kau tak sabar ke berjumpa dengan calon isteri kau?" goda Mamah Zubaedah pada Ilham.

"Ape maksud Mama? Ilham bertolak kemari nak bagi tahu Mamah kalau Ilham tak nak dikahwinkan dengan budak tu," jawab Ilham sesaat setelah dia sampai ke kediaman kelurganya di Jakarta.

"Mamah tak terima alasan ape pun Ilham. Kau mesti kahwinkan Yola. Mamah dah suka padanya semenjak Yola masih baby. Mama nak dia jadi menantu Mamah," kata Zubaedah.

"Haaah!? Mamah yang suke tapi nak paksa Ilham nak kahwinkan die? Kenapa tak Mamah saje yang berkahwin dengan budak tu?"

"Ilhaaam!! Mamah dah kate, tak de penolakan. Kau tak boleh lawankan Mamah!"

"Ilham tak nak lawankan Mamah, tapi Ilham tak nak kahwin. Ilham tak mahu orang nak cakap kalau Ilham ni pedofil. Ilham masih nak belajar. Ilham belum siap berkahwin, Mamah! apalagi dengan budak kecil tu," bantah Ilham.

"Takkan ade yang bercakap pasal tu pada kau. Kau dan Yola masih boleh sama- sama belajar. Korang berkahwin mase ni hanye untuk ikatan semata. Beberapa tahun lagi di mase kau kembali dari Berlin Yola dah dewasa dah tu. Mase itulah itulah kau dan dia mengarungi bahtera rumah tangga yang sebenarnya," kata Zubaedah lagi berusaha meyakinkan putranya.

"Kalau begitu maksud Mamah dan Papah, kenape tak kahwinkan Ilham dan dia di mase Ilham balik dari Berlin? Kenape mesti sekarang?"

"Kerana Mamah tak percaya pada waktu. Kalau kau tak berkahwin dengan Yola saat ni, di mase- mase yang akan datang, kau akan temukan gadis lain, Yola pun akan temukan lelaki lain. Mama tak nak punya menantu gadis lain untuk kau Ilham. Yola adalah yang terbaik!"

"Kalau begitu, kenape tak kahwinkan budak tu dengan Hafiz sahaja? Mereka akan tumbuh bersama- sama. Dia pun tetap akan jadi menantu Mamah," bantah Ilham.

Ilham semakin tak mengerti akan jalan pikiran keluarganya itu. Kenapa harus ada hal semacam ini dalam hidupnya?

"Kerana Atok juga mahu kau berkahwin dengan Yola. Hafiz belum cukup usia, Sayang! Dia belum aqil baligh. Dan kau Ilham, dengan Yola sudah sampai di mase tu. Jadi, kau dan dialah yang paling sesuai!"

Arggghhh!!! Ilham garuk- garuk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana cara meyakinkan Mamah? Dia benar- benar tak ingin menikah. Tapi kalau Atok juga berkeinginan dia harus menikah dengan anak itu, berarti itu memang sudah tak bisa diganggu gugat. Apa yang dikatakan Atok adalah absolute dan tak bisa diganggu gugat. Apabila Atok sudah berkeinginan A, maka apa yang terjadi harus A, tidak boleh yang lainnya.

"Dahlah tu, kau dah tak boleh mengelak lagi. Di masa depan kau berbaik hatilah pada Yolanda. Dia bakal jadi pendampingmu mengurus usaha kite. Kau dah tengok ke gambar calon isteri kau? Coba tengok kat sini! Cantik, kan?"

Mamah membuka galeri ponselnya dan menunjukkan foto- foto Yolanda. Ilham hanya meliriknya sekilas saja.

Helleeh, begitu pun dikate cantik. Sonia jauh lagi cantik. Lebih matang dan dewasa pula. Bukan macam budak tuh! gerutu Ilham dalam hati.

***

Pada sebuah malam yang telah ditentukan, kedua keluarga itu, keluarga Nirwan dan Gunawan pun dipertemukan.

