NovelToon NovelToon

Kamu Diantara Kita

Saat Semua Mengenalmu

Aku menulis kisah ini dari sudut pandang penulis, meskipun aku adalah pelaku utama dalam kisah ini. Namun aku telah mendengar keseluruhan kisahnya dari para anggota Dreamers yang lain.

Bagaimana keegoisanku telah menghancurkan persahabatan yang telah kami bangun dari nol. Ketika kami saling berjanji bahwa persahabatan inilah yang akan mengobati luka di hati kami masing-masing. Namun aku malah mengakhiri kisah kami dengan sebaliknya.

Aku menorehkan luka baru yang mengukir sedikit serpihan diantara kami. Serpihan kecil itu terus membesar dan menjadi bom waktu tersendiri yang akan menyakiti aku dan juga orang-orang di sekitarku.

Inilah kisahku, yang kelak akan ku ceritakan kepadamu. Di dalam kisah ini nanti, aku akan dikenal sebagai Jaryan.

......****************......

16 Juni 2016

"Hazelnut!!! Hazelnut!!!"

Gema suara itu bak musik yang selalu menggetarkan telinga seorang gadis manis dengan untaian rambut pirang panjangnya yang selalu ia biarkan terurai di terpa angin.

"Berisik!!" teriaknya kepada pemuda yang sedari tadi meneriaki namanya dengan tambahan embel-embel yang ia buat.

"Hei bocil!! Kalau gak mau ikat rambut jangan berdiri di balkon. Untung gue gak jantungan karena ngira lo setan." teriaknya dari arah halaman.

"Kalian ini, pagi-pagi udah berisik aja." ujar seorang wanita cantik yang menyapanya begitu ramah.

"Pagi, Tante. Eh..." godanya dengan wajah yang bersemu merah.

Ibarat mentari yang menyapa pagi, senyumnya merekah secerah suasana hatinya ketika melihat siluet yang muncul tepat di hadapannya saat ini.

"Hazelnut kecil, kayak kacang. Aduduh... udah SMU juga, masih aja kecil badan lo." ledeknya sembari mengacak-acak rambut gadis yang selalu diledekinya sejak pagi.

Tak lupa, ia juga menyapa ibunda dari gadis itu, dengan mencium tangannya dengan sangat sopan. Ibarat seseorang yang tengah memohon restu.

"Aku izin mau antar anak bawang ke sekolah dulu ya Tan."

"Berangkatnya naik motor?" tanya sang ibunda yang sebenarnya lebih cocok untuk dipanggil kakak, ketimbang tante karena perawakannya yang awet muda.

"SMU kita kan lebih jauh tante, masa nge-goes lagi? Bisa gede betisnya pas nyampe sekolah. Si Kacang polong mana mau bantu." sindirnya yang langsung dibalas tatapan mematikan oleh sang gadis.

"Inget, nama gue Hazel Vinicya Quincy, panggilannya Nicya (Nicia)  bukan Hazel, juga Hazelnut, apalagi kacang polong." sewotnya sambil menunjukkan badge namanya kepada sang pemuda.

"Emangnya Hazel nama apa? Nama kacang kan? Kacang polong sejenis apa? Kacang juga kan? Jadi ya sama aja." ledeknya sambil memasangkan helm lucu dengan tambahan telinga kelinci yang dipesannya khusus untuk Nicya

.

"Mama, Jery tuh..." rengek Nicya yang hanya membuat sang ibunda geleng-geleng kepala.

"Kalian itu ya? Udah samaan dari kecil, masih aja sering berantem. Udah berangkat sana."

"Pamit ya Tan..."

"Aku pamit" Nicya semakin memajukan bibirnya lantaran di dorong oleh sang ibu untuk naik ke boncengan motor milik Jery. Mereka pun berangkat dengan menggunakan motor sport kesayangan Jery, si 'Pangeran Kesiangan'.

Ini adalah hari pertama si Tuan putri duduk di bangku SMA yang sama dengannya. Usia mereka yang terpaut satu tahun, membuatnya harus menekan sedikit demi sedikit perasaan rindunya di tahun lalu.

Meskipun sebenarnya mereka selalu bertemu setiap pulang sekolah. Tapi tetap saja, sekalipun itu hanya satu jam, jika ia harus menghabiskan hari tanpa menatap gadis itu. Ia merasa seolah hidupnya telah terbuang sia-sia.

"Nanti gue anter sampai ke depan kelas lo. Hari pertama orientasi pasti banyak yang jahil." Nicya hanya mengangguk pasrah.