"Yola, kemarilah!" panggil Papa Abimanyu.

Yola, gadis itu pun mendekat dengan malas. Sungguh dia sangat berat hati ikut bergabung di pertemuan ini. Dilihat dari perintah papa yang menyuruh para ART-nya untuk mendandaninya, Yola sudah mengerti maksud dari pertemuan ini. Dia sungguh ingin mengacaukannya saat ini, tapi Yolanda tidak berani pada Papa. Sekarang dia hanya berharap si gendut Hafiz itu yang akan menolaknya. Ya, si Ehsan gembul itu pasti akan menolaknya. Kecuali dia mau ditindas oleh Yola selama seumur hidupnya.

Yola mendekat ke meja makan yang kini dipenuhi oleh banyak orang di meja itu. Ada Hafiz dan kedua orang tuanya. Tapi eh, ada seorang lagi. Siapa dia? Lelaki itu terlihat tampan. Apa ini Abang yang dimaksud Hafiz?

Cih, si gendut ini! Dia benar- benar memanggil abangnya! umpat Yola dalam hati

Perlahan Yola menarik tempat duduk di samping Papanya.

"Semua anggota keluarga sudah lengkap, mari kita makan dulu!" kata Abimanyu mempersilahkan.

Makan malam itu diselingi obrolan- obrolan ringan antara keluarga Nirwan dan keluarga Gunawan.

"Ayah tak dapat datang. Tapi beliau berkate ape- ape yang menjadi perbincangan kite malam ini sayalah yang mewakilkan," kata Ismail ayah dari Hafiz begitu mereka selesai makan dan kini berbincang di ruang tamu.

"Tidak masalah. Saya bisa mengerti kesibukan beliau," kata Abimanyu berbasa basi. "Yang lebih penting, orang yang kita maksudkan untuk pertemuan malam ini keduanya ada di sini."

Matilah aku, pikir Yola. Hari ini sungguh- sungguh datang. Papa benar- benar ingin mengawinkan aku dengan si gendut ini, ratap Yola dalam hati, namun matanya melotot tajam pada Hafiz yang terlihat manja bergelayut pada abangnya.

"Ilham, bagaimana kabarmu?" tanya Abimanyu membuat Yola juga ikut memandang lelaki itu.

Pandangan mata mereka bertemu membuat Yolanda jadi salah tingkah.

"Alhamdulillah, saye sihat, Pakcik! Pak Cik dan Mak Cik, ape kabar?" jawab lelaki itu sopan.

"Kami juga sehat, Ilham. Alhamdulillah! Bagaimana dengan persiapan keberangkatanmu bulan depan ke Berlin?"

"Alhamdulillah, semua telah siap, Pak Cik. Atok telah mengatur segalanya," jawab Ilham lagi.

"Atokmu memang teliti dan siaga dalam segala hal," puji Abimanyu. "Tapi Ilham, di lain waktu kamu tak perlu panggil saya Pak Cik. Panggil saya Papa. Toh kamu bakal jadi menantu saya. Kamu sudah berkenalan dengan Yolanda? Ini anak saya. Bakal calon istri kamu. Kamu pasti telah mendengarnya dari Mamah dan Papah kamu."

Jeng!Jeng!Jeng!!

Yolanda sampai menganga mendengarnya, begitu pun Hafiz!

Ape? Dia nak jadi kakak Ipar aku? jerit Hafiz dalam hati.

Apa? Jadi bukan Hafiz yang mau dinikahkan denganku? jerit Yolanda juga dalam hati.

"Papa ...." gumam Yolanda agak sedikit keberatan namun Papanya tak menghiraukan.

"Bagaimana Ilham? Kamu menyetujuinya? Katakan sekarang agar hubungan keluarga kita jelas di masa depan! Jadi tak akan ada kesalahpahaman," kata Abimanyu.

Ilham menatap sejenak Yola, sebelum akhirnya dia berkata.

"Saya bersedia," jawabnya.

Abimanyu tersenyum lega dan kini berpaling pada putrinya.

"Yola, kamu tau kan Papa selalu menginginkan yang terbaik untukmu?" tanyanya pada Yola.

Yola mengangguk. Dia tau Papa akan menggiringnya dengan pertanyaan yang memojokkan sehingga ia akan berkata "iya".

"Kalau Papa bilang Papa ingin menikahkan kamu dengan Abang Ilham, kamu percaya kalau Papa hanya ingin yang terbaik untukmu?"

"Nggggg ... tapi ...." gumam Yola.

"Tapi apa?"

"Tapi Yola masih mau sekolah. Yola nggak mau punya anak," katanya polos.

Itu membuat kedua pasang orang tua itu senyum- senyum mendengar celoteh Yolanda.

"Papa mengerti apa yang kamu pikirkan. Ini tidak serumit yang ada di pikiranmu. Hanya menikah dengan Abang Ilham. Yola tetap bersekolah seperti biasa, dan Abang Ilham juga tak lama lagi akan ke Jerman untuk kuliah. Kalian akan sama- sama belajar. Jadi ini bukanlah seperti pernikahan Mama dan Papa, lebih tepatnya belum," kata Abimanyu berusaha meyakinkan.

Yola masih ragu menjawabnya dan dengan takut- takut menatap Ilham. Lelaki itu menatapnya tanpa eksperesi khusus. Ya, Ilham tau ini pernikahan bisnis atau sejenisnya, tapi yang jelas ini bukan pernikahan normal layaknya orang dewasa saling mengasihi. Dia tak marah pada gadis itu. Dia mengerti Yola pun pasti bingung. Karena itu wajahnya juga tak memperlihatkan ekspresi apa pun saat Yola menatapnya.

"Yola!" panggil papa lagi.

Yola tersentak dari pikiran- pikirannya.

"Kamu bersedia tidak, kalau Papa menikahkan kamu dengan Ilham sekarang?"

"Sekarang?"

Yola tambah galau.

"Maksud Papa bukan malam ini. Tapi dalam beberapa minggu ini."

"Nggg ...."

"Tak perlu dipaksa sekarang. Yola pasti masih bimbang, ye?" tanya Mak Cik Zubaedah.

Yola mengangguk. Sebenarnya dia tidak bimbang. Dia sangat yakin untuk menolak. Tapi papa ...

"Kami akan tunggu beberapa hari lagi. Tak mengapa. Jangan cemas, Anak Cantik! Abang Ilham ni adalah anak Mamah Zubaedah yang paling baik dan handsome pula, betul tak?" tanya Zubaedah pada Yola.

Yola mengangguk pelan.

"Dia akan perlakukan kau seperti adik. Kau tak punya abang, kan? Dia akan melindungi kau sama seperti melindungi Hafiz. Iya, kan?" tanya Zubaedah lagi pada Ilham.

Ilham mengangguk pasrah.

Ya benar, aku tak mestilah perlakukan ini budak macem isteri. Tapi dia bisa aku perlakukan macam adik sahaja. Tak apelah, berkahwin dengan budak ni. Apebile kelak masanya budak ni sedikit lebih dewasa dan paham pasal perkahwinan tak boleh dipaksa apabile tak cinte, aku nak ceraikan dia, begitu pikir Ilham.

"Seminggu cukup ke berpikir?" tanya Zubaedah pada Yola.

Yola mengangguk.

***

Jangan lupa suport berupa, like, komentar dan votenya ya ...

Obat Kontrasepsi

Hari berganti hari, batas waktu Yola untuk berpikir kini sudah hampir habis. Besok Yola pasti akan ditanyai lagi tentang jawabannya untuk dinikahkan dengan abangnya Hafiz. Yola semakin bingung. Tiap hari sejak saat itu dia lebih banyak melamun. Dia ingin menolak, tapi Yola tau Papa sangat bersikeras dengan keinginannya. Seumur hidup, Yola tak akan bisa membantah Papa. Papa otoriter walaupun juga sangat memanjakannya dalam hal memberikan semua apa yang diinginkannya.