Ia tahu jika berada di luar lingkungan rumahnya, maka Jery akan berubah menjadi sangat protective dan sulit untuk dibantah. Ia tak ingin membuat keributan di sekolah barunya, jadi alangkah lebih baik baginya untuk tetap diam dan mengikuti semua skenario yang dirancang Jery untuknya.

"Ini kelas XA. Kelas gue XI.1 IPA, ada di ujung koridor. Kalau ada yang iseng tinggal lo teriakin nama gue, Oke." lagi-lagi ia menyelesaikannya dengan mengacak rambut pirang milik Nicya. Meski kini tak seintens sebelumnya.

Mau bagaimanapun ini adalah hari pertamanya sekolah, jadi ia masih berbelas kasih untuk tetap membiarkan Nicya terlihat lebih rapih dari biasanya.

"Hp lo jangan sampai jauh-jauh dari lo. Kalau ada apa-apa panggil gue." Nicya mengangguk paham, meski masih membuat Jery terlihat sangat ragu untuk meninggalkannya seorang diri di kelas barunya.

Namun bel masuk sudah berbunyi. Dan ia harus kembali kepada sandiwaranya sebagai seorang ketua OSIS. Tak ada yang boleh tahu identitas aslinya, karena ia sudah menyusun begitu banyak rencana untuk mengerjai adik-adik kelas barunya.

"Udah siap bro?" sapa Juan yang selalu menghampirinya lebih dulu.

Juan dan Jery adalah duet cowok terkeren seantero sekolah yang nyaris tak pernah terpisahkan. Duo idol yang juga saling bersaing untuk naik podium. Jika Jery terkenal akan dirinya yang pintar dan serba bisa, maka keahlian Juan hanyalah dalam bidang Matematika. Mereka ibarat dua sendal yang saling melengkapi. Namun juga sulit untuk di dekati.

"Kayaknya bakal banyak yang patah hati tuh, gara-gara liatin lo berangkat bareng cewek tadi pagi. Mana anak baru lagi." Juan mengamati sekelilingnya, dimana ada begitu banyak mulut yang membicarakan Jery, sang belahan jiwanya.

"Oh ya?" tanggap Jery acuh.

"Siapa sih do'i? Someone special?" tanya Juan penasaran.

"Dia?" ia menunjuk Nicya dengan sudut matanya. Menatap ke arah leretan siswa baru yang tengah berbaris di lapangan, dengan Nicya si mungil yang memilih maju untuk menjadi ketua barisan.

"Masih keren aja tuh anak. Anggota Paski lo dia. Heran aja gue, kulitnya kok masih putih banget gitu? Latihan gerak jalannya sambil megangin pakai payung kali ya dia." ledeknya dengan seutas senyuman manis yang nyaris tak pernah ia munculkan di hadapan kawan-kawannya.

"Lo senyum bro? Suka lo sama dia?" sela Marvin sang ketua geng yang muncul entah dari mana.

"Itu dia, si kacang polong." jawabnya santai, seolah seluruh temannya juga mengenal si kacang dengan sangat baik. Padahal dari semua anggota 'Dreamers' hanya Khaizanlah yang pernah mendengarnya berbicara di telpon dengan seorang bernama 'Kacang Polong'.

"Kacang polong yang lo ketekin dari zaman masih orok?" tanya Ren penasaran, dan hanya dianggukinya sekilas.

Setidaknya mereka sudah hafal dengan buah bibir si aneh 'Jery' perihal seseorang  yang selalu ia 'Treat like a Queen' selama tujuh belas tahun kehidupannya.

"Priiit....Priiiiittttt!!!" Juan memecah kerumunan dengan suara tiupan pluit yang sangat memekakkan telinga sembari berdiri diantara para siswa baru.

"Cantik." Hanya khaizan yang masih mematung dan terpana dengan keindahan paras si gadis yang membuatnya sejenak melupakan dunia.

"Kak Khaizan!!" teriak Clarissa yang berada tepat di samping telinganya.

"Dasar lo! Udah telat masih aja leha-leha. Ngapain masih berdiri disini? Baris sana!" jitaknya kepada sang adik kesayangan yang juga memasuki tahun pertamanya bersama dengan Nicya.

Mungkin jika ia sadar barang sejenak. Untuk detik itu saja, Clarissa bisa jadi adalah senjata andalannya untuk mendekati Nicya, sang dambaan hatinya. Apalagi karena mereka berada di kelas yang sama, dan Clarissa juga adalah tipe anak yang gampang akrab dengan seorang yang baru.

"Baris sana! Udah di bilang di sekolah jangan sok kenal juga." gerutunya kesal sambil mendorong sang adik untuk ikut masuk ke dalam barisan bersama para siswa baru.

"Jadi, mereka itu 'Dreamers'?" tanya seorang gadis manis dengan nama Naira, yang terukir di badge name seragamnya.

Seorang gadis berambut gelap panjang, yang ia kepang dua. Ia nampak seperti pemalu namun tetap memilih untuk berdiri di barisan paling depan, tepat diantara Clarissa dan juga Nicya sebagai Ketua Barisan.

"Iya, 'Dreamers' perkumpulan cowok-cowok paling ganteng seantero sekolah." ujarnya penuh rasa bangga.

"Jadi ketuanya itu Kak Marvin, si ganteng." Clarissa menunjuk ke arah Marvin yang masih sibuk mengatur barisan.

"Betewe, Kak Marvin itu pinter banget lho main gitarnya. dia juga juara dari kontes kepemimpinan tingkat nasional tahun lalu. Pernah jadi Ketua OSIS juga." sambung Clarissa kepada Nicya dan Naira tanpa diminta.

"Member lainnya itu, si duo ganteng 'Double J'. Namanya itu Kak Jery dan kak Juan. Kak Jery yang lagi makan lollipop di samping tiang bendera." Ia menunjuk ke arah posisi Jery berada.

"Dia itu terkenal serba bisa, paling pinter juga diantara yang lain. Selalu dapat ranking satu, dan selalu jadi pemenang kontes cerdas cermat antar sekolah, sejak dia masih SD malahan. Kapten Tim Basket lagi. Idola banget kan?" mata Clarissa nampak sangat berbinar, seolah ia adalah penggemar berat dari para anggota Dreamers.

"Kalau Kak Juan itu yang dari tadi niupin peluit, si Ketua Acara. Ka Juan itu pinternya soal hitung-hitungan Dia perwakilan sekolah untuk lomba olimpiade matematika tingkat nasional. Pinter banget kan?" Naira mengangguk mengiyakan. Sorot matanya juga seakan menunjukkan betapa antusiasnya ia dengan cerita Clarissa.

"Terus ada Kak Ren atau Narendra yang dari tadi mojok sambil cek perlengkapan. Dia itu terkenal banget jago melukis. Tapi sayang, anaknya itu pendiam banget."

"Terakhir ada Kak Khaizan, yang dari tadi merhatiin lo Cya." Cya hanya diam tak menanggapi.

"Dia terkenal karena jadi pentolan band sekolah. Suaranya bagus, dia juga model lho di sekolah kita. Dia ikon sekolah kita."

Sedari tadi, hanya Naira yang nampak tertarik dengan semua topik pembahasan Clarissa. Apalagi ketika ia tengah membanggakan Ren yang tak lain adalah kakaknya sendiri.

Sementara Nicya, ia  nampak sangat tak acuh. Apalagi ketika ia mendengar begitu banyak perempuan di sekolah itu yang memuji Jery di telinganya.

Jery gantenglah, Jery inilah, Jery itu lah. Ia merasa mual sendiri dengan semua pujian yang mereka lontarkan untuk si aneh, 'Jery' yang ia ketahui tingkahnya sangat absurd. Berbeda dari yang lainnya, ia malah menatap remeh ke arah Jery yang langsung dibalas pelototan tajam dari sang empu.

"Oh ya, mereka semua itu ada di kelas dua, kecuali Kak Marvin yang udah kelas tiga. Dan Khaizan itu kakak gue. By the Way, I think Khaizan likes you Cya." celetuk Clarissa yang langsung mendapat sorakan dari barisan para siswa siswi peserta orientasi, tak terkecuali dari pihak OSIS.

Bagaimana tidak, suaranya cukup cempreng untuk bisa di dengar oleh seisi sekolah. Apalagi karena barisan mereka berada di paling depan. Tatapan mata dari para penghuni sekolah pun langsung terarah kepada pasangan yang tengah di bicarakan oleh Clarissa. 'Si Cantik', Nicya dan 'si keren' Khaizan.

Mereka seketika berubah menjadi Queen and King Masa Orientasi hanya dalam sekejap mata. Beragam macam isu tentang kedekatan keduanya mulai menyebar seantero sekolah, ibarat kobaran api yang menyambar tumpukan kertas.

"Apaan sih? Orang gak kenal juga." sewot Nicya untuk kesekian kalinya pada hari ini. Sementara Jery? Sangat bisa ditebak bukan, betapa sewotnya si aneh itu sekarang.