"Yol, kita ke kantin, yuk!" Ajak Yuri.

"Kalian duluan aja, ya. Aku malas," tolak Yola masih meletakkan kepalanya di meja.

"Kamu kok akhir- akhir ini suka melamun? Kamu kenapa, Yol?" Tanya Friska.

Masih di posisi itu, Yola menggelengkan kepalanya.

"Nggak ada apa-apa. Aku cuma malas. Aku ngantuk," katanya.

"Emmm, ya udah. Kalau gitu aku dan Friska ke kantin dulu. Kamu mau nitip nggak?" Tanya Yuri.

Lagi- lagi Yola cuma menggeleng. Dia memejamkan matanya sepeninggal Yuri dan Friska. Ruangan kelas ini hanya ada dirinya seorang karena sekarang memang sedang jam istirahat. Semua anak- anak ada di luar kelas.

"Kamu sungguh nak berkahwin dengan Abang aku?"

Yola tersentak dan spontan membuka matanya. Hafiz kini berdiri di hadapannya.

"Aku nak tanya kau. Kau sungguh- sungguh mahu berkahwin dengan Abang aku?" tanya Hafiz mengulangi pertanyaannya.

Yola mengangkat kepalanya dan duduk dengan malas.

"Hafiz, kamu saja yang menikah denganku ya?" katanya tanpa beban.

Haaa? Hafiz terperanjat.

"A- ape yang kau kate? Aku, aku .... Aku tak nak ...."

Yola melihat wajah gembul yang bicara terbata- bata itu. Jelas saja Hafiz kaget. Itu pertama kalinya Yolanda memanggilnya dengan nama Hafiz tanpa nada olokan.

"Aku nggak mau menikah dengan abangmu. Aku nggak kenal dia. Masih lebih baik aku menikah dengan kamu saja, setidaknya aku sudah kenal. Kita juga bisa main dan belajar bareng nanti. Ya Hafiz? Kamu mau, ya? Ya? Ya?" Bujuk Yola.

Hafiz masih bengong terdiam dalam seribu bahasa.

"Hafiz ...."

Hafiz akhirnya tersadar dari lamunannya. Dalam hatinya dia merasa kalau Yola sebenarnya tidak benar- benar jahat. Hafiz sekarang kasihan melihat gadis itu merengek padanya.

"Yola ...." panggilnya.

"Hmmm ...." sahut Yola galau.

Yola sungguh merasa menikah dengan Hafiz jauh lebih baik daripada dengan Ilham. Dengan Hafiz dia bisa menjadikannya teman, tapi dengan Ilham? Orang dewasa itu .... Apa mungkin Ilham tak akan melakukan apa- apa padanya. Dia tak kenal lelaki itu. Kenapa Ilham langsung mau begitu saja menikah dengannya?

"Abang Ilham itu, adalah abangku yang paling best sedunia. Dia itu bukan orang jahat. Dia akan jaga dan lindungi engkau. Kau takkan menyesal berkahwin dengan Abang aku," kata Hafiz.

Eh, kok malah Hafiz mendukung Yola untuk menikah dengan Ilham ya? Bukannya tadi dia mendatangi Yola karena tak rela abang kesayangannya menikah dengan gadis tengil di depannya ini?

"Kau tak percaye pada apa yang aku kate?" tanya Hafiz lagi. "Kau hanya belum kenal lagi sama Abang aku. Kalau dah kenal, kau pasti suka dengan Abang Ilham."

Benarkah? Benarkah itu? Batin Yola bertanya- tanya.

***

Hingga akhirnya hari pernikahan itu datang juga. Yola menyetujuinya sejak Hafiz meyakinkannya. Baiklah, ini hanya ikatan saja.