Kesalahpahaman

Acara perkenalan pagi itu berakhir dengan sebuah tugas iseng yang diberikan oleh para anggota OSIS.

Temukan siapa saja perangkat OSIS terpilih

Kumpulkan tanda tangan sekaligus foto selfie dari 34 orang anggota OSIS

Terdengar simpel, tapi hanya Dreamers lah yang berdiri di barisan depan dan mengenakan almamater saat itu. Sementara anggota OSIS lainnya, membaur bersama para peserta orientasi, dengan dandanan yang serupa dengan mereka.

Sangat sulit untuk ditebak, tapi Dreamers memang tak bisa ikut bersandiwara. Karena notabene nya mereka adalah model yang dipakai sekolah untuk foto group di spanduk penerimaan.

Mereka justru telah menjadi idol diantara para siswa baru bahkan sejak sebelum mereka mendaftar di SMU Sinar Prestasi.

"Hai, mau aku bantu gak?" Khaizan menghampiri Nicya yang tengah kebingungan mencari keberadaan Jery di antara luasnya gedung sekolah.

"Gak usah, nanti juga nemu sendiri." jawabnya ketus.

"Susah lho nyari 34 orang yang gak kita kenal siapa." bujuknya tak mau kalah.

"Memangnya kakak tahu aku lagi nyari siapa?" Nicya menghentikan langkahnya, hingga membuat Khaizan ikut berhenti.

"Siapa lagi? Tugas yang tadi kan?" ujar Khaizan dengan penuh percaya diri.

"Sotoy. Sok tahu lo kak!" ketus Nicya lebih dingin dari sebelumnya.

"Lah terus?"

"Aku mau cari Bang Jery. Kemana sih tuh anak? Katanya gak mau jauh-jauh, ini malah gak kelihatan dari tadi." Khaizan nampak sumringah dengan alasan yang diucapkan Nicya.

Awalnya ia sempat takut. Karena mau bagaimanapun Cya sudah begitu dekat dengan Jaryan sejak mereka masih kecil. Apalagi karena Jaryan lah yang selalu menjaganya hampir 24 jam dalam sehari.

Ia khawatir jika Jery mungkin adalah cinta pertama dari gadis itu, dan mereka memiliki hubungan yang lebih dari sekedar teman masa kecil.

Ketakutannya itu terjadi karena ia berfikir bahwa perjuangan untuk mengalahkan cinta pertama takkan semudah memperjuangkan orang yang baru kita kenal. Karena kenangan dari cinta pertama itu bisa saja melekat begitu erat, hingga sangat sulit untuk bisa dilepaskan.

"Bang Jery?" tanya Khaizan sekali lagi untuk memastikan.

"Udah ah, mending cari sendiri." Nicya nampak sewot dan melanjutkan kembali perjalanannya untuk mencari si Pangeran Kesiangan.

Di tengah perjalanan, di dekat lapangan olah raga yang berada di bagian belakang sekolah ada seseorang yang memeluknya dari arah belakang. Tempat itu cukup sepi dan jarang ada anak-anak yang bermain maupun nongkrong di dekat sana. Kecuali pada saat jam pelajaran olahraga.

"Diam, jangan bergerak." ujar seorang yang terdengar asing. Dari suaranya, ia adalah seorang laki-laki. Tapi siapa dia, Nicya tak begitu yakin. Meskipun ia masih menuruti kemauan dari lelaki tersebut, dan mengangkat tangannya ke atas seolah tengah di todong.

"Kamu lagi halangan ya?" bisiknya hingga membuat wajah Nicya memerah.

Justru itu adalah salah satu alasannya kenapa sibuk mencari Jery sedari tadi. Ia melupakan tanggal bulanannya, dan melakukan kesalahan terbesar dengan tidak membawa senjata cadangannya hari itu.

Sebenarnya pemuda itu hanya ingin menolong. Ia bukan sepenuhnya memeluk, ia hanya mengikatkan jaket baseball miliknya di sekitar pinggang hazel. Ia berniat ingin membantu, sebelum ada anak-anak lain yang menyadarinya dan membuatnya malu.

"Sorry, gue cuma mau bantu." pemuda itu tertegun melihat Nicya yang terdiam dengan wajah yang memerah.

"Jishan!" teriak seseorang beratribut sama yang meneriakinya dari arah belakang.

Sebuah topi kerucut yang terbuat dari jerami, serta jas hujan buatan yang dibuat dari bahan kertas marmar mengkilap. Serta papan nama dari karton yang hanya berisikan nama panggung alias nama samaran.

Setidaknya para lelaki harus mengenakan itu sebagai atribut orientasi mereka. Sementara siswi perempuan diminta mengenakan topi yang sama dengan baju yang terbuat dari karung goni dengan design crop top ala kpop idol.

"Caelen... lo disini?" tegur Jishan. Ia menggeser tubuhnya ke depan Nicya untuk melindunginya dari Caelen dan segenap rasa penasarannya.

"Ikut aku." Disaat bersamaan Jery muncul dengan sebuah totebag berwarna merah muda yang berada di genggamannya. Ia menarik Nicya dari belakang tubuh Jishan tanpa sepatah pun kata permisi.

"Siapa dia?" Jishan tak menjawab. Matanya masih terpaku pada gadis manis yang baru saja berlalu dari sisinya.

"Eits, tunggu sebentar!" Caelen menyadari sesuatu.

"Kalau gue gak salah, dia Queenbe baru yang tadi pagi kan?" Jishan mengangguk dengan sebuah senyuman manis yang sangat sulit untuk diartikan. Sebuah senyuman yang tak pernah di lihat Caelen selama ia mengenalnya.

"Ayo balik, sebentar lagi waktu istirahatnya selesai kan? Nanti gue anter lo ke markasnya model sekolah." ajak Jishan kepada Caelen. Ia nampak seperti memiliki sebuah ide brilian untuk bisa mendekati Nicya.

...----------------...

"Makasih.." ujar Nicya dengan bibir yang dibuat manyun mirip seperti tokoh kartun Donald Duck pada serial Disney.

"Aku nyari abang tadi kemana-mana." rengeknya dengan suara sedikit serak, karena habis menangis.

Jaryan membelai lembut kepala gadis itu dan meraihnya masuk ke dalam dekapannya. Ia hafal betul jika Nicya sampai memanggilnya dengan sebutan 'abang' pasti dirinya sedang tidak baik-baik saja.

"Aku dititipin ini sama Mama kamu tadi pagi. Katanya period kamu harusnya hari ini, dan kamu pasti lupa. Ternyata bener kan?" celotehnya setelah mengurai pelukan mereka.

"Kenapa gak kasih dari tadi? Udah keburu malu tau." Mata Nicya kembali berlinang.

Jaryan mereka ulang adegan terakhir saat ia menemukan keberadaan Nicya di area belakang sekolah. Ia bersama seorang pemuda ketika ia menemukannya. Jaket yang dipegang oleh Nicya saat ini juga terlihat sangat asing untuknya. Ia yakin pasti ada sesuatu yang telah terjadi sebelum dirinya muncul diantara mereka.

"Dia apain kamu?" Jaryan menyentak jaket yang berada dalam genggaman Nicya dengan kasar.

"Dia bantu aku. Dia kasih aku jaket ini, biar aku gak malu." jelas Nicya gelagapan.

Ia paham betul sifat Jaryan. Ia pasti tengah berburuk sangka kepada pemuda yang sudah menolongnya tadi. Ia harus menjelaskannya kepada Jaryan, namun pemuda sudah terlanjut tersulut emosi.

Jaryan berlalu meninggalkannya dengan langkah yang begitu cepat, hingga sulit untuk bisa ia kejar. Jaryan mencari keberadaan malaikat penolongnya itu ke seluruh penjuru sekolah. Entah hal buruk apa yang akan terjadi nanti begitu ia berhasil menemukan pemuda itu.

Nicya masih terus berusaha mengejar. Namun dengan totebag yang tengah ia kenakan, membuatnya sedikit kesulitan untuk bisa berlari kencang.

"Sini lo!" Jaryan akhirnya menemukan keberadaan pemuda itu setelah mengitari seluruh area sekolah. Ia berada di tengah kerumunan para siswa baru yang sedang dikumpulkan oleh Khaizan dan Juan di tengah lapangan.

Tanpa lagi peduli dengan reaksi orang di sekelilingnya. Ia menarik kasar kerah baju pemuda itu ke tengah lapangan dan melemparnya ke sembarang arah. Hingga membuat pemuda itu jatuh tersungkur dan melukai tangannya.

"Awhhh... ada masalah apa sih lo sama gue Bang?" Bentak Jishan tak terima.

"Ingat, lo anggota OSIS. Gak seharusnya lo kasar sama adek kelas lo kayak gini!" Jishan pun bangkit dan menantang balik Jaryan dengan tatapan yang tak kalah tajam.