Pernikahan itu hanya berupa akad saja. Tanpa pesta meriah dan tanpa terdaftar di catatan sipil. Usia Yola yang masih dibawah umur tentu yang menjadi sebab alasan dari semua hal yang tak bisa dilakukan itu.

"Yola, kau sungguh- sungguh mahu melangsungkan perkawinan ini?" tanya Ilham sesaat sebelum acara ijab qobul dimulai.

Yola menarik napas berat.

"Ya," jawabnya.

Ilham merapikan sedikit anak rambut Yola yang sedikit keluar dari tatanan rambut gadis itu.

"Baiklah, kalau begitu mulai sekarang kau akan jadi adik aku. Kau mesti panggil aku Abang persis seperti Hafiz memanggilku. Kau paham tak?"

Yola mengangguk. Adik? Sepertinya ini lebih dari harapan Yola. Dianggap adik tentu itu adalah hal yang baik.

Kemudian persis seperti apa yang telah dipersiapkan oleh keluarga mereka, akad nikah itu pun tanpa bisa terelakkan akhirnya terucap juga.

Tak ada yang membahagiakan bagi dua sejoli itu. Keduanya speechless akan pernikahan tak diharapkan ini. Tak seperti pernikahan pada umumnya, usai akad nikah Yola malah terlihat asyik berdua dengan Hafiz membahas pelajaran sekolah mereka. Sementara Ilham asyik berbincang dengan Abimanyu dan atoknya yang turut hadir di majlis perkawinan kecil- kecilan itu.

"Atok akan hadiahkan kau dan Yolanda rumah di daerah semenanjung sebagai hadiah perkahwinan kau dan Yolanda," kaya Atok Yahya

"Terima kasih Atok, tapi rumah itu takkan ada yang menduduki nanti. Atok tahu sendiri bahwasanya tak lama Ilham akan bertolak ke Berlin," kata Ilham. "Yolanda tak mungkin juga duduk di sana sendiri sahaja."

"Tak mengape. Bila- bila kau nak cuti dan balik dari Berlin atau Yolanda nak cuti jua dan nak ke Malaysia melancong, bisa pulang ke rumah tu. Dan bila mase Yolanda dah cukup usia boleh dah tu rumah untuk kalian duduki bersama anak cicit Atok."

Mendengar hal itu Ilham pun menjadi risih dan tak enak hati.

"Ah, hahaha .... Masih terlalu awal cakap pasal tu Atok. Masih lama sangat pasal tu pabila terjadi."

"Lama pun pasti akan terjadi jua, Ilham. Atok tahu Yolanda masih budak kecik. Tapi bukan berarti Atok tak menginginkan mase dimana kau dan Yolanda sungguh- sungguh membina bahtera rumah tangga seperti orang lain. Itu hanya problem waktu sahaja," kata Atok. "Jadi kau berbaik- baiklah dengan Yolanda. Jangan pernah kau sakiti hati dia."

Ilham menghela napas mendengar wejangan Atoknya.

"Baiklah, Atok," jawabnya pasrah.

"Cakap pasal rumah, boleh juga kita ajak Yolanda ke Malaysia barang seminggu sebelum Ilham berangkat ke Berlin. Kita semua boleh bermalam di sana," kata Mamah Zubaedah memberi ide.

"Wahh! Pemikiran Mamah memanglah best sangat kalau cakap pasal melancong!" sahut suaminya.

"Memanglah .... Siapa- siapa tak suka melancong? Semua orang pasti suka!" jawab Mama Zubaidah yang diiringi tawa kekeh orang- orang di sana.

***

"Sayang, kau harus minum obat ini tepat waktu setiap harinya di jam yang sama. Yola, minumlah di sore hari. Pokoknya jangan sampai terlupa. Dan ... Dan, Yola kalau Abang Ilham mengajak Yola untuk tinggal dalam kamar yang sama cuma berdua. Yola jangan mau, ya. Pokoknya Yola harus kasih alasan apa pun, Okey?"