"Udah, Bang. Cukup!" Nicya melemparkan tasnya ke sembarang arah, lalu berdiri di tengah-tengah mereka berusaha untuk melerai.

Para peserta orientasi yang lain pun ikut berkumpul ke tengah lapangan untuk menonton pertikaian diantara mereka.

Untung, Khaizan bisa berfikir cepat dan langsung mendinginkan suasana. Khaizan meraih atensi seluruh orang dengan membunyikan suara sirine peringatan yang berasal dari toa yang sedari tadi berada di dalam genggamannya.

"Action Time..." teriaknya super heboh yang langsung diikuti oleh Marvin, Juan, juga Ren.

Sesungguhnya mereka tahu bahwa Jaryan benar-benar tersulut emosi, namun mereka harus menjaga citra OSIS di hadapan para peserta orientasi, terutama Jaryan. Karena status yang disandangnya sebagai Ketua OSIS.

Mereka pun mulai membagi tugas tanpa aba-aba. Juan secara spontan maju untuk menarik keduanya masuk ke dalam ruangan OSIS, bersama dengan Nicya. Ia merangkul keduanya seolah tak pernah ada masalah diantara keduanya. Dan meminta kepada Nicya untuk bisa mengikutinya.

Sedangkan Ren dan Marvin bertugas untuk memberikan games kepada para peserta orientasi lain, sementara Khaizan memandu acara diantara mereka.

"Jadi guys, kedua teman kalian tadi sudah terpilih menjadi kandidat King and Queen masa orientasi. Jadi akan ada sedikit kejutan serta tantangan yang harus mereka lalui, bersama beberapa peserta lain."

"Kandidat akan dipilih dengan beberapa pertimbangan dan akan diumumkan secara random sama seperti tadi. Jadi kalian harus bersiap untuk bisa mendapatkan kejutan seperti tadi." ujar Khaizan memecah suasana.

Ia pun berlari ke arah ruangan OSIS, setelah turun dari pentas acara. Juan takkan bisa menangani Jaryan sendirian. Sementara Caelen, ia masih memilih untuk bersikap tenang karena merasa tidak ada yang aneh dengan semua drama yang terjadi diantara para anggota OSIS dan juga sahabatnya.

Kemesraan Jishan dan Nicya

"Lo apain dia bangsat!" Jaryan mencengkeram erat kerah kemeja Jishan dan menyudutkannya ke dinding di sudut ruangan.

"Hai, cantik. Aku memangnya ngelakuin apa?" godanya kepada Nicya yang berada di ambang pintu. Ia nampak seolah tak terintimidasi sama sekali dengan gertakan Jery padanya.

"Jer, tahan." Khaizan berusaha keras untuk melepaskan cengkeraman Jery pada Jishan, namun genggamannya begitu kuat.

Nicya adalah kelemahan terbesar yang dimiliki Jaryan. Padahal ia hanya melihat Nicya tertunduk lesu, tapi reaksinya sudah se-berlebihan ini. Bagaimana jika ia harus melihat air mata Nicya menetea. Bisa jadi, Jishan sudah tidak bernafas saat ini bukan?

"JER, LO TENANG, KASIH TAHU GUE ADA APA?" bentak Juan yang berhasil melepaskan cengkeraman Jaryan hanya dalam sekali sentakan.

"Keparat ini udah bikin Nicya malu, GUE GAK TERIMA?" ujarnya masih terbawa emosi.

Untung Marvin dan Ren datang di waktu yang tepat. Mereka berusaha menahan tubuh Jaryan meskipun membuat mereka kewalahan.

"Aku, aku..." Nicya berusaha untuk mengutarakan alasannya kenapa ia bisa terlihat begitu lesu di depan Jaryan tadi. Namun jika ia menceritakan segalanya dengan begitu detail, maka sama saja ia mempermalukan dirinya di hadapan kelima sejoli itu. Namun jika ia diam, maka Jishan yang tidak bersalah akan menjadi bulan-bulanan Jaryan dan keempat kawannya.

"Aku...." ujarnya lagi gagap, tanpa sanggup untuk melanjutkan kalimat selanjutnya.

"Gue gak sengaja numpahin minuman ke roknya dia." sela Jishan menyela perkataan Nicya.

Sepertinya ia tahu bahwa gadis itu merasa bersalah kepadanya. Namun sebuah kejujuran yang begitu berharga itu bisa saja ikut menghancurkan harga dirinya. Jishan tak ingin gadis itu melakukan hal tersebut.

Ia sudah terlanjur jatuh hati kepadanya, sejak pandangan pertama. Tatapan matanya yang teduh, serta tutur katanya yang lembut seakan telah menyihirnya untuk bisa terus membelanya sampai akhir.

Bahkan ia rela jika dirinyalah yang harus menjadi kambing hitam di hadapan kelima kakak seniornya yang sudah siap untuk menerkam ini.

"Gue kesandung, dan minuman itu tumpah di roknya dia. Sorry, siapa nama lo?" Ia benar-benar terlihat seperti seorang player saat ini. Bisa-bisanya ia masih sempat menanyakan nama di saat genting seperti itu.

"Aku Nicya." jawab gadis manis itu dengan gugup.

"Oke Cya. Gue tumpahin minuman gue ke rok nya dia. Roknya kotor, terus gue kasih pinjam jaket gue ke dia. Salah gue, karena gue yang pasangin jaket itu langsung, dan lilitin di pinggangnya. Dan abang OSIS kita yang terhormat ini, datang di saat yang tidak tepat." Jishan menepuk pelan bahu Jery dan membalas tatapannya tak kalah tajam.

"Gue paham kalau dia mikir gue udah meluk Adeknya." Jishan sengaja memberikan sedikit penekanan pada kata 'Adik', seolah ingin memberikan batas pada kedekatan Jaryan dan juga Nicya.

"Dan gue rasa juga wajar kalau perempuan semanis dia merasa gugup ada di posisi itu. Apalagi sama gue." ujarnya meninggi, hingga membuat para anggota Dreamers menatapnya muak.

"Secara gue bukan cuma ganteng, tapi juga mempesona, iya kan cantik?" Jishan melewati Jery, Ren juga Marvin, lalu berlalu begitu saja. Meninggalkan mereka yang masih nampak bingung dengan kecanggungan yang terjadi.

"Wah...wah...wah..." Khaizan bertepuk tangan tepat setelah tubuh Jishan menghilang di telan pintu seluruhnya.

"Anak baru, bisa se-songong itu dan bikin Ketua OSIS kita ini tak berdaya. Wah..." Khaizan berdecak kagum, disambut riuhan tepuk tangan serta gelak tawa dari anggota Dreamers yang lainnya.

"Makanya dek, lain kali kalau mau dekat-dekat sama orang. Cek pawangnya dulu, lagi PMS apa enggak?" ledek Ren sambil merangkul bahu Nicya mencoba menggodanya.

Nicya hanya bisa tersenyum canggung menghadapi para anggota Dreamers yang membuatnya begitu canggung. Begitu juga Jaryan.

Tanpa meninggalkan komentar maupun reaksi apapun, ia berlalu meninggalkan mereka dengan langkah yang begitu cepat untuk kembali ke tengah lapangan bersama para peserta orientasi lainnya.

Entah emosinya sudah benar-benar hilang, atau hanya sekedar ia tahan. Tapi setidaknya tidak ada peserta lain yang curiga bahwa pertengkarannya dengan Jishan adalah nyata.

"Abang anter balik ke lapangan ya, Clarissa dari tadi ribut nyari kamu." Tawar Khaizan sembari menunjukkan layar ponselnya yang sudah dipenuhi oleh pesan dari Clarissa.

"Ya, hitung-hitung modus sambil kenalan kan." batinnya.

Mereka pun melanjutkan acara dengan acara hiburan dan kesenian yang akan diadakan secara sukarela. Siapapun diizinkan tampil dengan tertib, dan menunjukkan keahlian mereka untuk bisa terpilih menjadi kandidat Queen and King Masa Orientasi.

Keuntungannya adalah bagi mereka yang terpilih, akan ditunjuk sebagai duta sekolah.

Jabatan King and Queen sendiri akan di serahkan langsung oleh King and Queen sebelumnya yang tak lain adalah Jaryan si Ketua OSIS, dan juga  Kelsey Vince yang juga merupakan model remaja terkenal, sekaligus kapten Tim Cheerleaders SMU Sinar Prestasi.

Bukan hanya akan di lantik, namun mereka akan langsung mengemban masa jabatan satu tahun serta diberi tugas-tugas yang akan sesuai dengan jabatan mereka.

"Dia manis, senyumnya juga cantik banget. Gak heran sih kalau King kita yang satu ini bisa sampai segitu emosinya cuma karena dia di colek sama cowok lain." goda Kelsey kepada Jery yang sudah begitu tenang duduk di sampingnya, di atas singgasana King and Queen terpilih.