Yola melongo melihat beberapa pil yang masih terbungkus ada di tangannya.

"Ini obat apa, Ma? Yola kan nggak sakit?" tanya Yola penasaran dan mengabaikan nasehat Mamanya yang lain.

Hmmm .... Bagaimana aku akan menjelaskannya? pikir Mama Ratih.

Wanita itu sangat mencemaskan putrinya yang akan dibawa berlibur ke Malaysia oleh suami dan mertuanya selama 3 hari. Terlebih-lebih dirinya tidak boleh ikut untuk mendampingi putri kecilnya itu. Alasan mereka agar Yola terbiasa dengan keluarga suaminya. Mereka khawatir kehadiran Mamanya akan membuat Yola tidak bisa beradaptasi maksimal dengan keluarga mereka.

"Itu hanya suplemen, Sayang. Agar kamu nggak sakit di negeri orang," jawab Mama Ratih beralasan.

"Suplemen? Memang harus tepat waktu ya minumnya, Ma? Kok kayak minum obat?" Protes Yola bingung.

"Udah deh nurut aja sama Mama. Pokoknya kamu dengar. Jangan terlalu dekat- dekat sama Abang Ilham! Apalagi berdua aja Yola paham?"

Yola mengangguk meski bingung. Dia tak mengerti kekhawatiran mamanya melepaskan putri semata wayangnya sendiri untuk dibawa beberapa hari. Mama Ratih tak bisa percaya begitu saja pada Ilham. Lelaki itu sudah dewasa, sementara putrinya di matanya masih sangat kecil meskipun memiliki tubuh tinggi semampai melebih tinggi badan teman- teman sebayanya. Ditambah Yolanda memiliki paras yang lumayan cantik, siapa yang tau apa yang akan dipikirkan dan yang akan dilakukan menantunya itu nanti? Oleh sebab itu ia membekali Yola dengan pil kontrasepsi.

Mengingat itu membuat Mama Ratih semakin memeluk putrinya erat- erat.

Yolaku yang malang!!! Ratapnya dalam hati.

Dan adegan dramatis itu pun berlanjut saat Mama Ratih mengantarnya ke bandara dan menyerahkannya pada Mama Zubaidah dan Hafiz yang juga ikut berlibur ke sana.

"Astaga Mama! Yola cuma 3 hari di sana," kata Yola merasa tak enak hati pada Hafiz dan mertuanya itu.

"Tiga hari juga lama, Sayang. Mama nggak pernah pisah selama itu dari Yola," rengek Mama Ratih.

"Aihh, Dik Ratih. Kami pasti jagakan Yola. Usah khawatir. Selang beberapa hari. Kami akan antar pulang Yola dengan selamat," kata Mama Zubaidah.

Mama Ratih mengangguk pasrah. Namun lagi- lagi dia berbisik mengingatkan putrinya itu.

"Ingat pesan Mama. Pilnya diminum, dan jangan dekat- dekat sama Abang Ilham," katanya.

"Iya, iya. Udah tau! Mamah bawel deh. Udah ngomong berapa kali juga," jawab Yola sebal.

Usai mengantar Yola, Ratih dan Abimanyu kembali ke mobil untuk pulang.

"Mama ini apa tidak terlalu berlebihan membekali Yola pil KB segala. Percaya pada Papa, Ilham nggak akan ngapa-ngapain Yola, Ma!"

"Siapa yang tau hati orang. Mama nggak percaya sama lelaki! Papa sudah mengawinkan Yola di usia yang sangat dini sekali. 12 tahun, Pa! 12 tahun! Dia sudah menikah diusia semuda itu, dan Mama tak akan membiarkan dia hamil dan punya anak di usia sekecil itu. Titik!!"

Abimanyu yang mendengar hal itu menjadi geleng- geleng kepala. Aihhh, ya sudahlah!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!