"Gue akan bersikap professional, jadi gue harap lo bisa terima andaikan mereka yang nanti akan terpilih. Karena itu artinya dalam satu tahun ke depan mereka akan lebih banyak waktu untuk  bersama, sama seperti kita." goda Kelsey.

Jery nampak diam, namun sangat kontras dengan batinnya yang tengah meraung-raung, menangisi kekalahan telaknya dari seseorang baru yang tak pernah ia prediksi.

"Pasangan King and Queen akan diuji secara berpasangan. Penilaian utama dalam setiap kategori adalah kekompakan dan chemistry." jelas Khaizan yang berperan sebagai pembawa acara.

Entah kemalangan apa yang memihak Jaryan, karena Nicya justru telah dipasangkan lebih dulu dengan Jishan. Dan itu semua terjadi lantaran ia yang sangat tak bisa menahan emosinya tadi, hingga berakhir dengan penunjukkan langsung mereka sebagai kandidat pertama calon pasangan.

"Oke, pertandingan pertama adalah panggung koran. Jadi para pasangan yang sudah dipilih oleh Kak Juan, Kak Ranendra, juga Kak Marvin tadi silakan berkumpul di tengah dan ambil koran kalian masing-masing." semua peserta orientasi berteriak riuh untuk memberikan dukungan kepada para siswa yang tengah berkompetisi, terutama Clarissa yang suaranya terdengar paling kentara diantara yang lain.

"Semangat My Baby Cya." teriaknya histeris, hingga membuat Khaizan jengah.

"Aturannya sederhana, kalian harus berdiri secara berpasangan dan menari di atas koran yang sudah disediakan. Dan setiap kali lagunya berganti, maka helaian koran yang ada harus dilipat dua. Apa kalian siap!" semua peserta mengangkat tinggi-tinggi koran mereka ke atas sebagai pertanda bahwa mereka sudah siap untuk berkompetisi.

Ada puluhan lagu yang diputar, ada ada sekitar tiga belas pasangan terpilih yang terus menciptakan chemistry dengan pasangan mereka masing-masing.

Hingga lagu terakhir diputar, ada sekitar tiga pasangan yang berhasil bertahan, termasuk Jishan dan juga Nicya. Namun sayangnya, posisi mereka berdua kali ini terlihat begitu mencolok diantara yang lain hingga nyaris menyulut emosi Jaryan untuk yang kedua kalinya.

Dimana pasangan yang lain memilih untuk saling berpegangan dan berdiri dengan satu kaki. Jishan justru malah memilih pendekatan berbeda dengan mengangkat Nicya dalam gendongannya.

Semua orang bersorak riuh untuk mereka berdua, termasuk Kelsey yang suaranya kini terdengar jauh lebih keras dibanding yang lain seolah berniat untuk menggoda seseorang.

"Kayaknya ada yang kalah telak nih." ledeknya pada Jaryan.

"Ciyee..... siapa yang bisa lebih mesra langsung menang deh." goda Juan yang sudah mulai ikut heboh lantaran terbawa suasana.

"Kalau gak ada yang berhasil, gimana kalau kita tantang untuk lipat korannya sekali lagi. Dan kalau mereka berhasil bertahan selama sepuluh menit aja, maka kalian adalah pemenangnya di babak ini. Gimana, setuju gak?" Juan mengambil alih microphone dari genggaman Khaizan yang ikut mematung bersama Jaryan.

"Persaingannya sengit nih." bisik Ren kepada Marvin yang bergantian menatap Khaizan dan juga Jaryan di atas pentas.

"Kayaknya bukan satu orang aja yang bakal patah hati." balas Marvin, yang juga disetujui oleh Kelsey yang diam-diam menguping pembicaraan mereka.

"Gue kenal dia, dia memang istimewa." ujar Kelsey menimpali.

Permainan pun berlanjut dengan Jishan yang menggendong tubuh Nicya dengan sebelah kaki yang diangkat. Ia begitu terpana hingga nyaris tak berkedip dalam posisinya itu.

Berada begitu dekat dengan gadis yang disukainya, bahkan saling beradu nafas. Siapa yang bisa melewatkan moment seintim itu, bahkan perasaan gugup pun seakan tak lagi mampu mengalahkannya.

"Aku yakin dia gak bakal punya waktu untuk berkedip. Dengan posisi sedekat itu, ia pasti akan kehilangan begitu banyak moment dan debaran jika menyempatkan waktu meski hanya sekedar untuk berkedip." ujar Kelsey lagi mencoba memanasi suasana.

"Sial! Diam lo!" kesal Jaryan yang nyaris melempar microphonenya, kalau saja tidak ditahan oleh Juan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!